Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lulur adalah salah satu produk kosmetika yang sangat populer untuk

perawatan kesehatan dan kecantikan kulit. Butiran scrub lulur jika digosokkan

pada kulit akan mengangkat kotoran dan sel kulit mati. (Hari,2015)

menyatakan bahwa lulur berfungsi untuk mengangkat kotoran dan sel kulit

mati yang tidak terangkat sempurna oleh sabun dan memberikan kelembaban

serta mengembalikan kelembutan kulit, seperti kelenjar rambut dan keringat,

untuk mendapatkan efek maksimal lulur digunakan selama 30 menit pada kulit

tubuh agar dapat meresap dengan baik kedalam kulit. Terdapat dua jenis lulur

yang beredar di pasaran saat ini yaitu lulur tradisional dan moderen. Lulur

tradisional biasanya berbahan dasar rempah dan tepung dimana umumnya

digunakan tepung beras. Lulur moderen berbahan butiran scrub dan bahan

alami lainnya yang ditambahkan lotion pelembab dan emolient. Bahan rempah

atau tumbuhan lainnya dalam lulur merupakan sumber antioksidan yang

berfungsi memelihara kesehatan dan kecantikan kulit. Bahan sumber

antioksidan dan nutrisi bagi kulit dapat diperoleh dari rumput laut sehingga

dapat menggantikan penggunaan bahan rempah atau tumbuhan lainnya pada

proses pembuatan lulur.

Rumput laut banyak ditemui di wilayah Indonesia, daerah

penghasil rumput laut di Indonesia diantaranya adalah Nusa Tenggara Barat


2

(NTB), Nusa Tenggara Timur, Bali, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Salah

satu jenis rumput laut yang dapat digunakan dalam pembuatan lulur adalah

Euchema cottonii. Eucheuma cottoni merupakan jenis rumput laut alga merah

(Rhodophyceae) yang mudah didapatkan dan ketersediaannya sepanjang

tahun. Euchema cottonii memiliki kandungan fitokimia yang sangat baik bagi

perawatan kesehatan dan kecantikan kulit. Kandungan fitokimia Euchema

cottonii yaitu flavonoid, fenol hidrokuinon, triterpenoid, tannin dan saponin.

Penggunaan antioksidan yang banyak dalam kosmetik seperti lulur

dapat mencegah penuaan dini pada kulit (Nur Alifa.,dkk). Salah satu senyawa

yang berperan sebagai antioksidan dari rumput laut yaitu senyawa fenolik.

Senyawa ini merupakan kelompok senyawa terbesar yang berperan sebagai

antioksidan alami pada tumbuhan dan juga banyak terdapat pada hampir

semua jenis rumput laut (Rafaela E.M Loho., dkk).

Hasil penelitian pembuatan lulur dengan kandungan aktif rumput laut

sebagai antioksidan serta dikombinasikan dengan garam sebagai pengangkat

sel kulit mati dapat menjaga kestabilan kulit, dan juga menjadi suattu produk

dengan nilai jual yang lebih tinggi serta dapat menjadi pemasok untuk spa

khusunya lulur di teliti oleh N.P.A.D. Wijayanti1.,dkk

1.2 Tujuan

1. Mengetahui formulasi terbaik lulur rumput laut kombinasi tepung beras.

2. Mengetahui uji organoleptik dan karakteristik mutu lulur rumput laut

kombinasi tepung beras.


3

1.3. Manfaat

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

mahasiswa dan sumber informasi bagi masyarakat tentang presentasi dari

karagenan yang tepat untuk diterapkan sehingga menghasilkan lulur

tradisional dengan karakteristik yang lebih baik serta dapat dijadikan sebagai

referensi untuk penelitian selanjutnya.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Menurut Doty (1985), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis

rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus

alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-

karaginan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii

(Doty, 1985). Eucheuma salah satu genus dari kelompok rumput laut merah

yang merupakan genera dari Famili Solieracea. Klasifikasi Eucheuma

menurut Doty (1985) adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Eucheuma cottonii Doty


Sumber: Anggadiredjo(2006).

Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma sp.
5

Rumput laut eucheuma cottoni memiliki ciri-ciri yaitu thallus silindir

percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus

(tonjolan-tonjolan),berwarna coklat kemerahan, cartilageneus (menyerupai

tulang rawanatau muda), percabangan bersifat alternates (berseling), tidak

teratur serta dapatbersifat dichotomus (percabangan dua-dua) atau

trichotomus (sistem percabangantiga-tiga). Rumput laut Eucheuma cottonii

memerlukan sinar matahari untukproses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput

laut jenis ini hanya mungkin dapat hidup pada lapisan fotik, yaitu pada

kedalaman sejauh sinar matahari masihmampu mencapainya. Di alam, jenis

ini biasanya hidup berkumpul dalam satukomunitas atau koloni

(Anggadiredjo, 2006).

2.2. Kandungan Fitokimia (Eucheuma cottoni)

Eucheuma cottonii mengandung senyawa aktif sebagai berikut :

Tabel 1. Skrinning Fitokimia Eucheuma cottonii.

Senyawa Eucheuma cottoni Hasil Uji Positif


Flavonoid + Berwarna kuning/kuning
hijau
Fenol + Berwarna hijau/hijau biru
hidrokuinon
Triterpenoid + Berwarna merah
Tanin - Berwarna merah tua
Saponin - Terbentuk Busa
Sumber : Fevita Maharany, 2017)

Untuk menentukan senyawa bioaktif pada Eucheuma cottonii

dilakukan analisis fitokimia. Flavonoid, fenol hidrokuinon, triterpenoid, tanin,

dan saponin merupakan senyawa yang akandianalisis secara fitokimia. Dari


6

Tabel 1. dapat dilihat hasil analisis senyawa fitokimia yang terkandung dalam

ekstrak Eucheuma cottonii yang dilakukan secara kualitatif terdeteksi positif

flavonoid, fenol hidrokuinon dan triterpenoid (Haryani TS, 2014).

Flavonoid merupakan salah satu polifenol, memiliki peran besar dalam

aktivitas tirosinase karena mengandung gugus fenol dan cincin pyren. Struktur

dari flavonoid secara prinsip sesuai sebagai substra tdan mampu berkompetisi

sehingga dapat menjadi penghambat tirosinase (Chang 2009).

Taninmerupakan senyawa aktif metabolit sekunderyang bermanfaat sebagai

astringen, antidiare, antibakteri dan juga antioksidan. Tanin juga diketahui

dapat melindungi kerusakan terhadap radikal bebas yang disebabkan oleh

sinar UV (Desmiaty et al. 2008;Svobodová 2003). penyusun dari rumput laut

merah E. cottonii. Yanuarti et al. (2017) melaporkan total fenolik ekstrak

metanol dan etil asetat E. cottonii masing-masing 141,00 mg GAE/g dan

134,33 mg GAE/g, sedangkan total flavonoid ekstrak metanol dan etil asetat

masing-masing 17,78 mg QE/g dan 35,18 mg QE/g. Merdekawati dan

Susanto (2009) melaporkan E. cottonii mengandung beberapa pigmen yang

dominan, antara lain klorofil a 74,920%, turunan klorofil 16,418%, xantofil

7,715% dan karoten 0,947%. Proses pembentukan melanin dapat direduksi

dengan mekanisme antioksidan. Beberapa penelitian tentang potensi E.

cottonii sebagai antioksidan telah dilaporkan. Nurjanah et al. (2015)

melaporkan nilai IC50 dari ekstrak metanol E. cottonii sebesar 105,04 ppm,

ketersediaan vitamin E sebesar 160,01 ppm. Maharany et al. (2017)

melaporkan kandungan vitamin E pada E. cottonii 158,07 ppm, nilai IC50


7

ekstrak methanol E. cottonii 106,021 ppm dan terdapat beberapa senyawa

fitokimia antara lain flavonoid, fenol hidrokuinon dan triterpenoid. Luthfiyana

et al. (2016) melaporkan pada sediaan bubur E. cottonii memiliki aktivitas

antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 127,23 ppm. Rumput laut

dikembangkan pada bidang kosmetika dengan memanfaatkan sifat fisiko-

kimiawi antara lain membentuk gel, kekentalan, mengikat air, dan mengikat

ion sehingga dapat mempertahankan kelembaban (Yunizal 2004).

2.3 Lulur

Lulur adalah sediaan kosmetik tradisional yang diresepkan dari turun-

tenurun yang digunakan untuk mengangkat sel kulit mati (Septiana

Indratmoko, 2017). Perawatan kulit tubuh seperti lulur digunakan untuk

tujuan memelihara dan merawat kehalusan kulit serta mencerahkan kulit agar

tidak kusam. Lulur biasanya digosokan dengan lembut dan rata pada kullit

tubuh. Proses luluran bisa diselingi dengan proses pemijatan menggunakan

minyak pijat. Manfaat lulur, selain mengangkat sel kulit mati juga akan

membuat tubuh makin rileks karena aliran darah semakin lancar, dan juga

membuat kulit tubuh menjadi halus, dan bersih (Arbaini, 2015).

Gambar 2. Lulur Bali Tangi spa.


8

Lulur adalah kosmetika yang digunakan untuk merawat dan

membersihkan kulit dari kotoran dan sel kulit mati (Indratmoko dan Widiarti,

2017). Lulur pada umumnya berbentuk sediaan cair maupun setengah padat

yang berupa emulsi untuk mengangkat kotoran sel kulit mati yang tidak

terangkat sempurna oleh sabun dan memberikan kelembaban serta

mengembalikan kelembutan kulit, seperti kelenjar rambut dan keringat (Hari,

Rostamailis, dan Astuti, 2015).

Luluran merupakan aktifitas menghilangkan kotoran, minyak, atau kulit

mati yang dilakukan dengan pijatan di seluruh badan (Fauzi dan Nurmalina,

2012 dalam Indratmoko dalam Widiarti 2017). Lulur atau body scrub juga

bertujuan untuk membuka pori-pori sehingga kulit menjadi lebih cerah dan

putih. Manfaat lain yang dapat diperoleh dari proses luluran adalah

mengencangkan kulit, menghilangkan penyakit kulit, menghilangkan bau

badan dan menenangkan syaraf dan pikiran (Putra, Parining, dan Yudhari,

2016). Lulur terbagi menjadi 2 jenis yaitu lulur tradisional dan lulur modern.

Lulur tradisional terbuat dari rempah-rempah dan tepung yang teksturnya kasar

yang digunakan dengan cara dioleskan dan digosok perlahan-lahan ke seluruh

tubuh untuk membersihkan badan dari kotoran serta mengangkat sel-sel kulit

mati pada tubuh sehingga kulit terlihat bersih dan butiran scrub yang

dilengkapi lotion yang rata-rata terbuat dari susu. Lulur modern menggunakan

campuran bahan alami yang berupa ekstrak agar lulur lebih tahan lama dan

penggunaannya dirancang lebih praktis sehingga mudah dalam penggunaannya

(Arbarini, 2015). Pada umur 40 tahun, produksi antioksidan dalam tubuh hanya
9

50% dan pada umur 60-70 tahun akan turun menjadi 5-10%, untuk itu

perawatan menggunakan antioksidan dari luar sangat dibutuhkan (Hernani dan

Mono Rahardjo, 2005 dalam Yumas, Ramlah, and Mamang 2015).

Antioksidan dari luar bisa didapatkan dari kosmetik perawatan berupa

pelembab maupun lulur perawatan tubuh. Lulur bila dikemas dalam bentuk

krim akan lebih praktisdigunakan dan apabila dalam krim, lulur tersebut

diberikan kandungan zat aktif yang dapat menutrisi kulit tentunya menjadi

kosmetik perawatan tubuh yang layak digunakan (Yumas dkk., 2015).

2.3.1. Standar Kualitas Lulur Komersial

Lulur merupakan bentuk sediaan cair maupun setengah padat

yang berupa emulsi untuk mengangkat kotoran sel kulit mati yang tidak

terangkat sempurna oleh sabun dan memberikan kelembaban serta

mengembalikan kelembutan kulit, seperti kelenjar rambut dan keringat,

untuk mendapatkan efek maksimal lulur digunakan selama 30 menit pada

kulit tubuh agar dapat meresap dengan baik kedalam kulit (Hari, 2015).

Kualitas lulur dapat dapat ditentukan berdasarkan parameter fisika dan

kimia. Parameter fisik diantaranya kadar air, kadar abu, viksositas, angka

lempeng total, pengkuran Ph dan antioksidan.

Kadar air adalah parameter yang penting dalam lulur. Kadar air

adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan

pemanasan. Setiap bahan bila di letakkan dalam udara terbuka kadar

airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembapan uadara di


10

sekitarnya. Kadar air bahan ini disebut kadar air seimbang. Penentuan

kadar air dalam bahan dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu

metode pengeringan (Thermogravimetri),metode destilasi, metode

khemis dll (Sudarmadji et al., 1989). Metode pengeringan atau metode

oven biasa merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan

air tersebut dengan menggunakan energy panas.Prinsip dari metode oven

pengering adalah bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan

menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 1050c selama waktu

tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah

kadar air (Jung and Wells. 1997).

Kadar abu adalah salah satu parameter dalam lulur. Kadar abu

merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang

terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan

anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral.

Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu

tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan.

Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi

komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.

Produk perikanan memiliki kadar abu yang berbeda-beda.(Astuti, 2009).

Uji angka lempeng total adalah salah satu parameter yang sangat

penting dalam lulur. Angka lempeng total merupakan pengujian yang

dilakukan untuk menghitung jumlah bakteri yang terdapat dalam sediaan


11

yang diperiksa. Angka lempeng total dapat menggunakan dua metode

yaitu pour plate dan spread plate. Nilai angka 12 lempeng total yang telah

ditetapkan untuk sediaan lulur adalah 105. Sediaan lulur yang telah

memiliki angka lempeng total diatas 105 maka lulur sudah tidak layak

untuk pakai karena terlalu banyak mikroorganisme pathogen yang ada

pada sediaan (BPOM, 1994).

Pengukuran viskositas merupakan salah satu parameter penting

dalam produk lulur. Nilai viskositas berkaitan dengan kestabilan emulsi

suatu bahan, semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut

akan semakin stabil karena pergerakan partikel cenderung sulit dengan

semakin kentalnya suatu bahan (Yunilawati dkk, 2011). Berdasarkan

persyaratan SNI 16-4399-1996 tentang rentang viskositas sediaan krim

yang memenuhi persyaratan yaitu 2000-50000 cPs (SNI, 1996).

Pengukuran nilai pH formula krim dilakukan menggunakan pH

meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7.

Pengukuran dilakukan secara langsung dengan cara mencelupkan sensor

pH ke dalam krim lulur, kemudian dilihat perubahan skala pada pH

meter. Angka yang tertera pada skala pH meter merupakan nilai pH dari

formula krim. (Modifikasi Wardiyah, 2015).

Antioksidan merupakan senyawa pemberi electron (electron

donor) atau reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat

menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul

yang sangat reaktif (Hery Winarsi,2007).Antioksidan meredam radikal


12

bebas dengan memberikan satu atau lebih elektronnya pada radikal bebas

sehingga menjadi molekul normal kembali. Radikal bebas DPPH akan

ditangkap oleh senyawa flavonoid. Flavonoid akan dioksidasi oleh

radikal bebas DPPH menghasilkan bentuk radikal yang lebih stabil, yaitu

radikal dengan keaktifan rendah. Penelitian terhadap antioksidan ekstrak

lulur tradisional setelah dibentuk emulsi juga tetap harus dilakukan

terutama untuk mengetahui kosentrasi optimal dari eksrak yang

menghasilkan daya antioksidan maksimal (Nutrisia Aquariushinta Sayuti,

Indarto AS, Suhendriyo).

Tabel 2. Standar Mutu Lulur sesuai SNI 01-2891 tahun 1992

Parameter Nilai
Kadar Air 10,9170%
Kadar Abu 0,6900%
ALT <25 kol/gr
AKK 1 ×101 ko/gr
Viakositas 2000-5000 cP
Daya sebar 5-7 cm
Ph 4,5-8,0
Antioksidan
-Sangat aktif <50 ppm
-Aktif 50-100 ppm
-Sedang 101-251 ppm
- Lemah 250-500 ppm
Sumber: (Mariana dkk 2004) dan (Jun,et al.,2006)

2.3.2. Bahan Baku Lulur

Untuk membuat sebuah produk lulur diperlukan bahan baku dan

beberapa bahan tambahan diantaranya tepung beras sebagai bahan dasar,

sedangkan untuk bahan tambahan berupa kayu manis dan garam.


13

a. Tepung Beras

Bahan dasar pembuatan lulur yang biasa digunakan pada

kosmetik tradisional adalah tepung beras. Menurut Christina (2011)

tepung beras dapat meningkatkan produksi kolagen yang berfungsi

untuk meningkatkan elastisitas kulit. Kandungan yang terdapat pada

tepung beras adalah gamma oryzanol. Kandungan senyawa ini mampu

memperbaharui pembentukan pigmen melanin, sebagai anti oksidan

dan juga efektif menangkal sinar ultraviolet. Berdasarkan uji

laboratorium BPKI gamma oryzanol yang terkandung dalam tepung

beras sebanyak 0,14%. Menurut Emma Madjid (2011) Beras (Oriza

sativa) memiliki kandungan yang kaya akan protein, vitamin, mineral,

dan air. Pati yang terkandung dalam beras tersusun dari dua pola

karbohidrat yaitu amilosa (pati dengan struktur belum bercabang) dan

amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat

lengket).

b. Kayu Manis

Rismunandar (1995), tanaman Cinnamomum zeylanicum dan

C. Burmanni merupakan tanaman berumur panjang yang menghasilkan

kulit. Di Indonesia, kulit dari tanaman inilah yang disebut “kayu

manis”. Menurut Abdullah (1990) dalam penelitian Bakti Jos, dkk

(2011) menyatakan kayu manis merupakan salah satu tanaman yang

kulit batang, cabang, dan dahannya digunakan sebagai bahan rempah-

rempah dan merupakan salah satu komodiatas ekspor Indonesia.


14

Rempah-rempah di Indonesia dimanfaatkan sebagai bumbu dapur.

Bumbu-bumbu ini biasanya diolah dengan cara dihancurkan terlebih

dahulu, dipotong keci-lkecil dan lain-lain. Seiring degan

perkembangan teknologi pengolahan bahan, berbagai jenis rempah

telah banyak mengalami perubahan bentuk karena melewati proses

pengolahan. Demikian pula kayu manis, sebagai salah satu tanaman

rempah kayu manis telah banyak disajikan dalam bentuk bubuk

(ground powder), minyak atsiri cassia vera, dan oleoresin (minyak

damar). Dengan ketiga hasil olahan tersebut kayu manis dapat

digunakan secara praktis bagi ibu rumah tangga maupun industri

makanan dan minuman. Kayu manis yang diolah dalam bentuk bubuk

masih memiliki sifat-sifat yang lengkap dari asalnya. Masih memiliki

rasa pedas, masih mengandung minyak atsiri maupun kandungan

bahan-bahan mineral maupun bahan kimia organik lainnya seperti

protein, karbohidrat, lemak, selulose dan lain sebagainya

(Rismunandar, 1995:87).

Kayu manis dalam penelitian sebagai bahan pewangi diolah

hingga berbentuk bubuk (ground powder) yang kemudian

dimanfaatkan sebagai bahan scrub pada lulur untuk membantu

mengangkat sel kulit mati pada kulit tangan dan kaki. Selain itu,

banyaknya senyawa antioksidan pada kayu manis dapat dimanfaatkan

untuk mencegah terjadinya penuaan dini pada kulit dan melindungi

kulit dari pengaruh buruk sinar ultraviolet. Aktivitas antibakteri dan


15

antijamur pada kayu manis juga sangat bermanfaat bagi kulit agar kulit

terhindar dari panu (Made Astawan 2016).

c. Garam

Bahan alami lain yang dapat digunakan sebagai penunjang

kesehatan dan kecantikan kulit adalah garam. Garam merupakan hasil

alam yang melimpah dan memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Selain

sebagai bumbu dasar yang digunakan dalam masakan untuk memenuhi

kebutuhan mineral dalam tubuh, garam juga bermanfaat untuk

perawatan kulit.

Sejak zaman dahulu, garam sudah digunakan dalam perawatan

kecantikan kulit, contohnya lumpur Laut Mati (Dead Sea) yang

digunakan oleh Ratu Cleopatra sebagai salah satu perawatan

kecantikannya (Alpert dan Faris, 2013). Jauh sebelum Cleopatra,

Aristoteles (304-322 SM) adalah orang pertama yang menemukan

nilai-nilai terapetik dan kegunaan air Laut Mati untuk kesehatan. Laut

Mati adalah laut terasin di dunia, air laut ini 10 kali lebih asin daripada

laut ataupun samudra lainnya. Semakin dalam lautnya salinitasnya

semakin tinggi. Kandungan garam dari Laut Mati sebesar 350 gram/L

sedangkan kandungan garam pada laut umunya adalah 40 gram/L, oleh

karena itu air dan lumpur dari Laut Mati dapat digunakan sebagai

rejuvenasi dan sebagai obat penyakit kulit seperti psoriasis, dermatitis

atopik dan gangguan kulit lainya (Riyaz dan Arakal, 2011). Khasiat

lain dari garam adalah membantu meningkatkan sirkulasi darah,


16

melembabkan dan meningkatkan fungsi sawar kulit (Riyaz dan Arakal,

2011). Garam juga dapat mengobati penyakit kulit dimana garam

merupakan bahan scrub atau penggosok yang baik untuk mengangkat

sel-sel kulit mati, juga mengeluarkan toksin dari kulit dan mengatasi

kulit yang kasar (Surtiningsih, 2005).


17

BAB III

METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam pembuatan lulur yaitu rumput laut

euchema cottoni , tepung beras, serbuk kayu manis dan garam dan air.

Rumput laut euchema cottoni diperoleh dari desa taman jaya SBB sedangkan

tepung beras, bubuk kayu manis dan garam dibeli dari Pasar Mardika dan

Supermarket Farmmarket.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan lulur rumput laut yaitu:

baskom, sendok, blender dan timbangan analitik. sedangkan peralatan untuk

analisa karakteristik lulur (kadar air, kadar abu, pH, daya sebar dan

antioksidan) meliputi: spatula,timbangan analitik, cawan porselin, desikator,

oven, pH meter, tanur, pipet mikro, vial dan spektrofotometri UV–Vis.

3.2 Metode

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dimana dilakukan

percobaan pembuatan lulur tradisional dilanjutkan dengan pengujian

organoleptik,analisa karakteristik mutu lulur: kadar air, kadar abu, pH, daya

sebar dan antioksidan terhadap lulur yang di hasilkan.


18

3.2.1 Perlakuan

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Perbandingan formulasi dalam 100 gram tepung rumput laut: tepung

beras: serbuk kayu manis: garam

A1. Rumput laut 90% : kayu manis 5% : garam 5%

A2. Rumput laut 70%:terpung beras 20%:kayu manis 5%:garam 5%

A3. Rumput laut 50%:tepung beras 40%:kayu manis 5%:garam 5%

A4. Rumput laut 30%:tepung beras 60%:kayu manis 5%:garam 5%

A5. Rumput laut 10%:tepung beras 80%:kayu manis 5%:garam 5%

3.2.2 Prosedur Kerja

a. Tahap preparasi bahan baku

Tahap preparasi bahan baku meliputi pencucian,

pengeringan dan tahap pembuatan tepung. Rumput laut eucheuma

cottoni dicuci bersih dengan air mengalir 1-2 kali dalam wadah

untuk menghilangkan kotoran. Kemudian rumput laut yang sudah

bersih ditiriskan dan dijemur hingga kering. Rumput laut yang

sudah kering di hancurkan dengan blender untuk memperoleh

tepung rumput laut.

b. Pembuatan lulur rumput laut

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan lulur

ditimbang dengan berat sesuai yang diinginkan. Tepung rumput


19

laut,tepung beras, serbuk kayu manis dan garam. Tepung rumput

laut 90%, kayu manis 5%, garam5%(A1), Tepung rumput laut

70%, tepung beras 20%, kayu manis 5%, garam 5%(A2), Tepung

rumput laut 50%, tepung beras 40%, kayu manis 5%, garam 5%

(A3), Tepung rumput laut 30%, tepung beras 60%, kayu manis 5%,

garam 5%(A4), Tepung rumput laut 10%, tepung beras 80%, kayu

manis 5%, garam 5%(A5). Bahan yang telah ditimbang masukaan

dalam 5 wadah kemudian campurkan. Bahan pertama yang

dimasukan adalah tepung beras setelah itu tepung rumput laut

serbuk kayu manis serta garam sesuai dengan formulasi (satu

perlakuan satu wadah). Kemudian dicampur dan diaduk merata

hingga homogen. Lulur siap dikemas dalam wadah/kemasan.

Proses pembuatan lulur dilakukan dengan 2 kali ulangan.

3.3 Pengujian Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan melibatkan 15 orang panelis Menurut

Kartika et al. (1998), uji organoleptik merupakan pengujian yang meminta

panelis mengemukakan responnya berupa suka atau tidaknya terhadap sifat

bahan yang diuji. Pengujian menggunakan score-sheet pengujian lulur sesuai

dengan SNI Nomor 01-2346 Tahun 2006.


20

3.4 Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

Cawan porselin kosong dikeringkan pada oven dengan suhu 105oC

selama 1 jam, kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator dan

ditimbang beratnya (A gram). Cawan yang telah ditimbang tersebut diisi

dengan sampel sebanyak 1 gram dan ditimbang beratnya (B gram). Cawan

yang sudah berisi sampel tersebut dimasukkan kembali ke dalam oven

bersuhu 105oC sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung berdasarkan

rumus:

B−C
% Kadar Air = × 100 %
B−A

Keterangan:

A : Berat cawan kosong (g)

B : Berat cawan dengan sampel sebelum dikeringkan (g)

C : Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

3.5 Analisa Kadar Abu

Kadar abu dilakukan secara gravimetri dengan membandingkan berat

sebelum dan setelah pembakaran. Sebanyak 1 gram sampel ditempatkan di

dalam cawan porselin, dipanaskan dalam oven pada suhu 105oc sampai

diperoleh massa konstan, sampel dalam cawan lalu dimasukkan ke dalam


21

tanur dan diabukan pada suhu 65oc selama 4 jam, lalu didinginkan dalam

desikator. Abu yang terbentuk ditimbang (SNI 1995).

Kadar abu dapat dihitung berdasarkan rumus:

w 1−w 2
Kadar Abu= ×100 %
w

Dimana:

w    = bobot sampel sebelum diabukan, dalam gram

w1  = bobot sampel + cawan sesudah diabukan,dalam gram

w2  = bobot cawan kosong, dalam gram.

3.6 Uji pH

Pemeriksaan pH menggunakan elektroda pH meter dicelupkan

kedalam lulur krim dan dibaca pH pada bagian monitor. Lulur krim pH

sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5 karena jika

lulur krim memilki pH yang terlalu basa maka dapat menyebabkan kulit

menjadi bersisik, dan sebaliknya jika pH terlalu asam mengakibatkan iritasi

kulit (Budiman, 2008).

3.7 Daya sebar

Penetuan dilakukan dengan perlakuan sampel krim dengan

mengambil 0,5 g sediaan lulur krim yang diletakkan dipusat antara lempeng

gelas, dimana lempeng sebelah atas dalam interval waktu tertentu dibebani

anak timbangan diatasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan

meningkatkan beban merupakan karakteristik daya sebar.


22

3.8 Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH (Pratiwi et al., 2010)

Untuk penentuan aktivitas antioksidan, masing-masing sampel dengan

berbagai konsentrasi di pipet sebanyak 0,2 mL dengan pipet mikro dan

masukan ke dalam vial, kemudian tambahkan 3,8 mL larutan DPPH 50 µM.

Kocok campuran hingga homogen dan dibiarkan selama 30 menit ditempat

gelap, ukur serapannya dengan spektrofotometri UV–Vis pada panjang

gelombang maksimum DPPH. Aktivitas antioksidan sampel oleh besarnya

hambatan serapan radikal DPPH dapat diketahui melalui perhitungan

persentase inhibisi serapan DPPH dengan menggunakan rumus :

|blanko|−|sampel|
%Inhibasi= × 100 %
|blanko|

Keterangan:

Abs blanko = Nilai Absorbansi DPPH 50µM

Abs sampel = Nilai Absorbansi Sampel Uji

Aktivitas antioksidan ditentukan dengan menggunakan nilai IC50

(Inhibition Concentration 50%). IC50 adalah bilangan yang menunjukkan

konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas suatu radikal sebesar

50%. Nilai IC50 masing-masing konsentrasi sampel dihitung dengan

menggunakan rumus persamaan regresi linier, yang menyatakan hubungan

antara konsentrasi fraksi antioksidan yang dinyatakan sebagai sumbu x dengan

% inhibisi yang dinyatakan sebagai sumbu y dari seri replikasi pengukuran.


23

DAFTAR PUSTAKA

Anggarediredjo, J.T., 2006, Rumput Laut, Penebar Swadaya, Jakarta.


Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat.
Penerjemah: Farida Ibrahim. Jakarta: UI-Press. Halaman 158-164, 357-
389.
Arbarini, A. 2015. “Pengaruh Penambahan Ekstrak Rimpang Kencur Pada
Tepung Beras Terhadap Sifak Fisik Kosmetik Lulur Tradisional”, 4, pp, 9-
15.
Arbarini, A. 2015. Beras terhadap Sifat Fisik Kosmetik Lulur Tradisional, 4,9-
15.
Astawan, Made. (2016). Sehat dengan Rempah dan Bumbu Dapur. Jakarta :
Kompas
Astuti, 2011. Petunjuk Praktikum Analisis Bahan Biologi. Yogyakarta : Jurdik
Biologi FMIPA UNY.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), 1994. “Persyaratan Cemaran
Mikroba Pada Kosmetika Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.
Budirman, Muhammad Haqqi. Uji Stabilitas dan Aktivitas Antioksidan Sediaan
Krim yang Mengandung Serbuk Ekstrak Tomat (Solanum lycopersicum
L.). 2008.
Chang TS. 2009. An update review of tyrosinase inhibitors. International Journal
of Molecular Science. 10: 2440-2473
Christina, Andika. 2011. Khasiat Beras Untuk Memutihkan Kulit.
http://female.kompas.com/read2011/10/10/10
0540/khasiat.beras.untuk.memutihkan.kulit diakses pada 18 juni 2016
Desmiaty Y, Alatas F. 2008. Determination of quercetin in Hibiscus sabdariffa L.
calyces by high-performance liquid chromatography (HPLC). Priceeding
of The International Seminar on Chemistry. P: 385-388
Doty M.S. 1985. Eucheuma Farming for Caragenan-sea grant advisory report.
Nee Jersey : Prentice-Hall.
Ensminger, AH. 1994. Foods dan Nutrition Encyclopedia. 2nd Edition. Boca
raton: CRC Press. Hal: 349-350
Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid.Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan.
[skripis]. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Fauzi, A. R., dan R. Nurmalina. 2012. Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta :
Gramedia.
Hari, S. N., Rostamilis, dan M. Astuti, 2015. Pengaruh Penggunaan Lulur Zaitun
terhadap Perawatan Kulit Tubuh, 8.
Hari, S.N. 2015. “Pengaruh Penggunaan Lulur Zaitun Terhadap Perawatan Kulit
Tubuh”.
Haryani TS, S. B. (2014). Efektivitas ekstrak Padina australis sebagai antibakteri
Eschericia coli.Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas V.
24

Hery Winarsi. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta:


Kanisius. Hal. 189-190.
Indratmoko, S., dan M. Widiarti. 2017. Formulasi dan Uji Sifat Fisik Lulur
Serbuk Kulit Buah Manggis (Garcinia manggostana Linn) dan Serbuk
Kopi (Coffea Arabica Linn) untuk Perawatan Tubuh, X(1), 18-23.
Jun M, Fu HY, Hong J, Wang X,Yang CS, Ho CT, 2006, Comparison of
antioxidant activities of isoflavones from kudzu root (Pueraria lobate
ohwi). J of Food Science. 2006; 2117- 22.
Jung, H.C. dan W.W.Wells,1997. Spontaneous Conversion of L-Dehydroascorbic
Acid to L-Ascorbic Acid and L-Erythroascorbic Acid. Biocheemistry and
Biophysic.article. 355:9-14
Maharany F, Nurjanah, Suwandi R, Anwar E, Hidayat T.2017. Kandungan
senyawa bioaktif rumput laut Padina australis dan Eucheuma cottoni
sebagai bahan baku krim tabir surya. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 20(1): 10-17.
Majid, Emma. 2011. Kecantikan, Kosmetika, dan Estetika. Jakarta,PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
Nurjanah, Nurilmala M, Anwar E, Luthfiyana N, Hidayat T. 2015. Identification
of bioactive compounds seaweed Sargassum sp. And Eucheuma cottoni as
a raw sunscreen cream. Pakistan Journal of Nutrition. Inpress.
Paramuditha, N. 2016. “Uji Stabilitas Fisik Lulur Krim Dari Ampas Kelapa
(cococ nucifera L.) dengan Menggunakan Emulgator dan Nonionik.
Pratiwi P., M. Suzery, B. Cahyono. 2010. Total Fenolat Dan Flavonoid Dari
Ekstrak Dan Fraksi Daun Kumis Kucing (Orthoshipon stamineus B.) Jawa
Tengah Serta Aktivitas Antioksidannya, Jurnal Sains & Matematika, 18
(4) : 140-148.
Putra, A. A. M., N. Parining, dan I. D. A. S. Yudhari. 2016. Bauran Pemasaran
Lulur di UD. Sekar Jagat Denpasar, 5(1), 1-8.
Rismunandar. 1995. Kayu Manis. Jakarta. Penebar swadaya
Riyaz N, Arakkal FR. 2011, Spa therapy in dermatology. Indian J Dermatol
Venereol Leprol. Vol.77 Pp. 128-134.
Septiana Indratmoko, M. W. 2017. “ Formulasi Dan Uji Sifat Fisik Lulur Serbuk
Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn) Dan Serbuk Kopi (Coffe
Arabica Linn) Untuk Perawatan Tubuh Formulation”, X(1),Pp,18-23
SNI 16-4399-1996. Sediaan Tabir Surya. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Wardiyah Sry, 2015. Perbandingan sifat fisik sediaan krim,gel, dan salep yang
mengandung Etil P-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur
(Kaemferia galangalinn).[skripsi]. Jakarta (ID): UIN Syarif Hidayatullah.
Yanuarti R, Nurjanah, Anwar E, Hidayat T. 2017. Profil fenolik dan aktivitas
antioksidan dari ekstrak rumput laut Turbinaria conoides dan Eucheuma
cottoni. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.20(2): 230-237.
Yumas, M., S. Ramlah, dan Mamang. 2015. Formulasi lulur krim dari bubuk
kakao non fermentasi dan efek terhadap kulit, 6, 63–72.
Yunizal. 2004. Teknologi Pengoalahan Alginat. Jakarta (ID): Pusat Riset
Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Anda mungkin juga menyukai