Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FTS-OBAT TRADISIONAL

MASKER GEL PEMUTIH BIJI KAKAO (Theobroma cacao)


DAN KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heteropyllus)

Oleh :

HILMY NUR HICHMAH

NIM. I1021141063

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
I.2 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6
II.1Kakao (Theobroma cacao) .......................................................................... 6
II.1.2 Polifenol Kakao ................................................................................14
II.2 Kulit Batang Nangka (Artocarpus heteropyllus)...................................... 18
II.3 Masker Wajah ........................................................................................... 22
II.4 Melanogenisis ........................................................................................... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 30
III.1. Alat ......................................................................................................... 30
III.2. Bahan...................................................................................................... 30
III.3. Desain Formula ...................................................................................... 30
III.4. Cara Pembuatan ..................................................................................... 30
III.4.1 Ekstraksi Biji Kakao ...................................................................... 30
III.4.2 Ekstraksi Kulit Batang Nangka ...................................................... 31
III.4.3 Formulasi Sediaan .......................................................................... 31
BAB IV PEMBAHASAN ..........................................................................................
IV.1.Scale Up .................................................................................................. 32
IV.2
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

i
1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dewasa ini, semakin banyak orang yang memperhatikan penampilannya.


Umumnya, wanita menginginkan kulit yang bersih, putih dan cerah serta menghindari
kulit yang kusam dan gelap sehingga wanita cenderung menghabiskan waktu untuk
merawat kulitnya. Tersedia berbagai sediaan kosmetika perawatan antara lain cleansing
dan toner, sunscreens, krim pemutih, krim tangan, krim pagi atau malam, deodorant,
masker wajah dan sebagainya (1). Salah satu sediaan kosmetik untuk perawatan wajah
adalah masker wajah.
Masker wajah merupakan kosmetik yang digunakan pada tahapan terakhir
dalam tindakan perawatan kulit wajah. Masker termasuk kosmetik depth cleansing
yaitu kosmetik yang bekerja secara mendalam karena dapat mengangkat sel-sel kulit
mati. Di pasaran terdapat banyak jenis-jenis masker yang ditawarkan, diantaranya
masker bubuk, masker krim, masker gel, dan masker kertas atau kain(2).
Melanogenesis merupakan proses pembentukan melanin pada sel. Proses
pembentukan melanin ini akan lebih cepat terjadi apabila terpapar sinar ultraviolet.
Sinar ultraviolet disingkat sinar UV terbagi menjadi 3 jenis yaitu ultraviolet A (UVA),
(3)
ultraviolet B (UVB) dan ultraviolet C (UVC) . Ketiga jenis sinar UV ini dibagi
berdasarkan panjang gelombang yang masing-masing 315-400 nm, 280-315 nm dan
(3)
100-280 nm . Sinar matahari terutama UVB berguna bagi kesehatan kulit karena
mengandung vitamin D yang baik bagi kulit pada jam 710 pagi. Namun, terlalu lama
terpapar sinar ultraviolet tanpa perlindungan dapat menyebabkan lentingines (bintik-
bintik hitam), melasma dan iritasi pada kulit (4).
Sinar UVB merupakan jenis sinar ultraviolet yang paling berpengaruh dalam
pembentukan melanin yang dapat menyebabkan penghitaman pada kulit. Hal ini karena
sinar UVB dapat memasuki kulit hingga lapisan bawah epidermal dan merangsang
kerja enzim tirosinase (5). Enzim ini mengkatalisis dua reaksi utama dalam biosintesis
melanin, yaitu mengoksidasi monophenols menjadi o-diphenols dan mengoksidasi o-
diphenols menjadi o-dopaquinon (6).
2

Melanin merupakan zat yang memberikan warna coklat atau coklat kehitaman
pada kulit. Pembentukan melanin akan lebih cepat apabila enzim tirosinase bekerja
aktif dengan dipicu oleh sinar ultraviolet. Pembentukan melanin dapat dihambat dengan
beberapa cara, diantaranya menurunkan sintesis tirosinase, menurunkan transfer
tirosinase dan menghambat aktivitas tirosinase. Maka untuk mengurangi efek
hiperpigmentasi dibutuhkan zat aktif yang berguna sebagai inhibitor tirosinase.
Menurut Erwin (2006) dalam Supriyanti (2009), senyawa yang menjadi inhibitor
tirosinase adalah senyawa golongan flavonoid yang biasanya banyak terdapat pada
tumbuhan(7).
Biji kakao (Theobroma cacao) mengandung senyawa flavonoid seperti katekin,
prosianidin, dan antosianidin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan(8). Dreosti
(2000) melaporkan bahwa 60% dari total fenolik pada biji kakao mentah adalah
monomer flavanol (epikatekhin dan katekhin) dan oligomer procyanidin (dimer hingga
decamer). Komponen senyawa ini dilaporkan menjadi kandidat yang berpotensi
sebagai perlawanan terhadap radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Lee et al (2003)
dalam Erniati (2007:6) mengungkapkan bahwa kandungan polifenol total dalam kakao
lebih tinggi dibandingkan dalam anggur maupun teh. Antioksidan dapat menghambat
reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif
sehingga dapat menghambat kerusakan sel(9).
Senyawa bioaktif yang didapat dari ekstrak kulit batang nangka berupa senyawa
polifenol yang berperan sebagai agen depigmentasi (10). Senyawa yang dimaksud yaitu
artocaponone yang berkerja sebagai agen inhibisi tirosin-tirosinase dengan inhibisi
reversible dan bersifat inhibisi kompetitif.(11) Ekstrak kulit batang nangka akan dibuat
menjadi suatu sediaan kosmetik yang digunakan sebagai pemutih
Berdasarkan uraian diatas maka dibuatlah sedian masker gel ekstrak biji kakao
dan ekstrak batang nangka. Karena mengingat kebutuhan akan kosmetik semakin
meningkat dan para konsumen ingin kembali yang namanya back to nature . Dibuat
dalam bentuk gel agar dalam penggunaannya lebih nyaman dengan tekstur gel yang
unik.

I.3. Tujuan

Tujuan makalah ini adalah :


3

a. Pembuatan masker gel dari ekstrak biji kakao dan ektrak batang nangka sebagai
antioksidan dan pemutih alami dalam skala industri.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kakao (Theobroma cacao L)

Gambar 2.1 Tanaman kakao (12)

Dalam taksonomi, kakao diklasifikasikan sebagai berikut (13)


Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales/Columniferae
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L
Biji kakao mempunyai kandungan lemak nabati tinggi, sekitar 50 %. Lemak biji
kakao terdiri dari tujuh macam asam lemak, asam palmitat 24,8 %, asam stearat 33,0%,
asam oleat 3,2%, asam arakhidonat 0,8%, asam palmitoleat 0,3%, dan asam miristat
0,2%.(14) Biji kakao mengandung polifenol yaitu senyawa yang sangat pahit yang terdiri
(14)
dari antosianin dan leukoantosianin (3%), kathekin (3%) dan polifenol komplek .
Biji kakao (Theobroma cacao) mengandung senyawa flavonoid seperti katekin,
prosianidin, dan antosianidin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (8).
Dreosti (2000) melaporkan bahwa 60% dari total fenolik pada biji kakao mentah
adalah monomer flavanol (epikatekhin dan katekhin) dan oligomer procyanidin (dimer
hingga decamer). Komponen senyawa ini dilaporkan menjadi kandidat yang berpotensi
(15)
sebagai perlawanan terhadap radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh . Kapasitas
5

antioksidan pada biji kakao lebih tinggi bila dibandingkan dengan anggur, teh hijau,
dan teh hitam (Lee, Kim, Lee,& Lee, 2003). Arts et al, melaporkan bahwa kakao
mengandung katekhin (kelompok senyawa flavan-3-ol) pada konsentrasi rata-rata
0,535 mg/g atau 4 kali lipat dari kandungan pada teh (139 mg/L). Menurut penelitian
yang dilakukan Wan. et al (2001) bahwa flavonoid menghambat oksidasi LDL dan
mengurangi tendensi trombotik secara in vitro. Hasil dari studi Ruzaidi et al,
menunjukkan bahwa ekstrak polifenol kakao memiliki potensial sebagai
hypoglycaemic agent.
II.1.1 Polifenol Kakao
Polifenol memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam
molekulnya (Gambar 2.3). Zat ini juga dikenal dengan nama soluble tanin, merupakan
metabolit sekunder yang terdapat dalam daun, biji dan buah dari tumbuhan tingkat
tinggi (16) dan bersifat antioksidan kuat. Polifenol kakao terutama adalah monomer dan
oligomer dari flavan-3-ol sebagai komponen dasar. Mereka juga mengklasifikasikan
polifenol kakao dalam tiga kelompok yaitu katekin (flavan-3-ols) 37%, antosianin 4%
dan proantosianidin 58% (17).

Gambar 2.2 Struktur kimia senyawa polifenol yang umum terdapat dalam kakao(16)
Tabel 2.1 Konstituen polifenol dalam Biji Kakao (17)
6

Katekin adalah senyawa polifenol alami, merupakan metabolit sekunder dan


termasuk dalam penyusun golongan tanin. Katekin biasanya disebut juga asam
catechoat dengan rumus kimia C15H14O6, tidak berwarna dan dalam keadaan murni
sedikit tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam
alkohol dan etil asetat, hampir tidak larut dalam koloroform, benzen dan eter. Katekin
merupakan isomer yang hidroksilhidroksil pada cincin benzenanya berbentuk trans
(Gambar 2.4) (18); berkhasiat sebagai antibakteri, hemostasis, astringen dan antioksidan
(19)
.

Gambar 2.3 Struktur kimia katekin (20)


Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid dan pada umumnya larut
dalam air (18). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol (21). Senyawa
ini terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, bunga, buah dan biji
(21)
. Flavonoid mengandung dua cincin benzena yang dihubungkan oleh tiga atom
(18)
karbon (Gambar 2.5) . Flavonoid bertindak sebagai penangkal yang baik radikal
bebas, menghambat reaksi hidrolisis dan oksidasi enzim, antibakteri, serta antiinflamasi
(21)
.
7

Gambar 2.4 Struktur kimia flavonoid (21)


Proantosianidin adalah nama lain dari tanin yang terkondensasi. Tanin
merupakan senyawa fenolik kompleks. Tanin dibagi menjadi dua kelompok atas dasar
tipe struktur dan aktivitasnya terhadap senyawa hidrolitik terutama asam yaitu tanin
terkondensasi (condensed tannin) dan tanin yang dapat dihidrolisis (hyrolyzable tannin)
(22)
. Rumus empiris tanin adalah C14H14O11 (Gambar 2.6) (23).

Gambar 2.5 Struktur kimia tanin (23)


II.2Kulit Batang Nangka (Artocapus heteroplyllus)
dalam taksonomi, nangka diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Artocarpus
Jenis : Artocarpus heterophyllus Lam (24)
Tanaman nangka mengandung senyawa potensial dalam menghambat
tirosinase, yaitu polifenol. Dari penelitian diketahui bahwa senyawa yang menjadi
penghambat tirosinase adalah senyawa golongan flavonoid pada beberapa tanaman
(25)
Artocarpus . Flavonoid, salah satu dari polifenol, memiliki peran besar dalam
aktivitas tirosinase karena mengandung gugus fenol dan cincin pyren. Struktur dari
flavonoid secara prinsip sesuai sebagai substrat dan mampu berkompetisi sehingga
dapat menjadi penghambat tirosinase. Golongan flavonoid yang terdapat dalam kulit
batang nangka yaitu artocarpetin (5,2,4-trihydroxy-7-methoxyflavone),
norartocarpetin (5,7,2,4- tetrahydroxyflavone), dihydromorin (5,7,2,4-
8

tetrahydroxyflavanol), dan streppogenin (5,7,2,4 tetrahydroxyflavanone) (10)


.
Senyawa yang dimaksud yaitu artocaponone yang berkerja sebagai agen inhibisi
tirosin-tirosinase dengan inhibisi reversible dan bersifat inhibisi kompetitif.(11)

II.3 Masker Wajah


Perawatan wajah dapat dilakukan dengan menggunakan masker wajah. Masker
adalah perawatan yang ditujukan untuk mengencangkan tonus (daya bingkis) kulit serta
merawat kulit dengan kandungan bahan yang terdapat dalam kosmetik, untuk
perawatan muka / kulit wajah yang memiliki manfaat yaitu memberi kelembaban,
merangsang sel sel kullit, mengeluarkan kotoran dan sel sel tanduk yang melekat
dikulit, menormalkan kulit dari gangguan jerawat, bintik hitam dan mengeluarkan
lemak yang berlebih pada kulit, mencegah, mengurangi keriput keriput dan
hyperpigmentasidan melancarkan peredaran darah (26).
Masker wajah merupakan kosmetik yang digunakan pada tahapan terakhir
dalam tindakan perawatan kulit wajah. Masker termasuk kosmetik depth cleansing
yaitu kosmetik yang bekerja secara mendalam karena dapat mengangkat sel-sel kulit
mati. Ciri-ciri masker wajah yaitu dapat dioleskan pada kulit wajah, menimbulkan rasa
kencang pada kulit dan terdapat unsur zat yang bermanfaat untuk kulit. Di pasaran
terdapat banyak jenis-jenis masker yang ditawarkan, diantaranya masker bubuk,
masker krim, masker gel, dan masker kertas atau kain (2).
Masker berdasarkan basisnya, dapat dibedakan menjadi masker berbasis lemak,
masker berbasis rubber (getah karet), masker berbasis vinil, masker berbasis
hidrokoloid dan masker berbasis Agrillaceous masks (hasil bumi) (1). Kelebihan masker
gel adalah menjaga keremajaan kulit, melembutkan serta meningkatkan elastisitas kulit,
mengangkat kulit mati secara normal, menghilangkan kekusaman kulit, memiliki
viskositas yang tinggi, lapisan gel yang lebih fleksibel, tidak lengket, konsentrasi bahan
pembentuk gel hanya sedikit untuk membentuk massa gel yang baik dan mempunyai
aliran tiksotropik dan pseudoplastik yaitu gel berbentuk padat apabila disimpan dan
akan segera mencair bila dikocok. Kelemahan masker gel adalah sediaan dapat
mengalami penurunan mutu tergantung waktu penyimpanan (27).
II.4 Melanogenisis
9

Melanin ialah suatu pigmen yang dibiosintesis dari asam amino tirosin. Melanin
tersebar secara luas di permukaan tubuh, antara lain di retina, otak, dan medulus
adrenal. Pigmen ini berperan penting dalam pembentukan warna kulit. Warna coklat
sampai kehitaman pada kulit disebabkan oleh jumlah melanin yang bervariasi. Proses
pembentukan melanin atau pigmen pada kulit manusia terjadi dengan bantuan
biokatalis (enzim) dan sinar ultraviolet yang terdapat dalam sinar matahari. Enzim
tirosinase atau fenol oksidase merupakan biokatalis utama yang terlibat dalam
biosintesis melanin (10). Proses kimia pembentukan senyawa melanin dapat dilihat pada
Gambar 2.6. Pigmen melanin yang diproduksi melalui proses fisiologis yang disebut
melanogenesis, memegang peranan yang sangat penting dalam melindungi kulit
terhadap fotokarsinogenesis. Tirosinase atau fenol oksidase adalah enzim utama yang
terlibat dalam biosintesis melanin(10).

Gambar 2.6 Mekanisme melagenosis(10)


10

BAB III

METODOLOGI

III.1 Alat

Alat-alat yang digunakan ialah alat-alat gelas, pengayak mess 20, blender,
cawan penguap, erlenmeyer, kapas, penangas air, penggaris, rotary evaporator,
termometer, timbangan analitik, sarung tangan, masker, oven, pisau, aluminium foil,
kertas saring, pinset, label, pH meter, viskometer, water bath, rangkaian alat refluks
dan baskom.

III.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan ialah biji kakao (Theobroma cacao L), PVA
(Polyvinil Alcohol), HPMC, gliserin, metil paraben, proopil paraben, aquades, etanol
96%, etanol PA, aseton dan n-heksan.

III.3 Formulasi Sediaan


Formulasi sediaan yang digunakan merujuk dari Septiani dkk (2011) dan
Sukmaawati dkk (2015) dimana dilakukan perubahan konsentrasi dalam formulasinya.
Masker Gel mengandung PVA 10%, HPMC 2% (gelling agent), gliserin 12%
(humektan), metil paraben 0,1% (pengawet), propil paraben 0,05% (pengawet), ekstrak
biji kakao 1%, ekstrak kulit batang nangka 2% dan aquadest add 10 ml..

III.4 Cara Pembuatan

III.4.1 Ekstraksi biji Kakao


Sampel biji yang telah kering ditimbang lalu dimasukkan ke dalam labu alas
bulat dan ditambah dengan pelarut n-heksan, diekstraksi dengan metode refluks selama
3-4 jam, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan kemudian diuapkan dengan
menggunakan rotavapor sampai diperoleh ekstrak n-heksan (lemak kakao) dan ampas.
ampas kemudian diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% selama 3 hari .
perbandingan berat sampel dan pelarut yaitu 1:5. Maserasi dilakukan sampai semua
senyawa tertarik sempurna (2-3 hari), terlindung dari sinar matahari langsung dan
berada pada suhu ruang dengan beberapa kali pengadukan. Setelah proses selesai
selama 3 hari, kemudian disaring dengan kapas, dianggap sebagai penyaring tahap satu.
11

Penyaringan tahap kedua menggunakan kertas saring (kertas Wattman no. 52),
sehingga diperoleh maserat dan ditampung dalam wadah penampungan dan terhindar
dari cahaya matahri langsung. Maserasi dilakukan sampai warna maserat yang
diperoleh jernih atau mendekati jernih. Seluruh maserat yang diperoleh dipekatkan
dengan vacum rotary evaporator pada suhu 45oC sehingga diperoleh ektrak kental
etanol 96%.
III.4.2 Ekstraksi Kulita Batang Nangka
Serbuk kulit batang nangka ditimbang 1 kg kemudian di lakukan maserasi2x24
jam dengan pelarut methanol. Kemudian ekstrak di saring dengan corong Buchner
kemudian filtrari dengan rotary evaporator untuk menghasilkan ekstrak kental
methanol. Untuk memperoleh fraksi aseton, ekstrak kental methanol diekstraksi dengan
aseton 2 kali. Larutan aseton yang diperoleh di rotary evaporator hinggal diperoleh
ekstrak kental.
III.4.3 Formulasi Sediaan
Formula masker wajah gel dari PVA, HPMC, gliserin, metil paraben, propil
paraben, ekstrak etanol 96% etanol 96% biji kakao (Thebroma kakao L.) dan akuades.
Pembuatan sediaan masker wajah gel dimulai mengembangkan secara terpisah PVA
dan HPMC dalam akuades panas dengan pengadukan yang konstan hingga
mengembang. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam akuades panas.
Kemudian HPMC yang telah mengembang, gliserin dan campuran pengawet
dimasukkan secara berturut-turut ke dalam PVA yang telah mengembang kemudian
diaduk hingga homogen. Setelah itu ditambahkan ekstrak yang sebelumnya telah
dilarutkan dalam akuades sedikit demi sedikit, lalu diaduk hingga homogen (49).
12

BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Scale Up
IV.1.1 Bahan
Sedian masker dibuat menjadi 10.000 tiap batch dimana setiap sedian volume 10ml,
sehingga bahan yang digunakan
Bahan Skala Laboratorium Skala Industri
Ekstrak biji kakao 1% 1000 ml = 1 L
Ekstrak kulit batang 2% 2000 ml = 2 L
nangka
PVA 10% 10.000 ml = 10 L
HPMC 2% 2000 ml == 2 L
Gliserin 12% 12.000 ml = 12 L
Metil paraben 0,1% 100 ml = 0,01 L
Propil paraben 0,05% 5 ml =0,005 L
Aqua Add 10ml Add 100.000 ml

IV.1.2 Kemasan
Kemasan Primer Masker gel dikemas dengan plastic aluminium dengan setiap
sachet @10ml, lalu dikemas sekunder dengan kotak kecil setiap kotak terdapat 10
sachet.
IV.2 Evaluasi Sedian Fisik Masker Gel
a. Pengujian Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menempatkan sejumlah sampel dalam
viskometer Brookfield DV-E. Ukuran spindel dan kecepatan putaran yang akan
digunakan diatur, dan selanjutnya alat dinyalakan, dan viskositas dari masker wajah gel
akan terbaca (50).
b. Pengujian Daya Sebar
Sebanyak 1 gram sediaan gel diletakkan dengan hati-hati di atas kaca berukuran
20 x 20 cm. Selanjutnya ditutupi dengan kaca yang lain dan digunakan pemberat
diatasnya hingga bobot mencapai 125 gram dan diukur diameternya setelah 1 menit (51).
c. Pengujian Waktu Sediaan Mengering
13

Masker wajah yang dipergunakan adalah masker yang diformulasikan 48 jam


sebelumnya. Jumlah masker wajah yang dioleskan sebanyak 0,7 gram dan disebar di
atas permukaan kaca dengan area seluas 5,0 x 2,5 cm hingga membentuk lapisan tipis
seragam dengan tebal kira-kira 1 mm, ini meniru pengaplikasian masker pada wajah.
Kaca yang telah diolesi masker dimasukkan kedalam oven (Binder) pada suhu 36,5 2
C dan sediaan dimonitor sampai proses pengeringan selesai (52).
d. Uji pH Sedian
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu
dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,01) dan larutan
dapar pH asam (pH 4,01) hingga pH meter menunjukkan angka tersebut. Kemudian
elektroda dicuci dengan akuades dan dilap menggunakan tissue kering. Sampel dibuat
dengan konsentrasi 1% dengan melarutkan 0,1 gram sampel dalam 10 mL aquades.
Elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut sampai menunjukkan angka yang konstan
(53)
.
14

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilkinson JB. Harrys Cosmeticology. Ed 7. London: George Godwin; 1982.


2. Septiari NWS. Pengaruh Proporsi Puree Stroberi (Fragaria Vesca L.) Dan
Tapioka Terhadap Kualitas Masker Wajah Tradisional. E-Jurnla edisi Yudisium
Periode Februari. 2014: 3(1); 166-173.
3. Hamdi, Saipul. Sinar Ultraviolet Matahari, terlalu banyak juga membahayakan.
Dari sumber http://skyblue68.blogspot.com /2009/01/sinar-ultraviolet-
matahari-terlalu.html; 2009.
4. Schalock, P.C. HYPERPYGMENTATION. Dari sumber
http://www.merckmanuals.com/professional/dermatologic_disorders/pigm
entation_disorders/hyperpigmentation.html?qt=&sc=&alt=Vsdvgs; 2012.
5. Martin, M.J. Pedoman Skrining Kanker Paru. Dari sumber
http://id.prmob.net/ultraviolet/american-academy
ofdermatology/revolusiindustri-235645.html ; 2012.
6. Khan, Mahmud Tareq Hassan. Molecular design of tyrosinase inhibitors: A
critical review of promising novel inhibitors from synthetic origins. Pure
Appl. Chem. Vol 79 No. 12, pp. 2277-2296 2007 IUPAC ; 2007.
7. Hartanti, Lanny dan Setiawan H.K. INHIBITORY POTENTIAL OF SOME
SYNTHETIC CINNAMIC ACID DERIVATIVESTOWARDS TYROSINASE
ENZYME. Jurnal Indo. J. Chem., 2009, 9 (1), 158 168
8. Hammerstone JF, Lazarus SA dan Schmitz HH. Procyanidin content and
variation in some commonly consumed foods. Journal Nutrition. 2000; 130:
2086S- 2092S
9. Mohapatra D, Mishra S, Sutar N. Banana and Its By-Product Utilisation : An
Overview. Journal of Scientific & Industrial Research. 2010; 69:323-329.
10. Chang T. An Update Revview of Tyrosinase Inhibito. International Journal of
Molecular Science 10: 2440-2276
11. Jurnal
12. Rusdin. Cara Meningkatkan Produksi Kakao Melalui Teknologi Sambung
Samping. 2011. [serial online]. http://epetani.deptan.go.id. [25 Januari 2012]
15

13. Tjitrosoepomo. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press; 2007
14. Susanto. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Yogyakarta:
Kanisius; 1994.
15. Dreosti IE. Antioxidant polyphenols in tea, cocoa and wine. di dalam Othman
et al, Antioxidant capacity and phenolic content of cocoa beans. Malaysia: Food
Chemistry; 2000. Hal 1523-1530.
16. Hii CL, Lawi CL, Suzannah S, Misnawi dan Clokei, M. Polyphenol in cocoa
(Theobrama cacao L). Asian Journal of Food and Agro Industry. 2009; 2(4):
702-722.
17. Porbowaseso T. Ekstraksi Polifenol Biji Kakao secara Kimiawi sebagai
Antioksidan dan Pewarna Alami. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember: Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember;
2005.
18. Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia; 1992.
19. Lestari C, Widjijono, Murdiastuti, K. Pengaruh Ekstrak Gambir Terstandarisasi
(Uncaria Gambir (Hunter) Roxb) sebagai Periodontal Dressing terhadap
Penyembuhan Luka Gingiva Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Majalah
Kedokteran Gigi. 2009; 16(1): 7-12.
20. Medkom Perkebunan. Coklat Mengandung Gizi yang Menyehatkan. Majalah
Semi Populer Tanaman Industri dan Penyegar. 2013; 10(1): 43-46
21. Nawaekasari M. Efek Senyawa Polifenol Ekstrak Biji Kakao (Theobroma
Cacao L) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus Acidophilus. Skripsi.
2012
22. Pambayun R, Gardjito M, Sudarmadji S, dan Kuswanto, K. Kandungan Fenol
dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir (Uncaria
gambir Roxb). Majalah Farmasi Indonesia. 2007; 18(3): 141- 146
23. Subiarto, Mirawaty. Penyerapan Sr-90 dengan Tanin. Jurnal Penelitian P2PLR.
2002. 43-46
24. Elevitch, C. R., & Manner, H. I. Artocarpus heterphyllus (Jackfruit). Species
Profiles for Pacific Island Agroforestry. www.traditionaltree.org diakses pada 5
Februari 2011, pukul 11.10 WIB ; 2006.
16

25. Supriyanti, F.M T. Isolasi dan identifikasi kandungan kimia dari daun dan kulit
batang tanaman Artocarpus heterophyllus., Laporan Penelitian Proyek
Pembinaan & Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, FPMIPA UPI
Bandung; 1996.
26. Rostamailis. Penggunaan Kosmetik Dasar Kecantikan dan Berbusana yang
sehat. Jakarta : PT Rineka Cipta; 2005.
27. Lieberman, Rieger, Banker. Pharmaceutical Dosage Form : Disperse System,
vol 2, New York: Marcel Dekker Inc; 1989. 495-498.

Anda mungkin juga menyukai