Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya alam salah satunya ialah tumbuhan buah merah
yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan serta obat tradisonal yang dapat menyembuhkan
berbagai penyakit.
Buah merah merupakan tumbuhan endemik dari Papua yang dimanfaatkan sebagai
obat seperti asam urat, kolestrol, diabetes, hipertensi, hepatitis, jantung coroner,
hingga penyakit yang paling berbahaya saat ini yaitu HIV dan memiliki berbagai
nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, kalori, karbohidrat,
lemak dan antioksidan seperti Vitamin E, vitamin C, α-karoten, β-karoten dan zat
warna antosianin (Febrina, e t a l ., 2007). Aisyah et al. (2009) menyatakan bahwa
kandungan metabolit sekunder dalam buah merah adalah alkaloid, terpenoid, dan
flavonoid. Senyawa metabolit sekunder berfungsi sebagai perlindungan pada tanaman
itu sendiri dan juga untuk kesehatan manusia. Selain itu juga kandungan vitamin E
yang terdapat pada buah merah atau tokoferol yang tinggi dapat berfungsi sebagai
penetralisir kolestrol. Febrina, e t a l ., (2007); Budi, et al., (2005).
Kandungan utama buah merah adalah sebagai minyak yang merupakan ekstrak
dari buah merah yang mengandung senyawa aktif yaitu α-karoten, β-karoten, β-
kriptosantin, α-tokoferol, serta asam lemak tidak jenuh, antara lain asam oleat, linoleat
dan palmitoleat (Murtiningrum et., al 2005). Proses pengolahan buah merah menjadi sari
buah merah (minyak buah merah) yang menghasilkan limbah berupa biji, pasta, dan
empulur buah merah. Ampas buah merah yang selama ini kurang dimanfaatkan, padahal
jika dilihat dari kandungan nutrien buah merah yang tinggi maka ampas buah merah
telah dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa dengan menambahkan 6% ampas buah merah kedalam pakan komersial dapat
meningkatkan panjang dan bobot saluran pencernaan . Hal ini mengindikasikan
penyerapan zat – zat makanan akan lebih baik yang berdampak pada pertumbuhan itik
jantan (Ollong et., al 2012).
Skrining fitokimia bertujuan untuk menggetahui senyawa metabolit sekunder
yang terdapat dalam tumbuhan seperti alkaloid, flavonoid, glikosida, terpenoid, saponin,
tanin dan polifenol (Muraay, 2009). Flavonoid, karotenoid, senyawa fenolik dan
polifenol merupakan komponen senyawa yang dapat berfungsi sebagai antioksidan.

1
Antioksidan merupakan senyawa atau molekul yang dapat menghambat terjadinya
proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Menurut Sangkala et al., 2014)
ekstrak buah merah memiliki daya aktivitas antioksidan yang kuat dengan presentase
penghambat radikal bebas sebesar 81.02%. Pengujian aktivitas antioksidan dapat
dilakukan dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Metode ini sering
digunakan untuk melihat aktivitas antioksidan karena caranya mudah digunakan. Metode
DPPH memberikan serapan kuat pada Panjang gelombang 517 nm dengan warna violet
gelap (Kelma, 2012).
Saat ini penelitian mengenai limbah empulur buah merah belum banyak dilakukan.
Oleh karena itu, peneliti tertarik mempelajari kandungan fitokimia dan aktivitas
antioksidan dari ekstrak empulur buah merah (Pandanus Conoideus Lam).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kandungan metabolit sekunder dari ekstrak empulur buah merah
(Pandanus Conoideus Lam) ?
2. Bagaimana aktivitas antioksidan ekstrak empulur buah merah (Pandanus
Conoideus Lam) ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui kandungan metabolit sekunder dari ekstrak empulur buah merah
(Pandanus Conoideus Lam).
2. Menentukan aktivitas antioksidan ekstrak empulur buah merah (Pandanus
Conoideus Lam).

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang kandungan
metabolit sekunder dan aktivitas antioksidan yang terdapat pada ekstrak empulur buah
merah (Pandanus Conoideus Lam)

2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Buah merah ( Pandanus Conoideus Lam )

Tanaman buah merah berdasarkan sistematika tumbuhan menurut Heyne (1987)


adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Pandanales
Familia : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Species : Pandanus conoideus L.
Buah merah berbentuk lonjong dengan kuncup tertutup, panjang buah mencapai
96-102 cm, diameter 15-20 cm, dan bobot 7-8 kg. Saat matang buahnya berwarna merah
merah tua, meskipun ada jenis buah tanaman ini yang berwarna coklat dan coklat-
kekuningan (Budi dan Paimin, 2004). Buah terdiri dari empulur tempat menempel biji
yang sangat keras dan terbungkus daging berwarna mera.Buah merah mengandung
senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, terpenoid, dan flavonoid. Sari buah merah
mengandung asam lemak, karotenoid, betakaroten, dan tokoferol. Asam lemak dalam buah
merah berupa asam palmitat (10,55%) dan asam oleat (84,78%). Sedangkan ester asam
lemak berupa metil palmitat (29,63%), metil oleat (23,09%), metil stearate (8,26%) dan
asam lemak tak jenuh yang mempunyai struktur siklopentan dengan rantai alifatik
(16,84%).

Gambar 1. Empulur Buah Merah


(Dokumentasi pribadi, 2019)

3
2.2. Ekstraksi

Estraksi adalah pemisahan zat target dan zat yang tidak bermanfaat yang di mana
teknik pemisahan berdasarkan dari distribusi zat terlarut antara 2 pelarut atau lebih yang
saling bercampur. Biasanya zat terlarut yang di ekstrak bersifat tak larut atau sedikit
larut pada suatu pelarut , namun mudah larut dengan pelarut lain yang lainnya.
(Harbone, 1987). Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia
(Ansel, 1989).

2.3 Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit sekunder dihasilakan melalui tiga jalur yaitu jalur asetat
malonat, jalur asam shikimat, dan jalur asetat mevalonat. Melalui jalur asetat malonat
menghasilkan senyawa poliketida dan senyawa aromatic seperti kuinon, untuk mjalur
shikimate menghasilkan senyawa alkaloid fenol dan senyawa aromatik tanaman, melaui
jalur asetat mevalonat dihasilkan senyawa golongan terpene yaitu terpene dan steroid
(Dewick, 2001). Senyawa metabolik sekunder memiliki khasiat seperti, senyawa
flavonoid, antosianin, dan alkaloid memiliki fungsi sebagai andiabetik, dan senyawa
yang berfungsi sebagai anti tumor yaitu flavonoid lignin, terpen, dan alkaloid.

2.4. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa yang bersifat racun bagi manusia tetapi dapat
digunakan sebagai obat adalah alkaloid, sehinggah digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan,dan alkaloid dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh, atau penarik
serangga (Harbone, 1987). Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ramting dan kulit
kayu dari tumbuh – tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%.
Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, sering kali bersifat optic, aktif kebanyakan
berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (Sabirin, et al., 1994).

2.5. Triterpenoid dan Steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprena dan biosintesis. Senyawa ini tidak bewarna, berbentuk kristal, bertitik leleh

4
tinggi dan bersifat optik aktif (Robinson, 1995). Beberapa triterpenoid menunjukkan
fisiologi dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah
digunakan untuk penyakit termaksud diabetes , gangguan menstruasi, patukan ular,
gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Sedangkan bagi tumbuhan yang
mengandung senyawa triterpenoid senyawa ini bekerja sebagai anti fungsi, insektisida,
anti pemangsa, anti bakteri dan anti virus. Uji kimia yang dapat dilakukan untuk adanya
senyawa triterpenoid dalam bagian tumbuhan adalah dengan menggunakan pereaksi
Liebermann-Burchard (Harbone, 1987).

2.6. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu terdiri dari senyawa hasil
kondensasi. Struktur saponin tersebut menyebabkan saponin bersifat seperti sabun atau
deterjen sehingga saponin disebut sebagai surfaktan alami. Nama saponin diambil dari
sifat utama yaitu “sapo” dalam bahasa latin yaitu sabun (Hawley, 2004 dan Calabria,
2008). Saponin dapat diperoleh dari tumbuhan melalui metode ekstraksi.

2.7. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol


terbesar yang ditemukan dialam. Senyawa – senyawa ini merupakan zat warna kuning
yang ditemukan dalam tumbuh – tumbuhan (Markham, 1988). Flavonoid terdapat pada
semua bagian tumbuhan termaksud daun, akar kayu, kulit bunga, golongan utama antara
lain antosianin, flavonol dan flavon yang tersebar luas dalam tumbuhan (Harborne ,
1987). Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan, anti bakteri, anti
virus, anti radang, anti alergi dan anti kanker. Senyawa flavonoid diduga sangat
bermanfaat dalam makanan karena, berupa senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat
antioksidan kuat. Banyak kondisi penyakit yang diketahui bertambah parah oleh adanya
radikal bebas seperti superoksida , hidrosil dan flavonoid memiliki kemampuan untuk
menghilamgkan dan secara efektif ‘menyapu’ spesies pengoksidasi yang merusak. Oleh
karena itu, makanan yang kaya akan flavonoid dianggap penting untuk mengobati
penyakit – penyakit, seperti kanker dan penyakit jantung (Heinrich, et al., 2010).

5
2.8. Tanin

Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai


beberapa khasiat yaitu sebagai anti diare, anti bakyeri dan antioksidan. Tanin merupakan
komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa dengan fenolik yang
sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan
bersenyawa dengan protein tersebut (Desmiaty et al., 2008). Tanin dibagi menjadi dua
kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin memiliki peranan
biologis yang kompleks mulai dari pengendapan protein hingga logam. Tanin juga
dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).

2.9. Senyawa Fenolik

Pengujian total fenol merupakan dasar yang dilakukan pengujian aktivitas


antioksidan, karena diketahui bahwa senyawa fenolik berperan dalam mencegah
terjadinya peristiwa oksidasi. Pengukuran total antioksidan bahan asal tanaman dapat
dilakukan dengan mengukur kadar total fenolik menggunakan reagen Folin-Ciocalteau.
Hal ini karena sebagian besar antioksidan dalam bahan asal tanaman merupakan
senyawa polifenol. Pengujian total fenol bertujuan untuk menentukan total senyawa
fenolik yang terkandung didalam sampel, sehingga diduga bila kandungan senyawa
fenolik didalam sampel tinggi maka aktivitas antioksidan akan tinggi (Djapiala et al.,
2013).

2.10 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan
menahan pembentukan, ataupun mendiadakan efek oksigen reaktif. Suatun senyawa
dikatakan memiliki sifat antioksidatif bila senyawa tersebut mampu mendonasikan satu
atau lebih elektron kepada senyawa peroksida, kemudian, mengubah senyawa oksidan
menjadi senyawa yang lebih stabil. Namun hanya dengan antioksidan primer saja tidak
cukup untuk ,merendam radikal bebas yang dihasilkan ysng dihasilkan setiap harinya oleh
tubuh, sehingga tubuh membutuhkan senyawa anrtioksidan dari luar (antioksidan
sekunder). Senyawa kimia yang termaksud kelompok antioksidan dan dapat ditemukan

6
pada tanaman, antara lain berasal dari golongan polifenol, vitamin C vitamin E, β-karoten
dan flavonoid (Winarsi, 2007)

2.11 Metode 1,1-difenil 2-pikrilhidrazil (DPPH)


Uji DPPH adalah suatu metode kolorimetri untuk mengetahui aktivitas antar radikal
yang efektif dan cepat. Uji DPPH sering digunakan dalam penelitian untuk isolasi
antioksidan fitokimia dan untuk menguji kemampuan menyerap radikal bebas oleh ekstrak
dan senyawa murni.(Reynertson,2007). Nilai absorbansi DPPH berkisar antara 515-520
nm.
Prinsip dari metode penangkal radikal bebas DPPH adalah pengukiran penangkalan
radikal bebas sintesis dalam pelarut polar seperti etanol maupun methanol pada suhu kamar
oleh suatu senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. Proses penangkal radikal ini
melalui mekanisme pengambilan atom hydrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal
bebas sehingga radikal ini dapat menagkap satu electron dari antioksidan (Molyneux,
2004).

Gambar. 1. Struktur 1,1 difenil-2-2-pikrilhidrazil

Menurut Molyneusx (2004), ketika larutan DPPH direaksikan dengan zat yang
dapat mentumbangkan atom hydrogen, maka senyawa yang bereaksi sebagai penangkal
radikal akan mereduksi DPPH yang dapat diamati dengan adanya perubahan DPPH
dari warna ungu menjadi kuning. Hal ini disebabkan ketika electron ganjil dari radikal
benas yang membentuk DPPH tereduksi.

Gambar 4. Reaksi antara antioksidan dan DPPH (Suryanto, 2018)

7
III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Terpadu Universitas Sam Ratulangi.
Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan sekitar 2 bulan.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Peralatam yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas pyrex, erlenmeyer,
gelas kimia, kaca arloji, gelas ukur, labu bulat, aluminium foil, ayakan 35 mesh, spatula
stainless steel, neraca analitik ER-180 A, blender, oven, sudip, batang pengaduk, botol
vial, kertas saring dan spektrofotometer UV-Vis.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empulur buah merah yang
diperoleh dari Papua, etanol, butanol, petroleum eter, metanol, etilasetat, asam sulfat, besi
(III) klorida 1%, asam asetat anhidrat, natrium klorida pekat, amonia, aquades, etanol,
asam klorida pekat, pereaksi mayer, pereaksi dragendorf, pereaksi wagner pelarut DPPH.

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1 Preparasi Sampel
Buah merah segar dipisahkan antara daging dan empulur . Kemudian mpulur
diblender, disaring, dikeringkan dalam oven dengan suhu 50-60 0C selama 3 hari, setelah
itu diblender hingga menjadi tepung dan di ayak menggunakan ayakan 35 mesh.

3.3.2 Ektraksi Empulur Buah Merah (Pandanus Conoideus L.)


Serbuk empulur buah merah sebanyak 100 gram direfluks dengan 200 mL pelarut
etanol selama 2 jam. Hasil refluks kemudian disaring menggunakan kertas saring. Filtrat
diuapakan untuk mengilangkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator dan
dikeringkan dalam oven dengan suhu 40oC. Ekstrak yang diperoleh ditimbang dan
disimpan pada suhu 40o C sebelum dianalisis. Perlakuan yang sama dilakukan untuk
pelarut etil asetat dan metanol, butanol, petroleum eter dan air.

3.3.3. Uji Fitokimia Empulur Tumbuhan Buah Merah (Pandanus conoideus L.)
(Harbone, 1987).

8
Ekstrak kental empulur dari beberapa pelarut di analisis dengan dilakukan uji
kandungan alkaloid, saponin, flavonoid, streroid, triterpenoid, fenolik dengan langkah
sebagai berikut ini menurut (Harbone. 1987)

3.3.3.1. Pembuatan Larutan Uji Fitokimia


Pembuatan larutan uji skrinning fitokimis dilakukan dengan melarutkan 0,05 g
ekstrak kental etanol dalam 50 mL metanol kemudian di vortex sampai larutan tercampur.
Diulangi perlakuan yang sama untuk ekstrak kental etilasetat, petroleum eter , metanol dan
air.

3.3.3.2. Indentifikasi kandungan alkaloid


Sebanyak 2 mL larutan uji dari pelarut heksana, dimasukkan dalam tabung reaksi
dan ditambahkan 5 tetes ammonia pekat. Setelah itu, disaring kemudian ditambahkan 2 mL
asam sulfat 2 N dan dikocok hingga memberi lapisan atas bawah. Lapisan atas dibagi
menjadi 3 bagian, pada tabung pertama ditambahkan 1 tetes larutan Mayer, adanya
alkanoid ditandai dengan terbentyknya endapan. Pada tabung kedua ditambah 1 tetes
pereaksi Dragendorf dan terbentuknya endapan menandakan adanya alkaloid. Tabung
ketiga ditambahkan 1 tetes pereaksi Wagner dan terbentuknya endapan coklat menandakan
adanya alkaloid. Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan etil asetat, petroleum eter ,
metanol dan air.

3.3.3.3Uji kandungan steroid dan triterpenoid


Sebanyak 2 mL larutan uji dari masing – masing ekstrak dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Kemudian masing-masing ditambahkan dengan asam asetat anhidrat 1 tetes
dan asam sulfat pekat 2 tetes jika terbentuk warna biru atau hijau menandakan adanya
steroid. Jika terbentuk warna ungu atau jingga menandakan adanya triterpenoid.

3.3.3.4. Uji kandungan flavonoid


Sebanyak 2 mL larutan uji dari masing-masing ekstrak dimasukka dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan dengan 5 tetes etanol, lalu dikocok sampai homogen.
Setelah itu ditambahkan dengan serbuk Mg 0,2 g dan 5 tetes HCL pekat Jika
menghasilkan warna kuning, orange, dan merah menandakan adanya flavonoid.
3.3.3.5. Uji kandungan saponin

9
Sebanyak 2 mL larutan uji dari masing-masing tabung ektrak dimasukkan dalam
tabung reaksi. Kemudian masing-masing tabung ditambahkan 2 mL aquades, lalu dikocok
sampai homogen. Setelah itu, dipanaskan selama 2-3 menit. Dinginkan, setelah dingin
kocok sampai homogen. Adanya busa yang stabil selama 30 detik menunjukkan sampel
mengandung saponin.

3.3.3.6. Uji kandungan tanin


Sebanyak 2 mL larutan uji dari masing-masing ekstrak dimasukkan dalam tabung
reaksi. Kemudian masing-masing tabung reaksi ditambahkan dengan FeCl3 1% 3 tetes.
Adanya tanin ditandai dengan terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan.

3.3.4.Penentuan Kandungan Total Fenolik


Kandungan total fenolik dalam ekstrak empulur di tentukan dengan metode Jeong
et al., (2005), sebanyak 0,1 mL masing – masing ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi,
lalu ditambahkan 0,1 mL reagen Folin-Ciocalteau 50%. Campuran tersebut divortex
selama 2 menit, lalu ditambahkan 2 mL larutan natrium karbonat 2%. Selanjutnya
campurkan diinkubasi dalam ruang gelap selama 30 menit. Adsorbansinya dibaca pada
panjang gelombang 750 nm dengan spektofotometer. Kandungan total fenol dinyatakan
sebagai ekivalen asam galat µg/mL ekstrak.

3.3.5 Pengujian Aktivitas Antioksidan


Penentuan Aktivitas penangkal radikal bebas ekstrak empulur buah merah
ditentukan dengan metode Burda & Oleszeck (2001). Sebanyak 0,5 mL masing – masing
ekstrak ditambahkan dengan 1,5 mL larutan DPPH dan di vortex selama 2 menit.
Berubahnya warna larutan dari ungu ke kuning menunjukkan efesiensi penangkal radikal
bebas. Selanjutnya pada 5 menit terakhir menjelang 30 menit inkubasi, absorbansinya
diukur pada Panjang gelombang 517 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
Kemudian dihitung presentasi penangkal radikal bebasnya. Dari presentasi penangkal
radikal bebas dengan konsentrasi larutan uji dibuat persamaan regresi linear untuk
menetukan nilai IC50. Digunakan berbagai konsentrasi (10, 20, 30, 40, dan 50 µg/L)
sebagai pembanding. Adapun aktivitas penangkal radikal bebas DPPH dihitung sebagai
presentasi berkurangnya warna DPPH dengan menggunakan persamaan berikut:

10
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 (%) = 1 − × 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

11
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 225-271,607-602,700: Jakarta, UI
Press.

Budi, I. M & Paimin, F.R. (2005). Buah Merah. Jakarta: Penebar

Burda, S. & Oleazek, W. 2001.Antioxidant and Antiradical Activities of Flavonoid.


Journal Agric Food Chem. 49:2774-2779.

Calabria LM. 2008. The Isolation and Characterization of Triterpene Saponin from
Sliphium and the She Mosystematic and Biological Significance of Saponins in the
Asteraceae. Proquest.

Dewick, P.M. 2002. Secondary Metabolism : The Building Blocks and Construction
Mechanisms. Medical Natural Products. 2:8-34.

Desmiaty, Y. Ratih. H. Dewi. M.A. Agustin R. 2008. Penentuan Jumlah Tanin Total pada
Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun Sambang Darah
(Excoecaria bicolor Hassk) Secara Kolorimeter dengan Pereaksi Biru Prusia.
Ortocoarpus. 8:106-109.

Djapiala, F. Y., Montolalu, L . A. D. Y., Mentang, F, 2013. Kandungan Total Fenol


dalam Rumput Laut Coulerpa Racemosa yang Berpontensi Sebagai
Antioksidan. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. 1:6-13.

Febrina, E., D. Gozali, & T. Rusdiana. 2007. Formulasi Sediaan Emulsi Buah Merah
(Pandanus conoideus Lam.) Sebagai Produk Antioksidan Alami. Laporan
Penelitian, Penelitian Peneliti Muda (LITMUD) UNPAD. Universitas
Padjajaran. Jatinangor.

Harborne, J.B 1987. Metode Fitokimia. ITB, Bandung.

Hargerman, . A. E. 2002. Tannin Handbook. Depaertment of Chemistry and Biochemistry,


Miami Unversity.

Hawley TS. & Hawley RG. 2004. Flow Cytometry Protocols. Humana Press, Inc.

Heinrich, M., Barners, J., Gibbons, S., Williamsom, E., M. 2010. Farmakognosi dan
Fitoterapi. Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta.

12
I Made Budi, Fendy R. Paimin, Buah Merah: Penebar Swadaya, 2005, 5-70.

Jeoung, S.M., Kim, S.Y., Kim. D.R, Jo. Nam, K.C., Ahn, D.U. dan Lee, S.C.2005. Effect
of Headt Treatment on the Antiokxidant Activity of Extracts from Citrus Peels. J.
Agric. Food. Chem. 33:213-217.

Murtiningrum, Kataren, S., Suprihatin dan Kaseno (2005). Ekstrak minyak buah merah
(Pandanus conoideus L) dengan metode wet rendering. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian 15(1): 28-33.

Markham, A. L. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan Kosasih


Padmawinata, Penerbit ITB: Bandung.

Murray R. K., Granner D.K,. Rodwell V.W,. 2009. Biokomia Harper. Edisi 27. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC: Jakarta.

Molyneux, P.2004 The Use of the Stabel Free Radikal Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for
Estimating Antioxidant Activity. Journal of Sci. Tech. 26:211-557.

Ollong A.R. Wihandoyo.Yuni Erwanto. 2012. Pengaruh Pemberian Minyak Buah Merah
(Pandanus conoideus Lam) Terhadap Bobot Akhir, Karkas dan Hati Ayam Broiler.
Agrinimal. 2(1):6-11.

Reynertson, K. A., 2007. Phytochemical Analysis of Bioctive Constituens from Ediblle


Myrtaceae Fruit, Dissertation, The City University of New York, Kedokteran UI:
Jakarta.

Sadikin. 2002. Biokimia Enzim. Cetakan 1. Penerbit Widya Medika. Jakarta.

Myrtaceae Fruit, Dissetation, The City University of New York, New York.

Sutarjadi. 1991. Dari Jamu Menjadi Obat Tradisional Menuju ke Fitikimia. Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga: Surabaya.

Suryanto, E. 2018. Kimia Antioksidan. CV. Patra Media Grafindo, Bandung.

Warsi., Guntarti, Any. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Buah Paprika Hijau
(Capsicum annum L.). Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 3 :9-19.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius:Yogyakarta.

13
14

Anda mungkin juga menyukai