Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Di Era modern ini, masyarakat menyadari akan kebutuhan penggunaan


kosmetik pada kulit sebagai pelindung dari sengatan sinar matahari. Selain
sebagai sumber kehidupan, sinar matahari juga memiliki kerugian terutama
pada kulit manusia yaitu sinar ultraviolet (UV) yang terdapat dalam sinar
matahari memiliki dampak yang berbahaya pada kulit. Apabila kulit terkena
paparan sinar matahari secara berlebihan maka akan menimbulkan efek seperti
kulit terbakar bahkan kanker kulit. Salah satu upaya yang dapat digunakan
untuk mencegah bahaya yang ditimbulkan oleh sinar matahari adalah dengan
penggunaan tabir surya. Penggunaan tabir surya setiap hari dapat menurunkan
probabilitas terjadinya kanker kulit (Green et al., 1999). Penelitian tentang
usaha pencegahan dan pengurangan dampak negatif dari sinar matahari
terhadap kulit semakin meningkat, diantaranya dengan penggunaan kosmetik
tabir surya (sunscreen) (Garoli et al., 2009). Kemampuan menahan sinar
ultraviolet dalam tabir surya dinilai dalam faktor proteksi sinar yaitu
perbandingan antara waktu yang diperlukan untuk menimbulkan erythema
pada kulit yang diolesi oleh tabir surya dengan yang tidak diolesi
(Wasitaatmadja, 1997). SPF atau sun protecting factor, didefinisikan sebagai
jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose
(MED) pada kulit yang dilindungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan jumlah
energi yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang tidak diberikan
perlindungan. MED didefinisikan sebagai jangka waktu terendah atau dosis
radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya erythema
(Wood & Murphy, 2000).

Salah satu bahan alam yang diduga memiliki nilai SPF adalah beras merah
(Oryza glaberrima Steud.) yang telah diteliti aktivitasnya sebagai tabir surya.
Beras merah memiliki nilai persentase transmisi eritema dan pigmentasi <1%

1
sehingga dikategorikan sebagai sunblock yaitu substansi kimia yang dapat
menyerap hampir semua radiasi UV A dan UV B (La suda, 2013). Salah satu
senyawa penting dalam tabir surya yaitu antioksidan yang diketahui dapat
mencegah dan menghambat terbentuknya radikal bebas. Senyawa yang
berfungsi sebagai antioksidan pada beras merah adalah kandungan antosianin,
yaitu senyawa fenolik yang masuk kelompok flavonoid yang berperan penting
baik bagi tanaman itu sendiri maupun bagi kesehatan manusia. Kandungan
antosianin pada setiap gram padi beras merah masih sangat beragam dan
berkisar antara 0,34 – 93,5 µg (Damanhuri; 2005; Herani dan Rahardjo, 2005).
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang ada adalah apakah ekstrak
beras merah memiliki nilai SPF yang dapat dimanfaatkan sebagai sunscreen /
tabir surya. Untuk itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui nilai SPF yang
terkandung dalam ekstrak beras merah dengan menggunakan metode
Spektrofotometri UV-Vis secara in vitro.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dibuat rumusan masalah
seperti berikut :
1. Apakah ekstrak etanol beras merah memiliki potensi sebagai tabir surya ?
2. Berapa nilai SPF pada ekstrak etanol beras merah yang ditentukan secara
in vitro menggunakan spektrofotometri UV-Vis ?
3. Berapakan kandungan total fenolik pada ekstrak etanol beras merah ?
4. Adakah hubungan antara kandunga total fenolik dengan nilai SPF pada
ekstrak etanol beras merah

2
C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Mengetahui potensi ekstrak etanol beras merah sebagai bahan tabir surya.
2. Mendapatkan nilai SPF dari ekstrak etanol beras merah secara in vitro
menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
3. Menghasilkan kandungan total fenolik ekstrak etanol beras merah.
4. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara kandungan total fenolik dengan
nilai SPF pada ekstrak etanol beras merah.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai SPF


dan kandungan total fenolik serta untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara kandungan total fenolik dengan nilai SPF yang terkandung
pada ekstrak etanol beras merah.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu


Pada penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Suhariani
pada tahun 2013. Ekstrak etanol beras merah diukur serapannya dengan
spektrofotometri UV-Vis untuk menilai efektifitas tabir surya dengan nilai
%Te dan %Tp. Persamaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu
menggunakan etanol 96% sebagai pelarutnya dan menggunakan alat
spektrofotometri Uv-Vis. Pada penelitian ini penentuan efektifitas tabir
surya yang dilakukan dengan menentukan nilai SPF dan kadar total
fenolik. Pada Beras merah aleuronnya mengandung gen yang diduga
memproduksi senyawa antosianin atau senyawa lain sehingga
menyebabkan adanya warna merah atau ungu (Adzkiya, 2011). Menurut
Sompong et al (2011) melaporkan bahwa beras merah memiliki
kandungan antosianin yang tinggi.
B. Landasan Teori
1. Beras Merah
a. Klasifikasi Tanaman (Suardi, 2005)
Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Commenlinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Oryza

Species : Oryza glaberrima Steud.

4
Gambar 2.1 Beras merah

b. Anatomi Beras

Beras merupakan hasil proses pasca


panen dari tanaman padi yaitu setelah tangkai
dan kulit malainya dilepaskan dan digiling atau
ditumbuk. Pada saat panen, akan diperoleh biji padi atau gabah yang
tersusun atas dua komponen utama yaitu kariopsis padi (bagian yang dapat
dimakan) dan kulit pembungkus (kulit gabah atau sekam). Beras
merupakan bahan pangan biji-bijian yang berasal dari hasil penyosokan
setelah gabah terpisah dari sekamnya. Beras terdiri dari butir biji
(endosperm) dan lembaga (embrio). Endosperm terdiri atas sub lapisan
aleuron dan pati, sedangkan embrio terdiri atas scetcelum, plumule,
radical dan spiblast (Damardjati dan Purwani ,1991).

c. Kandungan Kimia

Beras merah merupakan beras dengan warna merah dikarenakan


aleuronnya mengandung gen yang diduga memproduksi senyawa
antosianin atau senyawa lain sehingga menyebabkan adanya warna merah
atau ungu. Kadar karbohidrat tetap merupakan komposisi terbesar, protein
dan lemak merupakan komposisi kedua dan ketiga terbesar pada beras.
Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil
pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Pati berkisar antara 85-90% dari
berat kering beras. Protein beras terdiri dari 5% fraksi albumin, 10%
globulin, 5% prolamin, dan 80% glutein. Kandungan lemak berkisar antara
0,3-0,6 % pada beras kering giling dan 2,4-3,9% pada beras pecah kulit
(Adzkiya, 2011).
Kulit ari beras merah kaya akan serat, minyak alami dan lemak
esensial. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa beras merah dapat
menjadi sumber antioksidan yang baik bagi kesehatan. Antioksidan yang
dihasilkan beras merah berasal dari pigmen antosianin. Warna merah pada
padi gogo beras merah, yang terbentuk dari pigmen antosianin, tidak hanya

5
terdapat pada kulit beras, tetapi juga terdapat pada seluruh bagian beras,
seperti pada Oryza glaberima dan pada ubi jalar ungu. Pigmen antosianin
ini berperan sebagai senyawa antioksidan dalam mencegah dan mengobati
beberapa penyakit seperti kanker, diabetes, hipertensi, kolesterol dan
jantung koroner. Selain itu, nilai jual beras merah lebih tinggi jika
dibandingkan dengan beras biasa, sehingga dapat menambah pendapatan
petani (Santika dan Rozakurniati, 2010).

1. Fenol
Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih
gugus hidroksil yang terikat langsung dengan cincin aromatik (Gambar
2.2)

Gambar 2.2 Struktur senyawa fenol (Vermerris dan Nicholson, 2006)

Beras merah mengandung senyawa fenolik. Senyawa fenolik


memiliki spektrum atau jenis yang sangat banyak, mulai dari senyawa
fenolik sederhana hingga yang senyawa komplek yang berikatan
dengan gugus glukosa sebagai glikon. Salah satu kelompok senyawa
fenolik yang memiliki manfaat sebagai antioksidan adalah kelompok
senyawa flavonoid. Kelompok senyawa ini dibagi menjadi beberapa
golongan di antaranya flavone, flavon-3-ol, flavonone, flavan-3-ol dan
antocyanidin (Adzkiya, 2011)

2. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang
paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid

6
termasuk dalam golongan senyawa fenolik dengan struktur C6-C3-C6
(Redha, 2010). Struktur flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur flavonoid (Redha, 2010)

Kelompok senyawa flavonoid seperti antosianin (bentuk glikon dari


antosianidin) merupakan salah satu kelompok bahan alam pada
tumbuhan yang berperan sebagai antioksidan, antimikroba,
fotoreseptor, visual attractors, feeding repellant, antialergi, antiviral
dan anti inflamatory. Senyawa inilah yang diduga bertanggung jawab
sebagai zat yang memberikan warna pada beras merah. Beras merah
kaya akan metabolit sekunder terutama asam fenolat dan quinoline
alkaloid, dan juga mengandung tokol (tokoferol dan tokotrienol).
Beragamnya senyawa atau kelompok senyawa hasil metabolit sekunder
diyakini memiliki berbagai macam fungsi yang menguntungkan bagi
kesehatan diantaranya efek psikologis, pertahanan terhadap
sitotoksisitas, aktivitas antineurogeneratif, inhibisi glikogen
phosporilase dan aktivitas antioksidatif (Adzkiya, 2011).
3. Antosianin
Beras merah adalah beras yang mengandung gen yang
memproduksi antosianin yang termasuk golongan senyawa flavonoid.
Pigmen ini berperan terhadap timbulnya warna merah atau ungu hingga
biru pada beberapa bunga, buah dan daun (Andersen dan Bernard,
2001).
Warna merah pada beras terbentuk dari pigmen antosianin yang
tidak hanya terdapat pada perikarp dan tegmen, tetapi juga bisa di setiap

7
bagian gabah, bahkan pada kelopak daun. Nutrisi beras merah sebagian
terletak di lapisan kulit luar (aleuron) yang mudah terkelupas pada saat
penggilingan. Jika butiran dipenuhi oleh pigmen antosianin maka warna
merah pada beras tidak akan hilang (Suardi, 2005). Antosianin adalah
zat warna alami yang bersifat sebagai antioksidan yang terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan. Lebih dari 300 struktur antosianin yang ditemukan
telah diidentifikasi secara alami (Wrolstad, 2001). Antosianin adalah
pigmen dari kelompok flavonoid yang larut dalam air, berwarna merah
sampai biru dan tersebar luas pada tanaman (Jawi S. dan Sutirtayasa,
2007).

2. Kulit
Kulit merupakan lapisan yang melindungi tubuh terhadap pengaruh
lingkungan luar. Kulit disebut juga integumen atau kutis yang tumbuh dari 2
macam jaringan yaitu jaringan epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis
dan jaringan pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit
dalam). Kulit mempunyai susunan serabut syaraf yang teranyam secara
halus berguna untuk merasakan sentuhan atau sebagai alat raba dan
merupakan indikator untuk memperoleh kesan umum dengan melihat
perubahan pada kulit (Syaifuddin, 2009).
a. Lapisan kulit
1) Epidermis
Lapisan kulit yang paling luar disebut dengan epidermis. Lapisan
epidermis memiliki ketebalan yang berbeda-beda pada berbagai
bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter misalnya ada
pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran
0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut
(Tranggono & Latifah, 2007). Epidermis terbagi menjadi beberapa,
yaitu :
a) Stratum corneum (lapisan tanduk)
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling atas dan terdiri atas
beberapa lapis sel pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami

8
metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air.
Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin (protein yang tidak
larut dalam air) dan sangat resisten terhadap bahan kimia. Secara
alami, sel-sel yang mati di permukaan kulit akan melepaskan diri
untuk beregenerasi. Permukaan lapisan ini dilapisi oleh lapisan
pelindung lembab tipis bersifat asam disebut mantel asam kulit
(Tranggono & Latifah, 2007).
b) Stratum lusidum (stratum lucidum)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapisan sel yang sangat gepeng
dan bening. Membran yang membatasi sel-sel tersebut sulit terlihat
sehingga lapisannya secara keseluruhan seperti kesatuan yang
bening. Lapisan ini ditemukan pada daerah tubuh yang berkulit
tebal (Syaifuddin, 2009). Lapisan ini terletak di bawah stratum
corneum. Antara stratum licuidum dan stratum granulosum
terdapat lapisan keratin tipis yang disebut rein’s barrier (Szakall)
yang tidak bisa ditembus (impermeable) (Tranggono & Latifah,
2007)
c) Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)
Lapisan ini tersusun atas sel-sel keratinosit berbentuk poligonal,
berbuir kasar, berinti mengkerut. Dalam butir keratohyalin tersebut
terdapat bahan logam, khususnya tembaga, sebagai katalisator
proses pertandukan kulit.
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel didalamnya.
Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Stratum granulosum
juga tampak jelas ditelapak tangan dan kaki (Wasitaatmadja, 1997)

d) Stratum spinosum
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel berbentuk kubus dan
poligonal, inti terdapat ditengah dan sitoplasmanya berisi berkas-
berkas serat yang terpaut pada desmosom (jembatan sel). Seluruh
sel terikat rapat lewat serat-serat tersebut sehingga secara

9
keseluruhan lapisan sel-selnya berduri. Lapisan ini untuk menahan
gesekan dan tekanan dari luar, tebal dan terdapat di daerah tubuh
yang banyak bersentuhan atau menahan beban dan tekanan seperti
tumit dan pangkal telapak kaki (Syaifuddin, 2009).
e) Stratum malpigi
Unsur-unsur lapis taju yang mempunyai susunan kimia yang
khas. Inti bagian basal lapis taju mengandung kolesterol dan asam-
asam amino. Stratum malpigi merupakan lapisan terdalam dari
epidermis yang berbatasan dengan dermis di bawahnya dan terdiri
atas selapis sel berbentuk kubus (batang) (Syaifuddin, 2009).
f) Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis)
Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Di
dalamnya terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel yang tidak
mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen
dan melalui dendrit-dendrit diberikan kepada sel-sel keratinosit.
Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit dan disebut dengan
unit melanin epidermal (Tranggono & Latifah,2007)

2) Dermis
Bagian ini terdiri dari serabut kolagen dan elastin, yang berada
dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
mukopolisakarida. Serabut kolagen mencapai 72% dari keseluruhan
berat kulit manusia tanpa lemak. Di dalam dermis terdapat adneksa
folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat,
kelenjar sebasea, otot penrgak rambut, ujung pembuluh darah dan
ujung syaraf , juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan
lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono & Latifah,
2007).
3) Lapisan subkutan
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang
terdiri atas jaringan pengikat longgar, komponennya serat longgar,
elastis dan sel lemak. Sel-sel kemak membentuk jaringan lemak pada

10
lapisan adiposa yang terdapat susunan lapisan subkutan untuk
menentukan mobilitas kulit diatasnya, bila terdapat lobulus lemak
yang merata, hipodermis membentuk bantal lemak yang disebut
pannikulus adiposa. Pada daerah perut, lapisan ini dapat mencapai
ketebalan 3 cm. Pada kelopak mata, penis dan skortum, lapisan
subkutan tidak mengandung lemak. Dalam lapisan hipodermis
terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, dan anyaman
syaraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit bawah dermis.
Lapisan ini mempunyai ketebalan variasi dan mengikat kulit secara
longgar terhadap jaringan dibawahnya (Syaifuddin, 2009).

3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Metode ekstraksi yang tepat ditentukan oleh tekstur kandungan air bahan-
bahan yang akan diekstrak dan senyawa-senyawa yang akan diisolasi
(Harborne, 1996). Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia
dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan
lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan
serta stabilitas tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan
derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempemudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang
tepat (Depkes RI, 2000). Hasil dari ekstraksi adalah ekstrak, yang
merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau
serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Proses ekstraksi dibagi menjadi beberapa metode, yaitu :
1) Cara dingin
a. Maserasi

11
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya
perubahan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang
diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustic axtraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruang. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI,2000).
2) Cara panas (Depkes RI,2000)
a. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi denggan pelarut pada temperur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukanpengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk
proses ekstraksi sempurna.
b. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinyu dengan umlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (pengadukan kontinyu) dengan
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50˚C.
d. Infusa

12
Infusa adalh ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penngas air
mendidih, temperatur terukur 90-98˚C selama waktu tertentu (15-20
menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit)
dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI,2000).

4. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Visibel merupakan teknik spektroskopik yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-360
nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan instrumen spektrofotometer.
Distribusi elektron di dalam suatu senyawa organik secara umum yang
dikenal sebagai orbital elektron pi (π), sigma (α) dan elektron tidak
berpasangan (n). Apabila pada molekul dikenakan radiasi elektromagnetik
UV atau Visibel maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat yang lebih
tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron anti bonding (Ditjen
POM,1979). Penerapan spektrofotometri UV-Vis pada senyawa organik
didasarkan pada transisi n-π* ataupun π-π*. Transisi ini terjadi dalam daerah
spektrum sekitar 200 ke 700 nm yang digunakan dalam eksperimen dan
karenanya memerlukan gugus kromofor dalam molekul itu. Kromofor
merupakan gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam
daerah-daerah UV dan Visibel. Pada senyawa organik dikenal pula gugus
auksokrom yaitu gugus jenuh yang terikat pada kromofor. Terikatnya gugus
auksokrom pada kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan
intensitas serapan maksimum (Depkes RI, 1995)
Spektrum absorbansi Uv-Visibel absorbansi sangat berguna untuk
pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa
ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu
dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Pratama & Zulkarnain, 2015).
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh
larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.

A = a.b.c (1)

13
Keterangan :
A = absorbansi
a = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Absorptivitas molar merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung
pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan
sampel. Absorptivitas molar tergantung pada suhu, pelarut, struktur
molekul, dan panjang gelombang radiasi. Persyaratan berlakunya hukum
Lambert-Beer adalah sebagai berikut (Rohman, 2007):
1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
2. Penyerapan terjadi dalam satu volume yang mempunyai penampang luas
yang sama.
3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung
terhadap yang lain dalam larutan tersebut.
4. Tidak terjadi peristiwa fluorosensi atau fosforisensi.
5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

5. Sun Protecting Factor (SPF)


Efektifitas dari suatu sediaan tabir surya dapat ditunjukkan melalui 2
cara yaitu dengan penentuan nilai SPF, persentase transmisi eritema (%Te)
dan persentase transmisi pigmentasi (%Tp). SPF didefinisikan sebagai
jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose
(MED) pada kulit yang dilindungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan
jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang
diberikan perlindungan. Semakin besar nilai SPF, maka semakin besar
perlindungan yang diberikan oleh produk tabir surya tersebut (Wilkinson &
Moore, 1982). MED didefinisikan sebagai waktu jangka waktu terendah
atau dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya
eritema (Wolf, 2001).

Tabel 2.1 Keefektifan Sediaan Tabir Surya Berdasarkan Nilai SPF


No Nilai SPF Kategori Proteksi Tabir

14
Surya
1. 2-4 Proteksi minimal
2. 4-6 Proteksi sedang
3. 6-8 Proteksi ekstra
4. 8-15 Proteksi maksimal
5. ≥15 Proteksi ultra
sumber : Wilkinson & Moore, 1982

Pengujian aktivitas secara in vivo dapat dilakukan dengan cara


mengamati eritema akibat terkena paparan UV dan dibandingkan dengan
kontrol. Pengujian aktivitas serapan sinar UV secara in vitro dapat
dilakukan dengan teknik spektroskopi UV yang diukur pada panjang
gelombang ultraviolet 200-400 nm (Tahir et al., 2002). Metode
pengukuran nilai SPF secara in vitro secara umum terbagi dalam dua tipe,
yaitu :
a. Dengan mengukur serapan atau transmisi radiasi UV melalui
produk tabir surya pada plat kuarsa atau biomembran

Tabel 2.2. Keefektifan Sediaan Tabir Surya Berdasarkan %Te dan %Tp
Rentang sinar UV yang
Kategori Penilaian ditransmisi
%Te %Tp
Sunblock <1 3-40
Proteksi Ekstra 1-6 42-86
Suntan Standar 6-12 45-86
Fast Tanning 10-18 45-86
Sumber : Balsam, 1972

b. Dengan menentukan karakteristik serapan tabir surya


menggunakan analisis secara spektrofotometri larutan hasil
pengenceran dari tabir surya yang diuji (Fourneron et al., 1999).

Tabel 2.3 Normalisasi fungsi produk digunakan dalam perhitungan SPF.


Panjang gelombang (λnm) EE x I (Normalisasi)
290 0,0150
295 0,0817
300 0,2874
305 0,3278
310 0,1864
315 0,0839
320 0,0180
Total 1
Sumber :Sayre et al., (1979)

15
EE = spektrum efek eritema ; I = intensitas matahari spektrum

Metode penentuan SPF secara in vitro dengan spektrofotometri Uv-Vis


yang digunakan adalah seperti yang digunakan oleh Dutra et al.,2004
dengan persamaan matematika sebagai berikut:

320
SPFspektrofotometri¿ CF × ∑ EE ( λ ) x I ( λ ) x|(λ)| (2)
290

Keterangan:
CF = Faktor koreksi (= 10 )
EE = Spektrum efek eritema
I = Intensitas spektrum sinar
Abs = Absorbansi

6. Kandungan Total Fenolik

Kandungan total fenolik ditentukan dengan metode yang menggunakan


reagen Folin-Ciocalteu (FC). Reagen FC dibuat dengan campuran natrium
tungstat (Na2WO4.2H2O), natrium molibdat (Na2MoO4.2H2O), HCl, 85%
asam fosforik, dan Li2SO4.4H2O yang menghasilkan larutan berwarna
kuning yang jernih. Hasil pengukuran biasanya dinyatakan setara dengan
asam galat GAE atau Gallic Acid Equivalent. Asam galat digunakan karena
tidak mahal, larut dalam air, mudah terekristalisasi, kering, dan stabil dalam
bentuk kering (Singleton et al., 1999).
Reaksi kimia dari tungstat dan molibdat sangat rumit. Senyawa
isopolifosfotungstat dalam keadaan tidak berwarna apabila keenam valensi
(6+) logamnya teroksidasi sempurna dan komponen molibdenum analog
berwarna kuning. Kedua senyawa ini membentuk campuran
heteropolitungstat-molibdat. Campuran ini berada dalam larutan asam
dengan kompleks oktahedral terhidrasi dari oksidator logam terkoordinasi di
sekeliling fosfat pusat. Reduksi dari satu atau dua elektron akan
memunculkan senyawa biru seperti (PMoW11O40)-4. Pada prinsipnya,
penambahan elektron ke orbital yang tidak terikat akan mereduksi nominal
MoO+4 menjadi isostruktural MoO+3 (Singleton et al., 1999).

16
Struktur tungstat cenderung mudah direduksi, namun cukup transfer satu
elektron. Kondisi ketidakberadaan molibdenum membuat fosfotungstat
digunakan untuk menentukan fenol orto-dihidrat secara selektif tanpa
melibatkan monofenol atau meta-dihidrat. Molibdat cenderung mudah
direduksi menjadi senyawa biru yang dapat berupa Mo+6 atau Mo+5 yang
stabil. Puncak absorbsi berkisar pada kemurnian senyawa biru. Luasnya
puncak ini dan tidak adanya komponen dalam sampel biologi yang dapat
mengabsorbsi pada daerah ini membuat analisis dilakukan pada panjang
gelombang 760 nm. Warna biru yang terbentuk pada suhu ruang berasal dari
reaksi turunan fenolik yang terdata sebanyak 29 monofenol, 22 katekol, 11
pirogalol, 4 floroglusinol, 9 resorsinon, 9 para-hidrokuinol, 11 naftol, 6
antrasenes, 17 aglikon flavonoid, 9 glikosida, 5 hidroksikumarin, 7
aminofenol, dan 19 substansi nonfenolik (Singleton, 1999).

B. Kerangka Konsep

Ekstrak etanol beras merah memiliki kemampuan tabir surya bedasarkan

nilai %Te dan %Tp (La suda, 2013)

Divariasikan menjadi berbagai konsentrasi

17
100 ppm 200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm

Penentuan kandungan total Penentuan nilai SPF


fenolik, meliputi : dengan metode Dutra

 Pembuatan larutan stok asam


galat
 Penentuan konsentrasi reagen
Folin-Ciocalteu
 Pembuatan seri konsentrasi Diduga semakin tinggi
nilai SPF ekstrak beras
 Penentuan panjang gelombang
merah semakin tinggi
maksimum
kandungan total
 Penentuan kurva standar asam
fenoliknya
galat
 Penentuan kandungan total
fenolik

Gambar 2.4 Kerangka konseptual

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan rancangan penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis


eksperimental dimana peneliti menentukan nilai SPF (sun protecting factor)

18
dari ekstrak etanol beras merah yang divariasikan konsentrasinya secara in
vitro dengan metode spektrofotometri Uv-vis.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


1. Variabel Bebas : variasi konsentrasi ekstrak etanol beras merah
2. Variabel Tergantung : nilai SPF dan kandungan total fenolik yang
dihasilkan dari ekstrak etanol beras merah.
3. Variabel Terkendali : alat penelitian, berat sampel.

C. Definisi Variabel Operasional


1. Beras merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah padi beras merah
yang diperoleh dari desa Galuh Timur Bumiayu.
2. Ekstrak beras merah adalah hasil ekstraksi beras merah yang dibuat di
Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
3. Asam galat digunakan sebagai standar pembanding dalam penentuan kadar
total fenolik.
4. Spektrofotometri UV Vis adalah teknik analisis fisika-kimia yang
mengamati tentang interaksi atom atau molekul yang memakai sumber
radiasi elektromagnetik (REM) UV dekat (200 – 400 nm) dan sinar
tampak (400 – 750 nm) dengan menggunakan instrumen spektrofotometer.
5. Sun protecting factor (SPF ) merupakan suatu nilai yang dapat
menunjukkan efektifitas dari suatu sediaan tabir surya dalam ekstrak
etanol beras merah yang ditentukan secara in vitro dengan menggunakan
Spektrofotometri Uv-Vis dengan persamaan matematis (Dutra et al, 2004).

D. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2016 sampai Maret
2017. Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis dan
Biologi Farmasi UMP.

E. Alat dan Bahan

19
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blender, alat gelas (iwaki-
pyrex), alluminium foil, bejana, cawan porselin, batang pengaduk, kertas
whatman, sendok sungu, timbangan analitik (Shimadzu ATX224), pH meter
(Metrohm), corong buchner, vacuum (Rocker 600), sentrifuge (PLC-03),
stirrer (IKAR RW 20), rotary evaporator (IKAR RV 10) dan spektrofotometer
uv-vis (Shimadzu UV-1800).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Beras Merah, etanol
96% (PT. Brataco), reagen folin ceocalteu 50% (MERCK) , natrium karbonat
5% (MERCK), asam galat (SIGMA), metanol (PT. Brataco), HCl 37% dan
akuades (PT.Brataco).

F. Cara Penelitian
1. Pengambilan Bahan
Bahan yang digunakan yaitu beras merah yang didapatkan dari petani beras
merah di Galuh Timur, Bumiayu.
2. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di laboratorium lingkungan Fakultas
Biologi Universitas Jendral Soedirman.
3. Penyiapan Beras Merah
Beras Merah diserbuk kemudian diayak dengan ayakan no 40/60 agar
didapatkan serbuk yang lebih halus

4. Pembuatan Ekstrak
Serbuk Beras merah yang lolos ayakan 40/60 mesh ditimbang sebanyak
300 gram lalu dimaserasi dengan etanol 96% yang diasamkan dengan HCl
37% hingga pH 1,0 sebanyak 3000 ml (1:10). Beras merah dan pelarut
diaduk menggunakan stirrer dengan kecepatan 300 rpm selama 4 jam
kemudian didiamkan hingga 24 jam di tempat gelap dan dibungkus
aluminium foil. Setelah 24 jam, maserat disaring dengan corong buchner
untuk memisahkan filtrat dan ampas. Filtrat yang diperoleh dipekatkan

20
dalam rotary evaporator vakum pada suhu 30°C sehingga diperoleh ekstrak
kental (Maulida et al,2015).
5. Penentuan Kandungan Total Fenolik (Ratnayani et al, 2012)
a. Pembuatan larutan stok asam galat
Larutan stok asam galat dengan konsentrasi 1000 ppm, yang dibuat
dengan melarutkan 0,1 gram asam galat dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan akuades sampai tanda batas. kemudian diencerkan menjadi
konsentrasi 10 ppm, dibuat dengan mengambil 1 mL larutan stok dan
dimasukkan dalam labu ukur 100 mL lalu ditambahkan akuades sampai
tanda batas.
b. Penentuan konsentrasi Reagen Folin-Ciocalteu
Dibuat larutan folin-ciocalteu diawali dengan konsentrasi 0; 10; 25;
50; 75 dan 100%. Masing-masing larutan folin-ciocalteu tersebut diambil
0,8 mL dimasukkan kedalam labu takar 10 mL kemudian ditambahkan 1
mL asam galat 2,5 ppm dan Na2CO3 5% hingga tanda batas. Larutan
didiamkan selama 60 menit dan serapan diukur pada panjang gelombang
maksimum 760 nm seperti pada (Ratnayani,2012).
c. Pembuatan seri konsentrasi
Membuat seri konsentrasi 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 ppm,
dibuat dengan mengambil larutan stok 10 ppm sebanyak 0; 0,5; 1; 1,5;
2,5; 3; 3,5; 4 mL dimasukkan dalam labu ukur 10 mL kemudian
ditambahkan reagen folin 50% sebanyak 8 mL dan Na 2CO3 5% hingga
tanda batas.

d. Penentuan panjang gelombang maksimum


Larutan standar asam galat 5 ppm diukur serapannya pada panjang
gelombang 700–780 nm dengan interval tertentu. Spektra yang diperoleh
tersebut dapat ditentukan panjang gelombang yang memberikan serapan
maksimum.
e. Penentuan kurva standar asam galat.
Larutan stok asam galat 10 ppm sebanyak 0; 0,5; 1; 1,5; 2,5; 3; 3,5; 4
mL masing-masing ditambahkan dengan reagen folin sebanyak 0,8 mL,

21
dimasukkan pada labu ukur 10 mL. Selanjutnya ditambahkan Na 2CO3
5% hingga tanda batas, sehingga menghasilkan larutan standar
konsentrasi 0; 0,25; 0,5; 1,0; 2,5; 5,0 dan 7,5 ppm. Masing-masing
larutan didiamkan selama 60 menit, dan serapannya diukur pada panjang
gelombang maksimum. dengan mengalurkan absorbansi terhadap
konsentrasi, dapat diperoleh kurva kalibrasi dengan persamaan regresi
y = bx + a.
f. Penentuan kandungan total fenolik
Penetapan kandungan total senyawa fenolik ini dilakukan
berdasarkan metode Folin-Ciocalteu. Sampel ekstrak beras merah pada
konsentrasi 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm, dipipet sebanyak 1 mL
kemudian ditambahkan dengan 0,8 mL reagen folin dimasukkan dalam
labu ukur 10 mL. Setelah itu campuran tersebut dikocok. Selanjutnya
ditambahkan Na2CO3 5% sampai tanda batas, sehingga volume total
larutan menjadi 10 mL. Larutan didiamkan selama 60 menit, dan
serapannya diukur pada panjang gelombang maksimum. pengukuran
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Konsentrasi senyawa fenolat
dalam sampel dapat ditentukan dengan mengalurkan absorbansi sampel
pada kurva kalibrasi.
Untuk menghitung kadar total fenol. Hasil absorbansi sampel yang
telah didapat, dimasukkan kedalam persamaan garis regresi linier standar
asam galat sebagai pengganti y sehingga diperoleh kadar ekuivalen asam
galat (x). kadar ekuivalen asam galat tersebut kemudian dikalikan dengan
jumlah volume yang digunakan saat absorbansinya diukur. Setelah
diperoleh hasilnya, dilakukan konversi satuan dari µgGAE/g menjadi
mgGAE/100mg lalu dikalikan dengan faktor pengenceran. Hitung
kandungan total fenolik pada ekstrak beras merah. Perhitungan
kandungan total fenolik menurut Pourmorad et al (2006) menggunakan
rumus berikut :
C .V . fp
TPC =
g
Keterangan :
TPC = total phenolic content (mgGAE/g)

22
C = konsentrasi fenolik (nilai x)
V = volume ekstrak yang digunakan (ml)
fp = faktor pengenceran
g = berat sampel yang digunakan (g)
6. Penentuan nilai SPF
Sampel ekstrak beras hitam sebanyak 1 gram ditambahkan etanol pada
labu ukur hingga 100 ml kemudian diultrasonifikasi selama 5 menit
selanjutnya disaring dengan kertas saring, hasil filtrat 10 mL pertama
dibuang, penyaringan dilanjutkan sampai selesai. Selanjutnya mengambil
5 mL filtrat dan masukkan dalam labu ukur 50 mL. Larutan dipipet
sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml, masing–masing dicukupkan volumenya
dengan etanol pada labu ukur hingga 10 ml, diperoleh 5 konsentrasi yaitu
100, 200, 300, 400, dan 500 ppm, kemudian masing–masing konsentrasi
diukur serapannya dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 290-320 nm dengan perubahan setiap kali pengamatan
5 nm. Kemudian dihitung nilai SPF dengan menggunakan rumus yang
diikuti oleh penerapan persamaan sebagai berikut (Dutra et al., 2004) :
320
SPFspektrofotometri¿ CF × ∑ EE ( λ ) x I ( λ ) x|(λ)|
290

Keterangan:
CF = Faktor koreksi (= 10 )
EE = Spektrum efek eritema
I = Intensitas spectrum sinar
Abs = Absorbansi

G. Analisis Hasil
1. Data hasil absorbansi pada berbagai konsentrasi standar asam galat
digunakan untuk mendapatkan persamaan garis regresi linier dalam
penentuan kandungan total fenolik beras merah. Hasil absorbansi pada
berbagai konsentrasi sampel (ekstrak etanol beras merah) yang
dimasukkan kedalam persamaan garis regresi linier standar asam galat

23
sebagai pengganti y sehingga diperoleh kadar ekuivalen asam galat (x)
sehingga diperoleh kandungan total fenolik pada ekstrak beras merah.
2. Data nilai SPF ekstrak etanol beras merah pada masing-masing
konsentrasi diuji normalitas dan homogenitas dengan uji Kolmogorov-
smirnov dan uji Levene.
3. Jika data nilai SPF normal dan homogen pada masing-masing
konsentrasi terdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji
ANOVA untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada berbagai
konsentrasi eksrak etanol beras merah.
4. Jika data nilai SPF tidak normal dilakukan hasil uji Kruskal Wallis.
5. Jika ANOVA atau Kruskal Wallis memberikan hasil adanya
perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan Post Hoc analisis
6. Hasil data kandungan total fenolik dan nilai SPF ekstrak etanol beras
merah dilakukan uji korelasi pearson atau uji mann whitney untuk
menentukan apakah ada korelasi yang signifikan antara kandungan
total fenolik dengan nilai SPF pada berbagai konsentrasi ekstrak
etanol beras merah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Tanaman


Determinasi bahan yang berupa tanaman merupakan tahap awal dari
penelitian. Tujuan determinasi adalah untuk mendapatkan kebenaran
identitas dengan jelas dari tanaman yang diteliti dan menghindari

24
kesalahan atau kekeliruan. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah padi beras merah, bagian tanaman yang digunakan biji padi merah.
Determinasi tanaman padi beras merah dilakukan di Laboratorium
Lingkungan, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman dengan
referensi Syn.Pl.Glumac.1(1):3.1853 [1855 publ. 10-12 Dec 1853] (IK).
Hasil determinasi menyatakan bahwa sampel yang diambil benar-benar
tanaman Oryza glaberrima Steud. dengan familia poaceae atau yang lebih
dikenal dengan nama padi merah. Hasil determinasi dapat dilihat pada
Lampiran 1.
B. Hasil Penyiapan Bahan
Padi beras merah diperoleh dari desa Galuh Timur, Bumiayu. Bahan
padi merah dicuci untuk menghilangkan kotoran dalam beras merah, yang
kemudian dijemur di bawah sinar matahari dan diatasnya diberi kain
berwarna hitam. Penggunaan kain berwarna hitam pada saat penjemuran
bertujuan agar zat aktifnya tidak rusak akibat paparan sinar matahari.
Tujuan pengeringan adalah untuk mencegah timbulnya jamur, bakteri
dan menghentikan kerja enzim sehingga menyebabkan perubahan
komposisi bahan tersebut. Beras merah yang telah kering kemudian
diserbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40/60 agar diperoleh serbuk
yang lebih halus. Penyerbukan dilakukan untuk memperkecil ukuran
partikel sehingga dapat memperluas permukaan kontak serbuk dengan
penyari sehingga proses penyarian lebih efektif. Penelitian sebelumnya
menyatakan ukuran partikel 40/60 memiliki luas permukaan kontak paling
luas. Permukaan kontak serbuk simplisia dengan pelarut yang luas akan
memaksimalkan kesempatan pelarut untuk mengekstraksi antosianin
(maulida,2015). Hasil penyiapan bahan dapat dilihat pada Gambar 1.
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Beras Merah
Serbuk beras merah yang telah diayak dengan ayakan ukuran 40/60
kemudian ditimbang dan di maserasi dengan etanol 96% yang diasamkan
dengan HCl 37% hingga pH 1,0 sebanyak 3 L (1:10). Penggunaan pelarut
dengan pH 1,0 karena senyawa fenolik lebih mudah terekstrak pada
pelarut yang memilki nilai pH rendah (Widarta, 2011). Selanjutnya

25
remaserasi dengan sisa pelarut dan filtrat yang telah terkumpul diuapkan
dengan rotary evaporator dengan suhu 30˚C.
Pada proses maserasi, cairan penyari akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam
sel dengan yang berada diluar sel, berulang sehingga terjadi keseimbangan
konsetrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Ekstrak kental yang
diperoleh seberat 13,21 gram dengan randemen 4,40 % (Lampiran 2).
Hasil pembuatan ekstrak dapat dilihat pada Gambar 2.
D. Hasil Penentuan Kandungan Total Fenolik
Analisis kandungan total fenolik menggunakan metode Folin-Ciocateu
yang absorbansinya diukur pada panjang gelombang 765 nm (Pourmorad
dkk;2006). Kadar total fenolik dari ekstrak dinyatakan sebagai ekuivalen
asam galat atau Gallic Acid Equivalent (GAE). GAE merupakan acuan
umum untuk mengukur sejumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam
suatu bahan (Mongkolsilp dkk.,2004). Pengukuran kadar total fenol
dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu dilakukan dengan empat
langkah, yaitu pembuatan larutan stok asam galat, penentuan panjang
gelombang maksimum, penentuan kurva standar asam galat, dan
penentuan kandungan total fenolik. Sebelumnya dilakukan optimasi
terhadap konsentrasi Pereaksi Folin Ciocalteu yang digunakan untuk
mendapatkan absorbansi Folin-ciocalteu yang optimum. Penetapan
konsentrasi Fc dilakukan dengan mengukur konsentrasi asam galat 2,5
ppm pada beberapa konsentrasi FC yang meliputi 0, 10, 25, 50, 75 dan 100
%. Diperoleh hasil berupa absorbansi yang dipaparkan pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil absorbasi FC pada berbagai konsentrasi
Konsentrasi FC (%) Absorbansi
0 0,017
10 0,423
25 0,446
50 0,594
75 0,513
100 0,532

Berdasarkan hasil absorbansi FC pada berbagai konsentrasi


menunjukkan bahwa pada konsentrasi FC 50% diperoleh absorbansi

26
terbesar yaitu 0,594 sehingga konsentrasi FC 50% digunakan dalam
penelitian ini.
1) Hasil pembuatan larutan stok asam galat
Larutan stok asam galat 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 0,1 gram
asam galat dalam labu ukur 100 mL di tambahkan aquades hingga tanda
batas dan diencerkan dengan mengambil 1 mL larutan stok tersebur
dimasukkan dalam labu ukur 100 mL sehingga diperoleh konsentrasi 10
ppm.
2) Hasil penentuan panjang gelombang maksimum
Penentuan panjang gelombang dilakukan dengan mengukur larutan
standar asam galat dengan konsentrasi 5 ppm yang telah dipersiapkan
direaksikan dengan pereaksi Folin-Ciocalteu dan diukur serapannya pada
panjang gelombang 700-780 nm untuk menentukan panjang gelombang
yang memberikan serapan maksimum. Hasilnya telah diketahui bahwa
panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum adalah 734 nm.

Gambar 4.1 Kurva Penentuan Panjang Gelombang


3) Hasil penentuan kurva standar asam galat
Penentuan kurva standar asam galat dilakukan dengan mengambil
larutan uji 10 ppm sebanyak 0; 0,25; 0,5; 1; 2,5; 7,5 mL ditambahkan
reagen folin sebanyak 0,8 mL dan ditambahkan Na2CO3 5% hingga tanda
batas pada labu ukur 10 mL. Serapannya diukur pada panjang gelombang
maksimum yaitu 734 nm dan diperoleh data absorbansi pada tabel 4.2
T abel 4.2. Absorbansi Standar Asam Galat
Konsentrasi Asam Galat Absorbansi
(ppm)

27
0,5 0,162
1 0,289
1,5 0,383
2,5 0,567
3 0,694
3,5 0,818
4 0,896

Selanjutnya diperoleh kurva kalibrasi dengan persamaan regresi linear


y= 0,20947x + 0,06542 dengan r = 0,99743, nilai ini menunjukkan bahwa
absorbansi dengan konsentrasi memberikan hubungan yang linear. Kurva
kalibrasi ditampilkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.2 Kurva kalibrasi standar asam galat

4) Hasil penentuan kandungan total fenolik


Larutan sampel ekstrak dengan konsentrasi 100, 200, 300, 400, dan
500 ppm masing-masing dilakukan reaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu
dan ditambahkan dengan Na2CO3 5%. Larutan uji tersebut diukur
serapannya pada panjang gelombang 734 nm dan direplikasi sebanyak 3
kali. Reaksi yang terjadi pada perlakuan kandungan total fenolik ini adalah
reaksi antara senyawa fenol dengan reagen Folin-Ciocalteau. Reaksi ini
melibatkan oksidasi gugus fenolik (ROH) dengan campuran asam
fosfotungstat (H3PW12O40) dalam reagen, menjadi bentuk quinoid (R=O).
reduksi reagen Folin-Ciocalteu ini menghasilkan warna biru sesuai dengan
kandungan fenol total yang bereaksi. Selanjutnya warna ini dihitung
intensitasnya pada panjang gelombang 765 nm (Walter dan Marchesan,
2011). Hasil dari pengukuran absorbansi sejumlah larutan tersebut

28
dipaparkan pada tabel 4.3. Hasil absorbansi sampel yang telah didapat,
dimasukkan kedalam persamaan garis regresi linier standar asam galat
sebagai pengganti y sehingga diperoleh kadar ekuivalen asam galat (x)
(Lampiran 3) sehingga diperoleh hasil kadar perhitungan ekuivalen asam
galat maka dilanjutkan dengan perhitungan kandungan total fenolik

Tabel 4.3 Hasil kandngan total fenolik


Rata-rata
Konsentrasi (ppm) absorbansi Kadar ekuivalen ( Kandungan total
µgGAE /mL) fenolik
100 0,285 1,048 52,41 ± 16,80
200 0,257 0,917 91,77 ± 2,25
300 0,321 1,223 122,32 ± 14,84
400 0,404 1,616 161,63 ± 19,55
500 0,471 1,936 193,61 ± 27,72

Berdasarkan data berbagai konsentrasi pada tabel 4.3 maka dapat


disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka kandungan total
fenolik juga semakin tinggi.

Selanjutnya kandungan total fenolik dilakukan analisis varian (anava)


satu arah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh konsentrasi terhadap
total kandungan fenolik pada berbagai konsentrasi ekstrak beras merah.
Sebelumnya hasil kandungan total fenolik diuji prasyarat yang meliputi uji
normalitas yaitu uji Shapiro-Wilk dan uji homogenitas yaitu uji levene’s
test. Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan nilai signifikan lebih dari
0,05 sehingga data dikatakan normal. Hasil uji homogenitas didapatkan
hasil 0,074 yang menunjukkan lebih dari 0,05 sehingga data dapat
dikatakan homogen (Lampiran 4).

E. Hasil penentuan nilai SPF

29
Tujuan dari penentuan nilai SPF ekstrak beras merah yaitu untuk
mengetahui apakah ekstrak beras merah dapat digunakan sebagai tabir
surya.

Penentuan nilai SPF dilakukan dengan melarutkan 50 mg ekstrak


dengan etanol pada labu ukur 50 ml yang kemudian diperoleh konsentrasi
1000 ppm dan diambil masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dan
dicukupkan dengan etanol pada labu ukur 10 ml sehingga diperoleh
konsentrasi sebesar 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm yang kemudian
diukur serapannya pada panjang gelombang 290-320 nm dengan interval 5
nm dan hasil absorbasi dihitung nilai SPF dengan rumus Dutra. Hasil
perhitungan SPF dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan SPF ekstrak beras merah


Rata-rata
Konsentrasi (ppm)
100 0,585 ± 0,12
200 1,22 ± 0,22
300 1,90 ± 0,22
400 2,63 ± 0,28
500 3,3 ± 0,39

Penentuan efektifitas tabir surya meliputi penentuan nilai SPF,


persentase transmisi eritema (%Te) dan persentase transmisi pigmentasi
(%Tp). Penentuan nilai SPF dan %Te adalah untuk menunjukkan
efektifitas tabir surya terhadap sinar UV-B, sedangkan %Tp untuk melihat
efektifitas tabir surya terhadap sinar UV-A. Maka suatu tabir surya dapat
dikatakan baik apabila memiliki nilai SPF yang tinggi serta %Te dan %Tp
yang kecil. Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak beras
merah pada konsentrasi 100ppm dapat memberikan perlindungan kulit dari
radiasi UV dengan %Te 0,6681 dan %Tp 0,7001 sehingga dikategorikan
sebagai sunblock (Suhariani,2013). Kategori penilaian Tabir surya dapat
dilihat pada tabel 4.10. Pada penelitian ini diperoleh nilai SPF terbesar
pada konsentrasi 500 ppm yaitu 3,3, Sedangkan nilai SPF minimal antara
2-4 sehingga ekstrak dapat digunakan sebagai tabir surya minimal pada

30
konsentrasi 500 ppm. Nilai SPF yang baik adalah 15 apabila lebih dari 15
maka disebut sebagai ultra (Wasitaatmadja, 1997).

Berdasarkan Kurva Nilai SPF maka dapat disimpulkan semakin tinggi


konsentrasi ekstrak beras merah maka nilai SPF yang diperoleh semakin
besar. Hasil dari kurva hubungan nilai SPF dengan kadar kandungan total
fenolik pada gambar 4.5 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
kandungan total fenolik ekstrak beras merah maka nilai SPF dari ekstrak
tersebut juga semakin tinggi.

Selanjutnya nilai SPF dilakukan analisis varian (Anava) satu arah


untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh konsentrasi terhadap nilai SPF.
Dilakukan uji prasyarat berupa uji Shapiro-Wilk dan uji homogenitas yaitu
levene’s test.

Berdasarkan hasil uji normalitas yang terdapat pada lampiran


diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,166 > 0,05 sehingga data dikatakan
normal dan hasil uji homogenitas yang dilakukan dengan uji levence
maka diperoleh hasil nilai signifikansi sebesar 0,647 > 0,05 maka data
dinyatakan homogen. Hasil uji normalitas dan homogenitas dapat dilihat
pada Lampiran 6.

Hasil uji anava satu arah yang ditunjukkan pada lampiran 6 memiliki
nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka terdapat perbedaan kandungan SPF
terhadap masing-masing konsentrasi maka dilakukan analisis lanjutan Post
Hoc berupa LSD. Berdasarkan hasil post Hoc semua konsentrasi
menunjukkan hasil yang signifikan, dapat disimpulkan ada perbedaan yang
bermakna diantara berbagai konsentrasi.

Analisis data selanjutnya yaitu menganalisis hubungan antara


kandungan total fenolik dengan nilai SPF pada berbagai konsentrasi yang
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan diantara kandungan
total fenolik dan nilai SPF. Analisis ini dilakukan dengan uji Pearson
correlation

31
Hubungan antara kandungan total fenolik dan nilai SPF dipaparkan
pada gambar 4.4. yang menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai SPF suatu
ekstrak maka semakin tinggi pula kandungan total fenoliknya.
Berdasarkan hasil yang dipaparkan (lampiran 7) nilai pearson correlation
menghasilkan angka 0,943 menunjukkan korelasi yang tinggi karena
mendekati 1. Nilai signifikansi menghasilkan angka 0,000 < 0,005 yang
menunjukkan adanya hubungan antara kandungan total fenolik dan nilai
SPF. Hasil hubungan nilai SPF dan fenolik dapat dilihat pada Lampiran 7.

Gambar 4.3 Hubungan Nilai SPF dan kandungan total fenolik

32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Ekstrak etanol beras merah memiliki potensi sebagai bahan tabir
surya.
2. Ekstrak beras merah merah menghasilkan nilai SPF pada konsentrasi
500 ppm yaitu 3,3.
3. Kandungan total fenolik ekstrak etanol beras merah terbesar diperoleh
pada konsentrasi 500 ppm yaitu 193,61 mgGAE/g.
4. Terdapat hubungan antara kandungan total fenolik dengan nilai SPF
dimana semakin tinggi kandungan total fenolik suatu ekstrak beras
merah maka semakin tinggi nilai SPF.

B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian untuk membuat Formulasi sediaan dari
ekstrak beras merah yang dikombinasikan dengan bahan alam lain
yang berpotensi sebagai tabir surya serta mengandung SPF.
2. Disarankan untuk uji efektivitas tabir surya secara in vivo

33
DAFTAR PUSTAKA

Adzkiya, M.A.Z. (2011). Kajian Potensi Antioksidan Beras Merah dan


Pemanfaatannya Pada Minuman Beras Kencur. Institut Pertanian Bogor
Andersen, O. M. dan K. Bernard (2001). Chemistry, Analysis and Application of
Anthocyanin Pigments from Flowers, Fruits, and
Vegetables.http://www.Uib.no/makerere-uib/Subproject%201.htm-18.
Diakses pada tanggal 20 maret 2016.
Balsam MS & Segarin E. Cosmetic science and technology. 2nd Ed.Wilwy
Interscience.London. (1972).pp.198
Bambal, V., Wyawahare, N., Turaskar, A., Mishra, M. (2011). Study of Sunscreen
Activity of Herbal Cream Containing Flower Extract of Nyctanthes
Arbortristis L. andTagetes Erecta L.Pharmacy. 11 (01). P. 142-146.
Conde, E.E., Cadahia, M.C., Vallejo, G., Simon, B.F.D., Adradors, J.R.G. (1997).
Low Molecular Weight Polyphenol In Cork of Querceus Suber. Journal
Agriculture Food Chemistry. 45: 2695-270
Damanhuri.,(2005). Pewarisan antosianin dan tanggap klon tanaman ubi jalar
(Ipomea batatas (L.) Lamb) terhadap lingkungan tumbuh. (Disertasi)
Program Studi Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya. 106 h
Damardjati, D. S. dan E.Y. Purwani., (1991). Padi Buku 3. Penyunting Edi
Soenarjo, D.S. dan Mahyudin Syam. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Bogor.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. hal.772

34
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. hal.1061
Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman. 1, 10-12.

Dutra,E.A.,Oliveira,D.A.,Kedorhackman,E.R..,Santoso,M.I.(2004). Determination
of sun Protection Factor (spf) of sunscreen by Ultraviolet
spektrofotometri.Brazilian journal of pharmaceutical sciences, 40,381-
385
Fourneron, J.D.,et al. (1999).Sur la measure in vitro de la protection solaire de
cremes cosmeticus.Paris: C.R.Acad.Sci.
Garoli, D., Pelizzo, M.G., Nicolossi, P., Peserico, A., Tonin, E., Alaibac, M.,
(2009). Effectiveness of Different Substrate Materials for In Vitro
Sunscreen Test, Journal of Dermatological Science, 56, Issue 2,
November 2009, 89-9
Green, A., William, G., and Neale, R., (1999). Does Daily Use of Sunscreen or β
carotene Supplements Prevent Skin Cancer in Healthy Adults?, 354, 723-
729, Lancet
Harborne, J B. (1987). Metode fitokimia : Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan oleh Kosasih P dan soediro Iwang. Bandung :
Penerbit Institut Teknologi Bandung. 6-17.
Jawi S. dan Sutirtayasa., (2007). Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Jalar Ungu
(Ipomoiea batatas L) Terhadap Hati Setelah Aktivitas Fisik Maksimal
dengan Melihat Kadar AST dan ALT Darah pada Mencit. Jurnal
Dok.Farm. Dexa Media vol 20 Vegetarian Phythochemical : Guardian of
our Health, Continuing, Education article, hal 103-105.
Juliano,B.O., (1993). The rice caryopsis and its composition. In rice, chemistry
and Technology, DF. Houston. American Association of Cereal Chemist,
Inc.St.Paul, Minnesota

35
La suda, (2013). Uji Aktivitas Tabir Surya Ekstrak Beras Merah (oryza nivara)
secara spektrofotometri UV skripsi. Makassar. Fakultas Farmasi,
universitas Hasanuddin.
Maulida,R dan Any,G.(2015).Pengaruh ukuran partikel beras hitam (Oyza Sativa
L.) terhadap randemen ekstrak dan kandungan total antosianin,Volume
5(1):9-16.
Mongkolsilp, S., Pongbupakit, I., Sae-lee, N., Sitthithaworn, W. (2004). Radical
Scavenging activity and total phenolic content of medical plants used in
primary health care. Jurnal of Pharmacy and Science. 9(1) :32-35.
Pratama, Wiweka A & A Karim Zulkarnain. (2015). Uji Spf In Vitro Dan Sifat
Fisik Beberapa Produk Tabir Surya Yang Beredar di Pasaran. Majalah
farmaseutik. 11 (01). Hal 275-283.
Pourmorad, F., Hossenimehr, S.J., Shahabimajd, N. (2006). Antioxidant activity,
phenol and flavonoid contents of some selected Iranium medical plants.
African Journal of Biotechnology. 5(11):1142-1145.
Ratnayani,K.,Laksmiwati, Mayun.,Septian,P indah (2012). Kadar total senyawa
fenolat pada madu randu dan madu kelengkeng serta uji aktivitas
antiradikal bebas dengan metode DPPH (Difenilpikril Hidrazil). Jurnal
Kimia, Volume 6(2):163-168.
Redha, A. (2010). Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam
Sistem Biologis. Belian. 9 (2). Hal. 196-202.
Rohman,A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hal:75,234,237.
Santika, A., dan Rozakurniati., (2010). Teknik Evaluasi Mutu Beras dan Beras
Merah Pada Beberapa Galur Padi Gogo. Buletin Teknik Pertanian vol.
15. No 1. 2010: 1-5.
Sayre, R. M., Agin, P. P., Levee, G. J., Marlowe, E. (1979). Comparison of in
vivo and in vitro testing of sunscreening formulas. Photochem.
Photobiol. Oxford. V, 29, p. 559-566.
Singleton, V.L.Rossi, J.A (1999). Analysis of total phenols and other oxidation by
mean of folin-ciocalteu reagent. 299: 152-178

36
Soeratri,W. T.Purwanti.(2004). Pengaruh Penambahan Asam Glikolat Terhadap
Efektivitas Sediaan Tabir Surya Kombinasi Anti UV-A dan anti UV-B
Dalam Basis Gel. 2004. Majalah Farmasi Airlangga Vol.4 No.3
Sompong R, Siebenhadl-Ehn S, Linsberger-Martin G, Berghofer E.(2011).
Physicochemical and antioxidative properties of red and black rice
varieties from Thailand, China and Sri Lanka. J Food Chem 124: 132-
140. DOI: 10.1016/j. foodchem.2010.05.115.
Suardi. (2005). Potensi beras merah untuk peningkatan mutu pangan. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Indonesian Agricultural
Research and Development) Volume 24(3) : 93-100.
Syaifuddin.(2009).Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba Medica, 393-395
Tahir, I., Jumina., Yuliastuti, I. (2002). Analisis Aktivitas Perlindungan Sinar UV
Secara In Vitro dan In Vivo dari Beberapa Senyawa Ester Sinamat
Produk Reaksi Kondensasi Benzaldehida Tersubstitusi dan Alkil Asetat.
Seminar Nasional Kimia XI: Yogyakarta, 2 November
Tranggono, R.I., & Latifah, F. (2007). Buku pengantar Ilmu kosmetik. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama, 6-8, 11-13, 30-31, 129.
Vermerris W, Nicholson R. Phenolic compound. Netherlands: Springer, (2006).
p.88-90
Walkinson, J.B. & Moore, R.J. (1982). Harry’s Cosmeticology 7th Ed. New
York : Chemical Publishing Company.
Walter, M. dan Marchesan, E. (2011). Phenolic Compounds and Antioxidant
Activity of Rice. Brazilian Archives Biology and Technology 54(1):371-
377.
Wasitaatmadja, S. M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Penerbit UI-Press.
Jakarta.
Widarta, Wayan., Amata, Wayan. (2014). Stabilitas Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Bekatul Beras Merah Terhadap Oksidator dan Pemanasan Pada Berbagai
Ph. J.Teknol. dan Industri Pangan, Volume 25 (2): 195.
Wolf, R.,et al, (2001). The Spectrophotometric Analysis and Modelling of
Sunscreen. Washington: J.Chem.Educ

37
Wood, C. & Murphy, E., (2000). Sunscreen Efficacy. Glob. Cosmet. Ind, Duluth,
v.167: 38-44.
Yaar, M., Gilchrest, B.A. (2008). Aging of Skin, In Wolf, K., Lowel, A., Katz,
G.S., editor. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine. 7th edition.
New York: McGrawHill. p 964-1397.

LAMPIRAN

38
Lampiran 1.Surat Determinasi Tanaman Padi Beras Merah

39
40
Lampiran 2. Perhitungan Randemen Ekstras Beras Merah

41
Bobot Ekstrak
Perhitungan randemen= x 100%
Bobot Serbuk

13,21 gram
¿ x 100%
300 gram

¿ 4,40 %

Lampiran 3.Perhitungan ekuivalen dan Kandungan Total Fenolik

42
Fenolik Total

Persamaan garis regresi linier asam galat (pembanding)

y=0,20947 x +0,06542

Hasil absorbansi ekstrak beras merah

Replikasi
Konsentrasi I II III
100 ppm 0,222 0,272 0,361
200 ppm 0,256 0,254 0,263
300 ppm 0,319 0,354 0,292
400 ppm 0,423 0,432 0,357
500 ppm 0,502 0,507 0,404

Hasil Perhitungan Kandungan Total Fenolik

Replikasi Rata-
Konsentrasi I II III rata
100 ppm 37,37 49,31 70,55 52,41
200 ppm 90,98 90,03 94,32 91,77
300 ppm 121,05 137,76 108,16 122,32
400 ppm 170,70 175,00 139,19 161,63
500 ppm 208,42 210,80 161,63 193,61

Untuk memperoleh kadar ekuivalen (x) dan TPC

Replikasi I

100 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,222=0,20947 x +0,06542

0,20947 x=0,222−0,06542

0,20947 x=0,15658

0,15658
x=
0,20947

¿ 0,7475 µgGAE /mL

¿ 0,0007475 mgGAE/mL

43
C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,0007475 mgGAE
mL
×10 ×5 ) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 37,375
gram

200 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,256=0,20947 x+ 0,06542

0,20947 x=0,256−0,06542

0,20947 x=0,19058

0,19058
x=
0,20947

¿ 0,90982 µgGAE / mL

¿ 0,0009098 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,0009098 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 90.98
gram

300 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,319=0,20947 x+ 0,06542

0,20947 x=0,319−0,06542

0,20947 x=0,25358

0,25358
x=
0,20947

44
¿ 1,2105 µgGAE /mL

¿ 0,0012105 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,0012105 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 121,0579
gram

400 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,423=0,20947 x+ 0,06542

0,20947 x=0,423−0,06542

0,20947 x=0,35758

0,35758
x=
0,20947

¿ 1,7070 µgGAE /mL

¿ 0,0017070 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,0017070 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 170,70
gr am

500 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,502=0,20947 x +0,06542

45
0,20947 x=0,502−0,06542

0,20947 x=0,43658

0,43658
x=
0,20947

¿ 2,0842 µgGAE /mL

¿ 0,0020842 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,0020842 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 208,42
gram

Replikasi II

100 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,272=0,20947 x +0,06542

0,20947 x=0,272−0,06542

0,20947 x=0,20658

0,20658
x=
0,20947

¿ 0,9862 µgGAE /mL

¿ 0,0009862 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,0009862 mgGAE
mL
×10 ×5 ) ×50 m L

0,05 gram

mgGAE
¿ 49,31
gram

46
200 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,254=0,20947 x +0,06542

0,20947 x=0,254−0,06542

0,20947 x=0,1886

0,1886
x=
0,20947

¿ 0,90036 µgGAE /mL

¿ 0,00090036 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,00090036 mgGAE
mL
×10 × 10) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 90,036
gram

300 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,354=0,354 x +0,06542

0,20947 x=0,354−0,06542

0,20947 x=0,2886

0,2886
x=
0,20947

¿ 1,3776 µgGAE /mL

¿ 0,0013776 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

47
(¿ 0,0013776 mgGAE
mL
× 10× 10) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 137,76
gram

400 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,432=0,20947 x +0,06542

0,20947 x=0,432−0,06542

0,20947 x=0,36658

0,36658
x=
0,20947

¿ 1,75001 µgGAE /mL

¿ 0,00175001 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,00175001 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 175,00
gram

500 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,507=0,20947 x+ 0,06542

0,20947 x=0,507−0,06542

0,20947 x=0,44158

0,44158
x=
0,20947

¿ 2,10808 µgGAE /mL

48
¿ 0,00210808 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,00210806 mgGAE
mL
×10 × 10) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 210,808
gram

Replikasi III

100 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,361=0,20947 x +0,06542

0,20947 x=0,361−0,06542

0,20947 x=0,29558

0,29558
x=
0,20947

¿ 1,411 µgGAE /mL

¿ 0,001411 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,001411 mgGAE
mL
× 10× 5) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 70,55
gram

200 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,263=0,20947 x+ 0,06542

0,20947 x=0,263−0,06542

0,20947 x=0,19758

49
0,19758
x=
0,20947

¿ 0,94323 µgGAE /mL

¿ 0,00094323 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,00094323 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 94,323
gram

300 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,292=0,20947 x +0,06542

0,20947 x=0,292−0,06542

0,20947 x=0,22658

0,22658
x=
0,20947

¿ 1,0816 µgGAE /mL

¿ 0,0010816 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,0010816 mgGAE
mL
× 10× 10) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 108,1682
gram

400 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,357=0,20947 x+ 0,06542

50
0,20947 x=0,357−0,06542

0,20947 x=0,29158

0,29158
x=
0,20947

¿ 1,39198 µgGAE /mL

¿ 0,00139198 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,00139198 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 139,198
gram

500 ppm

y=0,20947 x +0,06542

0,404=0,20947 x +0,06542

0,20947 x=0,404−0,06542

0,20947 x=0,33858

0,33858
x=
0,20947

¿ 1,61636 µgGAE /mL

¿ 0,00161636 mgGAE/mL

C .V . fp
TPC =
g

(¿ 0,00161636 mgGAE
mL
×10 × 10) ×50 mL

0,05 gram

mgGAE
¿ 161,63
gram

51
Lampiran 4. Hasil uji Prasyarat dan Anava fenolik

Explore
Konsentrasi

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

Konsentrasi N Percent N Percent N Percent

Kadar_Fenolik 100 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

52
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Konsentrasi Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kadar_Fenolik 100 ppm .240 3 . .974 3 .693

200 ppm .305 3 . .906 3 .404

300 ppm .201 3 . .994 3 .858

400 ppm .345 3 . .839 3 .210

500 ppm .370 3 . .786 3 .082

a. Lilliefors Significance Correction

Oneway

Test of Homogeneity of Variances

Kadar_Fenolik

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.972 4 10 .074

ANOVA

Kadar_Fenolik

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 37284.695 4 9321.174 28.100 .000

Within Groups 3317.172 10 331.717

Total 40601.866 14

53
Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Kadar_Fenolik
LSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
Konsentrasi Konsentrasi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

100 ppm 200 ppm -39.36867* 14.87094 .024 -72.5032 -6.2342

300 ppm -69.91673* 14.87094 .001 -103.0512 -36.7822

400 ppm -109.22100* 14.87094 .000 -142.3555 -76.0865

500 ppm -141.20767* 14.87094 .000 -174.3422 -108.0732

200 ppm 100 ppm 39.36867* 14.87094 .024 6.2342 72.5032

300 ppm -30.54807 14.87094 .067 -63.6826 2.5864

400 ppm -69.85233* 14.87094 .001 -102.9868 -36.7178

500 ppm -101.83900* 14.87094 .000 -134.9735 -68.7045

54
300 ppm 100 ppm 69.91673* 14.87094 .001 36.7822 103.0512

200 ppm 30.54807 14.87094 .067 -2.5864 63.6826

400 ppm -39.30427* 14.87094 .025 -72.4388 -6.1698

500 ppm -71.29093* 14.87094 .001 -104.4254 -38.1564

400 ppm 100 ppm 109.22100* 14.87094 .000 76.0865 142.3555

200 ppm 69.85233* 14.87094 .001 36.7178 102.9868

300 ppm 39.30427* 14.87094 .025 6.1698 72.4388

500 ppm -31.98667 14.87094 .057 -65.1212 1.1478

500 ppm 100 ppm 141.20767* 14.87094 .000 108.0732 174.3422

200 ppm 101.83900* 14.87094 .000 68.7045 134.9735

300 ppm 71.29093* 14.87094 .001 38.1564 104.4254

400 ppm 31.98667 14.87094 .057 -1.1478 65.1212

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 5.Hasil perhitungan SPF

SPF BERAS MERAH

Replikasi I

100 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,063 0,0150 0,0009

295 0,044 0,0817 0,0035

300 0,040 0,2874 0,0114

305 0,040 0,3278 0,0131

310 0,054 0,1864 0,0100

315 0,051 0,0839 0,0042

320 0,054 0,0180 0,0009

Total 1 0,044

55
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,044

¿ 0,44

200 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,142 0,0150 0,0021

295 0,105 0,0817 0,0085

300 0,096 0,2874 0,0275

305 0,094 0,3278 0,0308

310 0,095 0,1864 0,0177

315 0,097 0,0839 0,0081

320 0,098 0,0180 0,0017

Total 1 0,0964

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,0964

¿ 0,964

300 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,249 0,0150 0,0037

295 0,201 0,0817 0,0164

300 0,168 0,2874 0,0482

305 0,158 0,3278 0,0517

310 0,160 0,1864 0,0298

315 0,163 0,0839 0,0136

56
320 0,164 0,0180 0,0029

Total 1 0,1663

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,1663

¿ 1,663

400 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,348 0,0150 0,0052

295 0,261 0,0817 0,0213

300 0,230 0,2874 0,0661

305 0,234 0,3278 0,0767

310 0,230 0,1864 0,0428

315 0,277 0,0839 0,0190

320 0,230 0,0180 0,0041

Total 1 0,2352

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,2352

57
¿ 2,352

500 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,467 0,0150 0,0070

295 0,364 0,0817 0,0297

300 0,311 0,2874 0,0893

305 0,274 0,3278 0,0898

310 0,256 0,1864 0,0477

315 0,257 0,0839 0,0215

320 0,261 0,0180 0,0046

Total 1 0,2896

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,2896

¿ 2,896

Replikasi 2

100 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,089 0,0150 0,0013

295 0,069 0,0817 0,0056

300 0,067 0,2874 0,0192

305 0,067 0,3278 0,0219

310 0,065 0,1864 0,0121

315 0,069 0,0839 0,0057

320 0,066 0,0180 0,0011

58
Total 1 0,0669

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,0669

¿ 0,669

200 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,135 0,0150 0,0020

295 0,118 0,0817 0,0096

300 0,141 0,2874 0,0405

305 0,135 0,3278 0,0442

310 0,142 0,1864 0,0264

315 0,137 0,0839 0,0114

320 0,348 0,0180 0,0062

Total 1 0,1403

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,1403

59
¿ 1,403

300 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,312 0,0150 0,0046

295 0,235 0,0817 0,0191

300 0,210 0,2874 0,0603

305 0,203 0,3278 0,0665

310 0,206 0,1864 0,0383

315 0,202 0,0839 0,0169

320 0,202 0,0180 0,0036

Total 1 0,2093

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,2093

¿ 2,093

400 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,436 0,0150 0,0065

295 0,328 0,0817 0,0267

300 0,292 0,2874 0,0839

305 0,282 0,3278 0,0937

310 0,279 0,1864 0,0520

315 0,284 0,0839 0,0238

320 0,272 0,0180 0,0049

Total 1 0,2915

60
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,2915

¿ 2,915

500 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,543 0,0150 0,0081

295 0,412 0,0817 0,0336

300 0,370 0,2874 0,1063

305 0,356 0,3278 0,1166

310 0,351 0,1864 0,0654

315 0,380 0,0839 0,0318

320 0,348 0,0180 0,0062

Total 1 0,368

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,368

¿ 3,68

61
Replikasi 3

100 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,095 0,0150 0,0014

295 0,069 0,0817 0,0056

300 0,060 0,2874 0,0172

305 0,065 0,3278 0,0213

310 0,067 0,1864 0,0124

315 0,067 0,0839 0,0056

320 0,067 0,0180 0,0012

Total 1 0,0647

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,0647

¿ 0,647

200 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,199 0,0150 0,0029

295 0,147 0,0817 0,0120

300 0,131 0,2874 0,0376

305 0,126 0,3278 0,0413

310 0,125 0,1864 0,0233

315 0,122 0,0839 0,0102

320 0,123 0,0180 0,0022

Total 1 0,1295

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

62
¿ 10 ×0,1295

¿ 1,295

300 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,301 0,0150 0,0045

295 0,218 0,0817 0,0178

300 0,199 0,2874 0,0571

305 0,191 0,3278 0,0626

310 0,189 0,1864 0,0352

315 0,186 0,0839 0,0158

320 0,186 0,0180 0,0033

Total 1 0,1963

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,1963

¿ 1,963

400 ppm

63
Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,405 0,0150 0,0060

295 0,302 0,0817 0,0246

300 0,266 0,2874 0,0764

305 0,255 0,3278 0,0835

310 0,252 0,1864 0,0469

315 0,249 0,0839 0,0208

320 0,247 0,0180 0,0044

Total 1 0,2626

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,2626

¿ 2,626

500 ppm

Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)

290 0,502 0,0150 0,0075

295 0,373 0,0817 0,0304

300 0,336 0,2874 0,0965

305 0,322 0,3278 0,1055

310 0,325 0,1864 0,0605

315 0,314 0,0839 0,0263

320 0,321 0,0180 0,0057

Total 1 0,3324

320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290

¿ 10 ×0,3324

64
¿ 3,324

Replikasi Rata-rata

Konsentrasi I II III

100 ppm 0,44 0,669 0,647 0,585

200 ppm 0,964 1,403 1,295 1,22

300 ppm 1,663 2,093 1,963 1,90

400 ppm 2,352 2,915 2,626 2,63

500 ppm 2,896 3,68 3,324 3,3

keterangan : Hasil SPF dari masing-masing konsentrasi

65
Lampiran 6.Hasil uji prasyarat dan Anava SPF

Explore

Konsentrasi

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

Konsentrasi N Percent N Percent N Percent

Nilai SPF pada berbagai 100 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%


konsentrasi
200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

66
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Konsentrasi Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Nilai SPF pada berbagai 100 ppm .354 3 . .821 3 .166


konsentrasi
200 ppm .294 3 . .921 3 .455

300 ppm .268 3 . .950 3 .571

400 ppm .177 3 . 1.000 3 .971

500 ppm .191 3 . .997 3 .899

a. Lilliefors Significance Correction

Oneway

Descriptives

Nilai SPF pada berbagai


konsentrasi

95% Confidence Interval for


Mean
Std.
N Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

100 ppm 3 .5853 .12634 .07294 .2715 .8992 .44 .67

200 ppm 3 1.2207 .22875 .13207 .6524 1.7889 .96 1.40

300 ppm 3 1.9063 .22053 .12732 1.3585 2.4542 1.66 2.09

400 ppm 3 2.6310 .28153 .16254 1.9316 3.3304 2.35 2.92

500 ppm 3 3.3000 .39255 .22664 2.3249 4.2751 2.90 3.68

Total 1
1.9287 1.02612 .26494 1.3604 2.4969 .44 3.68
5

67
Test of Homogeneity of Variances

Nilai SPF pada berbagai konsentrasi

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.638 4 10 .647

ANOVA

Nilai SPF pada berbagai konsentrasi

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 14.040 4 3.510 50.105 .000

Within Groups .701 10 .070

Total 14.741 14

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Nilai SPF pada berbagai konsentrasi


LSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
Konsentrasi Konsentrasi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

100 ppm 200 ppm -.63533* .21611 .015 -1.1169 -.1538

300 ppm -1.32100* .21611 .000 -1.8025 -.8395

400 ppm -2.04567* .21611 .000 -2.5272 -1.5641

500 ppm -2.71467* .21611 .000 -3.1962 -2.2331

200 ppm 100 ppm .63533* .21611 .015 .1538 1.1169

300 ppm -.68567* .21611 .010 -1.1672 -.2041

400 ppm -1.41033* .21611 .000 -1.8919 -.9288

500 ppm -2.07933* .21611 .000 -2.5609 -1.5978

300 ppm 100 ppm 1.32100* .21611 .000 .8395 1.8025

68
200 ppm .68567* .21611 .010 .2041 1.1672

400 ppm -.72467* .21611 .007 -1.2062 -.2431

500 ppm -1.39367* .21611 .000 -1.8752 -.9121

400 ppm 100 ppm 2.04567* .21611 .000 1.5641 2.5272

200 ppm 1.41033* .21611 .000 .9288 1.8919

300 ppm .72467* .21611 .007 .2431 1.2062

500 ppm -.66900* .21611 .011 -1.1505 -.1875

500 ppm 100 ppm 2.71467* .21611 .000 2.2331 3.1962

200 ppm 2.07933* .21611 .000 1.5978 2.5609

300 ppm 1.39367* .21611 .000 .9121 1.8752

400 ppm .66900* .21611 .011 .1875 1.1505

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 7. Hasil hubungan nilai SPF dan kadar total fenolik

Correlations

69
Correlations

Nilai SPF pada kadar fenolik


berbagai pada berbagai
konsentrasi konsentrasi

Nilai SPF pada berbagai Pearson Correlation 1 .943**


konsentrasi
Sig. (2-tailed) .000

N 15 15

kadar fenolik pada berbagai Pearson Correlation .943** 1


konsentrasi
Sig. (2-tailed) .000

N 15 15

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Gambar 1. Gambar penyiapan bahan

70
A. Tanaman padi merah B. Pengeringan padi merah

Gambar 2. Gambar pembuatan ekstrak

A. Ekstraksi B. Ekstrak kental

71
72

Anda mungkin juga menyukai