V. Dasar Teori
1. Uji Fitokimia
Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang
mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam
tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk
cara isolasi atau pemisahannya.
Skrinning fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis
metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan-tumbuhan karena sifatnya
yang dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi tertentu. Metode ini
dgunakan untuk mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid,
senyaa fenolat, tannin, saponin, kumanin, kuinon, steroid/terpenoid
(Tyler,1988).
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang
umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi untuk
mempertahankan diri dari lingkungan yang kurang menguntungkan seperti
suhu, iklim, maupun gangguan hama dan penyakit tanaman (Harborne,
1987).
Sampel tanaman yang digunakan dalam uji fitokimia dapat berupa
daun, batang, buah, bunga umbi dan akarnya yang memiliki khasiat
sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat
modern maupun obat - obatan tradisional (Rohyani, 2015).
Yang termasuk senyawa metabolit sekunder, yaittu :
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Pada umumnya alkaloid mencangkup senyawa bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai
bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat
optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (Tyler,1988).
b. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang di
temukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu,
biru, dan kuning, yang ditemukan banyak dalam tumbu-tumbuhan. Sebagian
besar flavonoid yang terdapat dalam tumbuhan terikat pada molekul gula
sebagai glikosida, dan dalam bentuk campuran, serta jarang sekali dijumpai
berupa senyawa tunggal. Misalnya antosianin dalam mahkota bunga yang
berwarna merah, hampir selalu ditemukan mengandung senyawa flavon atau
flavonol yang tidak berwarna (Tim Dosen Kimia Organik, 2019).
c. Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks hasil kondensasi
suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihirolisis
akan menghasilkan gula (glikon) dan non gula (aglikon) serta busa. Saponin
terdiri dari dua kelompok yaitu saponin triterpenoid, dan saponin steroid.
Saponin banyak digunakan dalam kehidupan sehari – hari, misalnya untuk
bahan pencuci kain batik, dan sebagai shampo (Hidajati, 2017).
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa
yang stabil dalam air dan menghormolisis sel darah merah. Dari segi
pemanfaatan, saponin sangat ekonomis sebagai bahan baku pembuatan
hormon steroid , tetapi saponin kadang-kadang dapat menyebabkan beracun
pada ternak (Robindon,1991).
Gambar 3. Struktur Saponin
d. Steroid
Steroid adalah suatu kelompok senyawa yang mempunyai
kerangka dasar siklopentanaperhidrofenantrena, mempunyai empat cincin
terpadu. Senyawa senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu.
Senyawa ini memiliki beberapa kegunaan bagi tumbuhan yaitu sebagai
pengatur pertumbuhan (seskuitertenoid abisin dan giberelin), karotenoid
sebagai pewarna dan memiliki peran dalam membentu proses fotosintesis.
Kegunaannya dalam bidang farmasi yaitu biasa digunakan sebagai bahan baku
pembuatan obat. Kenyataannya sekarang ini Steroida dianggap sebagai
senyawa yang hanya terdapat pada hewan tetapi sekarang ini makin banyak
juga ditemukan pada tumbuhan (fitosterol). Fitosterol merupakan
senyawa steroida yang berasal dari tumbuhan. Senyawa fitosterol yang
biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol dan
kampesterol (Harborne, 1987).
Steroid merupakan golongan lipid utama. Steroid berhubungan
dengan terpena dalam artian bahwa keduanya dibiosintesis lewat rute yang
mirip. Lewat reaksi yang benar-benar luar biasa urutannya, triterpena asiklik
skualena dikonversi secara stereospesifik menjadi steroid tetrasiklik
lanosterol, dan dari sini disintetis steroid lain. Ciri struktur yang umum pada
steroid ialah empat cincin yang tergabung. Cincin A, B, dan C beranggota
enam, dan cincin D beranggota lima, biasanya bergabung dengan cara trans
(Hart, 2003).
Gambar 4. Struktur Steroid
Steroid terdapat dalam hampir setiap tipe sistem kehidupan. Dalam binatang
banyak steroid bertindak sebagai hormon. Steroid ini, demikian pula steroid
sintetik digunakan meluas sebagai bahan obat. Kolesterol merupakan sterfoid
hewani yang terdapat paling meluas dan dijumpai dalamhampir semua
jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan sumber
yang kaya akan senyawaini. Kolesterol merupakan zat yang diperlukan
dalam biosintesis hormon steroid, namun tak merupkan keharusan dalam
makanan dalam makanan, karena dapat disintesis dari asetilkoenzim A
(Fessenden, 1982).
e. Terpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal
dari enam satuan isopropena dan secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang
rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat.
Senyawa tersebut merupakan senyawa tanpa warna berbentuk kristal,
seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar
dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya. Senyawa triterpenoid
pada tumbuhan berfungsi sebagai pertahanan terhadap serangga
pengganggu dan faktor pengaruh pertumbuhan (Harborne, 1987).
Triterpenoid merupakan senyawa berwarna, berbentuk kristal, seringkali
bertitik leleh tinggi, optis aktif dan umumnya sukar dicirikan karena tidak
memiliki kereaktifan kimia. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi
Lieberman-Burchard (anhidrida asetat – H2SO4 pekat) yang kebanyakan
triterpena dan sterol jika terjadi perubahan warna hijau-biru menunjukkan
positif steroida dan jika perubahan warna merah-ungu, coklat menunjukkan
triterpenoida (Edeoga et al., 2005).
2. Temulawak
Senyawa Kurkumin dari Rimpang Temulawak
3. Sambiloto
4. Kayu Manis
Komoditi ini di ekspor melalui Penang dan Singapura dan hingga saat
ini masih memiliki potensi di pasar regional dan internasional. Tanaman ini
merupakan komoditas unggulan, terutama di daerah Sumatera Barat dan
Kabupaten Kerinci, sebagai daerah sentra produksi kayumanis Indonesia. Di
daerah ini pendapatan petani yang berasal dari hasil kayumanis sebesar
26,93% dari hasil usahataninya, atau 16,03% dari total pendapatan petani
(Sudjarmoko, 2007).
Bahan
1. Serbuk Daun Sambiloto 5 gram
2. H2SO4 2N secukupnya
3. H2SO4 pekat secukupnya
4. FeCl3 1% secukupnya
5. Kloroform secukupnya
6. HCl pekat secukupnya
7. Amoniak secukupnya
8. Sebuk Mg secukupnya
9. Metanol 60-80% secukupnya
10. Etanol 70% secukupnya
11. Reagen Meyer secukupnya
12. Reagen Wagner secukupnya
13. Reagen Dragendorff secukupnya
14. Serbuk Kayu Manis 5 gram
15. Serbuk Temulawak 5 gram
Sampel rimpang
Serbuk kering
Filtrat Residu
1 ml sampel
1. Dicampur dengan 1 ml kloroform
2. Ditambahkan 1 ml ammonium
3. Dimasukkan kedalam tabung reaksi
4. Dipanaskan diatas penangas air
5. Dikocok, dibagi menjadi 3 bagian
Tabung 1
1. Ditambahkan 3 tetes H2SO4 2 N
2. Dikocok dan didiamkan hingga lapisan terpisah
3. Bagian atas diambil beberapa % diuji dengan
pereaksi meyer
Hasil
Tabung 2
1. Ditambahkan 3 tetes H2SO4 2 N
2. Dikocok dan didiamkan hingga lapisan terpisah
3. Bagian atas diambil beberapa % diuji dengan
pereaksi wagner
Hasil
Tabung 3
1. Ditambahkan 3 tetes H2SO4 2 N
2. Dikocok dan didiamkan hingga lapisan terpisah
3. Bagian atas diambil beberapa % diuji dengan
pereaksi diagendorf
3. Identifikasi Flavonoid
1 ml sampel
1. Dimasukkan kedalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 3 ml etanol 70%
3. Dikocok
4. Dipanaskan
5. Dikocok lagi, dan disaring
Filtrat Residu
Filtrat
6. ditambahkan 0,1 gram Mg
7. ditambahkan 2 tetes HCl pekat
Hasil (terbentuknya warna
merah pada lapisan etanol)
4. Identifikasi Saponin
1 ml sampel
1. Dimasukkan kedalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 10 ml air
3. Dididihkan dalam penangas air
Filtrat Residu
1. Dikocok
2. Didiamkan selama 15 menit
Busa stabil (bertahan lama)
5. Identifikasi Steroid
1 ml sampel
1. Dicampur dengan 3 ml etanol 70%
2. Ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat
3. Ditambahkan 2 ml CH3COOH anhidrat (reagen
Liebermann-burchard)
Warna biru/hijau (+) steroid
6. Identifikasi Triterpenoid
1 ml sampel
1. Dimasukkan kedalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 2 ml kloroform
3. Ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat
7. Identifikasi Tannin
1 ml sampel
1. Dididihkan dengan 20 ml air diatas penangas air
2. Disaring
Filtrat Residu
8. Identifikasi Fenolik
1 ml sampel
Terbentuk endapan
putih (+) fenolik
VIII. Hasil Pengamatan
Hasil Pengamatan
No. Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. Persiapan Ekstrak Metanol Sampel. - Serbuk rimpang - Ditambah Kandungan fitokimia secara - Ekstrak sampel
teori dalam sampel
Sampel rimpang temulawak metanol: (Rimpang
- Sampel Temulawak
berwarna Temulawak: temulawak,
Alkaloid , flavonoid , saponin
1. Dibersihkan dan dikuliti kuning larutan berwarna kayu manis, dan
,fenolik ,titripenoid ( Hayani,
kuning
2. Dikeringkan - Serbuk batang 2006) daun sambiloto)
Kayu manis:
3. Digiling atau diblender - Sampel Daun Sambiloto
kayu manis larutan berwarna dapat dihasilkan
coklat tua, Alkaloid , Flavonoid ,
berwarna Saponin , Steroid , dengan
Daun sambiloto:
Serbuk kering coklat, larutan berwarna Titripenoid (Harbone , 1987) merendam ke
hijau. - Sampel Kayu Manis
- Serbuk daun dalam larutan
- Dipanaskan dan Alkloid , Flavonoid, Fenolik ,
sambiloto metanol.
didekantasi: Saponin , triterpenoid , tanin
berwarna hijau, (Mubarak , 2016) - Didapatkan
Temulawak:
- Metanol 60 – larutan berwarna ekstrak
80% larutan kuning, temulawak
Kayu manis:
tidak berwarna. berwarna
larutan berwarna
coklat tua, kuning
5 gram serbuk rimpang kering Daun sambiloto: - Didapatkan
larutan berwarna ekstrak
4. Dimasukkan kedalam gelas hijau tua.
kimia 100 ml sambiloto
Filtrat Residu
berwarna, didiamkan
. struktur alkaloid
Pada percobaan ini untuk mengidentifikasi adanya alkaloid digunakan
metode Culvenor-Fitzgerald. Metode ini terdiri dari 3 uji dengan reagen yang
berbeda yakni uji dengan reagen Mayer, reagen Wagner dan reagen
Dragendorf. Prinsip uji alkaloid pada dasarnya adalah pengendapan alkaloid
dengan logam-logam berat. Adanya alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan
terbentuknya endapan jingga, sedangkan pada pada uji Wagner ditandai
dengan terbentuknya endapan coklat dan adanya alkaloid dengan uji reagen
Dragendorf akan menghasilkan endapan putih.
Langkah pertama yang dilakukan pada uji alkaloid yaitu ekstrak
rimpang diambil ± 1 mL dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 1 mL kloroform (tidak berwarna) dan 1 mL larutan ammonia
(tidak berwarna) sehingga terbentuk larutan kuning untuk temulawak, larutan
hijau pada sambiloto, larutan coklat pada kayu manis. Fungsi dari
penambahan Kloroform dan ammonia adalah untuk memutuskan ikatan
antara asam tannin dan alkaloid yang terikat secara ionik. Dimana atom N
dari alkaloid berikatan dengan gugus hidrosifenolik yang berasal asam tannin
membentuk ikatan yang saling stabil. Terputusnya ikatan antara asam tannin
dengan alkaloid akan membuat alkaloid bebas sedangkan asam tannin akan
terikat dengan kloroform ammonikal. Terputusnya ikatan tersebut hanya akan
terjadi apabila sampel yang diuji mengandung senyawa alkaloid.
Berdasarkan referensi yang bersumber dari jurnal menyatakan ekstrak
rimpang mengandung senyawa alkaloid.
Langkah selanjutnya campuran dipanaskan dalam pengangas air ±2
menit. Setelah itu campuran dikocok dan disaring dengan kertas saring dan
dihasilkan filtrat yang berwarna coklat kemerahan pada temulawak ,
berwarna coklat pada kayu manis , berwarna hijau pada sambiloto dan
terdapat residu. Filtrat dibagi menjadi 3 bagian untuk diuji dengan uji Mayer,
Wagner, dan Dragendorf.
a. Uji Mayer
Pada uji mayer adanya alkaloid atau positif alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan jingga saat penambahan reagen mayer pada larutan
filtrate. Sebelumnya filtrate ditambahkan 2 tetes asam sulfat 2 N (tidak
berwarna). Penambahan asam sulfat dikarenakan alkanoid bersifat basa
sehingga biasanya diekstrak dengan larutan yang bersifat asam. Selanjutnya
dikocok dan didiamkan beberapa menit sampai terbentuk lapisan yang
terpisah. Setelah penambahan asam sulfat 2 N dihasilkan larutan jingga. Akan
tetapi setelah didiamkan beberapa menit larutan tidak membentuk lapisan
terpisah. Langkah selanjutmya larutan diuji dengan reagen meyer (tidak
berwarna). Reagen meyer dibuat dari reaksi berikut ini :
HgCl2 (aq) + 2KI (aq) HgI2 (aq) + 2KCl (aq)
HgI2 (aq) + 2KI (aq) K2[HgI2] (aq)
Setelah diuji dengan reagen meyer dihasilkan larutan berwarna coklat
pada temulawak, hijau kekuningan pada sambiloto ,coklat pada kayu manis,
dan terdapat endapan. Dari uji alkaloid dengan reagen meyer dapat dikatakan
bahwa ekstrak rimpang positif mengandung alkaloid. Reaksi yang terjadi
amtara reagen meyer dengan alkaloid sebagai berikut :
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, uji flavonoid pada ekstrak
rimpang menunjukkan hasil negatif pada sambiloto dan hasil positif pada
temulawak dan kayu manis.
4. Idenifikasi Saponin
Saponin adalah senyawa glikosida kompleks hasil kondensasi suatu
gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan
menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon) serta busa. Prinsip uji
saponin adalah reaksi hidrolisis senyawa saponin menjadi aglikon dan
glikonnya yang ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil (Harborne,
1987).
Identfikasi saponin bertujuan untuk mengidentifikiasi ekstrak rimpang
mengandung saponin atau tidak. Pada identifikasi saponin, 1 mL ekstrak
rimpang dicampur dengan 10 mL aquades dan dipansakan dalam penangas air
selama 15 menit, kemudian dikocok dan didiamkan. Uji positif adanya
senyawa saponin jika terbentuk busa yang stabil ± 7 menit (Harborne, 1987).
Apabila pada suatu sampel mengandung saponi akan terjadi reaksi
hidrolisis yang menghasilkan gua (glikon) dan non-gula (aglikon) seta
terdapat busa. Reaksinya sebagai berikut.
X. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan uji fotokimia terhadap ekstrak metanol rimpang secang
dapat disimpulkan bahwa
Bahan sampel yang diuji adalah ekstrak metanol rimpang, yang dibuat
dengan cara perendaman menggunakan pelarut metanol yang merupakan
pelarut polar yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik, baik
polar maupun non-polar.
Berdasarkan hasil percobaan uji fitokimia terhadap sampel rimpang dan
sampel secang didapatkan data sebagai berikut
Meyer (+)
Alkaloid
Wagner (+)
Dragendorf (+)
Kesimpulan
Uji Fitokimia Reagen (+)/(-)
Meyer (+)
Alkaloid
Wagner (+)
Dragendorf (+)
FeCl3 1 %
Tanin (+)
Kesimpulan
Uji Fitokimia Reagen (+)/(-)
Meyer (+)
Alkaloid
Wagner (+)
Dragendorf (+)
Etanol 70 % + Mg + HCl
Flavonoid (+)
FeCl3 1 %
Tanin (-)
Denian. A., 1996. Seleksi massa dan uji turunan kayumanis. Laporan Hasil
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. BPTP Sukarami. Solok.
Sukarami.
Uji Wagner
I2(aq) + KI(aq) KI3(aq)
Uji Dragendorff
Bi(NO3)3(aq) + 3KI(aq) BiI3 + 3KNO3(aq)
BiI3(aq) + KI(aq) K[BiI4](aq)
Identifikasi Flavonoid
Identifikasi Steroid
IdentifikasiTriterpenoid
IdentifikasiTanin
3-
HO
O
OH
O
OH CH2 OH
Fe
O OH
O
OH
HO O
HO
O OH OH
O
OH
O OH
OH
6 (aq) + HCl (aq)
Identifikasi Fenolik
2. Tulis struktur dasar dari masing-masing kelompok senyawa steroid,
triterpenoid, tannin, saponin, flavonoid, dan alkaloid!
Jawab:
3. Identifikasi Falvonoid
Langkah Percobaan Gambar Keterangan
4. Identifikasi Saponin
Langkah Percobaan Gambar Keterangan
5. Identifikasi Steroid
Langkah Percobaan Gambar Keterangan
6. Identifikasi Triterpenoid
Langkah Percobaan Gambar Keterangan
7. Identifikasi Tanin
Langkah Percobaan Gambar Keterangan