Anda di halaman 1dari 32

TEKNOLOGI KOSMETOLOGI

“FORMULASI SEDIAAN LOTION ANTI NYAMUK”

Oleh:

Inge Prihatini Rachim (15330006)

Mydea Ratna Putri (15330009)

Dosen:

Prof. Dr. Teti Indrawati, MS. Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat
dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Formulasi Sediaan
Lotion Anti Nyamuk” dengan baik.

Makalah ini ditunjukkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Kosmetologi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
membantu penulis dengan memberikan dorongan dan saran untuk menyusun makalah ini
sehingga diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, apabila ada
kekurangan atau kesalahan kata dalam penulisan, penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya dan bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
memperbaiki makalah ini. Semoga pembahasan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Terima kasih.

Jakarta, November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………. 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 5

1. 1. Latar Belakang………………………………………………………….. 5
1. 2. Rumusan Masalah………………………………………………………. 6
1. 3. Tujuan Penulisan………………………………………………………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. ………… 7

2. 1. Anatomi Kulit…………………………………………………………… 7
2. 1. 1. Lapisan Kulit………………………………………………….. 8
2. 1. 2. Struktur Kulit…………………………………………………. 11
2. 1. 3. Fungsi Kulit…………………………………………………… 11
2. 2. Kosmetika………………………………………………………………. 13
2. 2. 1. Penggolongan Kosmetika…………………………………….. 14
2. 3. Lotion…………………………………………………………………… 16
2. 4. Lotion Anti Nyamuk……………………………………………………. 16
2. 4. 1. Karakteristik Lotion Anti Nyamuk…………………………… 16
2. 4. 2. Komponen Lotion Anti Nyamuk……………………………… 17
2. 4. 3. Metode Pembuatan Lotion Anti Nyamuk…………………….. 17
2. 4. 4. Evaluasi Lotion Anti Nyamuk………………………………… 17
2. 5. Kemasan Lotion Anti Nyamuk…………………………………………. 18

BAB III PEMBAHASAN…………………………………………………………… 19

3. 1. Formulasi Lotion Anti Nyamuk………………………………………… 19

BAB IV PENUTUP………………………………………………………………… 30

4. 1. Kesimpulan…………………………………………………………….. 30
4. 2. Saran…………………………………………………………………… 31

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 32

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Indonesia sebagai daerah tropis yang menjadi salah satu tempat perkembangan
beberapa jenis nyamuk yang membahayakan kesehatan. Nyamuk sebagai serangga
yang banyak menimbulkan masalah bagi manusia. Penyakit berbahaya dan
mematikan bagi manusia, seperti: demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan
chikungunya disebabkan oleh nyamuk (Manaf dkk, 2012).
Penyakit yang disebarkan oleh nyamuk sangat berbahaya, sehingga perlu
adanya usaha pencegahan. Salah satu usaha untuk mencegah penyakit akibat
gigitan nyamuk antara lain dengan memutus rantai penularan, dengan cara
membunuh nyamuk secara langsung dengan atau tanpa bahan kimia atau
menghindarkan diri dari gigitannya dengan penggunaan repellant (antinyamuk).
Penggunaan antinyamuk merupakan tindakan yang praktis dan ekonomis untuk
mencegah penyakit-penyakit yang dibawa oleh nyamuk ke manusia. Tetapi
kebanyakan formula produk antinyamuk yang beredar di pasaran mengandung
DEET (N,N-dietil-meta-toluamid).
Penggunaan DEET dengan konsentrasi yang tinggi memiliki efek samping
seperti gejala hipersensitifitas, iritasi dan urtikaria. Setelah penggunaan yang
berulang dan dalam jangka waktu lama, absorbsi melalui kulit dapat menyebabkan
keracunan sistemik (Mandava, 2018). Untuk mengurangi dampak negatif tersebut,
perlu pengendalian alternatif, yaitu dengan cara mencari bahan aktif biologis dari
tanaman atau sumber daya hayati yang dapat digunakan sebagai insektisida botani.
Tumbuh-tumbuhan di Indonesia kaya akan senyawa kimia yang potensial untuk
dikembangkan menjadi insektisida alami sebagai anti nyamuk.
Lotion merupakan bentuk sediaan yang sangat diminati masyarakat. Losion
adalah emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang distabilkan oleh
emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya. Losion
dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung. Konsistensi yang
berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan

4
kulit, sehingga mudah menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta
meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit (Lachman dkk., 1994).
Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini dikembangkan suatu formula
losion antinyamuk dari bahan alam yang kemudian diuji stabilitas dan aktivitasnya
sebagai anti nyamuk.

1. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam
membuat makalah ini yaitu sebagai berikut :
A. Rumusan masalah secara umum :
1. Bagaimanakah komponen formulasi pada sediaan lotion antinyamuk ?
2. Bagaimanakah metode pembuatan sediaan lotion antinyamuk ?
3. Bagaimanakah karakteristik sediaan lotion antinyamuk ?
4. Bagaimanakah evaluasi pada sediaan lotion antinyamuk?
B. Rumusan masalah secara khusus :
1. Bagaimanakah komponen formulasi pada sediaan lotion antinyamuk
yang akan di rancang ?
2. Bagaimanakah metode pembuatan yang digunakan untuk formulasi
sediaan lotion antinyamuk yang akan di rancang ?
3. Bagaimanakah karakteristik formulasi pada sediaan lotion antinyamuk
yang akan di rancang ?
4. Bagaimanakah evaluasi untuk formulasi pada sediaan lotion antinyamuk
yang akan di rancang ?

1. 3. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami arti dari lotion
2. Dapat memahami komponen utama sediaan lotion antinyamuk
3. Dapat memahami karakteristik dari lotion antinyamuk
4. Dapat memahami persyaratan lotion antinyamuk
5. Dapat memformulasikan lotion antinyamuk dengan baik
6. Dapat memahami cara mengevaluasi sediaan lotion antinyamuk

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang sangat esensial dan vital
serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,
elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan lokal
tubuh (Wasita Atmadja, 1997).
Luas permukaan kulit manusia dewasa sebesar 1,5-2 m2 , dengan berat sekitar
3 kg dan berperan sebagai lapisan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari luar, baik
pengaruh fisik maupun kimia. Meskipun kulit relatif permeable terhadap senyawa-
senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa
obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapeutik atau efek toksik
yang bersifat lokal atau sistemik. Selain itu kulit juga merupakan sawar (barrier)
fisiologik yang penting karena mampu menahan penembusan gas, cair, maupun
padat, baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun komponen
mikroorganisme (Walters, 2002).
Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar.
Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel
yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan
keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya
sinar UV matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan
dan infeksi dari luar. Selain itu, kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang besar
(Montagna, Renault, Debreuil). Luas kulit pada manusia rata-rata kurang lebih 2
meter persegi, dengan berat 10 kg jika dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak.
Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu (Tranggono dan Latifah,2014).:
1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar
2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat)

6
Di bawah dermis terdapat subkutis atau jaringan lemak bawah kulit. Para ahli
histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga ke dalam menjadi 5 lapisan
yakni (Tranggono dan Latifah,2014) :

1. Lapisan Tanduk (Stratum corneum), sebagai lapisan yang paling atas


2. Lapisan Jernih (Stratum lucidum), disebut juga “lapisan barrier”
3. Lapisan berbutir-butir (Stratum granulosum)
4. Lapisan Malphigi (Stratum spinosum) yang selnya seperti berduri
5. Lapisan Basal (Stratum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis sel-sel
basal

2. 1. 1. Lapisan Kulit
Berikut adalah lapisan-lapisan dari kulit:
1. Epidermis
Dari sudut kosmetik, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik karena
pada epidermis itulah kosemetik dipakaikan. Meskipun ada beberapa jenis
kosmetik yang dipakaikan ke dermis, namun tetap penampilan epidermis yang
menjadi tujuan. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh,
yang paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki dan telapak
tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelompok
mata, pipi, dahi dan perut kulit (Tranggono dan Latifah,2014).
a. Lapisan tanduk (stratum corneum)
Terdiri atas beberapa lapis sel yang gepeng mati, tidak memiliki inti, tidak
terdapat metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air.
Lapisan ini sebagian besar terdiri dari keratin, jenis protein yang tidak larut
dalam air dan sangat resisten tehadap bahan bahan kimia. Stratum corneum
dilapisi oleh suatu lapisan tipis lembab yang bersifat asam, disebut sebagai
“mantel asam kulit” berfungsi untuk melindungi kulit dari mikroorganisme.
Tingkat keasaman (pH) umumnya berkisar antara 4,5-6,5.
b. Lapisan jernih (stratum lucidum)
Letaknya tepat dibawah corneum , merupakan lapisan yang tipis, jernih,
mengandung eleidin, sangat jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
Antara lucidium dan granulosum terdapat lapisan keratin tipis yang disebut
“rein‘s barrier” (szakall) yang bersifat impermeabel.

7
c. Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)
Tersusun oleh sel-sel yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, intinya
mengerut. Stoughton menemukan bahwa di dalam butir kerahtoyalin itu
terdapat bahan logam, khususnya tembaga yang menjadi katalisator proses
pertandukan kulit.
d. Lapisan malphigi (stratum spinosum atau malphigi layer)
Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan
oval, setiap sel berisi flamen-flamen kecil yang terdiri dari serabut protein.
Cairan limfe masih ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini.
e. Lapisan basal (stratum germinativum atau membran basalis)
Lapisan terbawah dari epidermis. Lapisan basal menuju ke permukaan kulit
sehingga akhirnya menjadi sel-sel yang mati, kering dan gepeng dalam
stratum corneum. Kandungan lemak 10 persen dalam strartum
germanativium dalam startum granulosum dann hanya 7 persen atau kurang
dalam startum corneum . air yang mengandung dalam sel-sel di startum bisa
sampai 70 persen. Lama perjalanan pendewasaan sel dari stratum
germinativum stratum corneum adalah 14-21 hari (Cell turn over atau
kerantisasi).Proses perjalanan sel dari startum germinativum sampai menjadi
sel tanduk dalam stratum corneum dinamakan proses keratinisasi, sedangkan
sel-selnya itu sendiri disebut sel-sel keratinosit.

2. Dermis
Lapisan ini disebut juga korium, terletak pada lapisan kulit antara epidermis
dan jaringan lemak subkutan. Tebal lapisan sekitar 1-4 mm, tergantung bagian
tubuh. Fungsi dermis ini terutama melindungi tubuh dari luka, menjadikan
epidermis lebih fleksibel, penghalang terhadap infeksi dan sebagai organ
penyimpan air. Dalam dermis terdapat kapiler darah, ujung-ujung saraf,
pembuluh limfa, kelenjer keringat, folikel rambut dan kelenjar sebasea. Lapisan
ini jauh lebih tebal dari pada epidermis, terbentuk oleh jaringan elastis dan
fibrosa padat dengan elemen seluler, kelenjar, dan rambut sebagai adneksa kulit.
Lapisan ini terdiri atas (Walters, 2002) :
a. Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol kedalam epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.

8
b. Pars Retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan
subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin dan retikulin. Dasar
lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat
dan sel-sel fibroblast. Kolagen muda bersifat lentur namun dengan
bertambahnya umur menjadi stabil dan keras.

3. Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,
besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel
ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung
pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak
mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan
(Djuanda, 2003).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil
dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan
anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan
dengan pembuluh darah teedapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).

4. Adneksa kulit
terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di
lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit. Ada 2 macam
kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di
dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak
lebih dalam dan sekretnya lebih kental (Djuanda, 2003).

9
2. 1. 2. Struktur Kulit

2. 1. 3. Fungsi Kulit
1. Fungsi Proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai berikut:

10
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat
kimia.
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan
dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh
melalui kulit.
c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut
dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh
bakteri di permukaan kulit.
d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada
stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di
sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar
matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila
terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
e. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang
pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap
mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba
yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans (Martini, 2006).
2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida
(Djuanda, 2007). Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap
air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu
beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri
(Harien, 2010).
3. Fungsi eksresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar
eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
a. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen (Harien, 2010).
Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan
kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke
permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida,
kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi menghambat

11
pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin (Tortora dkk.,
2006).
b. Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat
keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari (Djuanda,
2007). Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL
keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi.
Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk
mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil
pemecahan protein yaitu amoniak dan urea (Martini, 2006).
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung syaraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis dan subkutis.
Terhadap dingin oleh badan Krause. Rabaan diperankan oleh taktil meissner.
Terhadap tekanan diperankan oleh badan vates paccini.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
6. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak dilapisan basal dan sel ini berasal
dari rigi syaraf.
7. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel
langerhans dan melanosit (Tranggono dkk, 2014).

2. 2. Kosmetika
Kosmetik berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “kosmetikos” yang berarti
keterampilan menghias dan mengatur. Menurut (Permenkes RI No.445/MnKs/
Permenkes/1998) kosmetika adalah sediaan atau panduan bahan yang siap untuk
digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan rongga mulut)
untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi
supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit.

12
Menurut (Keputusan Kepala Badan POM RI. No HK.00.05.4.1745 tahun 2004
Tentang Kosmetika) kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan
organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.

2. 2. 1. Penggolongan Kosmetika
Penggolongan kosmetik antara lain menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI,
menurut sifat modern atau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi kulit
(Tranggono, 2007).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, Kosmetik di bagi kedalam 13 kelompok:
1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi
2. Preparat mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule
3. Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye-shadow
4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water
5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray
6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut
7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik
8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes
9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant
10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, lesion kuku
11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung
12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur
13. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation

Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatannya:

1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern.
2. Kosmetik tradisional

13
Penggolongan kosmetika menurut penggunaannya bagi kulit:

1. Kosmetik perawatan kulit (Skin care cosmetic)


Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk
didalamnya:
 Kosmetik untuk membersihkan kulit (Cleanser): sabun, cleansing cream,
cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).
 Kosmetik untuk melembabkan kulit (Mosturizer), misalnya: mosturizer
cream, night cream, anti wrinkel cream.
 Kosmetik pelindung kulit
a. preparat yang melindungi kulit dari bahan-bahan kimia (bahan kimia
yang membakar, larut detergen, urine yang sudah terurai,dll).
b. preparat untuk melindungi kulit dari benda fisik yang membahayakan
kulit ( sinar matahari, panas).
c. preparat untuk mengusir serangga agar tidak mendekati kulit.
d. preparat yang melindungi kulit dari luka secara mekanik (dalam
bentuk kosmetik pelumas).
 Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (Peeling), misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengampelas (abrasiver).
2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make up)
Kosmetika dekoratif atau make-up merupakan jenis kosmetik yang digunakan
untuk mengubah penampilan agar terlihat cantik. Biasanya kosmetik dekoratif
ditujukan untuk merias mata, bibir dan sekitar wajah lainnya. Jenis ini
diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan
penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik,
seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi
sangat besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi dua golongan:
 Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaian sebentar, misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eye shadow,
dan lain-lain.
 Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya luntur dalam
waktu yang lama, misalnya pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut,
dan preparat penghilang rambut (Tranggono dan Latifah, 2007).

14
2. 3. Lotion
Lotion adalah sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut) yang
mengandung air lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat, yaitu sebagai
sumber lembab bagi kulit, memberi lapisan minyak yang hampir sama dengan
sebum, membuat tangan dan badan menjadi lembut, tetapi tidak berasa berminyak
dan mudah dioleskan (Sularto, et al, 1995).
Menurut FI III lotion adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi,
digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk sebuk
halus dengan bahan pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air (o/w
atau m/a) dengan surfaktan yang cocok. Lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari
fase minyak dan fase air yang distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau
lebih bahan aktif di dalamnya. Lotion dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit
sebagai pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang
cepat dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah menyebar dan dapat segera
kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit
(Rieger dkk, 1994).

2. 4. Lotion Anti Nyamuk


Lotion anti nyamuk (repellent) adalah sediaan yang masuk ke dalam kosmetik
pelindung kulit sebagai preparat untuk mengusir serangga agar tidak mendekati kulit
yang berfungsi untuk melindungi kulit agar terhindar dari gigitan nyamuk.

2. 4. 1. Karakteristik Lotion Anti Nyamuk


1. Lotion tidak mengalami perubahan bentuk, warna, dan bau selama masa
penyimpanan.
2. pH lotion harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-7.
3. Lotion harus homogen dan tidak ada butir-butir kasar ketika diaplikasikan pada
kulit.
4. Lotion tidak mengiritasi kulit
5. Lotion efektif mengusir nyamuk

15
2. 4. 2. Komponen Lotion Anti Nyamuk
Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi dan
humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari lemak maupun minyak dari
tanaman, hewan maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba,
minyak parafin, lilin lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa
surfaktan anionik, kationik maupun nonionik. Humektan bahan pengikat air dari
udara, antara lain gliserin, sorbitol, propilen glikol dan polialkohol (Keithler,
Jellineck, 1970).
Komponen-komponen yang menyusun lotion adalah pelembab, pengemulsi,
bahan pengisi, pembersih, bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet. Proses
pembuatan lotion dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang larut
dalam fase air pada bahan-bahan yang larut dalam fase minyak dengan cara
pemanasan dan pengadukan (Dewi,2012).

2. 4. 3. Metode Pembuatan Lotion


Proses pembuatan lotion disebut emulsifikasi dimana fase air dan emulgator
dihomogenkan kemudian ditambah fase minyak/lemak, bahan-bahan tersebut adalah
bahan basis lotion, sedangkan bahan tambahannya dapat berupa zat aktif (vitamin,
ekstrak, whitening, dsb) dan/atau parfum, pewarnarna, pengawet.

2. 4. 4. Evaluasi Lotion Anti Nyamuk


1. Organoleptis
Diamati bentuk sediaan lotion, dicium aroma sediaan, diamati warna sediaan.
2. Homogenitas
Lotion dioleskan diatas kaca objek glass dan tutup dengan kaca objek glass lainnya,
diamati partikel-partikel kasar.
3. Derajat keasaman
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Elektroda
dibersihkan dan alat dikalibrasi. Kemudian elektroda dicuci kembali dengan
aquades, lalu dikeringkan dengan tissue, dan dimasukkan ke dalam sampel, dicatat
pH sediaan.
4. Efektifitas anti nyamuk

16
Tempat uji nyamuk dipersiapkan, kain diolesi dengan lotion dan dimasukkan dalam
kandang uji. Diambil ± 20 ekor nyamuk lalu dimasukkan ke kandang uji, diamati
selama 15 menit.

2. 5. Kemasan Lotion Anti Nyamuk


Kemasan disesuaikan dengan kepraktisan penggunaan (Depkes RI, 1985). Lotion
anti nyamuk dikemas dalam botol atau dalam bentuk sachet. Kemasan primer
digunakan bahan plastik dan kemasan sekunder digunakan kotak karton sebagai
wadahnya.

17
BAB III

PEMBAHASAN

3. 1. Formulasi Lotion Anti Nyamuk


Tabel 1. Formulasi Sediaan Lotion Anti nyamuk

I II III
KOMPONEN JUMLAH JUMLAH JUMLAH
BAHAN (%) BAHAN (%) BAHAN (%)
Ekstrak Minyak atsiri Minyak atsiri
Kenikir Kemangi Kemangi
(Cosmos (Ocimum (Ocimum
Zat aktif caudatus) 5 basilicum L.) 12,5 basilicum L.) 12,5
Pengemulsi,
pengatur pH TEA 4 TEA 4
Asam Asam stearate 6,67
Pengemulsi
stearate 15 Karbopol 934 0,33 Asam stearat 15
Setil alcohol 4
Emolient Setil alcohol 2 Parafin cair 5 Setil alkohol 2
Humektan Gliserin 15 Gliserin 10 Gliserin 15
Pengawet Nipagin 0,12 Nipagin 0,1 Nipagin 0,12
Pengawet Nipasol 0,12 Nipasol 0,1 Nipasol 0,12
Aqua
Pelarut destilata Ad 100 Aqua destilata Ad 100 Aqua destilata Ad 100
Propilen
Kosolven Glikol 15
Antifoaming,
emolient Dimetikon 15
Penstabil,
pengawet, Disodium
pembersih EDTA 0,05

18
3. 2. Pembuatan Lotion Anti Nyamuk
Tabel 2. Pembuatan Lotion Anti Nyamuk

I II III
Metode Dengan massa total Formula dibuat dengan Dengan massa total
sediaan 30 gram. Asam mencampurkan 2 bagian sediaan 30 gram. Asam
stearat, cetyl alkohol, (A dan B) yang sudah stearat, cetyl alkohol,
nipasol dan gliserin dibuat secara terpisah nipasol dan gliserin
dimasukkan ke dalam dalam satu bagian. dimasukkan ke dalam
cawan penguap, Bagian A terdiri dari cawan penguap,
kemudian dilebur di Disodium EDTA, kemudian dilebur di
water bath dan diaduk Karbopol 934, Gliserin, water bath dan diaduk
sampai homogen. TEA Propilen Glikol, Nipagin, sampai homogen. TEA
masukkan dalam beaker dan Nipasol. Bagian B : masukkan dalam beaker
glass, ditambah air panas, Dimetikon , Paraffin cair, glass, ditambah air
diaduk sampai larut. Asam stearate, Setil panas, diaduk sampai
Nipagin dilarutkan alkohol. Bagian A dibuat larut. Nipagin dilarutkan
dengan air mendidih, dengan menaburkan dengan air mendidih,
diaduk sampai larut. karbopol 934 pada diaduk sampai larut.
Dimasukkan hasil akuades secukupnya Dimasukkan hasil
leburan ke dalam mortir sehingga terbentuk gel leburan ke dalam mortir
panas, ditambahkan yang kemudian pH panas, ditambahkan
TEA, diaduk sampai disesuaikan 6,5–7 dengan TEA, diaduk sampai
membentuk korpus penambahan NaOH. membentuk korpus
emulsi. Dimasukkan Disodium EDTA di emulsi. Dimasukkan
nipagin ke dalam mortir tempat yang lain nipagin ke dalam mortir
panas sedikit demi dilarutkan dengan panas sedikit demi
sedikit, diaduk sampai akuades secukupnya sedikit, diaduk sampai
homogen. Ekstrak daun kemudian ditambahkan homogen. Ditambahkan
kenikir di masukkan ke gliserin, propilen glikol, sisa aqua dest aduk
mortir panas diaduk nipasol, dan nipagin. homogeny.
sampai homogen. Kedua campuran ini Minyak atsiri kemangi
Ditambahkan sisa kemudian dicampurkan di masukkan ke mortir

19
aquadest sampai 30 g. dengan pemanasan uap diaduk sampai
65°C-70°C diaduk homogen.
hingga tercampur
homogen. Bagian B
dibuat dengan
mencampurkandimetikon
, parafin cair, asam
stearat, setil alkohol
dalam satu wadah dengan
pemanasan uap 65°C-
70°C diaduk hingga
tercampur homogen.
Bagian A dan B
dicampur dan diaduk
hingga homogen dengan
penambahan akuades
yang tersisa dalam suhu
ruangan 15°C-30°C.
Pengadukan dilakukan
hingga terbentuk lotion
yang diinginkan. Minyak
atsiri ditambahkan
setelah sediaan sesuai
dengan suhu ruang.
Evaluasi  Organoleptis  Oranoleptis  Organoleptis
 Homogenitas  pH  Homogenitas
 Derajat keasaman  Viskositas  Derajat
 Efektifitas anti  Daya sebar keasaman
nyamuk  Daya lekat  Efektifitas anti
 Ukuran globul nyamuk
 Aktivitas
antibakteri
Karakteristik  Setil alkohol  Propilen Glikol  Setil alkohol

20
bahan Kelarutan : Kelarutan : dapat Kelarutan :
bertambah bercampur bertambah
dengan naiknya dengan air, aseton dengan naiknya
suhu. Suhu dan dengan suhu. Suhu
leburnya antara kloroform, larut leburnya antara
45ºC dan 50ºC dalam eter dan 45ºC dan 50ºC
 Nipagin beberapa minyak  Nipagin
Titik lebur : 125- essensial tetapi Titik lebur : 125-
128 ºC tidak dapat 128 ºC
 Glycerin bercampur  Glycerin
Kelarutan : dapat dengan minyak Kelarutan : dapat
bercampur lemak bercampur
dengan air dan  paraffin cair dengan air dan
etanol 95% Kelarutan : etanol 95%
 Nipasol praktis tidak larut  Nipasol
Kelarutan : sangat etanol 95%, Kelarutan :
sukar larut dalam gliserin dan air. sangat sukar
air, larut dalam 3 Larut dalam jenis larut dalam air,
bagian ethanol, minyak lemak larut dalam 3
dalam 3 bagian hangat. bagian ethanol,
aseton, dalam 140  Nipagin dalam 3 bagian
bagian gliserol Titik lebur : 125- aseton, dalam
dan 40 bagian 128 ºC 140 bagian
minyak lemak  Glycerin gliserol dan 40
 TEA Kelarutan : dapat bagian minyak
Kelarutan : bercampur lemak
bercampur dengan air dan  TEA
dengan aseton, etanol 95% Kelarutan :
dalam benzene  Nipasol bercampur
1:24, larut dalam Kelarutan : sangat dengan aseton,
kloroform, sukar larut dalam dalam benzene
bercampur air, larut dalam 3 1:24, larut dalam
dengan etanol. bagian ethanol, kloroform,

21
 Asam stearat dalam 3 bagian bercampur
Kelarutan : aseton, dalam 140 dengan etanol.
praktis tidak larut bagian gliserol  Asam stearat
dalam air, larut dan 40 bagian Kelarutan :
dalam 20 bagian minyak lemak praktis tidak
etanol(95%) P,  Dimetikon larut dalam air,
dalam 2 bagian Kelarutan : larut larut dalam 20
kloroform P dan dengan etil asetat, bagian
dalam 3 bagian metil etil keton, etanol(95%) P,
eter P. minyak mineral, dalam 2 bagian
dan toluene; larut kloroform P dan
dalam miristat dalam 3 bagian
isopropyl, sangat eter P.
sedikit larut
dalam etanol
(95%); praktis
tidak larut dalam
gliserin, propilwn
glikol, dan air
 Disodium EDTA
Kelarutan : dalam
air larut 1:1
 Karbopol
Kelarutan : dapat
larut dalam air, di
dalam etanol
(95%)
 Asam stearat
Kelarutan :
praktis tidak larut
dalam air, larut
dalam 20 bagian
etanol(95%) P,

22
dalam 2 bagian
kloroform P dan
dalam 3 bagian
eter P.

3. 3. Pemilihan Bahan Formula III


1. TEA
Digunakan dalam pembuatan Lotion Anti nyamuk karena sebagai
pengemulsi, pengatur pH , surfaktan, dan pembersih. Agar dapat membantu
tercampurnya fase minyak dan fase air dalam formula dengan cara mengikat
air dan minyak sehingga terbentuk lotion yang homogen. Dan didapatkan
sediaan dengan pH yang sesuai.
2. Glycerin
Glycerin dipilih dalam formulasi karena memiliki efek sebagai humektan dan
juga sebagai emollient. Sehingga lotion tetap terjaga kelembapan dan
kelembutannya pada kulit. Dan glycerin membantu TEA agar didapat emulsi
yang stabil selama penyimpanan.
3. Asam stearat
Dipilih dalam formulasi karena dapat berfungsi sebagai pengemulsi bersama
dengan TEA sebagai emulgator sehingga didapat lotion yang homogen dan
tidak terdapat butir kasar sat diaplikasikan pada kulit.
4. Setil alcohol
Dipilih untuk digunakan dalam formula karena mempunyai fungsi selain
sebagai emollient dan emulgator juga sebagai stiffering agent. Stiffering
agent merupakan zat yang ditambahkan kedalam suatu formula dapat
berfungsi sebagai pengental/ pengeras dalam sediaan lotion. Sehingga lotion
memiliki daya lekat yang baik pada kulit, lotion lebih lama pada kulit dan
daya tolak terhadap nyamuk besar, karena minyak atsiri akan lebih lama
terhambat dalam basis.
5. Nipagin dan nipasol
Nipagin dan nipasol dipilih untuk digunakan sebagai bahan pengawet dalam
formula karena keduanya bekerja secara sinergis sehingga dihasilkan sediaan

23
lotion yang stabil selama penyimpanan dan bekerja efektif sebagai bahan
pengawet.

3. 4. Metode Pembuatan
a. Formula I
1. Dengan massa yang akan dibuat total sediaan 30 gram.
Asam stearat, cetyl alkohol, nipasol dan gliserin dimasukkan ke dalam cawan
penguap, kemudian dilebur di water bath dan diaduk sampai homogen.
2. TEA masukkan dalam beaker glass, ditambah air panas, diaduk sampai larut.
Nipagin dilarutkan dengan air mendidih, diaduk sampai larut. Dimasukkan
hasil leburan ke dalam mortir panas, ditambahkan TEA, diaduk sampai
membentuk korpus emulsi. Dimasukkan nipagin ke dalam mortir panas
sedikit demi sedikit, diaduk sampai homogen.
3. Ekstrak daun kenikir di masukkan ke mortir panas diaduk sampai homogen.
Ditambahkan sisa aquadest sampai 30 g.

b. Formula II
1. Formula dibuat dengan mencampurkan 2 bagian (A dan B) yang sudah dibuat
secara terpisah dalam satu bagian.
Bagian A terdiri dari Disodium EDTA, Karbopol 934, Gliserin, Propilen
Glikol, Nipagin, dan Nipasol.
Bagian B : Dimetikon , Paraffin cair, Asam stearate, Setil alkohol.
2. Bagian A dibuat dengan menaburkan karbopol 934 pada akuades secukupnya
sehingga terbentuk gel yang kemudian pH disesuaikan 6,5–7 dengan
penambahan NaOH. Disodium EDTA di tempat yang lain dilarutkan dengan
akuades secukupnya kemudian ditambahkan gliserin, propilen glikol, nipasol,
dan nipagin. Kedua campuran ini kemudian dicampurkan dengan pemanasan
uap 65°C-70°C diaduk hingga tercampur homogen.
3. Bagian B dibuat dengan mencampurkan dimetikon, parafin cair, asam stearat,
setil alkohol dalam satu wadah dengan pemanasan uap 65°C-70°C diaduk
hingga tercampur homogen.
4. Bagian A dan B dicampur dan diaduk hingga homogen dengan penambahan
akuades yang tersisa dalam suhu ruangan 15°C-30°C. Pengadukan dilakukan

24
hingga terbentuk lotion yang diinginkan. Minyak atsiri ditambahkan setelah
sediaan sesuai dengan suhu ruang.

c. Formula III
1. Dengan massa total sediaan 30 gram. Asam stearat, cetyl alkohol, nipasol dan
gliserin dimasukkan ke dalam cawan penguap, kemudian dilebur di water
bath dan diaduk sampai homogen.
2. TEA masukkan dalam beaker glass, ditambah air panas, diaduk sampai larut.
Nipagin dilarutkan dengan air mendidih, diaduk sampai larut. Dimasukkan
hasil leburan ke dalam mortir panas, ditambahkan TEA, diaduk sampai
membentuk korpus emulsi.
3. Dimasukkan nipagin ke dalam mortir panas sedikit demi sedikit, diaduk
sampai homogen. Ditambahkan sisa aqua dest aduk homogen.
4. Minyak atsiri kemangi di masukkan ke mortir diaduk sampai homogen.

3. 5. Evaluasi Sediaan Lotion Anti Nyamuk


a. Formula I
1. Organoleptis
Pada Uji organoleptis ini diamati bentuk sediaan lotion, dicium aroma
sediaan, dan diamati warna sediaan. Setelah dilakukan Uji organoleptis
sediaan Lotion anti nyamuk Formula I ini memiliki hasil bentuk semi padat,
aroma khas kenikir, warna hijau tua. Selama empat minggu pada waktu
pengujian sediaan lotion Anti nymauk tidak mengalami perubahan karena
penguapan.
2. Homogenitas
Pada Uji homogenitas dilakukan dengan cara lotion dioleskan diatas kaca
objek glass dan tutup dengan kaca objek glass lainnya, diamati partikel
partikel kasar. Setelah dilakukan Uji homogenitas mendapat hasil homogen,
karena tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar pada saat sediaan
dioleskan pada kaca transparan.
3. Derajat keasaman
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Elektroda dibersihkan dan alat dikalibrasi. Kemudian elektroda dicuci
kembali dengan aquades, lalu dikeringkan dengan tissue, dan dimasukkan ke

25
dalam sampel, dicatat pH sediaan. Setelah dilakukan Uji derajat keasaman
hasil yang didapat dengan pH 6,4 . pH kulit berkisar antara 4,5-7,0, hasil uji
pH diperoleh bahwa pH lotion pada formula ini dapat dinyatakan bahwa
lotion anti nyamuk ekstrak daun kenikir aman untuk pemakaian topikal.
4. Efektifitas Anti nyamuk
Tempat uji nyamuk dipersiapkan, kain diolesi dengan lotion dan dimasukkan
dalam kandang uji. Diambil ± 20 ekor nyamuk lalu dimasukkan ke kandang
uji, diamati selama 15 menit. Kemudian pengujian diulangi untuk masing-
masing formula dengan lotion autan untuk uji banding. Hasil yang didapat
pada formula ini dengan konsentrasi 5% ekstrak daun Kenikir, jumlah
nyamuk yang hinggap sebanyak 6 ekor dari 20 ekor nyamuk dan yang mati
satu ekor. Hal ini menunjukkan bahan aktif ekstrak daun kenikir tidak hanya
mengusir nyamuk, tetapi mempunyai potensi sebagai insektisida.

b. Formula II
1. Uji organoleptis
Pengamatan organoleptis meliputi pengamatan perubahan-perubahan bentuk,
warna, dan bau yang terjadi pada tiap rentang waktu tertentu selama 91 hari.
Hasil yang di dapat dar uji adalah warna putih tulang, bau minyak atsiri
kemangi yang khas, dan tidak terjadi pemisahan. Kemudian konsistensi nya
lembut
2. Uji viskositas
Uji viskositas menggunakan viskometer RION nomor 2. Viskometer
ditempatkan di tengah tengah wadah yang berisi lotion, kemudian alat
dihidupkan agar rotor dapat berputar. Viskositas dilihat pada skala pada alat
setelah tercapai kestabilan, jarum yang stabil menunjukkan skala besarnya
viskositas dari lotion. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Pada uji viskositas
menunjukkan viskositas yang kurang stabil di setiap siklusnya
3. Uji pH
Pengukuran pH menggunakan alat pH stick. pH stick dicelupkan ke dalam
sediaan lotion kemudian didiamkan sesaat dan warna yang timbul disesuaikan
dengan warna pada alat (Jufri et al., 2006). Pada formula menunjukkan pH
yang stabil yaitu 6. Penyimpanan selama 91 hari tidak mempengaruhi
perubahan pH sediaan lotion minyak atsiri kemangi.

26
4. Uji daya sebar
Uji daya sebar lotion menggunakan cawan petri. Sebanyak 0,5 mL lotion
diletakkan di tengah bagian luar cawan petri dengan diameter 15 cm, kaca
yang satu diletakkan di atasnya dibiarkan selama 1 menit. Selanjutnya
diameter lotion yang menyebar diukur, ditambahkan 50 gram beban,
didiamkan selama 1 menit, dan diukur diameter lotion yang menyebar.
Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap formulasi lotion (Fajriyah et
al., 2010). Hasil yang didapat setelah dilakukan uji adalah formula tidak
mengalami perubahan yang signifikan dari hari pertama hingga hari terakhir.
Hal tersebut menunjukkan bahwa karbopol dan asam stearat berpengaruh
terhadap luas sebaran selama penyimpanan 91 hari. Secara statistika formula
mengalami perubahan yang tidak signifikan. Penggunaan karbopol dan asam
stearat yang semakin sedikit pada menunjukkan hasil luas penyebaran yang
semakin kecil. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan karbopol dan asam
stearat berpengaruh dan berbanding terbalik dengan hasil luas penyebaran.
5. Uji daya lekat
Uji daya lekat lotion menggunakan plat kaca yang ditarik dengan beban.
Sebanyak 0,5 g lotion minyak atsiri yang akan diuji diletakkan pada sebuah
plat kaca. Plat kaca yang satunya diletakkan diatasnya sampai menyatu,
kemudian ditekan dengan beban seberat 1 kg selama 5 menit. Setelah 5 menit
beban dilepas, plat kaca dijepit lalu diberi beban pelepasan seberat 80 g. Lama
waktu terlepasnya kedua plat tersebut dicatat dan direplikasi sebanyak 3 kali
untuk setiap formula lotion (Fajriyah et al., 2010). Hasil yang didapat setelah
dilakukan uji adalah Hasil daya lekat dipengaruhi juga oleh hasil viskositas
sediaan lotion. Waktu daya lekat diperoleh sangat kecil. menunjukkan daya
lekat yang paling kecil. Perbedaan konsentrasi karbopol dan asam stearat
berpengaruh terhadap daya lekat sediaan lotion. Viskositas mempengaruhi
daya lekat, viskositas tinggi daya lekat semakin lama.
6. Uji ukuran globul
Uji ukuran globul lotion dilakukan dengan menghitung globul yang muncul
pada mikroskop. Sediaan lotion dioleskan pada gelas obyek, kemudian
diamati hingga sediaan lotion menunjukkan susunan yang homogen dan tidak
terlihat adanya butiran kasar. Pengujian ini dilihat dengan mikroskop,
diulangi masing-masing 3 kali replikasi untuk setiap formula lotion yang

27
diperiksa. Hasil yang didapat setelah dilakukan uji adalah Setiap bulannya
ukuran globul semakin besar dipengaruhi oleh penggunaan konsentrasi
karbopol dan asam stearat. Faktor pencampuran dan pengadukan berpengaruh
pula terhadap ukuran globul sediaan lotion. Semakin rendah perbandingan
konsentrasi karbopol dan asam stearate semakin kecil ukuran globul
7. Uji aktivitas antibakteri
Uji aktivitas antibakteri lotion minyak kemangi dilakukan dengan metode
difusi agar. Bakteri yang digunakan adalah Staphylococcus aureus. Media
MH dituang ke dalam cawan petri hingga ketinggian 4 mm dan ditunggu
hingga memadat. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 150 µL
diinokulasikan ke dalam cawan petri dan diratakan dengan speader glass.
Lubang sumuran dibuat sebanyak 5 lubang dengan cork borer berdiameter 12
mm. Masing-masing sumuran diisi dengan sediaan lotion, basis sediaan, dan
kontrol positif (Caladine Lotion) sebanyak 320 mg setiap lubang. Cawan petri
diinkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 37ºC. Diameter zona hambat yang
terbentuk kemudian diukur. Hasil yang didapat setelah dilakukan uji adalah
Hasil pengujian aktivitas antibakteri lotion minyak atsiri kemangi
menunjukkan semakin kecilnya konsentrasi karbopol 934 dan asam stearat
yang dibuat maka semakin kecil pula zona hambat yang diperoleh. formula
dengan konsentrasi pengental dan emulsifier yang besar memiliki zona
hambat yang besar. Hal ini membuktikan bahwa komponen pembuatan lotion
berupa pengental dan emulsifier yang digunakan berpengaruh terhadap
pelepasan minyak atsiri kemangi setiap formula memiliki konsentrasi minyak
atsiri yang sama.

3. 6. Karakteristik Lotion Anti nyamuk


1. Lotion tidak mengalami perubahan bentuk, warna, dan bau selama masa
penyimpanan.
2. pH lotion harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-7.
3. Lotion harus homogen dan tidak ada butir-butir kasar ketika diaplikasikan
pada kulit.
4. Lotion tidak mengiritasi kulit
5. Lotion efektif mengusir nyamuk

28
BAB IV

PENUTUP

4. 1. Kesimpulan
A. Umum
1. Komponen-komponen utama penyusun lotion adalah pelembab, pengemulsi,
humektan, bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet.
- Pelembab: Setil alkohol, paraffin cair
- Pengemulsi: Asam stearate, karbopol 934
- Humektan: Gliserin, propilen glikol
- Bahan aktif: Ekstrak kenikir (Cosmos caudatus), minyak atsiri kemangi
(Ocimum bacilicum L.)
- Pelarut: Aqua destilata, etanol
- Pewangi: Jeju orange extract, ekstrak lavender
- Pengawet: Nipagin, nipasol
2. Metode pembuatan lotion yaitu dengan emulsifikasi dimana fase air dan
emulgator dihomogenkan kemudian ditambah fase minyak/lemak, bahan-
bahan tersebut adalah bahan basis lotion, sedangkan bahan tambahannya
dapat berupa zat aktif dan/atau parfum, pewarnarna, pengawet.
3. Karakteristik sediaan Lotion adalah : (1) Lotion tidak mengalami perubahan
bentuk, warna, dan bau selama masa penyimpanan (2) pH lotion harus sesuai
dengan pH kulit yaitu 4,5-7 (3) Lotion harus homogen dan tidak ada butir-
butir kasar ketika diaplikasikan pada kulit (4) Lotion tidak mengiritasi kulit
(5) Lotion efektif mengusir nyamuk.
4. Evaluasi pemeriksaan mutu sediaan Lotion adalah uji organolpetis,
homogenitas, derajat keasaman, dan efektifitas Anti nyamuk.

B. Khusus
1. Repellent (Anti nyamuk) yang dirancang yaitu dalam bentuk Lotion.
Komponen utama Lotion Anti Nyamuk yang kami rancang terdiri dari:
- Zat aktif: Minyak atsiri kemangi (Ocimum basilicum L.)
- Pengemulsi: TEA, asam stearate

29
- Emolient: Setil alkohol
- Humektan: Gliserin
- Pengawet: Nipagin, nipasol
- Pelarut: Aqua dest
2. Metode pembuatan Lotion antinyamuk yang kami gunakan dalam formulasi
yang kami rancang adalah dengan emulsifikasi dimana fase air dan emulgator
dihomogenkan kemudian ditambah fase minyak/lemak, bahan-bahan tersebut
adalah bahan basis lotion, sedangkan bahan tambahannya dapat berupa zat
aktif dan/atau parfum, pewarna, pengawet.
3. Karakteristik sediaan Lotion Anti nyamuk yang kami inginkan adalah 1)
Lotion tidak mengalami perubahan bentuk, warna, dan bau selama masa
penyimpanan (2) pH lotion harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-7 (3)
Lotion harus homogen dan tidak ada butir-butir kasar ketika diaplikasikan
pada kulit (4) Lotion tidak mengiritasi kulit (5) Lotion efektif mengusir
nyamuk.
4. Evaluasi pemeriksaan mutu yang akan dilakukan pada sediaan Lotion Anti
nyamuk yang akan kami rancang , yaitu Uji organolpetis, homogenitas,
derajat keasaman, dan efektifitas Anti nyamuk.

4. 2. Saran
Diperlukannya penelitian lebih banyak lagi mengenai tanaman lain yang dapat
digunakan sebagai repellant (Anti nyamuk) yang memiliki efektifitas Anti nyamuk
yang lebih baik lagi. Untuk digunakan sebagai bahan pembuatan formulasi Lotion
Anti nyamuk dengan zat aktif dari bahan alam.

30
DAFTAR PUSTAKA

5. Departemen Kesehatan RI. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta:


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
6. Ditjen POM .1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
7. Djuanda, S., dan Sri A. S. 2003. Dermatitis. Dalam: Djuanda, A. et al., ed. 3
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 126-131.
8. Harien. 2010. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Malang
:Universitas Muhammadiyah Malang.
9. Kessel RG. Basic Medical Histology. The biology of Cells, Tissues, and
Organs. New York: Oxford University Press; 1998.
10. Keithler, (1938), Soap, Perf., Cosm., 11, 625 dalam Jellineck, S. (1970).
Formulation and Function of Cosmetics. Wiley Interscience, New York.
11. Lachman, L., & Lieberman, H. A. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua. UI Press: Jakarta.
12. Manaf S, Helmiyetti H, Gustiyo E. Efektivitas Minyak Atsiri Daun Kemangi
(Ocium basillium L.) sebagai Bahan Aktif Losion Antinyamuk Aedes aegypti
L. Jurnal Ilmu Konserv Hayati. 2012;8(1):27–32.
13. Martini, F. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Pearson
Education Inc. p. 153-78.
14. Mandava NB. 2018. Handbook of Natural Pesticides. New York: CRC Press.
15. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. New York: McGraw
Hill Medical; 2010.
16. Sularto, S. A. dkk. (1995). Pengaruh Pemakaian Madu sebagai Penstubtitusi
Gliserin dalam Beberapa Jenis Krim Terhadap Kestabilan Fisiknya. Laporan
Penelitian, LP Unpad. Bandung: Universitas Padjajaran.
17. Tranggono, R. I. S., dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
18. Tranggono, R. I. S., dan Latifah, F. 2014. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik Edisi 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
19. Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta:
PenerbitUI Press. Hal. 28, 59- 60, 182-188.

31
20. Suprianto, dkk. 2018. Formulasi dan Efektivitas Lotion Anti-Nyamuk Dari
Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos Caudatus). Institut Kesehatan Helvetia.

32

Anda mungkin juga menyukai