PENDAHULUAN
Salah satu bahan alam yang diduga memiliki nilai SPF adalah beras merah
(Oryza glaberrima Steud.) yang telah diteliti aktivitasnya sebagai tabir surya.
Beras merah memiliki nilai persentase transmisi eritema dan pigmentasi <1%
1
sehingga dikategorikan sebagai sunblock yaitu substansi kimia yang dapat
menyerap hampir semua radiasi UV A dan UV B (La suda, 2013). Salah satu
senyawa penting dalam tabir surya yaitu antioksidan yang diketahui dapat
mencegah dan menghambat terbentuknya radikal bebas. Senyawa yang
berfungsi sebagai antioksidan pada beras merah adalah kandungan antosianin,
yaitu senyawa fenolik yang masuk kelompok flavonoid yang berperan penting
baik bagi tanaman itu sendiri maupun bagi kesehatan manusia. Kandungan
antosianin pada setiap gram padi beras merah masih sangat beragam dan
berkisar antara 0,34 – 93,5 µg (Damanhuri; 2005; Herani dan Rahardjo, 2005).
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang ada adalah apakah ekstrak
beras merah memiliki nilai SPF yang dapat dimanfaatkan sebagai sunscreen /
tabir surya. Untuk itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui nilai SPF yang
terkandung dalam ekstrak beras merah dengan menggunakan metode
Spektrofotometri UV-Vis secara in vitro.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dibuat rumusan masalah
seperti berikut :
1. Apakah ekstrak etanol beras merah memiliki potensi sebagai tabir surya ?
2. Berapa nilai SPF pada ekstrak etanol beras merah yang ditentukan secara
in vitro menggunakan spektrofotometri UV-Vis ?
3. Berapakan kandungan total fenolik pada ekstrak etanol beras merah ?
4. Adakah hubungan antara kandunga total fenolik dengan nilai SPF pada
ekstrak etanol beras merah
2
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat penelitian
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commenlinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Oryza
4
Gambar 2.1 Beras merah
b. Anatomi Beras
c. Kandungan Kimia
5
terdapat pada kulit beras, tetapi juga terdapat pada seluruh bagian beras,
seperti pada Oryza glaberima dan pada ubi jalar ungu. Pigmen antosianin
ini berperan sebagai senyawa antioksidan dalam mencegah dan mengobati
beberapa penyakit seperti kanker, diabetes, hipertensi, kolesterol dan
jantung koroner. Selain itu, nilai jual beras merah lebih tinggi jika
dibandingkan dengan beras biasa, sehingga dapat menambah pendapatan
petani (Santika dan Rozakurniati, 2010).
1. Fenol
Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih
gugus hidroksil yang terikat langsung dengan cincin aromatik (Gambar
2.2)
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang
paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid
6
termasuk dalam golongan senyawa fenolik dengan struktur C6-C3-C6
(Redha, 2010). Struktur flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.3.
7
bagian gabah, bahkan pada kelopak daun. Nutrisi beras merah sebagian
terletak di lapisan kulit luar (aleuron) yang mudah terkelupas pada saat
penggilingan. Jika butiran dipenuhi oleh pigmen antosianin maka warna
merah pada beras tidak akan hilang (Suardi, 2005). Antosianin adalah
zat warna alami yang bersifat sebagai antioksidan yang terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan. Lebih dari 300 struktur antosianin yang ditemukan
telah diidentifikasi secara alami (Wrolstad, 2001). Antosianin adalah
pigmen dari kelompok flavonoid yang larut dalam air, berwarna merah
sampai biru dan tersebar luas pada tanaman (Jawi S. dan Sutirtayasa,
2007).
2. Kulit
Kulit merupakan lapisan yang melindungi tubuh terhadap pengaruh
lingkungan luar. Kulit disebut juga integumen atau kutis yang tumbuh dari 2
macam jaringan yaitu jaringan epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis
dan jaringan pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit
dalam). Kulit mempunyai susunan serabut syaraf yang teranyam secara
halus berguna untuk merasakan sentuhan atau sebagai alat raba dan
merupakan indikator untuk memperoleh kesan umum dengan melihat
perubahan pada kulit (Syaifuddin, 2009).
a. Lapisan kulit
1) Epidermis
Lapisan kulit yang paling luar disebut dengan epidermis. Lapisan
epidermis memiliki ketebalan yang berbeda-beda pada berbagai
bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter misalnya ada
pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran
0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut
(Tranggono & Latifah, 2007). Epidermis terbagi menjadi beberapa,
yaitu :
a) Stratum corneum (lapisan tanduk)
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling atas dan terdiri atas
beberapa lapis sel pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami
8
metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air.
Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin (protein yang tidak
larut dalam air) dan sangat resisten terhadap bahan kimia. Secara
alami, sel-sel yang mati di permukaan kulit akan melepaskan diri
untuk beregenerasi. Permukaan lapisan ini dilapisi oleh lapisan
pelindung lembab tipis bersifat asam disebut mantel asam kulit
(Tranggono & Latifah, 2007).
b) Stratum lusidum (stratum lucidum)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapisan sel yang sangat gepeng
dan bening. Membran yang membatasi sel-sel tersebut sulit terlihat
sehingga lapisannya secara keseluruhan seperti kesatuan yang
bening. Lapisan ini ditemukan pada daerah tubuh yang berkulit
tebal (Syaifuddin, 2009). Lapisan ini terletak di bawah stratum
corneum. Antara stratum licuidum dan stratum granulosum
terdapat lapisan keratin tipis yang disebut rein’s barrier (Szakall)
yang tidak bisa ditembus (impermeable) (Tranggono & Latifah,
2007)
c) Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)
Lapisan ini tersusun atas sel-sel keratinosit berbentuk poligonal,
berbuir kasar, berinti mengkerut. Dalam butir keratohyalin tersebut
terdapat bahan logam, khususnya tembaga, sebagai katalisator
proses pertandukan kulit.
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel didalamnya.
Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Stratum granulosum
juga tampak jelas ditelapak tangan dan kaki (Wasitaatmadja, 1997)
d) Stratum spinosum
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel berbentuk kubus dan
poligonal, inti terdapat ditengah dan sitoplasmanya berisi berkas-
berkas serat yang terpaut pada desmosom (jembatan sel). Seluruh
sel terikat rapat lewat serat-serat tersebut sehingga secara
9
keseluruhan lapisan sel-selnya berduri. Lapisan ini untuk menahan
gesekan dan tekanan dari luar, tebal dan terdapat di daerah tubuh
yang banyak bersentuhan atau menahan beban dan tekanan seperti
tumit dan pangkal telapak kaki (Syaifuddin, 2009).
e) Stratum malpigi
Unsur-unsur lapis taju yang mempunyai susunan kimia yang
khas. Inti bagian basal lapis taju mengandung kolesterol dan asam-
asam amino. Stratum malpigi merupakan lapisan terdalam dari
epidermis yang berbatasan dengan dermis di bawahnya dan terdiri
atas selapis sel berbentuk kubus (batang) (Syaifuddin, 2009).
f) Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis)
Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Di
dalamnya terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel yang tidak
mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen
dan melalui dendrit-dendrit diberikan kepada sel-sel keratinosit.
Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit dan disebut dengan
unit melanin epidermal (Tranggono & Latifah,2007)
2) Dermis
Bagian ini terdiri dari serabut kolagen dan elastin, yang berada
dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
mukopolisakarida. Serabut kolagen mencapai 72% dari keseluruhan
berat kulit manusia tanpa lemak. Di dalam dermis terdapat adneksa
folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat,
kelenjar sebasea, otot penrgak rambut, ujung pembuluh darah dan
ujung syaraf , juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan
lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono & Latifah,
2007).
3) Lapisan subkutan
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang
terdiri atas jaringan pengikat longgar, komponennya serat longgar,
elastis dan sel lemak. Sel-sel kemak membentuk jaringan lemak pada
10
lapisan adiposa yang terdapat susunan lapisan subkutan untuk
menentukan mobilitas kulit diatasnya, bila terdapat lobulus lemak
yang merata, hipodermis membentuk bantal lemak yang disebut
pannikulus adiposa. Pada daerah perut, lapisan ini dapat mencapai
ketebalan 3 cm. Pada kelopak mata, penis dan skortum, lapisan
subkutan tidak mengandung lemak. Dalam lapisan hipodermis
terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, dan anyaman
syaraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit bawah dermis.
Lapisan ini mempunyai ketebalan variasi dan mengikat kulit secara
longgar terhadap jaringan dibawahnya (Syaifuddin, 2009).
3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Metode ekstraksi yang tepat ditentukan oleh tekstur kandungan air bahan-
bahan yang akan diekstrak dan senyawa-senyawa yang akan diisolasi
(Harborne, 1996). Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia
dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan
lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan
serta stabilitas tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan
derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempemudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang
tepat (Depkes RI, 2000). Hasil dari ekstraksi adalah ekstrak, yang
merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau
serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Proses ekstraksi dibagi menjadi beberapa metode, yaitu :
1) Cara dingin
a. Maserasi
11
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya
perubahan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang
diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustic axtraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruang. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI,2000).
2) Cara panas (Depkes RI,2000)
a. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi denggan pelarut pada temperur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukanpengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk
proses ekstraksi sempurna.
b. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinyu dengan umlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (pengadukan kontinyu) dengan
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50˚C.
d. Infusa
12
Infusa adalh ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penngas air
mendidih, temperatur terukur 90-98˚C selama waktu tertentu (15-20
menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit)
dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI,2000).
4. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Visibel merupakan teknik spektroskopik yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-360
nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan instrumen spektrofotometer.
Distribusi elektron di dalam suatu senyawa organik secara umum yang
dikenal sebagai orbital elektron pi (π), sigma (α) dan elektron tidak
berpasangan (n). Apabila pada molekul dikenakan radiasi elektromagnetik
UV atau Visibel maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat yang lebih
tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron anti bonding (Ditjen
POM,1979). Penerapan spektrofotometri UV-Vis pada senyawa organik
didasarkan pada transisi n-π* ataupun π-π*. Transisi ini terjadi dalam daerah
spektrum sekitar 200 ke 700 nm yang digunakan dalam eksperimen dan
karenanya memerlukan gugus kromofor dalam molekul itu. Kromofor
merupakan gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam
daerah-daerah UV dan Visibel. Pada senyawa organik dikenal pula gugus
auksokrom yaitu gugus jenuh yang terikat pada kromofor. Terikatnya gugus
auksokrom pada kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan
intensitas serapan maksimum (Depkes RI, 1995)
Spektrum absorbansi Uv-Visibel absorbansi sangat berguna untuk
pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa
ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu
dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Pratama & Zulkarnain, 2015).
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh
larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.
A = a.b.c (1)
13
Keterangan :
A = absorbansi
a = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Absorptivitas molar merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung
pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan
sampel. Absorptivitas molar tergantung pada suhu, pelarut, struktur
molekul, dan panjang gelombang radiasi. Persyaratan berlakunya hukum
Lambert-Beer adalah sebagai berikut (Rohman, 2007):
1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
2. Penyerapan terjadi dalam satu volume yang mempunyai penampang luas
yang sama.
3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung
terhadap yang lain dalam larutan tersebut.
4. Tidak terjadi peristiwa fluorosensi atau fosforisensi.
5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
14
Surya
1. 2-4 Proteksi minimal
2. 4-6 Proteksi sedang
3. 6-8 Proteksi ekstra
4. 8-15 Proteksi maksimal
5. ≥15 Proteksi ultra
sumber : Wilkinson & Moore, 1982
Tabel 2.2. Keefektifan Sediaan Tabir Surya Berdasarkan %Te dan %Tp
Rentang sinar UV yang
Kategori Penilaian ditransmisi
%Te %Tp
Sunblock <1 3-40
Proteksi Ekstra 1-6 42-86
Suntan Standar 6-12 45-86
Fast Tanning 10-18 45-86
Sumber : Balsam, 1972
15
EE = spektrum efek eritema ; I = intensitas matahari spektrum
320
SPFspektrofotometri¿ CF × ∑ EE ( λ ) x I ( λ ) x|(λ)| (2)
290
Keterangan:
CF = Faktor koreksi (= 10 )
EE = Spektrum efek eritema
I = Intensitas spektrum sinar
Abs = Absorbansi
16
Struktur tungstat cenderung mudah direduksi, namun cukup transfer satu
elektron. Kondisi ketidakberadaan molibdenum membuat fosfotungstat
digunakan untuk menentukan fenol orto-dihidrat secara selektif tanpa
melibatkan monofenol atau meta-dihidrat. Molibdat cenderung mudah
direduksi menjadi senyawa biru yang dapat berupa Mo+6 atau Mo+5 yang
stabil. Puncak absorbsi berkisar pada kemurnian senyawa biru. Luasnya
puncak ini dan tidak adanya komponen dalam sampel biologi yang dapat
mengabsorbsi pada daerah ini membuat analisis dilakukan pada panjang
gelombang 760 nm. Warna biru yang terbentuk pada suhu ruang berasal dari
reaksi turunan fenolik yang terdata sebanyak 29 monofenol, 22 katekol, 11
pirogalol, 4 floroglusinol, 9 resorsinon, 9 para-hidrokuinol, 11 naftol, 6
antrasenes, 17 aglikon flavonoid, 9 glikosida, 5 hidroksikumarin, 7
aminofenol, dan 19 substansi nonfenolik (Singleton, 1999).
B. Kerangka Konsep
17
100 ppm 200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm
BAB III
METODE PENELITIAN
18
dari ekstrak etanol beras merah yang divariasikan konsentrasinya secara in
vitro dengan metode spektrofotometri Uv-vis.
B. Variabel Penelitian
19
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blender, alat gelas (iwaki-
pyrex), alluminium foil, bejana, cawan porselin, batang pengaduk, kertas
whatman, sendok sungu, timbangan analitik (Shimadzu ATX224), pH meter
(Metrohm), corong buchner, vacuum (Rocker 600), sentrifuge (PLC-03),
stirrer (IKAR RW 20), rotary evaporator (IKAR RV 10) dan spektrofotometer
uv-vis (Shimadzu UV-1800).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Beras Merah, etanol
96% (PT. Brataco), reagen folin ceocalteu 50% (MERCK) , natrium karbonat
5% (MERCK), asam galat (SIGMA), metanol (PT. Brataco), HCl 37% dan
akuades (PT.Brataco).
F. Cara Penelitian
1. Pengambilan Bahan
Bahan yang digunakan yaitu beras merah yang didapatkan dari petani beras
merah di Galuh Timur, Bumiayu.
2. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di laboratorium lingkungan Fakultas
Biologi Universitas Jendral Soedirman.
3. Penyiapan Beras Merah
Beras Merah diserbuk kemudian diayak dengan ayakan no 40/60 agar
didapatkan serbuk yang lebih halus
4. Pembuatan Ekstrak
Serbuk Beras merah yang lolos ayakan 40/60 mesh ditimbang sebanyak
300 gram lalu dimaserasi dengan etanol 96% yang diasamkan dengan HCl
37% hingga pH 1,0 sebanyak 3000 ml (1:10). Beras merah dan pelarut
diaduk menggunakan stirrer dengan kecepatan 300 rpm selama 4 jam
kemudian didiamkan hingga 24 jam di tempat gelap dan dibungkus
aluminium foil. Setelah 24 jam, maserat disaring dengan corong buchner
untuk memisahkan filtrat dan ampas. Filtrat yang diperoleh dipekatkan
20
dalam rotary evaporator vakum pada suhu 30°C sehingga diperoleh ekstrak
kental (Maulida et al,2015).
5. Penentuan Kandungan Total Fenolik (Ratnayani et al, 2012)
a. Pembuatan larutan stok asam galat
Larutan stok asam galat dengan konsentrasi 1000 ppm, yang dibuat
dengan melarutkan 0,1 gram asam galat dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan akuades sampai tanda batas. kemudian diencerkan menjadi
konsentrasi 10 ppm, dibuat dengan mengambil 1 mL larutan stok dan
dimasukkan dalam labu ukur 100 mL lalu ditambahkan akuades sampai
tanda batas.
b. Penentuan konsentrasi Reagen Folin-Ciocalteu
Dibuat larutan folin-ciocalteu diawali dengan konsentrasi 0; 10; 25;
50; 75 dan 100%. Masing-masing larutan folin-ciocalteu tersebut diambil
0,8 mL dimasukkan kedalam labu takar 10 mL kemudian ditambahkan 1
mL asam galat 2,5 ppm dan Na2CO3 5% hingga tanda batas. Larutan
didiamkan selama 60 menit dan serapan diukur pada panjang gelombang
maksimum 760 nm seperti pada (Ratnayani,2012).
c. Pembuatan seri konsentrasi
Membuat seri konsentrasi 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 ppm,
dibuat dengan mengambil larutan stok 10 ppm sebanyak 0; 0,5; 1; 1,5;
2,5; 3; 3,5; 4 mL dimasukkan dalam labu ukur 10 mL kemudian
ditambahkan reagen folin 50% sebanyak 8 mL dan Na 2CO3 5% hingga
tanda batas.
21
dimasukkan pada labu ukur 10 mL. Selanjutnya ditambahkan Na 2CO3
5% hingga tanda batas, sehingga menghasilkan larutan standar
konsentrasi 0; 0,25; 0,5; 1,0; 2,5; 5,0 dan 7,5 ppm. Masing-masing
larutan didiamkan selama 60 menit, dan serapannya diukur pada panjang
gelombang maksimum. dengan mengalurkan absorbansi terhadap
konsentrasi, dapat diperoleh kurva kalibrasi dengan persamaan regresi
y = bx + a.
f. Penentuan kandungan total fenolik
Penetapan kandungan total senyawa fenolik ini dilakukan
berdasarkan metode Folin-Ciocalteu. Sampel ekstrak beras merah pada
konsentrasi 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm, dipipet sebanyak 1 mL
kemudian ditambahkan dengan 0,8 mL reagen folin dimasukkan dalam
labu ukur 10 mL. Setelah itu campuran tersebut dikocok. Selanjutnya
ditambahkan Na2CO3 5% sampai tanda batas, sehingga volume total
larutan menjadi 10 mL. Larutan didiamkan selama 60 menit, dan
serapannya diukur pada panjang gelombang maksimum. pengukuran
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Konsentrasi senyawa fenolat
dalam sampel dapat ditentukan dengan mengalurkan absorbansi sampel
pada kurva kalibrasi.
Untuk menghitung kadar total fenol. Hasil absorbansi sampel yang
telah didapat, dimasukkan kedalam persamaan garis regresi linier standar
asam galat sebagai pengganti y sehingga diperoleh kadar ekuivalen asam
galat (x). kadar ekuivalen asam galat tersebut kemudian dikalikan dengan
jumlah volume yang digunakan saat absorbansinya diukur. Setelah
diperoleh hasilnya, dilakukan konversi satuan dari µgGAE/g menjadi
mgGAE/100mg lalu dikalikan dengan faktor pengenceran. Hitung
kandungan total fenolik pada ekstrak beras merah. Perhitungan
kandungan total fenolik menurut Pourmorad et al (2006) menggunakan
rumus berikut :
C .V . fp
TPC =
g
Keterangan :
TPC = total phenolic content (mgGAE/g)
22
C = konsentrasi fenolik (nilai x)
V = volume ekstrak yang digunakan (ml)
fp = faktor pengenceran
g = berat sampel yang digunakan (g)
6. Penentuan nilai SPF
Sampel ekstrak beras hitam sebanyak 1 gram ditambahkan etanol pada
labu ukur hingga 100 ml kemudian diultrasonifikasi selama 5 menit
selanjutnya disaring dengan kertas saring, hasil filtrat 10 mL pertama
dibuang, penyaringan dilanjutkan sampai selesai. Selanjutnya mengambil
5 mL filtrat dan masukkan dalam labu ukur 50 mL. Larutan dipipet
sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml, masing–masing dicukupkan volumenya
dengan etanol pada labu ukur hingga 10 ml, diperoleh 5 konsentrasi yaitu
100, 200, 300, 400, dan 500 ppm, kemudian masing–masing konsentrasi
diukur serapannya dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 290-320 nm dengan perubahan setiap kali pengamatan
5 nm. Kemudian dihitung nilai SPF dengan menggunakan rumus yang
diikuti oleh penerapan persamaan sebagai berikut (Dutra et al., 2004) :
320
SPFspektrofotometri¿ CF × ∑ EE ( λ ) x I ( λ ) x|(λ)|
290
Keterangan:
CF = Faktor koreksi (= 10 )
EE = Spektrum efek eritema
I = Intensitas spectrum sinar
Abs = Absorbansi
G. Analisis Hasil
1. Data hasil absorbansi pada berbagai konsentrasi standar asam galat
digunakan untuk mendapatkan persamaan garis regresi linier dalam
penentuan kandungan total fenolik beras merah. Hasil absorbansi pada
berbagai konsentrasi sampel (ekstrak etanol beras merah) yang
dimasukkan kedalam persamaan garis regresi linier standar asam galat
23
sebagai pengganti y sehingga diperoleh kadar ekuivalen asam galat (x)
sehingga diperoleh kandungan total fenolik pada ekstrak beras merah.
2. Data nilai SPF ekstrak etanol beras merah pada masing-masing
konsentrasi diuji normalitas dan homogenitas dengan uji Kolmogorov-
smirnov dan uji Levene.
3. Jika data nilai SPF normal dan homogen pada masing-masing
konsentrasi terdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji
ANOVA untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada berbagai
konsentrasi eksrak etanol beras merah.
4. Jika data nilai SPF tidak normal dilakukan hasil uji Kruskal Wallis.
5. Jika ANOVA atau Kruskal Wallis memberikan hasil adanya
perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan Post Hoc analisis
6. Hasil data kandungan total fenolik dan nilai SPF ekstrak etanol beras
merah dilakukan uji korelasi pearson atau uji mann whitney untuk
menentukan apakah ada korelasi yang signifikan antara kandungan
total fenolik dengan nilai SPF pada berbagai konsentrasi ekstrak
etanol beras merah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
24
kesalahan atau kekeliruan. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah padi beras merah, bagian tanaman yang digunakan biji padi merah.
Determinasi tanaman padi beras merah dilakukan di Laboratorium
Lingkungan, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman dengan
referensi Syn.Pl.Glumac.1(1):3.1853 [1855 publ. 10-12 Dec 1853] (IK).
Hasil determinasi menyatakan bahwa sampel yang diambil benar-benar
tanaman Oryza glaberrima Steud. dengan familia poaceae atau yang lebih
dikenal dengan nama padi merah. Hasil determinasi dapat dilihat pada
Lampiran 1.
B. Hasil Penyiapan Bahan
Padi beras merah diperoleh dari desa Galuh Timur, Bumiayu. Bahan
padi merah dicuci untuk menghilangkan kotoran dalam beras merah, yang
kemudian dijemur di bawah sinar matahari dan diatasnya diberi kain
berwarna hitam. Penggunaan kain berwarna hitam pada saat penjemuran
bertujuan agar zat aktifnya tidak rusak akibat paparan sinar matahari.
Tujuan pengeringan adalah untuk mencegah timbulnya jamur, bakteri
dan menghentikan kerja enzim sehingga menyebabkan perubahan
komposisi bahan tersebut. Beras merah yang telah kering kemudian
diserbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40/60 agar diperoleh serbuk
yang lebih halus. Penyerbukan dilakukan untuk memperkecil ukuran
partikel sehingga dapat memperluas permukaan kontak serbuk dengan
penyari sehingga proses penyarian lebih efektif. Penelitian sebelumnya
menyatakan ukuran partikel 40/60 memiliki luas permukaan kontak paling
luas. Permukaan kontak serbuk simplisia dengan pelarut yang luas akan
memaksimalkan kesempatan pelarut untuk mengekstraksi antosianin
(maulida,2015). Hasil penyiapan bahan dapat dilihat pada Gambar 1.
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Beras Merah
Serbuk beras merah yang telah diayak dengan ayakan ukuran 40/60
kemudian ditimbang dan di maserasi dengan etanol 96% yang diasamkan
dengan HCl 37% hingga pH 1,0 sebanyak 3 L (1:10). Penggunaan pelarut
dengan pH 1,0 karena senyawa fenolik lebih mudah terekstrak pada
pelarut yang memilki nilai pH rendah (Widarta, 2011). Selanjutnya
25
remaserasi dengan sisa pelarut dan filtrat yang telah terkumpul diuapkan
dengan rotary evaporator dengan suhu 30˚C.
Pada proses maserasi, cairan penyari akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam
sel dengan yang berada diluar sel, berulang sehingga terjadi keseimbangan
konsetrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Ekstrak kental yang
diperoleh seberat 13,21 gram dengan randemen 4,40 % (Lampiran 2).
Hasil pembuatan ekstrak dapat dilihat pada Gambar 2.
D. Hasil Penentuan Kandungan Total Fenolik
Analisis kandungan total fenolik menggunakan metode Folin-Ciocateu
yang absorbansinya diukur pada panjang gelombang 765 nm (Pourmorad
dkk;2006). Kadar total fenolik dari ekstrak dinyatakan sebagai ekuivalen
asam galat atau Gallic Acid Equivalent (GAE). GAE merupakan acuan
umum untuk mengukur sejumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam
suatu bahan (Mongkolsilp dkk.,2004). Pengukuran kadar total fenol
dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu dilakukan dengan empat
langkah, yaitu pembuatan larutan stok asam galat, penentuan panjang
gelombang maksimum, penentuan kurva standar asam galat, dan
penentuan kandungan total fenolik. Sebelumnya dilakukan optimasi
terhadap konsentrasi Pereaksi Folin Ciocalteu yang digunakan untuk
mendapatkan absorbansi Folin-ciocalteu yang optimum. Penetapan
konsentrasi Fc dilakukan dengan mengukur konsentrasi asam galat 2,5
ppm pada beberapa konsentrasi FC yang meliputi 0, 10, 25, 50, 75 dan 100
%. Diperoleh hasil berupa absorbansi yang dipaparkan pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil absorbasi FC pada berbagai konsentrasi
Konsentrasi FC (%) Absorbansi
0 0,017
10 0,423
25 0,446
50 0,594
75 0,513
100 0,532
26
terbesar yaitu 0,594 sehingga konsentrasi FC 50% digunakan dalam
penelitian ini.
1) Hasil pembuatan larutan stok asam galat
Larutan stok asam galat 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 0,1 gram
asam galat dalam labu ukur 100 mL di tambahkan aquades hingga tanda
batas dan diencerkan dengan mengambil 1 mL larutan stok tersebur
dimasukkan dalam labu ukur 100 mL sehingga diperoleh konsentrasi 10
ppm.
2) Hasil penentuan panjang gelombang maksimum
Penentuan panjang gelombang dilakukan dengan mengukur larutan
standar asam galat dengan konsentrasi 5 ppm yang telah dipersiapkan
direaksikan dengan pereaksi Folin-Ciocalteu dan diukur serapannya pada
panjang gelombang 700-780 nm untuk menentukan panjang gelombang
yang memberikan serapan maksimum. Hasilnya telah diketahui bahwa
panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum adalah 734 nm.
27
0,5 0,162
1 0,289
1,5 0,383
2,5 0,567
3 0,694
3,5 0,818
4 0,896
28
dipaparkan pada tabel 4.3. Hasil absorbansi sampel yang telah didapat,
dimasukkan kedalam persamaan garis regresi linier standar asam galat
sebagai pengganti y sehingga diperoleh kadar ekuivalen asam galat (x)
(Lampiran 3) sehingga diperoleh hasil kadar perhitungan ekuivalen asam
galat maka dilanjutkan dengan perhitungan kandungan total fenolik
29
Tujuan dari penentuan nilai SPF ekstrak beras merah yaitu untuk
mengetahui apakah ekstrak beras merah dapat digunakan sebagai tabir
surya.
30
konsentrasi 500 ppm. Nilai SPF yang baik adalah 15 apabila lebih dari 15
maka disebut sebagai ultra (Wasitaatmadja, 1997).
Hasil uji anava satu arah yang ditunjukkan pada lampiran 6 memiliki
nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka terdapat perbedaan kandungan SPF
terhadap masing-masing konsentrasi maka dilakukan analisis lanjutan Post
Hoc berupa LSD. Berdasarkan hasil post Hoc semua konsentrasi
menunjukkan hasil yang signifikan, dapat disimpulkan ada perbedaan yang
bermakna diantara berbagai konsentrasi.
31
Hubungan antara kandungan total fenolik dan nilai SPF dipaparkan
pada gambar 4.4. yang menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai SPF suatu
ekstrak maka semakin tinggi pula kandungan total fenoliknya.
Berdasarkan hasil yang dipaparkan (lampiran 7) nilai pearson correlation
menghasilkan angka 0,943 menunjukkan korelasi yang tinggi karena
mendekati 1. Nilai signifikansi menghasilkan angka 0,000 < 0,005 yang
menunjukkan adanya hubungan antara kandungan total fenolik dan nilai
SPF. Hasil hubungan nilai SPF dan fenolik dapat dilihat pada Lampiran 7.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Ekstrak etanol beras merah memiliki potensi sebagai bahan tabir
surya.
2. Ekstrak beras merah merah menghasilkan nilai SPF pada konsentrasi
500 ppm yaitu 3,3.
3. Kandungan total fenolik ekstrak etanol beras merah terbesar diperoleh
pada konsentrasi 500 ppm yaitu 193,61 mgGAE/g.
4. Terdapat hubungan antara kandungan total fenolik dengan nilai SPF
dimana semakin tinggi kandungan total fenolik suatu ekstrak beras
merah maka semakin tinggi nilai SPF.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian untuk membuat Formulasi sediaan dari
ekstrak beras merah yang dikombinasikan dengan bahan alam lain
yang berpotensi sebagai tabir surya serta mengandung SPF.
2. Disarankan untuk uji efektivitas tabir surya secara in vivo
33
DAFTAR PUSTAKA
34
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. hal.1061
Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman. 1, 10-12.
Dutra,E.A.,Oliveira,D.A.,Kedorhackman,E.R..,Santoso,M.I.(2004). Determination
of sun Protection Factor (spf) of sunscreen by Ultraviolet
spektrofotometri.Brazilian journal of pharmaceutical sciences, 40,381-
385
Fourneron, J.D.,et al. (1999).Sur la measure in vitro de la protection solaire de
cremes cosmeticus.Paris: C.R.Acad.Sci.
Garoli, D., Pelizzo, M.G., Nicolossi, P., Peserico, A., Tonin, E., Alaibac, M.,
(2009). Effectiveness of Different Substrate Materials for In Vitro
Sunscreen Test, Journal of Dermatological Science, 56, Issue 2,
November 2009, 89-9
Green, A., William, G., and Neale, R., (1999). Does Daily Use of Sunscreen or β
carotene Supplements Prevent Skin Cancer in Healthy Adults?, 354, 723-
729, Lancet
Harborne, J B. (1987). Metode fitokimia : Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan oleh Kosasih P dan soediro Iwang. Bandung :
Penerbit Institut Teknologi Bandung. 6-17.
Jawi S. dan Sutirtayasa., (2007). Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Jalar Ungu
(Ipomoiea batatas L) Terhadap Hati Setelah Aktivitas Fisik Maksimal
dengan Melihat Kadar AST dan ALT Darah pada Mencit. Jurnal
Dok.Farm. Dexa Media vol 20 Vegetarian Phythochemical : Guardian of
our Health, Continuing, Education article, hal 103-105.
Juliano,B.O., (1993). The rice caryopsis and its composition. In rice, chemistry
and Technology, DF. Houston. American Association of Cereal Chemist,
Inc.St.Paul, Minnesota
35
La suda, (2013). Uji Aktivitas Tabir Surya Ekstrak Beras Merah (oryza nivara)
secara spektrofotometri UV skripsi. Makassar. Fakultas Farmasi,
universitas Hasanuddin.
Maulida,R dan Any,G.(2015).Pengaruh ukuran partikel beras hitam (Oyza Sativa
L.) terhadap randemen ekstrak dan kandungan total antosianin,Volume
5(1):9-16.
Mongkolsilp, S., Pongbupakit, I., Sae-lee, N., Sitthithaworn, W. (2004). Radical
Scavenging activity and total phenolic content of medical plants used in
primary health care. Jurnal of Pharmacy and Science. 9(1) :32-35.
Pratama, Wiweka A & A Karim Zulkarnain. (2015). Uji Spf In Vitro Dan Sifat
Fisik Beberapa Produk Tabir Surya Yang Beredar di Pasaran. Majalah
farmaseutik. 11 (01). Hal 275-283.
Pourmorad, F., Hossenimehr, S.J., Shahabimajd, N. (2006). Antioxidant activity,
phenol and flavonoid contents of some selected Iranium medical plants.
African Journal of Biotechnology. 5(11):1142-1145.
Ratnayani,K.,Laksmiwati, Mayun.,Septian,P indah (2012). Kadar total senyawa
fenolat pada madu randu dan madu kelengkeng serta uji aktivitas
antiradikal bebas dengan metode DPPH (Difenilpikril Hidrazil). Jurnal
Kimia, Volume 6(2):163-168.
Redha, A. (2010). Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam
Sistem Biologis. Belian. 9 (2). Hal. 196-202.
Rohman,A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hal:75,234,237.
Santika, A., dan Rozakurniati., (2010). Teknik Evaluasi Mutu Beras dan Beras
Merah Pada Beberapa Galur Padi Gogo. Buletin Teknik Pertanian vol.
15. No 1. 2010: 1-5.
Sayre, R. M., Agin, P. P., Levee, G. J., Marlowe, E. (1979). Comparison of in
vivo and in vitro testing of sunscreening formulas. Photochem.
Photobiol. Oxford. V, 29, p. 559-566.
Singleton, V.L.Rossi, J.A (1999). Analysis of total phenols and other oxidation by
mean of folin-ciocalteu reagent. 299: 152-178
36
Soeratri,W. T.Purwanti.(2004). Pengaruh Penambahan Asam Glikolat Terhadap
Efektivitas Sediaan Tabir Surya Kombinasi Anti UV-A dan anti UV-B
Dalam Basis Gel. 2004. Majalah Farmasi Airlangga Vol.4 No.3
Sompong R, Siebenhadl-Ehn S, Linsberger-Martin G, Berghofer E.(2011).
Physicochemical and antioxidative properties of red and black rice
varieties from Thailand, China and Sri Lanka. J Food Chem 124: 132-
140. DOI: 10.1016/j. foodchem.2010.05.115.
Suardi. (2005). Potensi beras merah untuk peningkatan mutu pangan. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Indonesian Agricultural
Research and Development) Volume 24(3) : 93-100.
Syaifuddin.(2009).Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba Medica, 393-395
Tahir, I., Jumina., Yuliastuti, I. (2002). Analisis Aktivitas Perlindungan Sinar UV
Secara In Vitro dan In Vivo dari Beberapa Senyawa Ester Sinamat
Produk Reaksi Kondensasi Benzaldehida Tersubstitusi dan Alkil Asetat.
Seminar Nasional Kimia XI: Yogyakarta, 2 November
Tranggono, R.I., & Latifah, F. (2007). Buku pengantar Ilmu kosmetik. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama, 6-8, 11-13, 30-31, 129.
Vermerris W, Nicholson R. Phenolic compound. Netherlands: Springer, (2006).
p.88-90
Walkinson, J.B. & Moore, R.J. (1982). Harry’s Cosmeticology 7th Ed. New
York : Chemical Publishing Company.
Walter, M. dan Marchesan, E. (2011). Phenolic Compounds and Antioxidant
Activity of Rice. Brazilian Archives Biology and Technology 54(1):371-
377.
Wasitaatmadja, S. M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Penerbit UI-Press.
Jakarta.
Widarta, Wayan., Amata, Wayan. (2014). Stabilitas Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Bekatul Beras Merah Terhadap Oksidator dan Pemanasan Pada Berbagai
Ph. J.Teknol. dan Industri Pangan, Volume 25 (2): 195.
Wolf, R.,et al, (2001). The Spectrophotometric Analysis and Modelling of
Sunscreen. Washington: J.Chem.Educ
37
Wood, C. & Murphy, E., (2000). Sunscreen Efficacy. Glob. Cosmet. Ind, Duluth,
v.167: 38-44.
Yaar, M., Gilchrest, B.A. (2008). Aging of Skin, In Wolf, K., Lowel, A., Katz,
G.S., editor. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine. 7th edition.
New York: McGrawHill. p 964-1397.
LAMPIRAN
38
Lampiran 1.Surat Determinasi Tanaman Padi Beras Merah
39
40
Lampiran 2. Perhitungan Randemen Ekstras Beras Merah
41
Bobot Ekstrak
Perhitungan randemen= x 100%
Bobot Serbuk
13,21 gram
¿ x 100%
300 gram
¿ 4,40 %
42
Fenolik Total
y=0,20947 x +0,06542
Replikasi
Konsentrasi I II III
100 ppm 0,222 0,272 0,361
200 ppm 0,256 0,254 0,263
300 ppm 0,319 0,354 0,292
400 ppm 0,423 0,432 0,357
500 ppm 0,502 0,507 0,404
Replikasi Rata-
Konsentrasi I II III rata
100 ppm 37,37 49,31 70,55 52,41
200 ppm 90,98 90,03 94,32 91,77
300 ppm 121,05 137,76 108,16 122,32
400 ppm 170,70 175,00 139,19 161,63
500 ppm 208,42 210,80 161,63 193,61
Replikasi I
100 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,222=0,20947 x +0,06542
0,20947 x=0,222−0,06542
0,20947 x=0,15658
0,15658
x=
0,20947
¿ 0,0007475 mgGAE/mL
43
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,0007475 mgGAE
mL
×10 ×5 ) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 37,375
gram
200 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,256=0,20947 x+ 0,06542
0,20947 x=0,256−0,06542
0,20947 x=0,19058
0,19058
x=
0,20947
¿ 0,90982 µgGAE / mL
¿ 0,0009098 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,0009098 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 90.98
gram
300 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,319=0,20947 x+ 0,06542
0,20947 x=0,319−0,06542
0,20947 x=0,25358
0,25358
x=
0,20947
44
¿ 1,2105 µgGAE /mL
¿ 0,0012105 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,0012105 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 121,0579
gram
400 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,423=0,20947 x+ 0,06542
0,20947 x=0,423−0,06542
0,20947 x=0,35758
0,35758
x=
0,20947
¿ 0,0017070 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,0017070 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 170,70
gr am
500 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,502=0,20947 x +0,06542
45
0,20947 x=0,502−0,06542
0,20947 x=0,43658
0,43658
x=
0,20947
¿ 0,0020842 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,0020842 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 208,42
gram
Replikasi II
100 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,272=0,20947 x +0,06542
0,20947 x=0,272−0,06542
0,20947 x=0,20658
0,20658
x=
0,20947
¿ 0,0009862 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,0009862 mgGAE
mL
×10 ×5 ) ×50 m L
0,05 gram
mgGAE
¿ 49,31
gram
46
200 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,254=0,20947 x +0,06542
0,20947 x=0,254−0,06542
0,20947 x=0,1886
0,1886
x=
0,20947
¿ 0,00090036 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,00090036 mgGAE
mL
×10 × 10) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 90,036
gram
300 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,354=0,354 x +0,06542
0,20947 x=0,354−0,06542
0,20947 x=0,2886
0,2886
x=
0,20947
¿ 0,0013776 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
47
(¿ 0,0013776 mgGAE
mL
× 10× 10) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 137,76
gram
400 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,432=0,20947 x +0,06542
0,20947 x=0,432−0,06542
0,20947 x=0,36658
0,36658
x=
0,20947
¿ 0,00175001 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,00175001 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 175,00
gram
500 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,507=0,20947 x+ 0,06542
0,20947 x=0,507−0,06542
0,20947 x=0,44158
0,44158
x=
0,20947
48
¿ 0,00210808 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,00210806 mgGAE
mL
×10 × 10) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 210,808
gram
Replikasi III
100 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,361=0,20947 x +0,06542
0,20947 x=0,361−0,06542
0,20947 x=0,29558
0,29558
x=
0,20947
¿ 0,001411 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,001411 mgGAE
mL
× 10× 5) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 70,55
gram
200 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,263=0,20947 x+ 0,06542
0,20947 x=0,263−0,06542
0,20947 x=0,19758
49
0,19758
x=
0,20947
¿ 0,00094323 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,00094323 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 94,323
gram
300 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,292=0,20947 x +0,06542
0,20947 x=0,292−0,06542
0,20947 x=0,22658
0,22658
x=
0,20947
¿ 0,0010816 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,0010816 mgGAE
mL
× 10× 10) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 108,1682
gram
400 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,357=0,20947 x+ 0,06542
50
0,20947 x=0,357−0,06542
0,20947 x=0,29158
0,29158
x=
0,20947
¿ 0,00139198 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,00139198 mgGAE
mL
×10 ×10 ) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 139,198
gram
500 ppm
y=0,20947 x +0,06542
0,404=0,20947 x +0,06542
0,20947 x=0,404−0,06542
0,20947 x=0,33858
0,33858
x=
0,20947
¿ 0,00161636 mgGAE/mL
C .V . fp
TPC =
g
(¿ 0,00161636 mgGAE
mL
×10 × 10) ×50 mL
0,05 gram
mgGAE
¿ 161,63
gram
51
Lampiran 4. Hasil uji Prasyarat dan Anava fenolik
Explore
Konsentrasi
Cases
52
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Oneway
Kadar_Fenolik
2.972 4 10 .074
ANOVA
Kadar_Fenolik
Total 40601.866 14
53
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Kadar_Fenolik
LSD
54
300 ppm 100 ppm 69.91673* 14.87094 .001 36.7822 103.0512
Replikasi I
100 ppm
Total 1 0,044
55
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,044
¿ 0,44
200 ppm
Total 1 0,0964
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,0964
¿ 0,964
300 ppm
56
320 0,164 0,0180 0,0029
Total 1 0,1663
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,1663
¿ 1,663
400 ppm
Total 1 0,2352
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,2352
57
¿ 2,352
500 ppm
Total 1 0,2896
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,2896
¿ 2,896
Replikasi 2
100 ppm
58
Total 1 0,0669
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,0669
¿ 0,669
200 ppm
Total 1 0,1403
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,1403
59
¿ 1,403
300 ppm
Total 1 0,2093
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,2093
¿ 2,093
400 ppm
Total 1 0,2915
60
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,2915
¿ 2,915
500 ppm
Total 1 0,368
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,368
¿ 3,68
61
Replikasi 3
100 ppm
Total 1 0,0647
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,0647
¿ 0,647
200 ppm
Total 1 0,1295
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
62
¿ 10 ×0,1295
¿ 1,295
300 ppm
Total 1 0,1963
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,1963
¿ 1,963
400 ppm
63
Panjang Gelombang (λ nm) Abs EE x I (Normalisasi) Abs x (EE x I)
Total 1 0,2626
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,2626
¿ 2,626
500 ppm
Total 1 0,3324
320
SPF spectrophootometric =CF × ∑ EE ( λ ) × I ( λ ) ×|( λ )|
290
¿ 10 ×0,3324
64
¿ 3,324
Replikasi Rata-rata
Konsentrasi I II III
65
Lampiran 6.Hasil uji prasyarat dan Anava SPF
Explore
Konsentrasi
Cases
66
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Oneway
Descriptives
Total 1
1.9287 1.02612 .26494 1.3604 2.4969 .44 3.68
5
67
Test of Homogeneity of Variances
.638 4 10 .647
ANOVA
Total 14.741 14
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
68
200 ppm .68567* .21611 .010 .2041 1.1672
Correlations
69
Correlations
N 15 15
N 15 15
70
A. Tanaman padi merah B. Pengeringan padi merah
71
72