Anda di halaman 1dari 34

PRODUKSI SEDIAAN HAND AND BODY LOTION

YANG BAIK

DOSEN : Prof. Dr. Teti Indrawati, MS., Apt

DISUSUN OLEH KELOMPOK 25

Apoteker Kelas A (Reguler)

DESIANA TILENG 19340194

IKA SEPTIANA 19340195

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan penulisan Makalah ini sebagai tugas Mata kuliah Farmasi Industri.
Kami telah menyusun Tugas Makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal
mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi dimasa mendatang agar
lebih baik lagi dari sebelumnya.
Tak lupa ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dosen Mata Kuliah
Farmasi Industri atas bimbingan, dorongan dan ilmu yang telah di berikan kepada
kami. Sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat
waktunya dan insya Allah sesuai yang kami harapkan. Dan kami ucapkan pula
kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbangan pemikiran sekaligus
pengetahuan bagi kita semuanya. Amin.

Jakarta, April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................i

KATA PENGANTAR ..........................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang..................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah................................................................ 2
1.3 Tujuan................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 3

2.1 Pengertian Lotion................................................................. 4


2.2 Keuntungan dan Kerugian Lotion........................................ 6
2.3 Formulasi Lotion.................................................................. 6
2.4 Evaluasi Sediaan .................................................................. 8
2.5 CPKB.................................................................................... 11
2.6 Alur SDM............................................................................. 17
2.7 Alur Penerimaan Bahan Baku..............................................18
2.8 Alur Pengeluaan Bahan Baku...............................................19
2.9 Alur Pembuatan Lotion........................................................20
2.10 Penyimpanan........................................................................21
2.11 Pemasaran.............................................................................21

BAB III PEMBAHASAN...................................................................... 23

3.1 Formulasi..............................................................................23
3.2 Data Formulasi Sediaan........................................................25
3.3 Metode Pembuatan Sediaan.................................................27

iii
3.4 Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan..........................................29

BAB IV PENUTUP...............................................................................31

4.1 Kesimpulan...........................................................................32

DAFTAR PUSTAKA............................................................................33

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan
di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan
ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus
dikembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan
semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri.

Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat,


yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk
dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk
pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan
melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu praktis, mudah
dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga untuk
memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.

Hand body lotion merupakan salah satu produk kecantikan yang banyak
digunakan oleh wanita untuk melindungi kulit mereka dari paparan sinar
matahari. Intensitas sinar matahari yang tinggi di negara tropis seperti
Indonesia sangat membahayakan kulit terutama dari pancaran sinar ultraviolet
(UV).Adapun sediaan kosmetik untuk perawatan kulit (skin care cosmetics)
antara lain pembersih, kondisioner, dan pelindung. Salah satu sediaan
kosmetik perawatan kulit adalah hand body lotion. Hand body lotion
merupakan suatu sediaan kosmetika berbentuk emulsi cair yang digunakan
pada daerah tangan dan tubuh dengan tujuan melembabkan dan melembutkan
kulit (Buchmann, 2001; Mitsui, 1997).

Sediaan hand body lotion yang ada di pasaran umumnya dikombinasi dengan
bahan alam, seperti bubuk mutiara Cina, bunga lotus salju, Aloe vera,

1
mulberry, minyak biji anggur, beras Jepang, teh hijau Jepang, dan daun mint.
Bahan alam tersebut mempunyai manfaat yang berbeda-beda, salah satunya
sebagai antioksidan. Antioksidan berfungsi sebagai pelindung dari radikal
bebas yang reaktif terhadap sel-sel tubuh dengan cara mengikat elektron
molekul sel. Sumber pembentuk senyawa radikal bebas antara lain paparan
sinar matahari yang berlebih, polusi, dan asap rokok. Bagian tubuh yang
sering terpapar radikal bebas adalah kulit. Kulit yang terkena paparan radikal
bebas terlalu lama dapat menyebabkan penuaan kulit dan dapat mulai
karsinogenesis (Mucha, Budzisz, and Rotsztejn, 2013; Umayah dan Amrun,
2007).

1.2 Rumusan Masalah


1 Bagaimana komponen yang digunakan dalam sediaan hand and body
lotion?
2 Bagaimana alur bahan, alur proses, alur produksi dan alur SDM pada
sediaan hand and body lotion?
3 Bagaimana evaluasi yang digunakan dalam sediaan hand and body
lotion?
1.3 Tujuan
1 Untuk memahami komponen yang digunakan dalam sediaan hand and
body lotion
2 Untuk memahami alur bahan, alur proses, alur produksi dan alur SDM
pada sediaan hand and body lotion
3 Untuk memahami evaluasi yang digunakan dalam sediaan hand and body
lotion.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lotion

Lotion adalah sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut) yang


mengandung air lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat, yaitu
sebagai sumber lembab bagi kulit, memberi lapisan minyak yang hampir
sama dengan sebum, membuat tangan dan badan menjadi lembut, tetapi
tidak berasa berminyak dan mudah dioleskan. Hand and body lotion (losio
tangan dan badan) merupakan sebutan umum bagi sediaan ini di pasaran
(Sularto, et al, 1995).
Lotion dapat juga didefinisikan sebagai suatu sediaan dengan medium air
yang digunakan pada kulit tanpa digosokkan. Biasanya mengandung
substansi tidak larut yang tersuspensi, dapat pula berupa larutan dan emulsi
di mana mediumnya berupa air. Biasanya ditambah gliserin untuk mencegah
efek pengeringan, sebaliknya diberi alkohol untuk cepat kering pada waktu
dipakai dan memberi efek penyejuknya (Anief, 1984). Wilkinson 1982
menyebutkan, lotion adalah produk kosmetik yang umumnya berupa emulsi,
terdiri dari sedikitnya dua cairan yang tidak tercampur dan mempunyai
viskositas rendah serta dapat mengalir dibawah pengaruh gravitasi. Lotion
ditujukan untuk pemakaian pada kulit yang sehat.
Jadi, lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air
yang distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di
dalamnya. Lotion dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai
pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang
cepat dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah menyebar dan
dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis
pada permukaan kulit (Lachman et al., 1994).

4
Ciri-ciri Lotion :

a. Lebih mudah digunakan (penyebaran losio lebih merata daripada krim)

b. Lebih ekonoms (Lotio menyebar dalam lapisan tipis)

Ada 2 jenis Lotio :

a. Larutan detergen dalam air

b. Emulsi tipe M/A

Kegunaan lotion dapat diaplikasikan ke kulit dengan kandungan obat/agen yang


berfungsi sebagai:
a. Antibiotik
b. Antiseptik
c. Anti jamur (anti fungi)
d. Kortikosteroid
e. Anti jerawat
f. Menenangkan, smoothing (pelembut), pelembab atau agen pelindung (seperti
Calamine)
g. Pijat
h. Memperbaiki kulit (estetika)

Selain penggunaan untuk medis, lotion banyak digunakan untuk perawatan kulit
serta kosmetik Menurut The British Pharmaceutical Codex Lotio dapat
digolongkan berdasarkan penggunaannya :
A. Lotion untuk irigasi aural
a. Dimaksudkan untuk menjadi syringe lembut ke telinga
b. Digunakan pada suhu tidak lebih dari 55o C
B. Diberikan untukmenghindari injeksi udara
C. Lotion untuk mencuci mulut
a. Digunakan dengan air hangat/panas
b. Dipertahankan selama beberapa menit di dalam mulut
D. Lotion untuk irigasi hidung
Diterapkan dengan douche kaca/jarum suntik dengan konstruksi yang cocok
E. Lotion untuk uretra dan vaginal
Disuntikkan dengan menggunakan jarum suntik

5
2.2 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Lotion
a. Keuntungan
 Lebih mudah digunakan (penyebaran lotion lebih merata daripada
krim)
 Lebih ekonomis (Lotion menyebar dalam lapisan tipis)
 Umumnya dosis yang diberikan lebih rendah
 Kerja sistemnya rendah
b. Kerugian
 Bahaya alergi umumnya lebih besar
 Penyimpanan BSO Lotion tidak tahan lama
 BSO kurang praktis dibawa kemana-mana

2.3 Formulasi Lotion


Pada formulasi lotion ada dua tipe basis emulsi yang digunakan yaitu
minyak dalam air (M/A) dan air dalam minyak (A/M). Pemilihan basis
didasarkan atas tujuan pengunaannya dan jenis bahan yang akan digunakan
(Lahman, 1994: 1080):
1. Emulgator Emulgator adalah bahan aktif permukaan yang mengurangi
tegangan antarmuka antara minyak dan air dan mengililingi tetesan-
tetesan terdispersi dalam lapisan kuat yang mencegah koalesensi dan
pemisahan fase terdispersi (Parrot, 1974: 359).
2. Sistem Keseimbangan Hidrofilik-Lipofilik Hydrophilic-Lyphophilic
Balance adalah harga yang harus dimiliki oleh sebuah emulgator
sehingga pertemuan antara fase lipofil dengan air dapat menghasilkan
emulsi dengan tingkat dispersitas dan stabilitas yang optimal (Voigth,
1995: 406). Sistem keseimbangan hidrofilik-lipofilik digunakan untuk
menyatakan perbandingan sifat hidrofilik dan lipofilik dari suatu
emulgator.

Emulgator dengan nilai HLB rendah, dapat larut atau terdispersi dalam
minyak. Sedangkan emulgator dengan nilai HLB tinggi dapat larut atau

6
terdispersi dalam air. Emulgator sering dikombinasikan untuk
mengunakan emulsi yang lebih baik yaitu emulgator dengan
keseimbangan hidrofilik dan lipofilik yang diinginkan, meningkatkan
kestabilan dan sifat kohesi dari lapisan antarmuka serta mempengaruhi
konsistensi dan penampakan emulsi (Gennaro, 1990: 301).

Emulgator dengan nilai HLB dibawah 7 umumnya menghasilkan emulsi


air dalam minyak (A/M) sedangkan emulgator dengan nilai HLB diatas
7 umumnya menghasilkan emulsi minyak dalam air. Tetapi sistem HLB
tidak memberikan indikasi tentang konsentrasi yang digunakan. Sebagai
aturan, emulgator dengan konsentrasi 2 % adalah jumlah yang cukup
dalam suatu formula walaupun konsentrasi yang lebih kecil dapat
memberikan hasil yang lebih baik. Jika konsentrasi emulgator lebih dari
5 % maka emulgator akan menjadi bagian utama dari formula dan hal
ini bukanlah tujuan dari pengunaan emulgator (Martin, 1971: 508).
3. Pembuatan Emulsi
Tahap awal dalam pembuatan suatu emulsi adalah pemilihan
pengemulsi. Agar berguna dalam preparat farmasi, zat pengemulsi
mempunyai kualitas tertentu. Dalam sediaan krim pengemulsi dapat
bersifat anionik, kationik dan nonionik. Dalam ukuran kecil preparat
emulsi yang dibuat dapat dibuat dengan tiga metode yang umum
digunakan oleh ahli farmasi di apotek. Ketiga metode tersebut adalah
metode kontinental, metode inggris dan metode botol. Dalam metode
pertama, zat pengemulsi dicampur dengan minyak sebelum penambahan
air.

Metode kedua, zat pengemulsi ditambahkan ke air (di mana zat


pengemulsi tersebut larut) agar membentuk mucilage, kemudian
berlahan-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi. Metode
botol digunakan untuk minyak-minyak menguap dan minyak- minyak
yang kurang kental dan merupakan variasi dari metode pertama dan
kedua (Ansel, 2005: 379-380).

7
a. Metode Kontinental (Ansel, 2005: 384).
Metode ini di kenal sebagai metode 4:2:1 karena tiap 4 bagian
minyak, 2 bagian air dan 1 bagian pengemulsi, misalkan 40 ml
minyak, 20 ml air dan 10 ml pengemulsi.
b. Metode Inggris Sama halnya pada metode kontinental tapi urutan
perbandingan bahan- bahannya berbeda dan urutan pencampurannya
yang berbeda.
c. Metode Botol
Metode ini digunakan untuk bahan-bahan dari minyak menguap.
Dimana pengerjaannya dilakuakan dengan menggunakan wadah
tertutup sebagai media pencampuran bahan-bahan (Ansel, 2005:
386).

2.4 Evaluasi Sediaan


a. Uji kestabilan fisik
1. Uji organoleptik, meliputi perubahan warna, aroma, dan homogenitas.
2. Penentuan Tipe Emulsi
Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan metode
pengenceran, yaitu sejumlah tertentu sediaan diencerkan dengan
aquadest. Jika emulsi tersebut bercampur sempurna dengan air, maka
emulsi tersebut bertipe minyak dalam air dan bila tidak bercampur
sempurna dengan air, maka emulsi tersebut bertipe air dalam minyak
(Martin, 1993).
3. Iverse fase
Emulsi dikatakan membalik ketika perubahan emulsi dari M/A ke
A/M atau sebaliknya. Sediaan yang telah jadi diberi kondisi
penyimpanan dipercepat yaitu penyimpanan pada suhu 5ºC dan 35ºC
masing –masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus, kemudian diuji
kembali tipe emulsinya dengan metode pengenceran dan metode
dispersi warna.

8
4. Uji daya proteksi
Dirancang dalam acak lengkap, dengan lima perlakuan dan sepuluh
ulangan. Pengujian perbedaan nilai tengah dilanjutkan dengan uji
Duncan pada taraf kepercayaan 95%, apabila F hitung pada anova
menunjukkanlebih besar daripada F tabel. Pengujian dilakukan dengan
cara memasukkanlengan selama 10 (sepuluh) detik secara bergantian
ke dalam kurunganpenguji yang berisi nyamuk betina. Kemudian
dihitung jumlah nyamukyang hinggap, setelah itu lengan digerakan
untuk mengusir nyamuk yang hinggap dan kemudian dipaparkan
kembali selama 10 detik berikutnya. Kegiatan ini dilakukan sepuluh
kali (sepuluh ulangan) pada setiap lengan, baik yang diberi perlakuan,
maupun kontrol. Semua perlakuan konsentrasi 0; 1,25; 2,5; 5; dan
10%diuji secara bersamaan. Penentuan waktu sepuluh detik
ditentukan oleh satu (seorang) komando, sehingga lamanya
pemaparan akan sama terhadap semua perlakuan.
b. Evaluasi Kestabilan
Sesudah penyimpanan, kestabilan emulsi dipengaruhi oleh suhu dan
waktu. Bentuk dan ketidakstabilan emulsi selama penyimpanan
ditunjuk dengan terjadinya kriming, perubahan viskobitas, perubahan
ukuran tetes terdispersi serta inverse fase (lahman, 1994: 1029)
1. Kriming Kriming adalah naik atau turunnya tetes-tetes terdispersi
membentuk suatu lapisan pada permukaan atau dasar suatu emulsi.
Kriming terjadi karena berpengaruh gravitasi bumi dan naik atau
turunnya tetesan tergantung pada rapat jenis kedua fase. Bila
kriming terjadi tampa penggabungan, maka emulsi dapat
diemulsikan kembali dengan penggocokan.
2. Viskositas Persamaan stokes juga menunjukkan bahwa kecepatan
kriming berbanding terbalik dengan viskositas. Viskositas emulsi
merupakan criteria yang penting untuk mempelajari kestabilan
emulsi yang tidak yang berhubungan dengan vsikositas absolute
tetapi dengan perubahan viskositas pada berbagai periode waktu.

9
Tetesa-tetesan pada emulsi yang dibuat tergabung dengan segera
dan menunjukkan peningkatan viskositas. Setelah perubahan ini
kebanyakan emulsi menunjukkanperubahan viskositas yang
berhubungan dengan waktu. Jika viskositas tidak berubah dengan
waktu diterima kestabilannya bila menunjukkansedikit kenaikan
viskositas \dalam waktu 400 hari. Kebanyakan emulsi menjadi
encer pada suhu tinggi dan mengental bila ditempatkan pada suhu
kamar.
3. Perubahan Ukuran Tetes Terdispersi. Perubahan ratarata ukuran
tetes terdispersi atau distribusi ukuran tetes terdispersi merupakan
parameter yang penting untuk mengevaluasi suatu emulsi. Analisis
ukuran tetes terdispersi merupakan parameter yang penting untuk
mengevaluasi suatu emulsi. Analisis ukuran tetes terdispersi dapat
dilakukan dengan beberapa metode. Salah satu adalah pengukuran
diameter tetes terdispersi dengan mikroskop yang memberikan nilai
rata-rata pada jumlah tetes buntuk setiap ukuran.
c. Kondisi penyimpanan yang dipercepat
Salah satu cara evaluasi kestabilan adalah dengan penyimpanan
selama beberapa periode waktu pada temperatur yant lebih tingggi
dari normal. Tetapi cara in khususnya berguna untuk mengevaluasi
“shelf life” emulsi dengan siklus antara dua suhu. Didalam
laboratorium siklus suhu 5° C dan 40° C dalam 24 jam digunakan
selama 24 siklus. Sedangkan siklus lainnya 5° C dan 35° C dalam 12
jam digunakan selam 10 siklus. Efek normal penyimpanan suatu
emulsi pada suhu yang lebih biasanya adalah mempercepat koalesensi
atau terjadinya kriming dan dua hal ini biasanya diikuti dengan
perubahan kekentalan. Kebanyakan emulsi menjadi lebih encer pada
suhu tinggi dan menjadi lebih kental bila dibiarkan mencapai suhu
kamar. Pembekuan dapat merusak emulsi dari pada pemanasan,
karena kelarutan emulgator baik dalam fase air maupun fase minyak
lebih sensitif pada pembekuan dari pada pemanasan

10
2.5 CPKB
Tujuan dibuatnya aturan berupa “Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik”
adalah untuk menjaga segala proses dari pembuatan kosmetik sehingga
dihasilkan kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat. Prinsip yang
digunakan dalam peraturan atau standar ini adalah untuk mencegah
terjadinya kontaminasi silang baik dari sisi kimia, fisika maupun
mikrobiologi dan konsistensi produk terjamin baik keamanan, mutu dan
manfaatnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa faktor yang paling utama
untuk membuat produk kosmetika yang baik sangat bergantung pada
bahan baku yang digunakan. Pada CPKB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) mencakup persyaratan bahan baku dengan beberapa parameter:
kimiawi, fisika dan kemurnian mikroba.

Beberapa persyaratan bahan baku:


a. Perlindungan dari kontaminasi mikroba selama transportasi,
penyimpanan, dan produksi.
b. Memastikan kondisi esensial manufaktur kosmetik dengan
memungkinkan kemungkinan mikroba hanya 10 CFU (coloni forming
unit) per gram.
c. Memastikan kompatibilitas bahan baku dengan pengemas
d. Wadah yang digunakan dapat diidentifikasi dengan jelas dan memiliki
informasi berikut: nama produk,nomor batch, nomor item, berat kotor
(gross) dan bersih.

Pokok-pokok CPKB di Indonesia tercantum di dalam Keputusan


DeputiBidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen, No.HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik. Hal-hal yang menjadi perhatian di dalam pedoman
CPKB yaitu sistem manajemenmutu, personalia, bangunan, peralatan,

11
sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, internal
audit, penyimpanan, kontrak produksi dan analisis, penanganan keluhan
serta penarikan produk.

Dalam pembuatan suatu produk kosmetik yang baik, maka proses yang
baik perlu diperhatikan. Proses yang baik bukan hanya tentang proses
kerja saja tetapi juga harus memperhatikan pemilihan formula yang tepat
hingga kontrol kualitas. Penerapan CPKB merupakan persyaratan
kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan
yang diakui dunia Internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar
bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah
bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari
negara lain.
2.5.1 Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) yang
Ditetapkan oleh Pemerintah
1. Ketentuan Umum
a. Pada pembuatan kosmetik, pengawasan menyeluruh sangat
esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima
kosmetik yang bermutu tinggi dan aman digunakan.
b. Tidaklah cukup jika produk jadi kosmetik hanya sekedar
lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang sangat penting
adalah bahwa mutu harus dibentuk dalam produk tersebut.
2. Personalia
Jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah memadai serta
memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai
tugasnya. Mereka hendaklah juga memiliki kesehatan mental
dan fisik yang baik, sehingga mampu melaksanakan tugas secara
profesional dan sebagaimana mestinya.
3. Bangunan
Bangunan untuk pembuatan kosmetik hendaklah memiliki
ukuran, rancangan, konstruksi, serta letak yang memadai untuk

12
memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan pemeliharaan
yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga
setiap resiko kekeliruan, pencemaran silang, dan pelbagai
kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu kosmetik dapat
dihindarkan
4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik hendaklah
memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, sehingga
mutu yang dirancang bagi tiap produk kosmetik terjamin
seragam dari batch ke batch, serta untuk memudahkan
pembersihan dan perawatannya.
5. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan
pada setiap pembuatan kosmetik. Ruang lingkup sanitasi dan
higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan
perlengkapan,bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal
yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi
dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan, yang dapat menjamin produksi barang
jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara
pembuatan kosmetik yang baik agar tiap kosmetik yang dibuat
memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua
unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk
menghasilkan kosmetik yang bermutu mulai dari saat kosmetik

13
dibuat sampai distribusi kosmetik. Untuk keperluan itu, harus
ada suatu bagian pengawasan mutu yang berdiri sendiri
8. Inspeksi diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melaksanakan penilaian secara
teratur tentang keadaan dan kelengkapan fasilitas pabrik
kosmetik dalam memenuhi persyaratan cara pembuatan
kosmetik yang baik
9. Penanganan terhadap hasil pengamatan, keluhan dan laporan
kosmetik yang beredar
2.5.2 Aspek-Aspek Panduan CPKB
a. Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu merupakan penjelasan struktur
organisasi, tugas dan fungsi, tanggungjawab, prosedur,
instruksi, proses dan sumber daya untuk menerapkan
manajemen mutu. Dalam struktur organisasi perusahaan,
bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin
oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggung
jawab satu dengan lainnya.
b. Personalia
Personalia yang dimaksud adalah mengenai ketenaga kerjaan.
Tenaga kerja yang baik harus mempunyai pengetahuan,
pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan
tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup.
c. Banguan dan Fasilitas
Persyaratan Gedung Produksi:
1. Tempat produksi harus berbeda dari daerah penyokong
seperti gudang, pembuangan, dll.
2. Permukaan di area produksi harus rata sehingga mudah dan
efektif dibersihkan dan didisinfeksi.
3. Jendela dan pintu yang ada haruslah dalam keadaan tertutup
untuk menghindari debu, tanah, burung, rodent (binatang

14
pengerat semisal tikus), insekt (serangga, dll. Sistem
ventilasi eksternal haruslah cocok dengan filter yang tepat
dan diinspeksi secara rutin berkala.
4. Untuk hampir keseluruhan area produksi, perhitungan
mikroba yang diterima adalah kurang dari 500 cfu/m3.
5. Sistem ventilasi pada tangki penyimpanan, dianjurkan untuk
menggunakan filter yang tidak permeabel terhadap debu
dan mikroorganisme. Sebagai tambahan, drum dan
kontainer-kontainer kecil pada area filling harus dilindungi
dari debu dan tanah selama penyimpanan dan proses filling
berlangsung.
6. Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang
sesuai, dirancang, dibangun dan dipelihara sesuai kaidahnya
yaitu mencegah kontaminasi silang dari lingkungan
sekitarnya dan juga hama.
d. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik
hendaklah memiliki rancang bangun yang tepat, ukuran
memadai dan sesuai dengan ukuran bets yang dikehendaki.
Peralatan tidak boleh bereaksi dengan produk, mudah
dibersihkan, serta diletakan pada posisi yang tepat, sehingga
terjamin keamanan dan keseragaman mutu produk yang
dihasilkan serta aman bagi personil yang mengoperasikan.
e. Sanitasi dan Higiene
Ruang lingkup sanitasi dan higiena meliputi personalia,
bangunan, bahan awal, lingkungan, bahan pembersih dan
sanitasi. Pelaksanan pembersihan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Pembersihan rutin
2. Pembersihan dengan lebih teliti menggunakan banyuan
bahan pembersih dan sanitasi
3. Pembersihan dalam rangka pemeliharan

15
f. Produksi
1. Persyaratan bahan baku dan penyimpanannya
Area penyimpanan haruslah bersih dan kering dan bahan
yang disimpan haruslah dapat diidentifikasi dengan jelas.
Panduan CPKB juga mengindikasikan bahwa bahan yang
dikarantina dan yang dikeluarkan haruslah dipisahkan dan
diberi label.
2. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan jaminan konsistensi mutu
produk kosmetik yang dihasilkan, yang meliputi antara lain
pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan, pengujian
dan program pemantauan lingkungan, tinjauan dokumentasi
bets, dan pemantauan mutu produk di peredaran.Bila belum
tersedia fasilitas uji, dapat dilakukan pengujian dengan
menunjukan laboratium yang terakredetasi.
3. Dokumentasi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal
sampai produk jadi, spesifikasi bahan baku dan bahan
pengemas, spesifikasi produk ruahan dan produk jadi,
dokumen produksi yang meliputi dokumen induk, catatan
pembuatan bets, catatan pengawasan mutu. Dokumen yang
jelas dapat mencegah kesalahan yang mungkintimbul dari
komunikasi lisan ataupun yang tertulis dengan bahasa
sehari- hari.
4. Audit internal adalah kegiatan penilaian dan pengujian
seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian
mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu.
Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor
profesional atau tim internal yang dirancang oleh
manajemen untuk keperluan ini.

16
5. Untuk produk yang dikarantina, diluluskan, ditolak dan
dikembalikan harus diberi batas yang jelas. Pemisahan ini
dapat berupa sekat, tali dan rantai, penandaan jalur pada tali
dan sebagainya yang berfungsi sebagai sekat.
6. Penanganan keluhan harus ada prosedur tertulis yang
menerangkan tindakan yang harus diambil termasuk
perlunya tindakan penarikan kembali (recall) dan harus
dicatat secara rinci lengkap dengan hasil penyelidikannya.
7. Penarikan produk adalah proses eleminasi produk dari
semua jaringan distribusi yang dilakukan oleh perusahan
yang bertanggung jawab menempatkan produk
dipasar.Penarikan produk dapat disebabkan karena:
a. Cacat kualitas estetika adalah cacat yang secara
langsung tidak membahayakan konsumen tetapi harus
ditarik dari peredaran , misalnya kerusakan label.
b. Cacat kualitas tekhnik produksi adalah cact kualitas
yang menimbulkan risiko yang merugikan konsumen ,
misalmya salah isi, salah kadar atau salah label.
c. Reaksi yang merugikan, reksi yang merugikan dari
produk jadi adalah reaksi yang menimbulkan resiko
serius terhadap kesehatan atau terjadi peningkatan
frekwensi efeksamping produk jadi yang dikeluhkan.

2.6 Alur Kerja Sumber Daya Manusia (SDM)


Alur kerja personil dalam proses produksi sediaan lotion dimulai dari
manufacturing dengan melihat permintaan marketing dan stock oleh bagian
QA, lalu setelah melihat permintaan marketing dan stock oleh bagian QA,
lalu setelah melihat permintaan marketing dan stock dilakukan proses rencana
produksi dan control persediaan, kemudian QA melakukan melakukan proses
rencana produksi untuk dilakukan pembelian oleh QC dalam proses control.
Pesanan yang dibeli datang kemudian masuk dalam penyimpanan ruang
bahan baku, bagian QC menerima dan dilakukan karantina oleh bagian

17
produksi, karantina dilakukan untuk pemeriksaan secara umum., keutuhan
wadah dan segelnya, adanya kerusakan bahan dan kesesuaian catatan
pengiriman dengan label pemasok. Setelah selesai dikarantina dan diseleksi
maka bahan baku ditimbang untuk pencampuran, setelah dilakukan karantina
kembali, produk antara dilakukan pengisisan dalam kapsul dengan jumlah
besar dan dilakukan karantina oleh QC dan bagian produksi, kemudian
dilakukan pengemasan yang selanjutnya di masukkan ke dalam penyimpanan
produk jadi dan dikarantina kembali sehingga produk siap diedarkan.
Kualifikasi SDM bagian produksi kapsul harus sesuai dengan personalia
sesuai CPOB yang meliputi :
1) QA (Quality Assurance)
Dibutuhkan kualifikasi minimal S2 Apoteker sebanyak 2 orang
minimal pengalaman kerja 2 tahun di bagian QC
2) QC (Quality Control)
Dibutuhkan kualifikasi minimal S1 Apoteker sebanyak 2 orang
minimal pengalaman kerja 2 tahun di bagian di bagian produksi
3) Produksi
Dibutuhkan kualifikasi minimal D3 Farmasi sebanyak 2 orang
minimal pengalaman kerja 1 tahun di bagian produksi
4) Packaging
Dibutuhkan kualifikasi Minimal SMA sederajat sebanyak 100 orang

Gambar Alur Sumber Daya Manusia

18
2.7 Alur Penerimaan Bahan Baku

Bahan Baku Baru Datang

Cek Standarisasi
No Disposisi
Dokumen Ok ?

Karantina Bahan Baku


dikarantina &
Quality Order ke QC dilabeli kuning

Sampling

Label Merah
UJI / OK ? NO
(Reject)
YES

Label Hijau
(Relrase)

2.8 Alur Pengeluaran Bahan Baku

Perintah Pembuatan dari PPIC

Periksa dan signed oleh Manajer Produksi

Dilakukan
Penimbangan
pengawasan selama
Gudang Bahan Baku
proses

Penyiapan Bahan Baku


19
WO dikirim ke QC, periksa dan signed oleh Manager QC

Gudang Bahan Baku


( Serah terima dari gudang menuju kepada petugas produksi untuk
dilakukan proses produksi )

2.9 Alur Pembuatan Lotion

Penyiapan alat dan bahan

Dilakukan penyetaraan timbangan dan


penimbangan masing masing bahan

Pencampuran fase minyak Pencampuran fase air


(As. Stearate, lanolin, setil (Aquadest, gliserin,
alcohol, nipasol TEA, nipagin)

Fase air di masukkan ke fase minyak dan


dilakukan pengadukan

Tambahkan zat tambahan

Dikemas

2.7 Penyimpanan

20
Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan
penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun
produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk
yang dikarantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau
ditarik dari peredaran.

Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin


kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan
baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban)
hendaknya disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya.

Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi


material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya
dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang
dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan.

Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara


jelas. Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman.

2.8 Pemasaran
Pemasaran pada umumnya menjadi penting karena pemasaran berkontribusi
signifikan bagi perusahaan, konsumen, dan masayrakat lebih luas. Bagi
perusahaan, fungsi pemasaran amat membantu perusahaan dalam memahami
kebutuhan dan keingginan konsumen secara sistematis. Pemasaran membantu
perusahaan menjalin relasi jangka panjang saling menguntungkan dengan
pelanggan sasaran. Pemasaran juga memfasilitasi aliran produk secara efektif
dan efisien dalam rantai pasokan, mulai dari bahan baku hingga produk akhir
sampai tangan konsumen.

Dalam internal organisasi, fungsi pemasaran berkoordinasi dan berintegrasi


dengan fungsi-fungsi lainnya dalam rangka merancang, mengkomunikasikan,
menentukan harga, dan mendistribusikan produk. Disamping, fungsi
pemasaran juga mendatangkan pendapatan dan laba bagi perusahaan melalui

21
produk atau jasa yang terjual. Bagi konsumen, fungsi pemasaran
memfasilitasi proses pembelian melalui penyediaan pilihan produk dan jasa,
informasi mengenai pilihan pilihan tersebut., ketersediaan produk dilokasi
fisik dan/atau virtual yang nyaman dan mudah diakses, serta layanan pra
pembelian, saat pembelian hingga purnabeli.

Ketika manajemen dan para pemasar akan memulai aktivitasnya, suatu pola
pemikiran sebagai orientasi atau filosofi dalam pemasaran akan memandunya
dalam penentuan tujuan dan menyusun startegi untuk mencapai keluaran hasil
yang diharapkan. Tipe pola orientasi pemasaran farmasi yang kita kenal
memiliki banyak orientasi antara lain orientasi internal tercermin dalam
orientasi produksi, orientasi produk, dan orientasi penjualan, sedangkan
orientasi eksternal terdiri dari orientasi konsumen dan orientasi social
marketing (holistic marketing). Dalam industri dan bisnis farmasi, pemasaran
farmasi harus dilandasi ketergantungan antara empat Dimensi pokok antara
lain: internal marketing, integrate marketing, relationship marketing, dan
performance marketing. Pemasaran internal ini sangat bertujuan untuk
memastikan setiap pihak (baik individu maupun tim kerja) dalam perusahaan
farmasi atau bisnis farmasi harus sungguh-sungguh menghayati dan
menerapkan prinsip-prinsip

BAB 3

22
PEMBAHASAN

3.1 Formulasi
No Komponen Bahan F1
1 Olive oil Bahan aktif 3 gram
2 Lanolin Emollient 3 gram
3 Asam stearat Surfaktan 6 gram
4 TEA Emulgator 2,5 gram
5 Nipagin Pengawet 3 gram
6 Nipasol Pengawet 0,02 gram
7 Setil Alkohol Thickening agent 6 gram
8 Gliserin Emulgator 30,18 gram
9 BHT Antioksidan 45 gram
10 Aq destilasi Pelarut Ad 150 %

Proses produksi sediaan lotion, alur proses produksi diawali dengan


menentukan formula yang tepat dalam proses produksi sediaan lotion. Hal ini
meliputi dalam penentuan bahan sediaan yang digunakan dalam pembuatan
sediaan lotion, sehingga sediaan lotion yang diproduksi dapat digunakan
secara aman dan efektif. Kemudian untuk bahan baku pada proses
pembuatannya yang dibeli dari supplayer, setiap bahan baku diperiksa
terlebih dahulu oleh tim QC (biasanya dipimpin oleh apoteker) dengan
mengambil bahan di gudang penyimpanan, pemeriksaan yang dilakukan oleh
tim QC meliputi pemeriksaan mutu dan pemerikasaan dilakukan secara
laboratoris dari sediaan tersebut yang sesuai dengan kriteria dari bahan
tersebut sesuai dengan CPKB, serta terbebas nya dari bahan-bahan yang
berbahaya dan tidak layak pakai.

Dari hasil uji tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku tersebut
memenuhi kriteria yang berstandarkan Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik
atau tidak. Setiap bahan yang akan digunakan harus dipilih bahan yang aman
dan tidak berbahaya.. Proses produksi harus melakukan pengecekan kondisi
ruangan, peralatan, prosedur pengolahan, bahan dan hal lain yang diperlukan
dalam proses produksi.

23
Proses formulator di bagian RnD dilakukan atau dikerjakan oleh apoteker.
Proses pertama penimbangan bahan dilakukan untuk produksi sediaan.
Setelah bahan baku ini dinyatakan lulus uji kriteria, bahan baku tersebut dapat
dicampur dan diolah menjadi produk antara. Kemudian proses produksi
dilanjutkan di ruang pencampuran.

Langkah selanjutnya pencampuran antara fase minyak dan fase air dan
ditambahkan zat tambahan. Dilakukan pengadukan, setelah homogen sediaan
di kemas. Setelah semua proses selesai barulah dilakukan proses pengemasan
dan penyortiran produk yang gagal. Proses produksi dilakukan di gedung dan
ruangan yang bersih, terpelihara dengan baik dan memenuhi standar CPKB,
dengan menggunakan peralatan yang digunakan yang tidak bereaksi dengan
bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah dibersihkan. Secara garis
besar peralatan yang digunakan memenuhi persyaratan CPKB.

Ketika produk tersebut layak atau telah memenuhi persyaratan cara


pembuatan sediaan gel yang baik, dilakukan tahapan proses labeling yakni
penampilan kelengkapan penandaan hal ini dilakukan untuk memastikan
diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya
asal usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut
pengawasannya yang dilakukan oleh QC (apoteker). Kemudian hasil dari
proses tersebut di dokumentasi, fungsi dari dokumentasi ini adalah untuk
sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur,
metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang
diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi
seluruh rangkaian kegiatan pembuatan produk. Produk sediaan gel siap untuk
diedarkan.

3.2 Data Formulasi Sediaan


a Olive Oil

24
Pemerian : Kuning pucat atau kuning kehijauan, bau lemah, tidak
tengik, rasa yang tajam
Kelarutan : Mudah larut dalam kloroform pekat dab eter pekat
Fungsi : Bahan aktif
b Lanolin
Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna rasa manis 
berbau khas lemah, hidroskopis netral terhadap lakmus.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut
dalam khloroform dalam eter dan dalam minyak lemak.
Khasiat       : Bahan aktif
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.
c Propilenglikol
Pemerian : Masa seperti lemak, lengket, warna kuning.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan
kloroform, larut dalam eter, dan dalam beberapa minyak
esensial; tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak
lemak.
Kegunaan : Zat tambahan sebagai pelarut
Stabilitas : Dalam suhu yang sejuk, propilen glikol stabil dalam
wadah tertutup. Propilen glikol stabil secara kimia ketika
dicampur dengan etanol, gliserin, atau air. 
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
d Asam Stearat
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur;
putih atau kuning pucat; mirip lemak lilin
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian etanol
(95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter
P
Kegunaan : Surfaktan
e Nipagin

25
Pemerian :Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih; tidak
berbau atau berbau khas lemah; mempunyai sedikit rasa
terbakar
Kelarutan : Sukar larut dalam air dalam benzena dan dalam karbon
tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan dalam eter
Khasiat : Sebagai pengawet
f Aquades
Rumus Molekul  :    H2O
Berat Molekul     :   18,02
Pemerian             :   Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan            :   Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan       :   Dalam wadah tertutup kedap
Kegunaan             :   Zat pelarut

a. Triethanolamin (TEA)
Pemerian : Jernih, tidak berwarna kuning pucat, berwarna
kental cair, memiliki bau aroma.
Kelarutan : Pelarut aseton, benzen, karbon tetraklorida, etil eter
Kegunaan : Pengemulsi
b. Nipasol
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian
etanol(95%P), dalam 3 bagian aseton P,dalam 140 bagian
gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah
larut dalam alkil hidroksida
Kegunaan : Sebagai bahan pengawet
c. BHT
Pemerian : Hablur padat, warna putih, bau khas
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam methanol P,
mudah larut dalam etanol (95%), dalam kloroform P dan
dalam eter P.

26
Kegunaan : Antioksidan
d. Nipagin
Pemerian : Serbuk tidak berwarna, kristal putih, memiliki rasa
sedikit panas
Kelarutan : Larut dalam etanol, eter, praktis tidak larut dalam
minyak.
Kegunaan : Digunakan untuk anti mikroba atau pengawet

3.3 Metode Pembuatan Sediaan Lotion


Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi
dan humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari lemak maupun
minyak dari tanaman, hewan maupun minyak mineral seperti minyak zaitun,
minyak jojoba, minyak parafin, lilin lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi
umumnya berupa surfaktan anionik, kationik maupun nonionik. Humektan
bahan pengikat air dari udara, antara lain gliserin, sorbitol, propilen glikol
dan polialkohol (Jellineck, 1970).

Dalam pembuatan lotion, faktor penting yang harus diperhatikan adalah


fungsi dari lotion yang dlinginkan untuk dikembangkan. Fungsi dari lotion
adalah untuk mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan dan
membersihkan, mencegah kehilangan air, dan mempertahankan bahan aktif
(Setyaningsih, dkk., 2007). Lotion juga dipakai untuk menyejukkan,
mengeringkan, anti pruritik dan efek protektif dalam pengobatan dermatosis
akut. Sebaiknya tidak digunakan pada luka yang berair sebab akan terjadi
caking dan runtuhan kulit serta bakteri dapat tetap tinggal di bawah lotion
yang menjadi cake (Anief, 1984). Komponen-komponen yang menyusun
lotion adalah pelembab, pengemulsi, bahan pengisi, pembersih, bahan aktif,
pelarut, pewangi, dan pengawet (Setyaningsih, dkk., 2007).

Proses pembuatan lotion adalah dengan cara mencampurkan bahan-bahan


yang larut dalam fase air pada bahan-bahan yang larut dalam fase lemak,
dengan cara pemanasan dan pengadukan (Schmitt, 1996). Bahan-bahan

27
lainnya yang digunakan dalam pembuatan lotion adalah sun screen,
humektan, thickening, mineral oil, lanolin. Sun screen berfungsi sebagai
ultra violet filter, yaitu melindungi kulit dari panas matahari juga bahan
dasar pembuatan krim/lotion. Gliserin sebagai humektan berfungsi menahan
air di bawah lapisan kulit agar tidak keluar sehingga mencegah kehilangan
air yang berlebihan. Mineral oil dan silikon berfungsi sebagai pelembab
(moisturizing) kulit. (Setyaningsih, dkk., 2007).
Setil alkohol berfungsi sebagai surfaktan, emolient dan pelembab
(Setyaningsih, dkk., 2007).

Selain itu, setil alkohol pada sedian lotion berfungsi sebagai thickening
agent (Rowe, et al., 2003) dengan konsentrasi 2%, 6% dan 10%. Thickening
merupakan pengental yang berfungsi sebagai pengikat fasa minyak dan fasa
air yang terkait dengan Hidrofil Lipofil Balance (HLB). Thickening agent
adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formula, yang berfungsi
sebagai bahan pengental atau pengeras di dalam formula lotion. Bahan
pengental atau thickening agents digunakan untuk mengatur kekentalan
produk sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetik dan
mempertahankan kestabilan dari produk tersebut (Mitsui, 1997).
Bahan pengental yang digunakan dalam pembuatan skin lotion bertujuan
untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Umumnya water soluble
polymers digunakan sebagai bahan pengental yang diklasifikasikan sebagai
polimer alami, semi sintetis polimer, dan polimer sintetis (Mitsui, 1997).
Menurut Schmitt (1996), bahan pengental polimer seperti gum alami,
derivat selulosa dan karbomer lebih sering digunakan dalam sistem emulsi
dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan. Penggunaan bahan
pengental dalam pembuatan skin lotion biasanya digunakan dalam proporsi
yang kecil yaitu dibawah 2,5% (Strianse, 1996).

3.4 Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan


Stabilitas fisika adalah tidak terjadinya perubahan sifat fisik dari suatu produk

28
selama waktu penyimpanan. Stabilitas fisika pada sediaan lotion dilakukan untuk
mempertahankan keutuhan fisik meliputi perubahan warna, perubahan rasa,
perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan.
a. pH
Harga pH merupakan harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter)
yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya , yang mampu
mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektroda indikator
yang peka terhadap aktifitas ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda
pembanding yang sesuai.
b. Keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan menggunakan dua metode, yaitu
keragaman bobot dan keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk
sediaan yang mengandung dua atau lebih zat aktif. Persyaratan keragaman
bobot diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih
yang merupakan 50% atau lebih , dari bobot satuan sediaan. Keseragaman dari
zat aktif lain, jika dalam jumlah kecil ditetapkan dengan persyaratan
keseragaman kandungan (Dirjen POM, 1995).
c. Uji Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir,
semakin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya. Nilai viskositas
dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan yang dipilih, proporsi fase terdispersi
dan ukuran partikel.

d. Pengamatan organoleptis

Pemerian dilakukan pada bentuk, warna,bau, dan suhu lebur.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

29
1 Komponen dalam sediaan gel pengatur rambut yaitu terdiri dari zat aktif (Olive
oil), Thickening agent (setil alcohol),pengawet (Nipagin, Metil Paraben, pelarut
(Aquadest), zat tambahan (Gliserin, Propilen Glikol), pengemulsi
(Thiethanolamin (TEA)).
2. a). Pengadaan bahan baku dilakukan oleh bagian PPIC yang dikepalai oleh
Apoteker. Bahan baku yang baru datang dilakukan cek standarisasi
dokumen, setelah itu bahan baku diberi label warna kuning dan dikarantina,
kemudian QC melakukan sampling bahan baku dan pemberian label hijau
pada bahan baku untuk disimpan pada gudang.
b). Alur produksi dimulai dari penimbangan, kemudian pembuatan gel,
selanjutnya dilakukan evaluasi. Setelah itu dilakukan pengemasan barang
yang telah dikemas dan disimpan diruang obat jadi.
c). Alur SDM memasuki ruangan untuk mengganti pakaian menggunakan
APD, selanjutnya memasuki pintu masuk, memasuki ruangan penerimaan
barang, ruang penimbangan, tempat produksi, ruang packing, packing
sekunder dan penyimpanan produk jadi.

4. Evaluasi sediaan gel pengantur rambut:


a. Evaluasi Kimia : Identifikasi zat aktif dan penetapan kadar zat aktif
b. Evaluasi Fisika : Organoleptis, pH, Viscositas, Homogenitas, dan Daya
Sebar
c. Evaluasi Mikrobiologi : Uji pengawet

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, Jakarta,
UI Press.

30
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Ditjen POM, 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta : Departemen


Kesehatan.

Lierbermen, HA.,Lachman L., Schwariz. 1998.Pharmaceutical Dosage Form:


Dispersi System. Volume I. Marcel Dekker, Inc.New York.

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 25 Tahun 2019 Tentang
Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik.

Saidar. (2012) Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Serta Uji Efek Antinyamuk
Sediaan Lotion Minyak Adas (Foeniculum Vulgare Mill). Fakultas Ilmu
Kesehatan. Universitas Islam Negri Alaudin Makasar

Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Sediaan Farmasi, Edisi V, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta

31

Anda mungkin juga menyukai