Anda di halaman 1dari 37

JURNAL PREFORMULASI BAHAN ALAM

PREFORMULASI SEDIAAN KRIM DENGAN ZAT AKTIF


MURBEI (Morus alba L) DAN KAKAO (Theobroma cacao L.)

DISUSUN OLEH:
Sherly Safitry 200106191
Tse, Winglam William 200106220
Tsaltsa Azzahra Aulia Yusuf 200106219
Winda Siti Yuwizidianingrum 200106229
Zahra Fajriah 200106235
Siti Isma Yunita 200106238

Dosen Pengampu:
apt. Ardian Baitariza, M.Si.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Tanaman coklat atau biasa disebut kakao (Theobroma cacao L.) berasal dari
Famili Sterculiaceae. Di Indonesia tanaman kakao merupakan tanaman
perkebunan yang mempunyai arti yang dihasilkan semakin meningkat pula.Kulit
buah kakao merupakan kulit bagian luar yang menyelubungi biji kakao dengan
tekstur yang kasar, tebal dan keras (Figueira, 1993).
Tanaman kakao mengandung senyawa antioksidan dan antiradikal yang telah
diuji secara invitro. Beberapa dari senyawa fenolik tersebut yaitu katekin,
epikatekin, antosianidin, proantosianidin, asam fenolik, dan beberapa flavonoid
lainnya (Arlorio, 1995). Antioksidan dapat bekerja dengan cara mengatasi efek-
efek kerusakan pada kulit manusia yang diakibatkan oleh radikal bebas yang
merupakan faktor utama pada proses penuaan (aging) dan kerusakan jaringan kulit.
(Mita, 2015)
Antioksidan adalah zat yang bisa memberi perlindungan endogen dan tekanan
oksidatif eksogen dengan menangkap radikal bebas (Lai-Cheong & McGrath,
2017; Allemann & Baumann, 2008).
Pada alasan pemilihan bentuk sediaan ini dikarenakan pada sediaan ini dapat
Hidrasi dan pelembapan, perlindungan kulit dari sinar UV, Penyerapan zat aktif,
kemudahan penggunaan karena memiliki tekstur yang lembut sehingga mudah
dioleskan pada kulit, Fleksibilitas, kemasan dan stabilitas.
Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan ialah tanaman Murbei
(Morus alba L). Secara empiris, masyarakat telah memanfaatkan tanaman Murbei
sebagai obat tradisional untuk masalah kesehatan seperti flu, malaria, hipertensi,
asma, diabetes, insomnia, vertigo dan anemia. Kandungan senyawa aktif yang
terdapat pada daun Murbei yaitu alkaloid, flavonoid, polifenol dan terpenoid yang
mempunyai peranan sebagai antioksidan (Jurian, 2016). Daun Murbei juga
memiliki kandungan kimia yang tinggi akan antosianin, fenolik dan komponen
asam lemak. Pada penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa daun Murbei
memiliki efek sebagai antioksidan, antibakteri, antivirus, anti inflamasi dan
antimikroba (Salem, 2013).
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa kelebihan dari penggunaan murbei dan cacao pada sediaan krim
2. Bagaimana manfaat penggunaan murbei dan cacao terhadap kulit?
3. Apa alasan utama yang mempengaruhi keputusan untuk membuat
produk dalam bentuk sediaan tersebut?

1.3. TUJUAN
1. Mengetahui kelebihan dari penggunaan murbei dan cacao pada sediaan
krim.
2. Mengetahui manfaat penggunaan murbei dan cacao terhadap kulit.
3. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih
bentuk sediaan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. URAIAN ZAT AKTIF


2.1.1. Tanaman Kakao
a. Klasifikasi Tanaman Kakao

Tanaman Kakao (Theobroma cacao)


(Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2014)
Klasifikasi tanaman kakao adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Dilleniidae
Order : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobroma L
Spesies : Theobroma cacao L. (USDA, 2018)

b. Deskripsi Tanaman Kakao


Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan. Dengan tempat
tumbuhnya di hutan hujan tropis, tanaman kakao telah menjadi
bagian dari kebudayaan masyarakat selama 2000 tahun. Nama latin
tanaman kakao adalah Theobroma Cacao yang berarti makanan
untuk Tuhan. Masyarakat Aztec dan Mayans di Amerika Tengah
telah membudidayakan tanaman kakao sejak lama, yaitu sebelum
kedatangan orang-orang Eropa (Hariyadi, Ali, & Nurlina, 2017).
Buah kakao memiliki warna buah yang sangat beragam, tetapi
pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika
muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan
berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna
merah, setelah masak berwarna jingga. Panjang buah kakao sekitar
10 cm hingga 30 cm. Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan
dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan
trinitario alur kelihatan jelas, kulit buahnya tebal tetapi lunak dan
permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukaan
kulit halus; tipis, tetapi liat. Buah akan masak setelah berumur
enam bulan. Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros
buah. Jumlahnya beragam, yaitu 20 – 50 butir per buah. Jika
dipotong melintang, tampak bahwa biji disusun oleh dua kotiledon
yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel pada poros
lembaga (embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe criollo
dan ungu untuk tipe forastero. Biji dibungkus oleh daging buah
(pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam manis dan diduga
mengandung zat penghambat perkecambahan. Sehingga jika
hendak dijadika benih maka daging buah (pulpa) ini harus dibuang
karena jika pulpa tidak dibuang maka biji akan mengalami proses
fermentasi dan hal ini merusak biji itu sendiri (Karmawati, E., et
al, 2010).

c. Kandungan Kimia Secara Umum Tanaman Kakao


Kulit buah coklat mengandung pigmen kakao (campuran dari
flavonoid terpolimerisasi atau terkondensasi meliputi antosianidin,
katekin, leukoantosianidin) yang kadang berikatan dengan glukosa,
karbohidrat berbobot molekul besar (poliskarida) dan berbobot
molekul rendah (monosakarida, oligosakarida) (Figueira, 2013).
Komponen senyawa bioaktif dalam biji kakao adalah senyawa
polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan polifenol
total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan dalam anggur
maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat
pada kakao adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15
atom karbon yang kandungan biji kakao terdiri dari dua cincin
benzene yang dihubungkan oleh rantai karbon (Wahyudi et al.
2018).
Ekstrak daun kakao mengandung senyawa metabolit sekunder
yaitu flavonoid, saponin dan tanin serta mengandung senyawa
fenolat, theobromine, kafein, antosianin, leucoantosianin dan
katekol. Kandungan senyawa metabolit sekunder pada kakao
tersebut dapat digunakan sebagai antimikroba terhadap bakteri
Staphylococcus aureus (Singh N, et al, 2015).

d. Kandungan Kimia Yang Berfungsi Sebagai Efektivits dan


Kestabilan Kandungan Kimia
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung
satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. Sediaan krim untuk kulit dapat berfungsi sebagai
pelindung yang baik bagi kulit. Dengan demikian, ekstrak kulit
buah kakao berpotensi untuk diformulasi menjadi krim
antioksidan. Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) mengandung
senyawa antioksidan berupa flavonoid terkondensasi.

Gambar 1. Hasil Analisis Kualitatif


Ekstrak Kulit Buah Kakao.
Keterangan:
A : Tempat penotolan
B : Noda yang tampak pada lampu UV 366
C : Noda yang tampak pada lampu UV 254
D : Noda yang tampak setelah ditambahkan FeCl3

Hasil uji antioksidan ekstrak kulit buah kakao (Theobroma


cacao L.) dengan penyari aseton-air (7:3) menggunakan metode
DPPH (2,2-difenil-1-hidrazil) menunjukaan bahwa persen
penghambatan untuk konsentrasi ekstrak 5mg/ mL, 1,25 mg/ mL,
0,5 mg/ mL, 0,1 mg/ mL, dan 0,01 mg/ mL masing-masing adalah
86,91 %, 82,02 %, 68,08 %, 52,35 %, dan 25,86 %.
Sedangkan hasil uji antioksidan ekstrak kulit buah kakao
(Theobroma cacao L.) dengan penyari etanol-air (7:3)
menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-hidrazil) menunjukaan
bahwa persen penghambatan untuk konsentrasi ekstrak 5 mg/ mL,
1,25 mg/ mL, 0,5 mg/ mL, 0,1 mg/ mL, dan 0,01 mg/ mL masing-
masing adalah 80,10 %, 65,90 %, 46,88 %, 23,06 %, dan 12,20 %.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak
kulit buah kakao dengan penyari aseton-air (7:3) lebih tinggi
dibandingkan dari ekstrak kulit buah kakao dengan penyari etanol-
air (7:3). Hal ini kemungkinan disebabkan karena jumlah
kandungan senyawa flavonoid terkondensasi jauh lebih banyak
dari flavonid lain yang terdapat dalam kulit buah kakao, di mana
senyawa flavonoid terkondensasi (tannin terkondensasi) sangat
baik diekstraksi dengan penyari aseton-air (7:3).

Gambar 2. Historigram Persentase Pengikatan Sampel


terhadap Radikal Bebas DPPH
Gambar 3. Historigram Sampel terhadap
Radikal Bebas DPPH

Kestabilan kandungan zat kimia dilihat dari hasil pengamatan


organoleptis terhadap krim yang dibuat dengan emulgator anionik
TEA-stearat menunjukkan adanya perubahan yang terjadi yaitu
perubahan warna dari coklat muda menjadi coklat tua kemerahan
serta perubahan bau pada krim II dan III yaitu krim dengan
emulgator TEA-stearat dengan konsentrasi 2% dan 3 %, sedangkan
pada krim I dengan konsentrasi 1% menunjukkan sedikit
perubahan warna. Hal ini berarti emulgator TEA-stearat pada
konsentrasi tertentu dapat bereaksi dengan komponen dalam
ekstrak bahan alam yang digunakan. Kemungkinan reaksi yang
terjadi yaitu reaksi antara trietanolamin (TEA) yang merupakan
suatu amin yang bersifat basa kuat dengan flavonoid pada ekstrak
kulit buah kakao, dimana flavonoid merupakan senyawa fenol
sehingga warnanya berubah bila bereaksi dengan basa. Hasil
pengamatan organoleptis terhadap krim IV, V dan VI yaitu krim
dengan emulgator nonionik tween 60- span 60 4%, 5%, dan 6%
tidak menunjukkan perubahan warna. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena dasar krim nonionik bersifat netral sehingga
tidak terjadi interaksi antara flavonoid dalam ekstrak dengan
emulgator.
Gambar 4. Sediaan Krim Setelah Kondisi
PenyimpananDipercepat

Gambar 5. Foto ukuran Tetes Terdispersi Krim Antioksidan


dari Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.)
Menggunakan Mikroskop Elektron dengan
Perbesaran 100 kali.

Keterangan:
a. Krim dengan Emulgator Nonionik (Tween 60-Span 60)
b. Krim dengan Emulgator Anionik (TEA-Stearat)

Hasil pengujian tipe emulsi krim sebelum dan sesudah


penyimpanan dipercepat memperlihatkan bahwa semua krim
mempunyai tipe emulsi m/a, baik dengan uji pengenceran maupun
dengan uji dispersi zat warna menggunakan metilen biru. Hal ini
disebabkan karena volume fase terdispersi (fase minyak) yang
digunakan dalam krim ini lebih kecil dari fase pendispersi (fase
air), sehingga fase minyak akan terdispersi ke dalam fase fase air
dan membentuk emulsi tipe m/a. Selain itu nilai HLB kombinasi
emulgator yang dibutuhkan adalah 13,54 yang berarti sesuai
dengan pernyataan Davis bahwa emulgator dengan HLB butuh
lebih dari 7 akan terdistribusi dalam fase air dan membentuk emulsi
tipe m/a. Kriming dapat terjadi jika fase terdispersi mempunyai
densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan fase pendispersi
yaitu biasanya terjadi pada emulsi m/a namun sebaliknya jika fase
terdispersi memiliki densitas yang lebih besar dibandingkan fase
pendispersi yaitu biasa terjadi pada emulsi tipe a/m maka
cenderung terbentuk endapan. Dari hasil pengamatan volume
kriming terhadap krim tipe m/a yang dibuat tidak menunjukkan
adanya kriming pada semua krim yang dibuat. Hal ini
kemungkinan disebakan karena krim yang dibuat memiliki
kekentalan yang cukup tinggi sehingga tidak menghasilkan
kriming.
Diketahui bahwa ada pengaruh perbedaan konsentrasi
emulgator anionik TEAstearat terhadap kestabilan krim
antioksidan dari ekstrak kulit buah kakao ini, yaitu berpengaruh
terhadap perubahan organoleptis meliputi warna dan bau,
perubahan kekentalan dan ukuran tetes terdispersi namun tidak
berpengaruh terhadap volume kriming. Sedangkan untuk krim
antioksidan dari ekstrak kulit buah kakao menggunakan emulgator
nonionik tween 60 – span 60 terlihat ada pengaruh konsentrasi
emulgator terhadap kekentalan tetapi tidak mempengaruhi
perubahan organoleptis, ukuran tetes terdispersi dan volume
kriming. Pembahasan di atas juga memperlihatkan bahwa krim IV
yaitu dengan emulgator nonionik tween 60 – span 60 dengan
konsentrasi 3 % merupakan krim yang paling stabil secara físika.
2.1.2. Daun Murbei

Gambar 7. Daun Morus alba L


(Sanghi & Mushtaq, 2017)

a. Klasifikasi Daun Murbei


Klafikasikasi Morus alba L:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivisio : Embryophyta
Divisio : Tracheophyta
Subdivisio : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Superordo : Rosanae
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Genus : Morus L.
Spesies : Morus alba L.
(Sanghi and Mushtaq, 2017)

b. Deskripsi Tanaman Murbei


Morus alba L (Famili: Moraceae) atau biasa dikenal sebagai
murbei tersebar di berbagai daerah tropis, subtropis, dan negara
beriklim sedang, termasuk Cina, Jepang, Korea, Thailand,
Indonesia, India, Vietnam, Brazil, Afrika, dan lainnya. Daun M.
alba L. telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri,
adaptogenik, immune modulator dan aktivitas hepatoprotektif (Cui
et al, 2019).
Morus alba adalah pohon yang tumbuh cepat, gugur, berukuran
sedang yang tumbuh hingga tinggi 25-35 m. Memiliki tajuk yang
lebat menyebar, umumnya lebih lebar dari tinggi pohon. Kulit
kayunya pecah-pecah secara vertikal, berwarna coklat keabu-
abuan gelap, memancarkan lateks putih atau kekuningan. Daunnya
berwarna hijau muda, bentuknya sangat bervariasi dapat berbentuk
sederhana atau majemuk (3-5 lobus). Bunganya berkelamin
tunggal tidak mencolok, berwarna kehijauan, tampak seperti
catkins (bunga jantan) atau paku (bunga betina) (Orwa et al., 2009).

c. Kandungan Kimia Secara Umum Tanaman Murbei


Murbei memiliki banyak aktivitas farmakologis karena
mengandung senyawa bioaktif seperti polifenol, flavonoid,
antosianin, lektin, oligosakarida, enzim, glikosida, zat anti bakteri,
asam lemak tak jenuh dan banyak zat aktif fisiologis lainnya.
Senyawa bioaktif tersebut tersebesar di daun, buah-buahan, akar
dan batang. Komponen bioaktif terbayak terkandung dalam daun
murbei. Morus alba L. secara tradisional digunakan sebagai untuk
demam dan malaria di Indonesia. Aktivitas antimalaria dari ekstrak
daun Morus alba L. disebabkan kandungan bioaktif flavonoid dan
polifenol yang memiliki sifat antiplasmodial (Cisowska et al,
2020).

d. Kandungan Kimia Yang Berfungsi Sebagai Efektivitas dan


Kestabilan Kandungan Kimia
Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan ialah
tanaman Murbei (Morus alba L). Secara empiris, masyarakat telah
memanfaatkan tanaman Murbei sebagai obat tradisional untuk
masalah kesehatan seperti flu, malaria, hipertensi, asma, diabetes,
insomnia, vertigo dan anemia. Kandungan senyawa aktif yang
terdapat pada daun Murbei yaitu alkaloid, flavonoid, polifenol dan
terpenoid yang mempunyai peranan sebagai antioksidan (Jurian,
2016). Daun Murbei juga memiliki kandungan kimia yang tinggi
akan antosianin, fenolik dan komponen asam lemak. Pada
penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa daun Murbei
memiliki efek sebagai antioksidan, antibakteri, antivirus, anti
inflamasi dan antimikroba (Salem, 2013).

Gambar 8. Hasil Uji Organoleptik (siklus 0-6)

Hasil organoleptis krim Formula I, Formula II dan Formula III


dari siklus ke-0 hingga siklus ke-6, menunjukkan bahwa krim
memiliki warna yang berbeda-beda dari tiap konsentrasi. Dengan
adanya perubahan warna dari tiap konsentrasi, menunjukkan
bahwa penambahan ekstrak daun Murbei dalam basis krim
mempengaruhi warna dari sediaan krim, yaitu semakin besar
konsentrasi ekstrak yang terkandung di dalam krim, maka semakin
pekat pula warna yang dihasilkan oleh krim.
Stabilitas krim dapat dilihat melalui perlakuan dari siklus ke-0
hingga siklus ke-6. Ketiga formula krim tidak mengalami
perubahan baik dari segi warna, bentuk, maupun bau setelah
dilakukan penyimpanan selama 12 hari. Hal tersebut dapat
dikatakan bahwa ketiga formula krim dengan berbagai konsentrasi
tetap stabil selama proses penyimpanan.

Gambar 9. Hasil Uji Homogenitas


Pengujian homogenitas sediaan krim ekstrak etanol daun
Murbei dari siklus ke-0 hingga siklus ke-6, menunjukkan bahwa
ketiga konsentrasi sediaan krim memiliki sifat fisik yang homogen
dan tidak terdapat gumpalan atau butiran-butiran kasar. Hal ini
menunjukkan bahwa semua bahankrim telah tercampur dengan
baik. Pernyataan tersebut sesuai dengan syarat uji homogenitas
sediaan krim, bahwa krim harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya butiran-butiran kasar. Sifat
tersebut akan memungkinkan krim mudah digunakan dan
terdistribusi merata pada permukaan kulit. Berdasarkan hasil
pengamatan dari siklus ke-0 hingga siklus ke-6, ketiga formula
krim tidak mengalami perubahan fisik selama penyimpanan (12
hari) pada suhu 4°C maupun pada suhu 40°C. Dengan demikian,
krim yang dihasilkan dapat dinyatakan memiliki stabilitas yang
baik.

Gambar 10. Hasil Uji pH


Hasil dari ketiga sediaan krim dengan konsentrasi yang
berbeda pada siklus ke-0 hingga siklus ke-6 memiliki pH interval
yang tidak kurang ataupun tidak lebih dari kriteria pH kulit pada
umumnya. Sehingga dapat dikatakan formula krim dari konsentrasi
0,75%; 3,75%; 6,75% memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit
atau dapat dikatakan aman apabila diaplikasikan pada kulit.
Kestabilan pH dalam suatu sediaan juga perlu perhatikan
apabila terjadinya perubahan pH yang tidak signifikan. Dengan ini,
maka dilakukan pengujian statistika menggunakan Independent
Ttest untuk mengetahui apakah adanya perbandingan bermakna
suatu pH krim dari siklus ke-0 hingga siklus ke-6. Hasil data
statistika dari sediaan krim dengan konsentrasi 0,75%, diperoleh
nilai signifikansi sebesar 0,716 (sig >0,05). Pada sediaan krim
dengan konsentrasi 3,75%, memiliki nilai signifikansi sebesar
0,109 (sig >0,05). Hal yang sama juga terdapat pada sediaan krim
dengan konsentrasi 6,75% dengan perolehan nilai perbandingan
bermakna suatu pH krim dari siklus ke-0 hingga siklus ke-6. Hasil
data statistika dari sediaan krim dengan konsentrasi 0,75%,
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,716 (sig >0,05). Pada sediaan
krim dengan konsentrasi 3,75%, memiliki nilai signifikansi sebesar
0,109 (sig >0,05). Hal yang sama juga terdapat pada sediaan krim
dengan konsentrasi 6,75% dengan perolehan nilai signifikan
sebesar 0,159 (sig >0,05%), artinya tidak ada perbedaan nilai pH
yang bermakna pada ketiga krim dari siklus ke-0 hingga siklus ke-
6. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pH sediaan krim ekstrak etanol
daun Murbei memiliki pH yang stabil selama proses penyimpanan
pada suhu tertentu.

Gambar 11. Hasi Uji Daya Sebar

Berdasarkan hasil data statistika uji daya sebar dari sediaan


krim dengan konsentrasi 0,75%, diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0,374 (sig >0,05). Pada sediaan krim dengan konsentrasi
3,75%, memiliki nilai signifikansi sebesar 0,011 (sig >0,05). Hal
yang sama juga terdapat pada sediaan krim dengan konsentrasi
6,75% dengan perolehan nilai signifikan sebesar 0,033 (sig
>0,05%), artinya tidak ada perbedaan luas daya sebar yang
bermakna pada ketiga krim dari siklus ke-0 hingga siklus ke-6. Hal
ini menunjukkan bahwa luas daya sebar sediaan krim ekstrak
etanol daun Murbei memiliki nilai yang cukup stabil selama proses
cycling test.

Gambar 12. Hasil Uji Daya Sebar

Berdasarkan hasil pengujian daya lekat sediaan krim dengan


berbagai konsentrasi dari siklus ke-0 hingga siklus ke-6 terdapat
nilai yang tidak konsisten, meski telah dilakukan tiga kali
pengulangan. Pengulangan uji daya lekat bertujuan untuk
mendapatkan nilai yang lebih akurat. Hal ini diasumsikan karena
alat pengujian yang digunakan masih dilakukan secara manual,
sehingga hasil yang diperoleh masih kurang akurat.
Selain itu, pengujian daya lekat juga dilakukan pengujian
statistika, yaitu mengunakan Independent T-test untuk mengetahui
apakah adanya perbedaan bermakna daya lekat krim dari sediaan krim
dengan konsentrasi 0,75%, diperoleh nilai signifikansi sebesar
0,305 (sig >0,05). Pada sediaan krim dengan konsentrasi 3,75%,
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,158 (sig >0,05). Hal yang
sama juga terdapat pada sediaan krim dengan konsentrasi 6,75%
dengan perolehan nilai signifikan sebesar 0,313 (sig >0,05%),
artinya tidak ada perbedaan daya lekat yang bermakna pada ketiga
krim dari siklus ke-0 hingga siklus ke-6, sehingga dapat dikatakan
krim memiliki daya lekat yang stabil.

Gambar 13. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan


Gambar 14. Grafik uji aktivitas antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan


menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl).
Metode ini dipilih karena hanya memerlukan sedikit sampel, lebih
peka, sederhana, mudah dan cepat (Hanani, et al., 2005). Panjang
gelombang maksimum DPPH yang didapat untuk pengukuran
aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun murbei adalah 517 nm,
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Parameter yang
digunakan untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah
Inhibition concentration. Nilai merupakan nilai yang menunjukan
konsentrasi antioksidan yang mampu menghambat 50% aktivitas
radikal bebas (Haeria dan Andi, 2016).
Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan yang dilakukan
pada sediaan krim FI, FII dan FIII diperoleh nilai IC50 beruturut-
turut yaitu 1,7831 ppm, 0,8215 ppm dan 0,7668 ppm. Selain itu,
larutan Vitamin C sebagai pembanding juga memperoleh nilai
IC50 sebesar 1,1113 ppm. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang
terkandung dalam sediaan krim, maka semakin tinggi pula aktivitas
antioksidan. Nilai yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa
krim FI, FII, FIII dan Vitamin C, memiliki aktivitas antioksidan
yang sangat kuat. Hal ini sesuai dengan kategori penentuan
kekuatan aktivitas antioksidan menurut Molyneux (2004), yang
menyatakan bahwa suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan
sangat kuat apabila nilai IC50 < 50 ppm, kuat apabila 50-100 ppm,
sedang apabila 101-150 ppm dan lemah apabila nilai IC50 > 150
ppm.
2.2. METODE EKSTRAKSI
2.2.1. Tanaman Kakao
Metode ekstraksi yang digunakan dengan cara maserasi
menjadi 2 ekstrak yaitu menggunakan pelarut etanol 70% dan
menggunakan pelarut aseton: air (7:3). Alasan pemilihan metode
dikarenakan ekstraksi yang paling baik untuk senyawa flavonoid
terkondensasi yaitu dengan menggunakan penyari aseton-air (7:3).
Pada umumnya flavonoid juga berada dalam bentuk glikosida
sehingga baik pula diekstraksi dengan penyari etanol-air (7:3).
Kemudian, etanol 70% mengandung gugus OH- lebih
banyak sehingga lebih polar dan dapat diasumsikan bahwa
komponen bioaktif yang terkandung dalam ektsrak etanol 70%
kulit buah kakao lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak etanol
60%, 80%, dan 96%.

2.2.2. Daun Murbei


Metode yang digunakan dalam proses ekstraksi, yaitu
metode maserasi dengan menggunakan etanol 96%. Alasan
pemilihan metode dikarenakan untuk menghasilkan ekstrak yang
kental (murni) sehingga mempermudah untuk proses identifikasi.
Pelarut etanol lebih aman digunakan karena bersifat netral
dibandingkan dengan pelarut yang lainnya. Penggunaan etanol
96% bertujuan karena maserasi umumnya ekstraksi yang
menggunakan perendaman maka digunakan etanol 96% yang
sebagian besar mengandung etanol.

2.3. URAIAN BAHAN-BAHAN TAMBAHAN


2.3.1. Gliserin
Gliserin (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)

Struktur kimia
Rumus empiris CH OH.CHOH.CH OH
2 2

BM 92,09
Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa
Pemerian
manis, hanya berbau khas lemah (tajam atau
tidak enak). Netral terhadap lakmus.
Dapat bercampur dengan air dan etanol. Tidak
Kelarutan
larut dalam kloroform, dalam eter, dalam
minyak menguap
Bobot jenis Tidak kurang dai 1,24 gram
Konsentrasi 10%
pH/pka 6,0 – 7,0 / 14,2
Titik leleh 17,8 C o

Gliserin dapat meledak bila dicampurkan


dengan oksidator kuat seperti kromium
trioksida, potasium klorat, atau potasium
permanganat. Dalam pelarut encer, proses
Inkompatibilitas
reaksi pada tingkat yang lebih lambat dengan
beberapa produk oksidasi yang terbentuk.
Warna hitam gliserin terjadi karena paparan
cahaya, atau kontak dengan seng oksida atau
dasar bismut nitrat.
Gliserin bersifat higroskopis, gliserin murni,
tidak rentan terhadap oksidasi oleh atmosfer
dibawah kondisi penyimpanan biasa, tetapi
Stabilitas
terurai pada pemanasan dengan evolusi
akrolein beracun, campuran dari gliserin
dengan air, etanol 95% dan propilen glikol
stabil secara kimiawi.
Kegunaan Pemanis
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat

2.3.2. TEA
Trietanolamin (TEA) (Handbook of Excipients 6th edition hal.
663)

Struktur kimia
Rumus empiris C H NO
6 15 3

BM 149.19 g/mol

Cairan kental tidak berwarna hingga kuning


Pemerian pucat, bau lemah mirip amoniak,
higroskopik.
Mudah larut dalam air dan etanol 95% dan
Kelarutan
larut dalam kloroform.
Bobot jenis 1,047 g/mL

Konsentrasi 2%

pH/pka 5,50

Titik lebur 20-21°C

Trietanolamin akan bereaksi dengan asam


mineral untuk membentuk garam kristal dan
eter. Trietanolamin juga bereaksi dengan
Inkompatibilitas tembaga untuk membentuk garam
kompleks. Trietanolamin juga dapat bereaksi
dengan reagen seperti tionil klorida untuk
mengganti kelompok hidroksi dengan
halogen.
Trietanolamin bisa berubah menjadi coklat,
Stabilitas akibat pemaparan pada udara dan cahaya.
Trietanolamin harus disimpan dalam wadah
tertutup baik, di tempat yang sejuk dan kering.
Kegunaan Zat pengemulsi
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
Penyimpanan
cahaya.

2.3.3. Asam stearate


Asam stearate (FI III hal 50, Handbook of
Pharmaceutical Exipient 6th hal 494)

Struktur kimia

Rumus empiris CHO


18 36 2

BM 284,48 g/mol
Pemerian Keras, putih, kristal padat atau serbuk putih.

Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20


Kelarutan bagian etanol, 2 bagian kloroform, 3 bagian
eter.

Bobot jenis 284,48 g/mol

Konsentrasi 7%

pH/pka 6,0 – 8,0

Titik lebur 69,3°C

Inkompatibilitas Zat pengoksidasi


Stabilitas Merupakan bahan yang stabil

Kegunaan Emulgator
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, sejuk, kering dan
terlindung dari cahaya.

2.3.4. Na-CMC
Carboxymethylcellulose Sodium (CMC Na)
(Pharmaceutical Excipient ed 2 hal 78)

Struktur kimia

Rumus empiris C8H15NaO8


BM 262.19 g/mol

Pemerian Serbuk granul berwarna putih atau hamper


putih, tidak berbau.

Praktis tidak larut dalam aseton, etenol, eter,


Kelarutan dan toluene. Mudah terdispersi dalam air
dalam segala temperature.

Konsentrasi 2%

pH/pka 6,0 -8,0


Inkompatibilitas Tidak tercampurkan dengan larutan asam kuat,
dan larautan garam dari besi dan logam lain.
Stabilitas
Higroskopis

Sebagai pengemulsi, zat pengental, bahan


Kegunaan
pengikat dan penstabil krim
Dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari
Penyimpanan
cahaya.

2.3.5. Metil paraben


Metil Parabel (Farmakope Indonesia IV, Handbook of
Pharmaceutical Excipients)

Struktur kimia

Rumus empiris CHO


8 8 3

BM 152,15

Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk


Pemerian
hablur, putih, mempunyai sedikit rasa terbakar

Sukar larut dalam air, sukar larut dalam


Kelarutan benzena, sukar larut dalam tetraklorida, mudah
larut dalam etanol, dan eter.

Konsentrasi 0,1%

pH/pka 3,0 – 6,0 / pKa = 8,4 pada 220°C

Titik lebur 125 C - 128 C


0 0

Dengan senyawa bentonite, magnesium


Inkompatibilitas
trisiklat, talk, tragakan, sorbitol, atropin.

Stabilitas Mudah terurai cahaya


Kegunaan Sebagai pengawet
Dalam wadah tertutup baik, sejuk, kering dan
Penyimpanan
terlindung dari cahaya.

2.3.6. Aquadest

Nama resmi Aqua destillata

Rumus Struktur H–O–H

RM/BM H O/18,02
2

Cairan jernih, tak berwarna, tak berbau, dan


Pemerian tak berasa

Dapat melarutkan semua zat yang sifatnya


Kelarutan polar

Dapat stabil dalam semua keadaan fisika (es,


Stabilitas
cair dan uap)
Dalam formulasi farmasi dapat bereaksi
Inkompatibilitas dengan obat dan bahan tambahan lainnya yang
mudah terhidrolisis pada temperatur tinggi.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

Konsentrasi Dicukupkan sampai 100%


BAB III
METODE

3.1. Proses Pemilihan Bahan-Baku


3.1.1. Kulit buah kakao
Di panen pada umur 12 bulan setelah tanam di saat daun
telah menguning dan gugur, simplisia basah ditimbang sebanyak
8,5 kg lalu cuci dengan air mengalir, dirajang, dijemur dibawah
matahari tidak langsung selama 4 hari. Timbang berat simplisia
kering menghasilkan 4,2 kg lalu haluskan dengan blender
menghasilkan serbuk seberat 1,3 kg.

3.1.2. Daun murbei


Dipanen umur murbei 90 hari saat sebagian besar daun sudah
menguning, timbang berat simplisia basah, sebanyak 2 kg lalu
cuci dengan air mengalir, dijemur dibawah matahari tidak
langsung selama 4 hari. Timbang berat simplisia kering
menghasilkan berat 1,6 kg lalu haluskan dengan blender
menghasilkan serbuk sebesar 1 kg.

3.2. Proses Pembuatan Simplisia


3.2.1. Kulit Buah Kakao
Buah kakao yang telah matang (kulit buah berwarna kuning
kejinggaan dan biji sudah dapat diolah menjadi coklat) dipetik
secara manual. Buah kakao segar yang telah dipetik kemudian
dipotong secara melintang dan dikeluarkan bijinya menggunakan
tangan. Selanjutnya kulit buah kakao (meliputi bagian epikarpium,
mesokarpium dan endokarpium) dipotong-potong kecil.

3.2.2. Daun Murbei


Sampel dikumpulkan sebanyak 3 kg, kemudian dicuci
dengan air mengalir agar sampel terbebas dari sisa kotoran. Setelah
bersih, daun ditiriskan dan diangin-anginkan dalam suhu ruangan
selama 5 hari. Selanjutnya, sampel yang telah kering dihaluskan
menggunakan blender hingga menjadi serbuk simplisia.

3.3. Standarisasi Simplisia


Standardisasi simplisia memiliki serangkaian parameter yaitu
parameter spesifik dan parameter nonspesifik. Parameter spesifik meliputi
uji organoleptik pada simplisia, uji mikroskopik pada penampang
membujur dan melintang, serta senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
(etanol dan air). Pada parameter nonspesifik meliputi susut pengeringan,
kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, dan cemaran logam berat.
(Sutomo et al., 2021).

3.4. Prosedur ekstraksi


Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol
96%, kemudian timbang masing-masing 1,3 kg serbuk kulit buah kakao dan
1 kg serbuk daun murbei. Masing-masing dimasukkan ke dalam wadah
stainless steel lalu tambahkan pelarut etanol 96% dengan perbandingan 5:1
(5 liter etanol 96%: 1 kg serbuk simplisia) sampai simplisia terendam sambil
diaduk - aduk tiap 3 jam dan di diamkan selama 24 jam. Saring dengan
kertas saring hihatman no 40 dan hasil saringan baru dimasukkan kedalam
labu gelas evaporator. Kentalkan maserat dengan alat rotary evaporator
pada suhu 400 C, lakukan maserasi sebanyak 1 kali sampai menjadi ekstrak
yang kental.

3.5. Standarisasi Ekstrak


3.5.1. Kulit buah kakao
Ekstrak kulit buah kakao mengandung beberapa komponen
senyawa kimia antara lain campuran flavonoid atau tanin
terkondensasi. Keberadaan senyawa tersebut di dalam kulit buah
kakao diduga menjadi salah satu penyebab tidak ditemukannya
penyakit tanaman kakao yang disebabkan oleh bakteri. Penelitian
mengenai potensi ekstrak kulit buah kakao telah banyak dilakukan,
salah satunya kulit buah kakao jenis lindak (Forastero) digunakan
sebagai bahan anti bahteri (Mulyatni A.S,etal, 2012), anti oksidan
dan obat (Andujar et al, 2012).

3.5.2. Daun murbei


Daun murbei mengandung ekdisteron, inokosteron, lupeol,
beta-sitosterol, morasetin, isoquersetin, skopoletin, skopolin, α-β-
hexenal, sis-λ-heksenal, benzaldehid, eugenol, linalool, benzyl
alkohol, trigonellin, kholine, adenin, asam amino, tembaga, seng,
zinc, vitamin (A, B1, C dan karoten), asam klorogenik, asam
fumarat, asam folat, asam formiltetrahidrofolik (Agoes, 2010),
Quercetin-3-(6-malonylglucoside) dan rutin sebagai antioksidan
(Katsube et al., 2006). Berdasarkan banyaknya manfaat dari daun
murbei tersebut, maka dilakukan penelitian dan penetapan
standarisasi

3.6. Skrining Fitokimia


3.6.1. Kulit Buah Kakao
Analisis fitokimia dilakukan berdasarkan Harbone (1987).
Identifikasi yang dilakukan adalah uji alkaloid (Raman, 2006), uji
flavonoid (Shanmugan et al., 2010), uji saponin (Depkes RI, 1989),
uji triterpenoid dan uji steroid dengan pereaksi Liebermen Burchard,
dan uji tannin/ fenolik(Kurin & Sankar, 2007).

3.6.2. Daun Murbei


Kandungan senyawa aktif yang terdapat pada daun Murbei
yaitu alkaloid, flavonoid, polifenol dan terpenoid yang mempunyai
peranan sebagai antioksidan (Jurian, 2016). Daun Murbei juga
memiliki kandungan kimia yang tinggi akan antosianin, fenolik dan
komponen asam lemak. Pada penelitian sebelumnya juga
menunjukkan bahwa daun Murbei memiliki efek sebagai
antioksidan, antibakteri, antivirus, anti inflamasi dan antimikroba
(Salem, 2013).

3.7. Susunan Formulasi


Bahan Konsentrasi Fungsi
Ekstrak kulit buah
10% Sebagai zat aktif
coklat
Ekstrak Daun Murbei 15% Sebagai zat aktif
Sebagai humektan dan
Gliserin 10%
emollient
TEA 2% Sebagai Emulgator
Asam Stearat 7% Sebagai stiffening agent
Sebagai emulgator, zat
Na-CMC 2%
pengental dan penstabil krim
Metil Paraben 0,1% Sebagai pengawet
Aquadest 53,9% Sebagai pelarut

3.8. Metode Pembuatan


a) Bahan – bahan ditimbang sesuai formula. Fase minyak diawali dengan
melebur asam stearate, cethyl alcohol secara berturut – turut dalam
cawan penguap di atas penangas air hingga mencapai suhu 700 C
kemudian diaduk hingga homogen sampai melebur sempurna. Lalu
suhu diturunkan hingga 650 C, dimasukkan trietanolamin dan aquades
kemudian aduk secara perlahan – lahan hingga homogen. Setelah itu
dilakukan pendinginan hingga suhu 30-350 C.
b) Fase air dibuat dengan cara melarutkan glycerin dan aquades kemudian
dipanaskan hingga suhu 800 C dalam wadah yang berbeda. Lalu
dilakukan pengadukan dan pendinginan hingga suhu 350 C.
c) Krim dibuat dengan cara fase minyak dicampurkan kedalam fase air
sambil diaduk dengan homogenizer kemudian dimasukkan methyl
paraben sampai terbentuk massa krim. Setelah itu dimasukkan ekstrak
yang telah digerus dengan basis krim sambil terus dilakukan
pengadukan sampai terbentuk krim yang halus.
d) Genapkan massa dengan aquades, Setelah dingin krim dimasukkan ke
dalam pot krim.

3.9. Metode Evaluasi


a) Uji stabilitas krim
1. Organoleptis
2. pH
3. Homogenitas
b) Uji Iritasi Pada Kulit
c) Uji keefektifan krim pencerah kulit
BAB IV

PEMBAHASAN

Tanaman coklat atau biasa disebut kakao (Theobroma cacao L.) dan tanaman
Murbei (Morus alba L) merupakan bahan alam yang dapat dimanfaatkan untuk
merawat kecantikan kulit. Tujuan penelitian ini adalah memformulasikan ekstrak
kulit buah kakao dan ekstrak etanol daun murbei dalam bentuk sediaan krim
pencerah & antioksidan kulit serta uji efektivitasnya terhadap kulit wajah,
mengetahui kelebihan dari penggunaan murbei dan cacao pada sediaan krim,
mengetahui manfaat penggunaan murbei dan cacao terhadap kulit, serta mengetahui
faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih bentuk sediaan tersebut.

Adapun alasan khusus mengapa digunakan zat aktif dari bahan alam tersebut
yaitu dimana banyak orang yang membudidayakan tanaman kakao, yaitu pada
pemanfaatan buah dan juga bijinya saja, sedangkan kulitnya dibuang dan menjadi
limbah. Kulit buah kakao belum dimanfaatkan secara optimal bahkan sebagian
besar masih merupakan limbah perkebunan kakao karena hanya dikumpulkan pada
lubang kemudian ditimbun. Limbah tersebut menjadi suatu masalah yang serius
yaitu menimbulkan penyakit inokulum yang signifikan bila digunakan sebagai
pupuk kompos pada tanaman dan bersifat toksik bila digunakan sebagai pakan
ternak. Untuk itu perlu dicari cara pemanfaatan kulit buah kakao yang lebih efisien
dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Kulit buah coklat mengandung pigmen kakao (campuran dari flavonoid


terpolimerisasi atau terkondensasi meliputi antosianidin, katekin,
leukoantosianidin) yang kadang berikatan dengan glukosa, karbohidrat berbobot
molekul besar (poliskarida) dan berbobot molekul rendah (monosakarida,
oligosakarida). Antioksidansia dapat bekerja dengan cara mengatasi efek-efek
kerusakan pada kulit manusia yang diakibatkan oleh radikal bebas yang merupakan
faktor utama pada proses penuaan (aging) dan kerusakan jaringan kulit.
Berdasarkan hasil studi penelitian, ekstrak kulit kakao mengandung antioksidan
yang baik untuk menjaga kesehatan kulit wajah. Antioksidan dapat dimanfaatkan
untuk memperbaiki sel-sel kulit yang rusak akibat radikal bebas dan menangkal
radikal bebas. Salah satu uji untuk menentukan aktivitas antioksidan penangkap
radikal adalah metode DPPH (1,1 – Diphenyl – 2 – phcrylhydrazyl). Tingkat
aktivitas antioksidan suatu sampel dapat dilihat dari nilai IC50 (konsentrasi yang
ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan). Semakin kecil nilai IC50,
maka semakin aktif sampel tersebut sebagai antioksidan.

Murbei merupakan salah satu tanaman yang tumbuh di Indonesia dan banyak
digunakan dalam pengobatan secara tradisional. Kandungan senyawa aktif yang
terdapat pada daun Murbei dikenal mempunyai peranan sebagai antioksidan.
Kandungan senyawa aktif yang terdapat pada daun Murbei yaitu alkaloid,
flavonoid, polifenol dan terpenoid yang mempunyai peranan sebagai antioksidan.
Daun Murbei juga memiliki kandungan kimia yang tinggi akan antosianin, fenolik
dan komponen asam lemak. Pada penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa
daun Murbei memiliki efek sebagai antioksidan, antibakteri, antivirus, anti
inflamasi dan antimikroba. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Megawati, et al. (2019) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun Murbei yang diuji
aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 8,35 ppm.

Antioksidan dapat melindungi kulit dari berbagai kerusakan sel akibat radiasi
UV, antipenuaan dan perlindungan dari ROS. Antioksidan banyak digunakan
sebagai produk perawatan kulit / kosmetik. Umumnya, antioksidan adalah
penangkal radiakal bebas, molekul yang bisa menyebabkan kerusakan komponen
sel kulit. Antioksidan menyumbangkan elektron untuk menetralkan radikal bebas
atau menghentikan terjadinya kerusakan kulit, seperti penuaan dini,
hiperpigmentasi, eksim, jerawat, dan kanker kulit. Antioksidan dapat membantu
mencerahkan kulit dengan menghambat produksi melanin berlebihan. Melanin
adalah pigmen yang bertanggung jawab atas warna kulit. Dengan mengurangi
produksi melanin yang berlebihan, antioksidan membantu mengurangi
hiperpigmentasi dan meningkatkan penampilan kulit yang lebih cerah dan merata.

Salah satu bentuk sediaan untuk penggunaan secara topikal yaitu sediaan krim.
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sediaan krim untuk
kulit dapat berfungsi sebagai pelindung yang baik bagi kulit. Dengan demikian,
ekstrak kulit buah kakao & daun murbei berpotensi untuk diformulasi menjadi krim
antioksidan & pencerah kulit.

Manfaat dari kulit kakao dan daun Murbei sebagai antioksidan & pencerah
kulit perlu dikembangkan dalam bentuk sediaan yang cocok. Sediaan krim dipilih
karena krim memiliki beberapa keuntungan diantaranya lebih mudah diaplikasikan,
lebih nyaman digunakan, tidak lengket, dan mudah dicuci dengan air dibandingkan
dengan sediaan salep atau pasta.

Sediaan krim ekstrak kulit buah kakao & ekstrak etanol daun murbei dibuat
ke dalam bentuk fitofarmaka, dimana uji yang dilakukan melalui tahap uji praklinis
(hewan) dan uji klinis (manusia), kemudian untuk bahan baku dan produk
sediaannya sudah melewati tahap standarisasi. Selain itu, kriteria yang digunakan
berdasarkan pedoman fitofarmaka yaitu memiliki izin edar dan klaim khasiat yang
disetujui BPOM sebagai Fitofarmaka, memiliki khasiat dan keamanan berdasarkan
bukti ilmiah sahih dan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, digunakan untuk
promotif, preventif, rehabilitatif, kuratif, dan paliatif, terjaminnya jaminan
keberlanjutan ketersediaan bahan baku di Indonesia serta memiliki tingkat
pembuktian (level of evidence).

Adapun beberapa keunggulan dari Sediaan krim ekstrak kulit buah kakao &
ekstrak etanol daun murbei dibanding sediaan lainnya yaitu dimana sediaan ini
merupakan kombinasi dari zat aktif 2 bahan alam, dimana khasiat utamanya sebagai
antioksidan & pencerah kulit. Antioksidan penangkal radiakal bebas, molekul yang
bisa menyebabkan kerusakan komponen sel kulit. Antioksidan menyumbangkan
elektron untuk menetralkan radikal bebas atau menghentikan terjadinya kerusakan
kulit, seperti penuaan dini, hiperpigmentasi, eksim, jerawat, dan kanker kulit.
Sehingga dengan adanya antioksidan dalam sediaan krim, selain untuk
mencerahkan wajah dapat juga merawat kulit wajah. Selain itu antioksidan yang
didapat dari bahan alam ini lebih sedikit efek samping yang terjadi dibanding
menggunakan bahan kimia.
Keunggulan lainnya juga yaitu selain untuk kesehatan kulit wajah, dapat
menjaga kelestarian lingkungan dan mengurangi limbah, dimana bahan yang
digunakan salah satunya adalah dari kulit buah kokoa yang seringkali dijadikan
limbah. Sehingga ini bisa menjadi inovasi baru untuk memanfaatkan bahan-bahan
alam yang sering terbuang. Dimana hal ini berperan penting untuk kemajuan
teknologi di bidang farmasi sendiri.

Pada pembuatan sediaan krim ekstrak kulit kokoa & ekstrak etanol daun
murbei digunakan formulasinya yaitu ekstrak kulit buah coklat 10%, ekstrak etanol
daun murbei 15%, kemudian zat tambahannya yaitu gliserin 10%, TEA 2%, Asam
stearate 7%, gelatin 2%, linalool 0,1%, dan aquadest 53,9%. Adapun tujuan dari
penambahan gliserin yaitu sebagai humektan dan emollient, emollient/pelembab
baik untuk kulit dan dapat meningkatkan daya sebar krim. Gliserin ini dapat
menyebabkan rasa berat dan tacky sehingga untuk menutupi hal tersebut,
penggunaan gliserin sebagai humektan perlu dikombinasi dengan humektan lain.
Gliserin digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan komponen
higroskopis yang dapat mengikat air dan mengurangi jumlah air yang
meninggalkan kulit. Selanjutnya penambahan TEA sebagai emulgator, yang dapat
membentuk krim yang homogen dan stabil. Dipilih TEA sebagai emulgator karena
TEA akan membentuk suatu emulsi M/A yang sangat stabil apabila dikombinasikan
dengan asam lemak bebas. Asam lemak yang paling sesuai untuk dikombinasikan
dengan TEA adalah asam stearat karena asam stearat tidak mengalami perubahan
warna seperti halnya asam oleat. Asam stearate disini juga ditambahkan sebagai
stiffening agent, asam stearat digunakan dalam krim yang mudah dicuci dengan air,
sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta untuk
memperoleh efek yang tidak menyilaukan pada kulit. Na-CMC sebagai penstabil,
emulsi, pengental dan bahan pengikat. Penggunaan CMC-Na sebagai bahan
pengikat dikarenakan bahan ini memiliki daya rekat yang kuat, bersifat non toksik,
dan non iritan, mudah diperoleh serta relatif murah. Terakhir digunakan aquadest
sebagai pelarut. Digunakan metilparaben sebagai pengawet, karena keamanan serta
aktifitasnya terhadap mikroba pada batas kadar yang ditentukan. Aquades adalah
pelarut yang sangat baik karena berbagai senyawa organik netral yang mempunyai
gugus fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton cepat larut.
Setelah sediaan berhasil dibuat, maka perlu pengemasan yang sesuai. Kegiatan
pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat jadi
yang dilaksanakan dibawah pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas,
keutuhan, dan kualitas produk jadi yang telah dikemas. Kegiatan pengemasan
dilaksanakan berdasarkan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan
pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk.

Adapun kemasan primer yang digunakan yaitu tube krim, dengan kemasan
tube ini, kontaminasi dengan udara atau polusi di sekitar bisa diminalisasi sehingga
tak mengganggu isi dari sediaan krim tersebut. Secara khusus kemasan tube adalah
kemasan yang memenuhi unsur kenyamanan (convenience), mudah dan gampang
digunakan serta praktis terutama untuk sediaan yang memiliki viskositas tinggi
yang digunakan untuk mengatur keluarnya sediaan dan mudah ditutup kembali.
Selain menggunakan kemasan primer, digunakan juga kemasan sekunder sebagai
lapisan kedua, kemasan tersebut tidak membungkus produk secara langsung tapi
membungkus kemasan primer. Kemasan sekunder memudahkan produk untuk
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, kemasan sekunder yang kami gunakan
yaitu kertas karton box obat.
DAFTAR PUSTAKA

[USDA] United State Departement of Agriculture. 2018. USDA National Nutrient


Database for Standart Reference.
www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/search/
Arlorio, M., Coisson, J.D., Travaglia, F., Varsaldi, F., Miglio, G., Lombardi, G.,
& Martelli, A. 2005. Antioxidant and Biological Activity of Pigments
from Theobroma cacao Hulls Extracted with Supercritical
CO2.http://www.worldcocoafoundation.org/Library/Document/Arl
orioPhenolicAntioxidantsinCacaoHullsPhysiol ogy.pdf.
Cisowska, J., Dziedzinski, M., Symanowska, D., Szczepaniak, O., Byczkiewciz,
S., Telichowska, A., & Szulc, P. (2020). The Effects of Morus alba
L. Fortification on the Quality, Functional Properties and Sensory
Attributes of Bread Stored under Refrigerated Conditions.
Sustainability, 12(6691), 1–16.
Cui, H., Lu, T., Wang, M., Zou, X., Zhang, Y., & Yang, X. (2019). Flavonoids
from Morus alba L. Leaves: Optimization of Extraction by Response
Surface Methodology and Comprehensive Evaluation of Their
Antioxidant, Antimicrobial, and Inhibition of α –Amylase Activities
through Analytical Hierarchy Process. Molecules, 24(2398), 1–16.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia: Tanaman
Kakao 2013-2015. Jakarta: Kementerian Pertanian.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 32-33.
Figueira, A., Janick, J., & Bemiller, J.N. 1993. New Products from Theobroma
cacao. www.host.purdene.edu/newcrop/proc eeding1993/ html.
Hariyadi, B. W., M. Ali., dan N. Nurlina., 2017. Damage Status Assessment Of
Agricultural Land As A Result Of Biomass Production In
Probolinggo Regency East Java. ADRI International Journal Of
Agriculture, 1(1).
Jurian, Y. V. 2016. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Daun Murbei
(Morus alba) Terhadap Escherichia coli [skripsi]. Universitas
Jember, Jember.
Karmawati E et al. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Bogor: Nitro.
Lai-Cheong, J. E., & McGrath, J. A. (2017). Structure and function of skin, hair
and nails. Medicine (United Kingdom), 45(6), 347–351.
https://doi.org/10.1016/j.mpmed.2017.03.004
Nur Mita. 2015. FORMULASI KRIM DARI KULIT BUAH KAKAO
(THEOBROMA CACAO L.) BERKHASIAT ANTIOKSIDAN. J.
Trop. Pharm. Chem. 2015. Vol 3. No. 1 p-ISSN: 2087-7099; e-ISSN:
2407-6090.
Orwa, et al. (2009). Mangifera Indica. Agroforestry Database 4.0.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. 6th Edition, Pharmaceutical Press, 506-509.
Salem, M., H. Ali., Y. Gohar, dan A.W. El-Sayed. 2013. Biologycal Activity of
Extract from Morus alba L., Albizzia Lebbeck (L.) Benth. And
Casuarina Gluacca Sieber Against The Growth of some Pathogenic
Bacteri. International Journal of Agricultural an Food Research.
2(1): 9- 22
Sanghi, S. B., & Mushtaq, S. (2017). Phytopharmacological Activity of Morus
Alba L. Extracts – A Review. Asian Journal of Pharmaceutical
Education and Research, 6(4), 10–19.
Singh N, Datta S, Dey A, Chowdhury AR, Abraham. 2015. J. Antimicrobial
activity and cytotoxicity of Theobroma cacao extracts. Der
Pharmcia Lettre. 2015;7(7):287 94.
Wahyudi, T dan Raharjo. 2008. Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga
Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 364 hal.
LAMPIRAN

1. Desain Kemasan Primer dan Sekunder


a. Kemasan Primer

b. Kemasan Sekunder
2. Informasi Sediaan

Anda mungkin juga menyukai