Anda di halaman 1dari 70

I.

JUDUL PERCOBAAN :Uji Fitokimia Pada Ekstrak


Rimpang ,Daun dan Kayu
II. TANGGAL PERCOBAAN : Selasa, 2 April 2019 Pukul 12.00 WIB

III. SELESAI PERCOBAAN : Selasa, 2 April 2019 Pukul 16.00 WIB


IV. TUJUAN PERCOBAAN :
1. Memilih peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan percobaan yang
dikerjakan.
2. Memilih bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai dengan percobaan yang
dikerjakan.
3. Mengidentifikasi komponen kimia tumbuhan dari kelompok terpenoid,
steroid, fenolik (antrokuinon, tannin, dan fenol), flavonoid, dan alkaloid
yang terkandung dalam ekstrak rimpang rimpang.

V. Dasar Teori

1. Uji Fitokimia
Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang
mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam
tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk
cara isolasi atau pemisahannya.
Skrinning fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis
metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan-tumbuhan karena sifatnya
yang dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi tertentu. Metode ini
dgunakan untuk mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid,
senyaa fenolat, tannin, saponin, kumanin, kuinon, steroid/terpenoid
(Tyler,1988).
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang
umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi untuk
mempertahankan diri dari lingkungan yang kurang menguntungkan seperti
suhu, iklim, maupun gangguan hama dan penyakit tanaman (Harborne,
1987).
Sampel tanaman yang digunakan dalam uji fitokimia dapat berupa
daun, batang, buah, bunga umbi dan akarnya yang memiliki khasiat
sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat
modern maupun obat - obatan tradisional (Rohyani, 2015).
Yang termasuk senyawa metabolit sekunder, yaittu :
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Pada umumnya alkaloid mencangkup senyawa bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai
bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat
optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (Tyler,1988).

Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan


biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada juga yang sangat
berguna dalam pengobatan, misalnya kuinin, morfin, dan stiknin adalah
alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis serta psikologis.
Fungsi senyawa alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai zat racun untuk
melawan serangga atau hewan pemakan tanaman dan sebagai faktor
pengaruh pertumbuhan. Kegunaan lain dari senyawa ini di bidang
farmakologi sebagai stimulan sistem saraf, obat batuk, obat tetes mata,
sedative, obat malaria, kanker, dan anti bakteri. Selain itu, senyawa
alkaloida dapat mempercepat kesembuhan luka dengan meningkatkan
Transforming Growth Factor α1 (TGF-α1) dan Epidermal Growth Factor
(EGF) (Porras-Reyee ,1993 ; Dong, 2005).

Alkaloid dapat di deteksi dengan beberapa pereaksi pengendapan.


Pereaksi Mayer menganung kalium iodida dan merkuri, dengan pereaksi ini
alkaloid akan memberikan endapan berwarna putih. Pereaksi Dragendoff
mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrat berair.
Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah penyemprotan dengan
pereaksi dragendoff membentuk warna jingga (Sastrohamidjojo,1996).
Gambar 1. Struktur Alkaloid

b. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang di
temukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu,
biru, dan kuning, yang ditemukan banyak dalam tumbu-tumbuhan. Sebagian
besar flavonoid yang terdapat dalam tumbuhan terikat pada molekul gula
sebagai glikosida, dan dalam bentuk campuran, serta jarang sekali dijumpai
berupa senyawa tunggal. Misalnya antosianin dalam mahkota bunga yang
berwarna merah, hampir selalu ditemukan mengandung senyawa flavon atau
flavonol yang tidak berwarna (Tim Dosen Kimia Organik, 2019).

Pada tumbuhan, flavonoid berfungsi pada proses fotosintesis, anti


mikroba, anti virus. Aktivitas anti oksidasi juga dimiliki oleh komponen aktif
flavonoid tertentu digunakan untuk menghambat pendarahan dan anti skorbut
(Robinson, 1991).

Pada manusia flavonoid berfungsi sebagai antibiotika, misalnya pada


penyakit kanker dan gangguan ginjal. Beberapa jenis flavonoid seperti
slimirin dan silyburn terbukti mengobati gangguan fungsi hati,
menghambat sintesis prostaglandin sehingga bekerja sebagai
hepatoprotektor. Flavonoid juga bekerja mengurangi pembekuan darah.
Flavonoid pada manusia dalam dosis kecil adalah flavon, yang bekerja
sebagai stimulan pada jantung. Flavon terhidroksilasi bekerja sebagai
diuretic dan sebagai antioksidan pada lemak (Tarziah, 2012).

Flavonoid memberikan efek perlindungan terhadap fungsi endotel


dan menghambat agregasi platelet, sehingga dapat menurunan resiko
penyakit jantung koroner, penyakit kardiovaskuler.18 Flavonoid memiliki
efek hipotensi dengan mekanisme menghambat aktivitas Angiotensin I
Converting Enzyme (ACE), serta sebagai diuretic (Panjaitan , 2014).

Flavonoid dapat menghambat ACE. Diketahui ACE memegang


peran dalam pembentukan angiotensin II yang merupakan salah satu
penyebab hipertensi. Angiotensin II menyebabkan pembuluh darah
menyempit, yang dapat menaikkan tekanan darah. ACE inhibitor
menyebabkan pembuluh darah melebar sehingga darah lebih banyak
mengalir ke jantung, mengakibatkan penurunan tekanan darah (Kane ,
2009).

Gambar 2. Struktur Flavonoid

c. Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks hasil kondensasi
suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihirolisis
akan menghasilkan gula (glikon) dan non gula (aglikon) serta busa. Saponin
terdiri dari dua kelompok yaitu saponin triterpenoid, dan saponin steroid.
Saponin banyak digunakan dalam kehidupan sehari – hari, misalnya untuk
bahan pencuci kain batik, dan sebagai shampo (Hidajati, 2017).
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa
yang stabil dalam air dan menghormolisis sel darah merah. Dari segi
pemanfaatan, saponin sangat ekonomis sebagai bahan baku pembuatan
hormon steroid , tetapi saponin kadang-kadang dapat menyebabkan beracun
pada ternak (Robindon,1991).
Gambar 3. Struktur Saponin

d. Steroid
Steroid adalah suatu kelompok senyawa yang mempunyai
kerangka dasar siklopentanaperhidrofenantrena, mempunyai empat cincin
terpadu. Senyawa senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu.
Senyawa ini memiliki beberapa kegunaan bagi tumbuhan yaitu sebagai
pengatur pertumbuhan (seskuitertenoid abisin dan giberelin), karotenoid
sebagai pewarna dan memiliki peran dalam membentu proses fotosintesis.
Kegunaannya dalam bidang farmasi yaitu biasa digunakan sebagai bahan baku
pembuatan obat. Kenyataannya sekarang ini Steroida dianggap sebagai
senyawa yang hanya terdapat pada hewan tetapi sekarang ini makin banyak
juga ditemukan pada tumbuhan (fitosterol). Fitosterol merupakan
senyawa steroida yang berasal dari tumbuhan. Senyawa fitosterol yang
biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol dan
kampesterol (Harborne, 1987).
Steroid merupakan golongan lipid utama. Steroid berhubungan
dengan terpena dalam artian bahwa keduanya dibiosintesis lewat rute yang
mirip. Lewat reaksi yang benar-benar luar biasa urutannya, triterpena asiklik
skualena dikonversi secara stereospesifik menjadi steroid tetrasiklik
lanosterol, dan dari sini disintetis steroid lain. Ciri struktur yang umum pada
steroid ialah empat cincin yang tergabung. Cincin A, B, dan C beranggota
enam, dan cincin D beranggota lima, biasanya bergabung dengan cara trans
(Hart, 2003).
Gambar 4. Struktur Steroid

Steroid terdapat dalam hampir setiap tipe sistem kehidupan. Dalam binatang
banyak steroid bertindak sebagai hormon. Steroid ini, demikian pula steroid
sintetik digunakan meluas sebagai bahan obat. Kolesterol merupakan sterfoid
hewani yang terdapat paling meluas dan dijumpai dalamhampir semua
jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan sumber
yang kaya akan senyawaini. Kolesterol merupakan zat yang diperlukan
dalam biosintesis hormon steroid, namun tak merupkan keharusan dalam
makanan dalam makanan, karena dapat disintesis dari asetilkoenzim A
(Fessenden, 1982).
e. Terpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal
dari enam satuan isopropena dan secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang
rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat.
Senyawa tersebut merupakan senyawa tanpa warna berbentuk kristal,
seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar
dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya. Senyawa triterpenoid
pada tumbuhan berfungsi sebagai pertahanan terhadap serangga
pengganggu dan faktor pengaruh pertumbuhan (Harborne, 1987).
Triterpenoid merupakan senyawa berwarna, berbentuk kristal, seringkali
bertitik leleh tinggi, optis aktif dan umumnya sukar dicirikan karena tidak
memiliki kereaktifan kimia. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi
Lieberman-Burchard (anhidrida asetat – H2SO4 pekat) yang kebanyakan
triterpena dan sterol jika terjadi perubahan warna hijau-biru menunjukkan
positif steroida dan jika perubahan warna merah-ungu, coklat menunjukkan
triterpenoida (Edeoga et al., 2005).

Gambar 5. Struktur Terpenoid


f. Tanin
Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat
fenol mempunyai rasa sepat (Robinson, 1991).
Tanin sering terdapat dalam buah yang tidak masak, dan menghilang
ketika buah masak. Dipercayai bahwa tanin dapat memberikan perlindingan
terhadap serangan mikroba. Tanin mempunyai 2 jenis struktur yang laus
yaitu proantosianidin terkondensasi dalam mana satuan struktur fundamental
adalah inti fenolik flavan-3-ol (katekin) serta ester galoil dan heksahidroksidi-
fenoil dan turunan-turunannya (Satyajit, 2007).

Gambar 6 Struktur Tanin

Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk


menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol
ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru tua setelah
ditambahkan dengan FeCl3, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl3
memberikan hasil positif dimungkinkan dalam sampel terdapat senyawa fenol
dan dimungkinkan salah satunya adalah tanin karena tanin merupakan
senyawa polifenol. Hal ini diperkuat oleh Harborne (1987), cara klasik
untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana yaitu menambahkan ekstrak
dengan larutan FeCl3 1 % dalam air, yang menimbulkan warna hijau, merah,
ungu, biru atau hitam yang kuat. Terbentuknya warna hijau kehitaman
atau biru kehitaman pada ekstrak setelah ditambahkan dengan FeCl3 karena
tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3. Senyawa
kompleks adalah senyawa yang pembentukannya melibatkan
pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ion logam atau atom
logam dengan atom non logam. Dalam pembentukan senyawa kompleks,
atom atau ion logam disebut sebagai atom pusat, sedangkan atom yang
mendonorkan elektronnya ke atom pusat disebut atom donor. Atom donor
terdapat pada suatu ion atau molekul netral. Ion atau molekul netral yang
memiliki atom-atom donor yang dikoordinasikan pada atom pusat disebut
ligan. Suatu molekul dikatakan sebagai ligan jika atomnya memiliki
pasangan elektron bebas,memiliki elektron tak berpasangan, atau atom yang
terikat melalui ikatan π (Effendy, 2007).

Reaksi yang terjadi :

Gambar 7. Reaksi antara Tanin dan FeCl3


(Sumber : Harborne,1987)
g. Fenolik
Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan yang
memiliki ciri dan karakter yang sama , yaitu memiliki cincin aromatik yang
mengandung satu atau dua gugus hidroksil . kuinon adalah senyawa berwarna
dan mempunyai kromofor kasar. Identifikasi hasil positif senyawa ini yaitu
adanya perubahan warna larutan menjadi, merah, violet atau merah ungu
(Harbourne, 1987).

2. Temulawak
Senyawa Kurkumin dari Rimpang Temulawak

Kurkuminoid rimpang temulawak adalah suatu zat yang terdiri dari


campuran komponen senyawa yang bernama kurkumin dan
desmetoksikurkumin, mempunyai warna kuning atau jingga. Kurkumin tidak
larut dalam air dan dieter. Kurkumin akan berubah menjadi senyawa metabolit
berupa dihidrokurkumin atau tetrahidrokurkumin sebelum kemudian
dikonveksi menjadi senyawa konjugasi monoglusuronida. Kurkumin adalah
senyawa aktif yang ditemukan pada temulawak, berupa polifenol. Kurkumin
memiliki dua bentuk tautomer : keton dan enol. Struktur keton lebih dominan
dalam bentuk padat, sedangkan struktur enol ditemukan dalam bentuk cairan.
Kurkumin merupakan salah satu senyawa aktif yang diisolasi dari rimpang
Curcuma xanthorrhiza (temulawak). Namun berdasarkan penelitian terbaru,
kurkumin juga dapat diisolasi dari Curcuma zedoaria dan Curcuma aromatica.
Kurkumin dihasilkan secara alami dari rimpang temulawak bersamaan dengan
dua senyawa analog kurkumin lainnya, yaitu demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin. Kurkumin dihasilkan dari rimpang temulawak dalam
jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin (Putri Luthpita, 2013).

Sifat Kimia Dan Stabilitas Kurkumin

Kurkuminoid dikenal sebagai zat warna kuning yang terkandung


dalam rimpang. Kenyataan menunjukkan bahwa kurkumin yang diperoleh
dari rimpang temulawak selalu tercampur dengan senyawa analognya yaitu
demetoksikurkumin dan BIS demetoksikurkumin. Campuran ketiga senyawa
tersebut dikenal dengan kurkuminoid. Kurkumin mempunyai rumus molekul
C23H20O6 dengan BM 368,37 serta titik lebur 183°C, tidak larut dalam air dan
eter, larut dalam etil asetat, metanol, etanol, benzena, asam asetat glasial,
aseton dan alkali hidroksida. Kurkumin merupakan senyawa yang peka
terhadap lingkungan terutama karena pengaruh pH dan suhu, cahaya serta
radikal-radikal (Fessenden, 1982).

pH dan Suhu Sifat kurkumin yang menarik adalah perubahan warna


akibat perubahan pH lingkungan. Dalam suasana asam kurkumin berwarna
kuning atau kuning jingga sedangkan dalam suasana basa berwarna merah.
Hal tersebut dapat terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekulnya.
Untuk mendapatkan stabilitas yang optimum dari sediaan kurkumin maka
pHnya dipertahankan kurang dari 7. Pada pH lebih dari 7 kurkumin sangat
tidak stabil dan mudah mengalami disosiasi.

Cahaya Sifat kurkumin yang penting adalah sensitivitasnya pada


cahaya. Kurkumin akan mengalami dekomposisi jika terkena cahaya. Produk
degradasinya yang utama adalah asam ferulat, aldehid ferulat,
dehidroksinaftalen, vinilquaikol, vanilin dan asam vanilat. Radikal Hidroksil
Kurkumin memperlihatkan kepekaan terhadap radikal bebas sebagai contoh
kurkumin dapat bereaksi selama atom H dilepas atam radikal hidroksil
ditambahkan pada molekul kurkumin. Pengurangan sebuah atom H
menghasilkan pembentukan radikal kurkumin yang terdekomposisi atau
menjadi stabil dengan sendirinya.

Sifat kimia kurkuminoid yang menarik adalah sifat perubahan warna


akibat perubahan pH lingkungan. Dalam susana asam, kurkuminoid berwarna
kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah.
Keunikan lain terjadi pada sifat kurkumin dalam suasana basa, karena selain
terjadi proses disosiasi, pada suasana basa kurkumin dapat mengalami
degradasi membentuk basa ferulat dan ferulloilmetan. Degradasi ini terjadi
bila kurkumin berada dalam lingkungan pH 8,5 – 10,0 dalam waktu yang
relatif lama, walaupun hal ini tidak berarti bahwa dalam waktu yang relatif
singkat tidak terjadi degradasi kurkumin, karena proses degradasi sangat
dipengaruhi juga oleh suhu lingkungan. Salah satu hasil degradasi, yaitu
feruloilmetan mempunyai warna kuning coklat yang akan mempengaruhi
warna merah yang seharusnya terjadi. Sifat kurkuminoid lain yang penting
adalah aktivitasnya terhadap cahaya. Bila kurkumin terkena cahaya, akan
terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkumin atau terjadi degradasi
struktur (Hayani, 2006).

3. Sambiloto

Sambiloto atau dikenal juga dengan sebutan Kalmegh, Kalafath, Kan-


jang, Alui, Charita, Sambilata, Andrograpidis banyak ditemukan dan
dibudidayakan di daerah tropis dan 6 subtropis Asia, Asia Tenggara dan India.
Tanaman sambiloto memiliki tinggi 40 cm sampai 90 cm, percabangan
banyak dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan tidak
berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau tegak
tajam, tepi daun rata, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai
3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas bentuknya
seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang bunga 3
mm sampai 7 mm, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga bibir
bentuk tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih dengan
warna kuning di bagian atasnya, bibir bunga bawah lebar, berwarna ungu.
Bentuk buah jorong dengan ujung yang tajam, bila tua akan pecah menjadi 4
bagian (DepKes RI, 1979).

Sambiloto memiliki nama lain seperti papaitan (Sumatera), Pepaitan


(Melayu), takilo, bidara, sadilata, sambiloto (Jawa), sambilata, sadilata, ki
oray, ki peurat, takilo (Sunda) (Hariana, 2006).

Di Indonesia sambiloto digunakan untuk anti radang, antipiretik atau


meredakan demam, dan untuk penawar racun atau detoksikasi. Di India akar
dan daun digunakan untuk menyembuhkan sakit karena gigitan ular dan
serangga. Di Cina digunakan sebagai obat antiinflamasi, antipiretik, obat
influensa, disentri, infeksi saluran kencing, dan radang paruparu. Pada uji pra
klinis untuk efek anti radang menggunakan mencit bahwa infus daun
sambiloto 51,4 mg/100 g BB, secara oral dapat meningkatkan efek anti radang
(Anonim,2010).

Herba sambiloto secara empiris telah digunakan untuk mengatasi


penyakit influenza, dan dapat digunakan sebagai pembersih darah. Secara
empiris herba sambiloto sejumlah satu genggam atau 80 gram dapat
digunakan untuk mengatasi penyakit demam. Penggunaan tradisional lain
untuk pengobatan dispepsia, membantu pencernaan, dan antipiretik. Secara in
vitro, herba sambiloto memiliki potensi sebagai agen antiinflamasi, dan telah
diuji klinis berkhasiat mengatasi demam dan influenza di Mediterania.
Kombinasi ekstrak etanolik herba sambiloto dan temulawak dengan jumlah
56,25 : 18,75 mg dalam 1 ml pelarut DMSO dan RPMI menunjukkan
peningkatan proliferasi sel limfosit. Sistem imun yang diperantarai limfosit
dapat memerangi mikroba dengan jalan mensekresi antibodi yang dapat
memblokir kemampuan mikroba untuk menginfeksi sel kemudian
mempromosikannya pada fagosit. Fagosit akan menelan dan membunuh
mikroba, dilanjutkan limfosit T yang akan menghancurkan sel yang terinfeksi
oleh mikroba. Daun tumbuhan sambiloto yang memiliki sifat kimiawi berasa
pahit, dingin, juga memiliki kandungan kimia. Daun dan cabang sambiloto
terdapat senyawa kimia seperti 7 deoksiandrografolid, andrografolid,
neoandrografolid dan homoandrografolid. Terdapat juga flavonoid, alkena,
keton, aldehid, mineral (kalium, akarnya mengandung flavonoid, dimana hasil
isolasi terbanyaknya adalah polimetoksiflavon, andrografin, pan ikulin, dan
apigenin-7, 4-dimetileter (Titin Yuniarti, 2008).

Daun dan batang tumbuhan ini rasanya sangat pahit karena


mengandung senyawa yang disebut andrographolid yang merupakan senyawa
keton diterpena. Kadarnya dalam daun antara 2,5-4,8 % dari berat kering.
Senyawa ini diduga merupakan salah satu zat aktif dari daun sambiloto yang
juga banyak mengandung unsur-unsur mineral seperti kalium, natrium dan
asam kersik (Wijayakusuma, et al., 1994). Sementara pada akar mengandung
flavonoid berupa polimetoksiflavon, andrografin, panikolin, dan apigenin-7,
4-dimetil eter, alkena, keton, aldehid, kalium, kalsium, natrium, serta asam
kersik. Selain itu terdapat andrografolid 1% dan kalmegin (Hariana, 2006).

4. Kayu Manis

Tanaman kayumanis (Cinnamomum burmanii) sudah lama


dikembangkan di Indonesia dan merupakan salah satu komoditi rempah yang
menjadi barang dagangan utama sejak zaman kolonial (Denian, 1996).

Komoditi ini di ekspor melalui Penang dan Singapura dan hingga saat
ini masih memiliki potensi di pasar regional dan internasional. Tanaman ini
merupakan komoditas unggulan, terutama di daerah Sumatera Barat dan
Kabupaten Kerinci, sebagai daerah sentra produksi kayumanis Indonesia. Di
daerah ini pendapatan petani yang berasal dari hasil kayumanis sebesar
26,93% dari hasil usahataninya, atau 16,03% dari total pendapatan petani
(Sudjarmoko, 2007).

Walaupun bukan pendapatan utama, namun fungsinya sangat penting


sebagai cadangan dana untuk memenuhi kebutuhan biaya mendadak dan
mahal. Ekspor kayumanis Indonesia mengalami peningkatan pada kurun
waktu lima tahun terakhir, yaitu rata-rata sebesar 9%, sedangkan konsumsi
dalam negeri tumbuh rata-rata 81,08% per tahun. Peningkatan ekspor dan
konsumsi tersebut disebabkan oleh makin beragamnya manfaat kayumanis,
terutama untuk kesehatan. Tanaman kayumanis dapat diolah menjadi
bermacam-macam produk seperti dalam bentuk bubuk, minyak atsiri atau
oleoresin. Kulit kayu manis dalam bentuk asli seperti potongan atau bubuk
digunakan untuk bermacam-macam bumbu masakan daging dan ikan, dan
sebagai campuran dalam minuman (teh, kopi, dan kakao). Secara imperis kulit
kering kayu manis yang direndam dalam air teh dan diminum dapat
menurunkan kadar kolesterol tubuh dan mengencerkan darah sehingga baik
untuk penderita stroke. Hasil penelitian di Swedia menyatakan bahwa
mengkonsumsi satu sendok makan bubuk kayu manis sebelum makan dapat
menahan kenaikan kadar gula dalam darah karena bubuk kayu manis
mencegah pengisapan gula pada didinding usus dan sebagainya. Oleoresin
dari kayu manis sama dengan bubuknya, umumnya digunakan dalam industri
makanan, pemberi rasa dan aroma dalam industri makanan, minuman,
farmasi, rokok dan kosmetika. Minyak atsiri atau oleoresin dari kayumanis
mengandung beberapa senyawa kimia seperti sinamat aldehid, eugenol,
methyl ketene, furfural, benzaldehyde, nonyl aldehyde, hydrocinnamic
aldehyde, cuminaldehyde, dan coumarin (Anonim, 2006).

Kayumanis berbau wangi dan berasa manis sehingga dapat dijadikan


bahan pembuat sirup dan rasa pedas sebagai penghangat tubuh. Kayu dari
batang kayumanis dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan
bangunan, meubelair, dan kayu bakar. Semakin bertambahnya penduduk dan
diketahuinya manfaat senyawa kimia yang terkandung pada kayumanis
menunjukan bahwa pengembangan tanaman kayumanis masih mempunyai
prospek untuk meningkatkan pendapatan petani, devisa dan sebagai tanaman
tabungan bagi masyarakat. Selain itu, tanaman kayumanis juga dapat
berfungsi sebagai tanaman penghijauan dan konservasi lahan, khususnya di
tebing-tebing dan kaki pegunungan serta daerah aliran sungai (Rusli dan
Abdullah, 1988).

VI. ALAT DAN BAHAN


Alat
1. Gelas ukur 25 mL 1 buah
2. Gelas kimia 400 mL 1 buah
3. Kaki tiga dan kasa 1 buah
4. Kaca arloji 1 buah
5. Tabung reaksi secukupnya
6. Corong 1 buah
7. Pipet tetes secukupnya
8. Pembakar spiritus 1 buah
9. Neraca empat lengan 1 buah
10. Kertas saring secukupnya
11. Blender 1 buah

Bahan
1. Serbuk Daun Sambiloto 5 gram
2. H2SO4 2N secukupnya
3. H2SO4 pekat secukupnya
4. FeCl3 1% secukupnya
5. Kloroform secukupnya
6. HCl pekat secukupnya
7. Amoniak secukupnya
8. Sebuk Mg secukupnya
9. Metanol 60-80% secukupnya
10. Etanol 70% secukupnya
11. Reagen Meyer secukupnya
12. Reagen Wagner secukupnya
13. Reagen Dragendorff secukupnya
14. Serbuk Kayu Manis 5 gram
15. Serbuk Temulawak 5 gram

VII. Alur Percobaan

1. Persiapan Ekstrak Metanol Rimpang

Sampel rimpang

1. Dibersihkan dan dikuliti


2. Dikeringkan
3. Digiling atau diblender

Serbuk kering

5 gram serbuk rimpang kering

1. Dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml


2. Direndam serbuk kedalam 15 ml metanol 80%
3. Dipanaskan secukupnya
4. Disaring menggunakan kertas saring

Filtrat Residu

1. Dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml

Ekstrak metanol rimpang jahe


2. Identifikasi Alkaloid Dengan Metode Culvenor-Fitzgerald

1 ml sampel
1. Dicampur dengan 1 ml kloroform
2. Ditambahkan 1 ml ammonium
3. Dimasukkan kedalam tabung reaksi
4. Dipanaskan diatas penangas air
5. Dikocok, dibagi menjadi 3 bagian

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3

Tabung 1
1. Ditambahkan 3 tetes H2SO4 2 N
2. Dikocok dan didiamkan hingga lapisan terpisah
3. Bagian atas diambil beberapa % diuji dengan
pereaksi meyer

Hasil

Tabung 2
1. Ditambahkan 3 tetes H2SO4 2 N
2. Dikocok dan didiamkan hingga lapisan terpisah
3. Bagian atas diambil beberapa % diuji dengan
pereaksi wagner

Hasil

Tabung 3
1. Ditambahkan 3 tetes H2SO4 2 N
2. Dikocok dan didiamkan hingga lapisan terpisah
3. Bagian atas diambil beberapa % diuji dengan
pereaksi diagendorf
3. Identifikasi Flavonoid

1 ml sampel
1. Dimasukkan kedalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 3 ml etanol 70%
3. Dikocok
4. Dipanaskan
5. Dikocok lagi, dan disaring

Filtrat Residu

Filtrat
6. ditambahkan 0,1 gram Mg
7. ditambahkan 2 tetes HCl pekat
Hasil (terbentuknya warna
merah pada lapisan etanol)

4. Identifikasi Saponin

1 ml sampel
1. Dimasukkan kedalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 10 ml air
3. Dididihkan dalam penangas air

Filtrat Residu
1. Dikocok
2. Didiamkan selama 15 menit
Busa stabil (bertahan lama)
5. Identifikasi Steroid
1 ml sampel
1. Dicampur dengan 3 ml etanol 70%
2. Ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat
3. Ditambahkan 2 ml CH3COOH anhidrat (reagen
Liebermann-burchard)
Warna biru/hijau (+) steroid

6. Identifikasi Triterpenoid
1 ml sampel
1. Dimasukkan kedalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 2 ml kloroform
3. Ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat

Warna merah kecoklatan pada antar


permukaan (+) triterpenoid

7. Identifikasi Tannin

1 ml sampel
1. Dididihkan dengan 20 ml air diatas penangas air
2. Disaring

Filtrat Residu

3. Ditambahkan (2-3 tetes) FeCl3 1%

Warna coklat kehijauan/biru


kehitaman (+) tannin

8. Identifikasi Fenolik
1 ml sampel

1. Dimasukkan kedalam tabung reaksi


2. Ditambahkan 1 ml NaCl 1%
3. Ditambahkan 1 ml larutan gelatin 10%

Terbentuk endapan
putih (+) fenolik
VIII. Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan
No. Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. Persiapan Ekstrak Metanol Sampel. - Serbuk rimpang - Ditambah Kandungan fitokimia secara - Ekstrak sampel
teori dalam sampel
Sampel rimpang temulawak metanol: (Rimpang
- Sampel Temulawak
berwarna Temulawak: temulawak,
Alkaloid , flavonoid , saponin
1. Dibersihkan dan dikuliti kuning larutan berwarna kayu manis, dan
,fenolik ,titripenoid ( Hayani,
kuning
2. Dikeringkan - Serbuk batang 2006) daun sambiloto)
Kayu manis:
3. Digiling atau diblender - Sampel Daun Sambiloto
kayu manis larutan berwarna dapat dihasilkan
coklat tua, Alkaloid , Flavonoid ,
berwarna Saponin , Steroid , dengan
Daun sambiloto:
Serbuk kering coklat, larutan berwarna Titripenoid (Harbone , 1987) merendam ke
hijau. - Sampel Kayu Manis
- Serbuk daun dalam larutan
- Dipanaskan dan Alkloid , Flavonoid, Fenolik ,
sambiloto metanol.
didekantasi: Saponin , triterpenoid , tanin
berwarna hijau, (Mubarak , 2016) - Didapatkan
Temulawak:
- Metanol 60 – larutan berwarna ekstrak
80% larutan kuning, temulawak
Kayu manis:
tidak berwarna. berwarna
larutan berwarna
coklat tua, kuning
5 gram serbuk rimpang kering Daun sambiloto: - Didapatkan
larutan berwarna ekstrak
4. Dimasukkan kedalam gelas hijau tua.
kimia 100 ml sambiloto

5. Direndam serbuk kedalam berwarna hijau

15 ml metanol 80% - Didapatkan

6. Dipanaskan secukupnya ekstrak kayu

7. Disaring menggunakan manis berwarna

kertas saring coklat

Filtrat Residu

2. Dimasukkan kedalam gelas


kimia 100 ml

Ekstrak metanol rimpang


temulawak
2. Identifikasi Alkaloid. - Sampel ekstrak - Ditambahkan 1 - Mayer Berdasarkan
percobaan
1 ml sampel temulawak mL kloroform +
identifikasi
berwarna 1 mL ammoniak, alkaloid, di
6. Dicampur dengan 1 ml dapatkan
kuning , dipanaskan,
kloroform – temulawak
- Sampel ekstrak - Temulawak
7. Ditambahkan 1 ml (+),
kayu manis larutan berwarna
ammonium – kayu manis
berwarna coklat kuning - Wagner
8. Dimasukkan kedalam tabung (+)
tua, - Kayu manis
reaksi – daun
- Sampel ekstrak larutan berwarna
9. Dipanaskan diatas penangas sambiloto (+)
daun sambiloto cokelat tua,
air Sampel positif
berwarna hijau - Daun sambiloto mengandung
10. Dikocok, dibagi menjadi 3 alkaloid apabila
tua, larutan berwarna
bagian diuji dengan
- Kloroform hijau, reagen mayer,
wagner dan
larutan tidak Temulawak
diagendorf
berwarna, - Ditambahkan 3 menghasilkan
Tabung Tabung 2 Tabung tetes H2SO4 2N, larutan merah
- Ammoniak
1 3 kecoklatan
larutan tidak dikocok dan

berwarna, didiamkan

- H2SO4 2N hingga lapisan


larutan tidak terpisah, larutan - Dragendrof
Tabung 1
berwarna, berwarna coklat
4. Ditambahkan 3 tetes H2SO4 2 - Reagen meyer kemerahan,
N larutan tidak - Diuji dengan
5. Dikocok dan didiamkan berawarna, pereaksi mayer =
hingga lapisan terpisah - Reagen wagner larutan berwarna
6. Bagian atas diambil beberapa larutan coklat
% diuji dengan pereaksi berwarna kemerahan
meyer jingga, - Diuji dengan
Hasil - Reagen pereaksi wagner

Tabung 2 dragendrof = larutan


larutan berwarna coklat
4. Ditambahkan 3 tetes
berwarna kemerahan
H2SO4 2 N
jingga. - Diuji dengan
5. Dikocok dan didiamkan
pereaksi
hingga lapisan terpisah
dragendrof =
6. Bagian atas diambil
larutan berwarna
beberapa % diuji dengan
coklat
pereaksi wagner
kemerahan
Hasil
Kayu Manis
Tabung 3
- Ditambahkan 3
4. Ditambahkan 3 tetes tetes H2SO4 2N,
H2SO4 2 N dikocok
5. Dikocok dan didiamkan terbentuk 2
hingga lapisan terpisah lapisan atas
6. Bagian atas diambil coklat dan bawah
beberapa % diuji dengan terdapat endapan
pereaksi diagendorf coklat,
Hasil - Diuji dengan
pereaksi mayer =
larutan berwarna
coklat dan
terdapat endapan
coklat (+)
- Diuji dengan
pereaksi wagner
= larutan
berwarna coklat,
terdapat endapan
coklat (-)
- Diuji dengan
pereaksi
dragendrof =
larutan berwarna
coklat terdapat
endapan coklat
(-),
Daun sambiloto
- Ditambahkan 3
tetes H2SO4 2N,
dikocok larutan
berwarna hijau,
- Diuji dengan
pereaksi mayer =
larutan berwarna
hijau kekuningan
dan terdapat
endapan hijau (+)
- Diuji dengan
pereaksi wagner
= larutan
berwarna hijau
kekuningan ,
terdapat endapan
hijau (+)
- Diuji dengan
pereaksi
dragendrof =
larutan berwarna
hijau kekuningan
terdapat endapan
hijau (+),
3. Identifikasi Flavonoid. - Sampel ekstrak - Sampel Mg (s) + 2HCl (aq) → MgCl2 Berdasarkan
(aq) + H2 (g) identifikasi
1 mL sampel temulawak temulawak + 3 OH
flavonoid
berwarna coklat mL etanol 70% HO O + H
2 didapatkan
1. Dimasukkan kedalam OH
- temulawak
jernih, larutan menjadi
tabung reaksi, (+),
- Sampel ekstrak berwarna kuning, O
2. Ditambahkan 3 mL etanol OH
- kayu manis
kayu manis - Sampel kayu
70%, HO O
(+),
O-
berwarna coklat manis + 3 mL
3. Dikocok, - daun
tua, 70% larutan
4. Dipanaskan, O sambiloto (-
- Sampel ekstrak menjadi berwarna
5. Dikocok lagi, dan disaring ).
daun sambiloto jingga OH

Filtrat Residu Identifikasi


berwarna hijau kecoklatan, Mg HO
O O-
Flavonoid pada
6. Ditambahkan 0,1 gram tua, - Sampel daun sampel di katakan
O positif apabila
logam Mg, - Etanol 70% sambiloto + 3 2Cl-
menghasilkan
7. Ditambahkan 2 tetes HCl larutan tidak mL 70% larutan larutan berwarna
merah kecoklatan.
pekat berwarna, menjadi berwarna
- Logam Mg hijau,
Hasil (+ jika terbentuk warna
merah pada lapisan etanol) serbuk berwarna - Dipanaskan:
abu – abu, Sampel
- HCl pekat temulawak
berwarna kuning,
larutan tidak Sampel kayu
berwarna. manis berwarna
jingga
kecoklatan,
Sampel daun
sambiloto
berwarna hijau
- Ditambahkan
logam Mg + HCl
pekat terbentuk:
Temulawak:
larutan berwarna
merah, terdapat
endapan Mg
Kayu manis:
larutan berwarna
merah, terdapat
endapan Mg
Daun sambiloto:
larutan berwarna
hijau tua. terdapat
endapan Mg
4. Identifikasi Saponin. - Sampel ekstrak - Sampel daun Berdasarkan
temulawak sambiloto + air percobaan
1 ml sampel
identifikasi
berwarna = larutan
4. Dimasukkan kedalam saponin, di
kuning, berwarna hijau dapatkan
tabung reaksi
- Sampel ekstrak muda, terdapat - temulawak
5. Ditambahkan 10 ml air (-),
kayu manis busa dibagian
6. Dididihkan dalam - kayu manis
berwarna coklat atas, (+),
penangas air
tua, - Sampel kayu - daun
sambiloto
- Sampel ekstrak manis + air =
(+)
Filtrat Residu daun sambiloto larutan berwarna Sampel dikatakan
4. Dikocok berwarna hijau jingga, terdapat positif apabila di
tua, busa dibagian uji menghasilkan
5. Didiamkan selama 15
busa yang stabil
menit - Aquades tidak atas,
Busa stabil (bertahan
berwarna. - Sampel
lama)
temulawak + air
= larutan
berwarna kuning
muda, tidak
terdapat busa.
5. Identifikasi Steroid. - Sampel ekstrak - Sampel Berdasarkan
percobaan
temulawak temulawak + 3 O
1 ml sampel identifikasi
berwarna coklat mL etanol 70% + steroid didapatkan
1. Dicampur dengan 3 ml etanol - temulawak (-),
jernih, 2 mL H2SO4 + 2
70% HO - kayu manis (-
- Sampel ekstrak mL CH3COOH
2. Ditambahkan 2 ml H2SO4 ),
kayu manis anhidrat larutan
H2O
pekat H2SO4 - daun
berwarna coklat berwarna hitam
3. Ditambahkan 2 ml sambiloto (+).
tua, (-),
CH3COOH anhidrat (reagen - Sampel ekstrak - Sampel kayu O

Liebermann-burchard) daun sambiloto manis + 3 mL


berwarna hijau etanol 70% + 2 HO3S
Warna biru/hijau (+) steroid
tua, mL H2SO4 + 2
- Etanol 70% mL CH3COOH
larutan tidak anhidrat larutan
berwarna, berwarna coklat
- H2SO4 pekat kemerahan (-),
larutan tidak - Sampel daun
berwarna, sambiloto + 3
- CH3COOH mL etanol 70% +
anhidrat larutan 2 mL H2SO4 + 2
tidak berwarna mL CH3COOH
anhidrat larutan
berwarna hijau
(+)
6. Identifikasi Triterpenoid. - Sampel ekstrak - Sampel daun Triterpenoid Berdasarkan
percobaan
1 ml sampel temulawak sambiloto +
identifikasi
4. Dimasukkan kedalam tabung berwarna coklat kloroform + triterpenoid, di
dapatkan
reaksi jernih, H2SO4 pekat =
- temulawak
5. Ditambahkan 2 ml kloroform - Sampel ekstrak larutan dua
(+),
6. Ditambahkan 2 ml H2SO4 kayu manis lapisan antara -
- kayu manis
pekat berwarna coklat kedua lapisan
(+),
tua, berwarna hijau
- daun
Warna merah kecoklatan pada antar - Sampel ekstrak kehitaman
permukaan (+) triterpenoid sambiloto (+)
daun sambiloto menghasilkan
berwarna hijau warna merah Sampel positif
apabila
tua, diantara
menghasilkan
- Kloroform permukaan, warna merah
kecoklatan
larutan tidak - Sampel
berwarna temulawak +
- H2SO4 pekat kloroform +
larutan tidak H2SO4 pekat =
berwarna. larutan dua
lapisan antara
kedua lapisan
berwarna coklat
kehitaman
menghasilkan
warna merah
diantara
permukaan,
- Sampel kayu
manis +
kloroform +
H2SO4 pekat =
larutan berwarna
coklat kehitaman
menghasilkan
warna merah
diantara
permukaan.

7. Identifikasi Tanin. - Sampel ekstrak - 1 mL sampel Berdasarkan


percobaan
temulawak temulawak + 10
1 mL sampel identifikasi tanin
berwarna coklat mL air, didapatkan
1. Dididihkan dengan - temulawak (-),
jernih dididihkan:
10 mL air di atas - kayu manis
- Sampel ekstrak larutan berwarna
penangas air (+),
kayu manis kuning pudar
2. Disaring jika - daun
berwarna coklat - 1 mL sampel
terdapat endapan sambiloto (-).
tua kayu manis + 10
- Sampel ekstrak mL air,
Residu Filtrat
daun sambiloto dididihkan:
3. Ditambahkan berwarna hijau larutan berwarna
(2-3) tetes FeCl3 tua kecoklatan
1% - FeCl3 1%: - 1 mL sampel
Warna coklat kehijauan/biru larutan daun sambiloto +
kehitaman (+) tanin berwarna 10 mL air,
kuning dididihkan:
- Aquades larutan berwarna
larutan tidak hijau.
berwarna - Sampel
temulawak + air
+ FeCl3 1%:
larutan berwarna
coklat (+).
- Sampel kayu
manis + air +
FeCl3 1%:
larutan berwarna
biru kehitaman
(+).
- Sampel daun
sambiloto + air +
FeCl3 1%:
larutan berwarna
hijau gelap (+).
8. Identifikasi Fenolik. - Sampel daun - sampel daun Berdasarkan uji
fenolik
1 mL sampel sambiloto sambiloto +
didapatkan
berwarna hijau NaCl + gelatin - temulawak
1. Dimasukkan kedalam
- Sampel larutan berwarna (+),
tabung reaksi,
rimbpang hijau keruh - kayu manis
2. Ditambahkan 1 mL larutan
temulawak - didiamkan, (+),
NaCl 1 %
berwarna coklat terbentuk - sambiloto (+)
3. Ditambahkan 1 mL gelatin
jernih. endapan hijau
NaCl 10 %
- Sampel kayu - sampel
Terbentuk endapan putih ( + manis berwarna temulawak +
fenolik)
coklat tua NaCl + gelatin
- NaCl 1% tidak larutan berwarna
berwarna. kuning keruh
Gelatin 10% putih - didiamkan,
keruh
terbentuk
endapan putih
(+).
- sampel kayu
manis + NaCl +
gelatin larutan
berwarna coklat
(-) keruh
- didiamkan,
terbentuk
endapan putih
(+).
IX. Analisis dan Pembahasan
1. Persiapan Ekstrak Metanol pada Rimpang temulawak, daun sambiloto dan
kayu manis
Pada percobaan uji fitokimia bertujuan untuk Mengidentifikasi
komponen kimia tumbuhan dari kelompok terpenoid, steroid, fenolik
(antrokuinon, tannin, dan fenol), flavonoid, dan alkaloid yang terkandung
dalam ekstrak rimpang. Serbuk diambil 5 gram dan dimasukkan kedalam
gelas kimia 100 ml kemudian direndam dengan 15 ml larutan metanol 60% -
80%. Fungsi penambahan metanol adalah agar dapat bereaksi dengan sampel
karena metanol bersifat polar dan sampel juga bersifat polar sehingga dapat
bereaksi sesuai prinsip like dissolve like. Selanjutnya dilakukan penyaringan
yang menghasilkan filtrat berupa larutan sambiloto berwarna hijau dan residu
berupa ampas serbuk daun sambiloto, larutan temulawak berwarna kuning
dan residu berupa ampas serbuk temulawak, larutan kayu manis berwarna
coklat dan residu berupa ampas serbuk kayu manis . Dalam fitokimia hanya
menggunakan filtratnya. Filtrat dipanaskan sesuai alur. Kemudian dilakukan
uji fitokimia untuk mengetahui komponen kimianya.
2. Identifikasi Alkaloid Dengan Metode Culvenor-Fitzgerald (Harborne, 1987)
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah
terdapat kandungan alkaloid dalam ekstrak rimpang. Alkaloid merupakan
senyawa organik bahan alam yang terbesar jumlahnya, baik dari segi jumlah
maupun sebarannya. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa,
mengandung atom nitrogen di dalam struktur dasarnya (Tim Dosen Kimia
Organik,2019). Senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai
garam berbagai senyawa organik dan sering ditangani di laboratorium sebagai
garam dengan asam hidroklorida dan asam sulfat (Robinson, 1995). adapun
struktur dari alkaloid adlah sebagai berikut :

. struktur alkaloid
Pada percobaan ini untuk mengidentifikasi adanya alkaloid digunakan
metode Culvenor-Fitzgerald. Metode ini terdiri dari 3 uji dengan reagen yang
berbeda yakni uji dengan reagen Mayer, reagen Wagner dan reagen
Dragendorf. Prinsip uji alkaloid pada dasarnya adalah pengendapan alkaloid
dengan logam-logam berat. Adanya alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan
terbentuknya endapan jingga, sedangkan pada pada uji Wagner ditandai
dengan terbentuknya endapan coklat dan adanya alkaloid dengan uji reagen
Dragendorf akan menghasilkan endapan putih.
Langkah pertama yang dilakukan pada uji alkaloid yaitu ekstrak
rimpang diambil ± 1 mL dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 1 mL kloroform (tidak berwarna) dan 1 mL larutan ammonia
(tidak berwarna) sehingga terbentuk larutan kuning untuk temulawak, larutan
hijau pada sambiloto, larutan coklat pada kayu manis. Fungsi dari
penambahan Kloroform dan ammonia adalah untuk memutuskan ikatan
antara asam tannin dan alkaloid yang terikat secara ionik. Dimana atom N
dari alkaloid berikatan dengan gugus hidrosifenolik yang berasal asam tannin
membentuk ikatan yang saling stabil. Terputusnya ikatan antara asam tannin
dengan alkaloid akan membuat alkaloid bebas sedangkan asam tannin akan
terikat dengan kloroform ammonikal. Terputusnya ikatan tersebut hanya akan
terjadi apabila sampel yang diuji mengandung senyawa alkaloid.
Berdasarkan referensi yang bersumber dari jurnal menyatakan ekstrak
rimpang mengandung senyawa alkaloid.
Langkah selanjutnya campuran dipanaskan dalam pengangas air ±2
menit. Setelah itu campuran dikocok dan disaring dengan kertas saring dan
dihasilkan filtrat yang berwarna coklat kemerahan pada temulawak ,
berwarna coklat pada kayu manis , berwarna hijau pada sambiloto dan
terdapat residu. Filtrat dibagi menjadi 3 bagian untuk diuji dengan uji Mayer,
Wagner, dan Dragendorf.
a. Uji Mayer
Pada uji mayer adanya alkaloid atau positif alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan jingga saat penambahan reagen mayer pada larutan
filtrate. Sebelumnya filtrate ditambahkan 2 tetes asam sulfat 2 N (tidak
berwarna). Penambahan asam sulfat dikarenakan alkanoid bersifat basa
sehingga biasanya diekstrak dengan larutan yang bersifat asam. Selanjutnya
dikocok dan didiamkan beberapa menit sampai terbentuk lapisan yang
terpisah. Setelah penambahan asam sulfat 2 N dihasilkan larutan jingga. Akan
tetapi setelah didiamkan beberapa menit larutan tidak membentuk lapisan
terpisah. Langkah selanjutmya larutan diuji dengan reagen meyer (tidak
berwarna). Reagen meyer dibuat dari reaksi berikut ini :
HgCl2 (aq) + 2KI (aq) HgI2 (aq) + 2KCl (aq)
HgI2 (aq) + 2KI (aq) K2[HgI2] (aq)
Setelah diuji dengan reagen meyer dihasilkan larutan berwarna coklat
pada temulawak, hijau kekuningan pada sambiloto ,coklat pada kayu manis,
dan terdapat endapan. Dari uji alkaloid dengan reagen meyer dapat dikatakan
bahwa ekstrak rimpang positif mengandung alkaloid. Reaksi yang terjadi
amtara reagen meyer dengan alkaloid sebagai berikut :

Reaksi antara Reagen Meyer dengan Alkaloid


Berdasarkan reaksi di atas, senyawa alkaloid akan bereaksi dengan
reagen Meyer dengan membentuk endapan kalium-alkanoid. Dimana reagen
meyer mengalami ionisasi dengan menghasilkan K+ dan K [HgI4]- dan ion
K+ tersebut akan menyerang gugus alkaloid yang berikatan dengan gugus
nitrogen sehingga menghasilkan endapan kalium-alkanoid berwarna jingga
yang menandakan adanya senyawa alkaloid dalam ekstrak rimpang. Hal
tersebut sesuai dengan referensi dari jurnal yang menyatakan bahwa dalam
ekstrak rimpang mengandung senyawa alkaloid.
b. Uji Wagner
Pada uji Wagner adanya alkaloid atau positif alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan jingga saat penambahan reagen Wagner pada larutan
filtrate. Sebelumnya filtrate ditambahkan 2 tetes asam sulfat 2 N (tidak
berwarna). Penambahan asam sulfat dikarenakan alkanoid bersifat basa
sehingga biasanya diekstrak dengan larutan yang bersifat asam. Selanjutnya
dikocok dan didiamkan beberapa menit sampai terbentuk lapisan yang
terpisah. Setelah penambahan asam sulfat 2 N dihasilkan larutan jingga. Akan
tetapi setelah didiamkan beberapa menit larutan tidak membentuk lapisan
terpisah. Langkah selanjutmya larutan diuji dengan reagen Wagner (berwarna
cokelat). Reagen Wagner dibuat dari reaksi berikut ini :
I2 (aq) + I- (aq) → I3- (aq)
K+ (aq) + I3- (aq) → KI (aq) + I2
Setelah diuji dengan reagen Wagner dihasilkan larutan berwarna
cokelat kemerahan pada temulawak, coklat pada kayu manis, hijau
kekuningan pada sambiloto dan terdapat endapan. Dari uji alkaloid dengan
reagen Wagner dapat dikatakan bahwa ekstrak rimpang positif mengandung
alkaloid. Reaksi yang terjadi amtara reagen Wagner dengan alkaloid sebagai
berikut :

(aq) + KI (aq) + I2 → + I3-


Reaksi antara Wagner dengan Alkaloid
Bedasarkan reaksi di atas, senyawa alkaloid akan bereaksi dengan
reagen wegner dengan membentuk endapan kalium-alkanoid dan ion I3-.
Dimana reagen Wagner akan mengalami ionisasi K+ dan I3- dan ion K+ akan
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen membentuk kompleks
kalium-alkaloid yang mengendap sedangkan ion I3- akan memberika warna
cokelat, seingga dihasilkan endapan yang berwarna cokelat yang menandakan
adanya snyawa alkaloid dalam ekstrak rimpang. Hal tersebut sesuai dengan
referensi dari jurnal yang menyatakan bahwa dalam ekstrak rimpang
mengandung senyawa alkaloid.
c. Uji Dragendroff
Pada uji Dragendorf adanya alkaloid atau positif alkaloid ditandai
dengan terbentuknya endapan jingga saat penambahan reagen Dragendorf
pada larutan filtrate. Sebelumnya filtrate ditambahkan 2 tetes asam sulfat 2 N
(tidak berwarna). Penambahan asam sulfat dikarenakan alkanoid bersifat basa
sehingga biasanya diekstrak dengan larutan yang bersifat asam. Selanjutnya
dikocok dan didiamkan beberapa menit sampai terbentuk lapisan yang
terpisah. Setelah penambahan asam sulfat 2 N dihasilkan larutan jingga. Akan
tetapi setelah didiamkan beberapa menit larutan tidak membentuk lapisan
terpisah. Langkah selanjutmya larutan diuji dengan reagen Dragendorf
(berwarna merah kecokelatan). Reagen Dragendorf dibuat dari reaksi berikut
ini :
Bi(NO3)3 (aq) + 3KI (aq) BiI3 (aq) + 3KNO3 (aq)
BiI3 (aq) + KI (aq) K[BiI4] (aq)

Pada pembuatan reagen Dragendroff, bismut nitrat dilarutkan dalam


HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismuth mudah
terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+). Penambahan larutan asam
bertujuan agar ion Bi3+ tetap ada di dalam larutan karena kesetimbangannya
akan bergeser ke kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat beraksi dengan
kalium iodide membentuk endapan hitam bismuth (III) iodide yang kemudian
melarut dalam kalium iodide berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat.

Setelah diuji dengan reagen Dragendor dihasilkan larutan berwarna


coklat kemerahan pada temulawak, coklat pada kayu manis, hijau kekuningan
terhadap sambiloto dan terdapat endapan. Dari uji alkaloid dengan reagen
Dragendor dapat dikatakan bahwa ekstrak rimpang positif mengandung
alkaloid. Reaksi yang terjadi amtara reagen Dragendor dengan alkaloid
sebagai berikut :

Reaksi antara Reagen Dragendorff dengan Alkaloid Alkaloid

Bedasarkan reaksi di atas, senyawa alakaloid akan bereaksi dengan


reagen Dragendor dengan membentuk endapan kalium-alkanoid dan ion ion
[BiI4]- Dimana reagen Dragendor akan mengalami ionisasi K+ dan [BiI4]-dan
ion K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen
membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap sedangkan ion [BiI4]-
akan memberika warna putih, sehingga dihasilkan endapan yang berwarna
putih yang menandakan adanya snyawa alkaloid dalam ekstrak rimpang. Hal
tersebut sesuai dengan referensi dari jurnal yang menyatakan bahwa dalam
ekstrak rimpang mengandung senyawa alkaloid.
3. Identifikasi Flavonoid
Uji Flavonoid pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
terdapat kandungan flavonoid dalam ekstrak rimpang rimpang. Flavonoid
adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang di temukan di alam.
Pada identifikasi flavonoid menggunakan uji Wilstater
menunjukkan warna jingga yang berarti positif adanya flavonoid. Langkah
pertama adalah mengambil sampel sebanyak ± 1 mL. Selanjutnya dicampur
dengan 3 mL etanol 70% Penambahan etanol berfungsi untuk mengekstrak
senyawa tertentu yang ada dalam sampel, dalam percobaan ini senyawa
flavonoid. Ekstak rimpang yang sudah dicampur etanol 70% dikocok lalu
dipanaskan selama kurang lebih 1 menit diatas penangas, larutan tidak
mengalami perubahan warna. Kemudian diambil dan dikocok kembali.
Pengocokan ini berfungsi untuk mempercepat proses pencampuran (agar
larutan homogen).
Larutan yang sudah dipanaskan ditambahkan Mg (serbuk berwarna
abu-abu) sebanyak 0,1 gram., logam Mg mengendap pada bagian bawah
tabung reaksi. Setelah itu ditambahkan 2 tetes HCl pekat, dan serbuk Mg
sedikit larut. Penambahan HCl berfungsi untuk melarutkan logam Mg,
sehingga dalam larutan tersebut terbentuk senyawa MgCl2 dan gas H2.
Senyawa MgCl2 dan gas H2 inilah yang nantinya akan bereaksi dengan
flavonoid yang terkandung dalam sampel rimpang (jika ada) menghasilkan
senyawa kompleks flavilium yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna
merah pada lapisan etanol.
Selanjutnya gas hidrogen yang dihasilkan akan bereaksi dengan
senyawa flavonoid yang terkandung dalam sampel melalui reaksi reduksi.
Setelah direduksi, senyawa flavonoid akan bereaksi dengan larutan MgCl2
yang telah dihasilkan sebelumnya. Larutan MgCl2 akan terionisasi menjadi
Mg2+ dan Cl-, dimana ion Mg akan menyerang flavonoid yang telah tereduksi
membentuk garam flavilium dan melepaskan HCl. Dapat dikatakan jiga
logam Mg dan HCl pekat dalam uji ini berfungsi untuk mereduksi inti
benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid sehingga terbentuk
perubahan warna menjadi merah atau jingga. Garam yang terbentuk dari
reaksi ini adalah garam flavilium. Persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut :
Mg (s) + 2HCl (aq) → MgCl2 (aq)+H2 (g)

Reaksi Uji Flavonoid (Widiastuti dkk,2014)

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, uji flavonoid pada ekstrak
rimpang menunjukkan hasil negatif pada sambiloto dan hasil positif pada
temulawak dan kayu manis.
4. Idenifikasi Saponin
Saponin adalah senyawa glikosida kompleks hasil kondensasi suatu
gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan
menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon) serta busa. Prinsip uji
saponin adalah reaksi hidrolisis senyawa saponin menjadi aglikon dan
glikonnya yang ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil (Harborne,
1987).
Identfikasi saponin bertujuan untuk mengidentifikiasi ekstrak rimpang
mengandung saponin atau tidak. Pada identifikasi saponin, 1 mL ekstrak
rimpang dicampur dengan 10 mL aquades dan dipansakan dalam penangas air
selama 15 menit, kemudian dikocok dan didiamkan. Uji positif adanya
senyawa saponin jika terbentuk busa yang stabil ± 7 menit (Harborne, 1987).
Apabila pada suatu sampel mengandung saponi akan terjadi reaksi
hidrolisis yang menghasilkan gua (glikon) dan non-gula (aglikon) seta
terdapat busa. Reaksinya sebagai berikut.

Saponin Aglikon Glikon


Reaksi Uji Fitokimia Saponin (Marliana, 2005)

Uji fitokimia kandungan saponin pada ekstrak rimpang (Moringa


oleifera L.) menunjukkan hasil yang negatif pada temulawak dikarenakan
tidak terbentuknya busa yang stabil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
ekstrak temulawak yang telah diuji tdak mengandung sponin. Menunjukkan
hasil yang positif pada kayu manis dan sambiloto. Saponin ada pada seluruh
tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan
dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Saponin juga
digunakan sebagai anti mikroba (Robinson, 1995).
5. Identifikasi Steroid
Identifikasi ini didasarkan pada kemampuan senyawa steroid
membentuk warna oleh asam sulfat pekat. Steroid adalah kelompok senyawa
bahan alam yang kebayakan strukturnya terdiri dari atas 17 atom karbon
dengan membentuk struktur dasar 1,2-siklopentenoperhidrofenantren.
Pada uji fitokimia steroid, 1 mL ekstrak rimpang ditambah 3 mL
etanol 70%, 2 mL H2SO4 pekat, 2 mL asam asetat anhidrat. Adanya senyawa
steroid ditunjukan dengan terbentuknya warna hijau atau biru. Perubahan
warna desebabkan terjadinya oksidasi pada golongan senyawa steroid melalui
pembentukan ikatan terkonjugasi. Fungsi dari etanol sebagai pelarut universal
yang dapat bersifat polar dan nonpolar, karena steroid bersifat polar sehingga
dapat mengekstraksi dengan etanol. Penambahan H2SO4 pekat yang bertujuan
untuk menghidrolisis air yang akan bereaksi dengan derivatif asetil untuk
membentuk cincin merah coklat atau ungu dan penambahan sejumlah kecil
anhidrida asetat dalam uji Liebermann-Burchard akan menyerap air dan
membantu mengoksidasi asam dengan asam sulfat, karena reaksi oksidasi
asam tidak akan terjadi jika masih terkandung di dalam air. Reaksinya
sebagai berikut.

Reaksi Uji Fitokimia Triterpenoid (Burke et al, 1974)

Uji fitokimia kandungan steroid pada ekstrak rimpang (Moringa


oleifera L.) menunjukkan hasil yang negatif pada temulawak dan kayu manis
dikarenakan larutan tidak berubah warna menjadi hijau/buru, akan tetapi
larutan berubah menjadi warna merah kecoklatan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada ekstrak tidak mengandung steroid. Menunjukkan
hasil yang positif pada sambiloto karena larutan berubah warna menjadi hijau.
6. Identifikasi Terpenoid
Identifikasi ini didasarkan pada kemampuan senyawa terpenoid
membentuk warna oleh asam sulfat pekat. Tripernoid adalah kelompok
senyawa metabolit sekunder yang terbesar, dilihat dari jumlah senyawa
maupun variasi kerangka dasar strukturnya. Senyawa terpenoid tersusun atas
karbon karbon dengan jumlah kelipatan lima.
Pada uji fitokimai terpenoid, 1 mL ekstrak rimpang dimabahkan 2 mL
kloroform, 3 mL H2SO4 pekat. Adanya senyawa terpenoid ditunjukan dengan
terbentuknya warna merah kecoklatan dan terbentuk cincin coklat pada batas
penambahan H2SO4. Perubahan warna desebabkan terjadinya oksidasi pada
golongan senyawa steroid melalui pembentukan ikatan terkonjugasi. Prisip
reaksi steroid adalah kondensasi atau pelepasan H2O dan penggabungan
karbokation. Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus hidroksil
menggunakan asam anhidrida. Gugus asetil yang merupakan gugus pergi
yang baik akan lepas, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya tejadi
pelepasan gugus hidrogen beserta elektronya, mengakibatkan ikatan rangkap
berpindah. Senyawa ini mengalami resonansi yang bertindak sebagai
elektrofilik atau karbokation. Serangan karbokation menyebabkan adisi
elektrofilik, diikuti dengan pelepasan hidrogen. Kemudian gugus hidrogen
beserta elektronya dilepas akibatnya senyawa mengalami perpanjangan
konjugasi yang memperlihatkan munculnya cincin coklat. Reaksinya sebagai
berikut.

Reaksi Uji Fitokimia Triterpenoid (Burke et al, 1974)


Uji fitokimia kandungan steroid pada ekstrak rimpang (Moringa
oleifera L.) menunjukkan hasil yang positif dikarenakan larutan berubah
warna menjadi merah kecoklatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
ekstrak rimpang tidak mengandung terpenoid.
7. Identifikasi Tanin
Pada uji tanin, larutan sampel diambil 1 ml dan dididihkan dengan 14
mL aquades dalam penangas air. Larutan sampel berubah warna .Kemudian
disaring menghasilkan filtrat . Selanjutnya ditambahkan 3 tetes FeCl3 1%. Uji
fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah
sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan
warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl3.
Penambahan FeCl3 pada larutan sampel menghasilkan perubahan warna pada
larutan sampel menjadi coklat kehijauan yang menandakan adanya senyawa
tanin pada ekstrak rimpang. Terbentuknya warna coklat kehijauan atau biru
kehitaman ini disebabkan karena tanin akan bereaksi dengan Fe3+ membentuk
suatu senyawa kompleks triaryloksi. Reaksi tanin dengan FeCl3 adalah
sebagai berikut :

Reaksi Tanin dan FeCl3 (Setyowati & Ariani, t.t.)


Berdasarkan hasil identifikasi tanin pada ekstrak rimpang
menghasilkan uji positif pada kayu manis yang artinya pada rimpang
mengandung senyawa tanin.Menghasilkan uji negatif pada sambiloto dan
temulawak. Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang
bersifat fenol mempunyai rasa sepat. Senyawa tannin merupakan senyawa
polifenol yang berada di tumbuhan, makanan dan minuman.
8. Fenolik
Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan yang
memiliki ciri dan karakter yang sama , yaitu memiliki cincin aromatik yang
mengandung satu atau dua gugus hidroksil . kuinon adalah senyawa berwarna
dan mempunyai kromofor kasar. Identifikasi hasil positif senyawa ini yaitu
adanya perubahan warna larutan menjadi, merah, violet atau merah ungu
(Harbourne, 1987).
Dalam percobaan ini dilakukan penambahan Nacl 1 % kemudian di
tambah dengan gelatin 10% kemudian diamati hasilnya. Hasil dari
penambahan ini membuktikan bahwa semua sampel eksrak terdapat endapan
putih dan positif mengandung fenolik.

X. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan uji fotokimia terhadap ekstrak metanol rimpang secang
dapat disimpulkan bahwa

 Bahan sampel yang diuji adalah ekstrak metanol rimpang, yang dibuat
dengan cara perendaman menggunakan pelarut metanol yang merupakan
pelarut polar yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik, baik
polar maupun non-polar.
 Berdasarkan hasil percobaan uji fitokimia terhadap sampel rimpang dan
sampel secang didapatkan data sebagai berikut

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia pada Daun Sambiloto


Kesimpulan
Uji Fitokimia Reagen (+)/(-)

Meyer (+)

Alkaloid
Wagner (+)

Dragendorf (+)

Flavonoid Etanol 70 % + Mg + HCl (-)

Saponin Akuades + dipanaskan+ dikocok (+)

H2SO4 pekat + Reagen Liebermann-


Steroid (+)
Burchard

Triterpenoid Kloroform + H2SO4 pekat (+)

Tanin FeCl3 1 % (-)

Fenolik Nacl 1 % + gelatin 10 % (+)


Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia pada Kayu manis

Kesimpulan
Uji Fitokimia Reagen (+)/(-)

Meyer (+)

Alkaloid
Wagner (+)

Dragendorf (+)

Flavonoid Etanol 70 % + Mg + HCl (+)

Saponin Akuades + dipanaskan+ dikocok (+)

H2SO4 pekat + Reagen Liebermann-


Steroid (-)
Burchard

Triterpenoid Kloroform + H2SO4 pekat (+)

FeCl3 1 %
Tanin (+)

Fenolik Nacl 1 % + gelatin 10 % (+)

Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia pada Temulawak

Kesimpulan
Uji Fitokimia Reagen (+)/(-)

Meyer (+)
Alkaloid
Wagner (+)

Dragendorf (+)
Etanol 70 % + Mg + HCl
Flavonoid (+)

Saponin Akuades + dipanaskan+ dikocok (-)

H2SO4 pekat + Reagen Liebermann-


Steroid (-)
Burchard

Triterpenoid Kloroform + H2SO4 pekat (+)

FeCl3 1 %
Tanin (-)

Fenolik Nacl 1 % + gelatin 10 % (+)


Daftar Pustaka

Anonim,. 2006. Opinion on Coumarin (sensitisation only). Scientific


Committee on Consumer Products (SCCP). Adopted by the SCCP
during the 8th plenary meeting.

Anonim. 2010. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta :


Depkes RI.

Denian. A., 1996. Seleksi massa dan uji turunan kayumanis. Laporan Hasil
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. BPTP Sukarami. Solok.
Sukarami.

Depkes RI. 1979. Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. P. 107-110, 549 - 553.

Edeoga HO, Okwu DE, Mbaebre BO. 2005. Phytochemical Constituent


of Some Nigerian Medicinal Plants. African Journal of
Biotechnology 4(7):685-688.

Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi. Malang: Bayumedia


Publishing.

Giridhari VVA, Malathi D, Geetha K. 2011. Anti Diabetic Property of


Drumstick (Moringaoleifera) leaf tablets. International Journal of
Health and Nutrition, 2(1):1-5.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Terbitan Kedua. Penerjemah:


Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Halaman 147.

Hariana. 2006. Skrining Fitokimia dan Penetapan Kadar Flavanoid Total


dari Ekstrak Etanol 70% Batang Sambiloto. Manokwari : Jurusan
Kimia.
Kane SR, Apte VA, Todkar SS, Mohite SK. 2009. Diuretic and
laxative activity of ethanolic extract and its fractions of
Euphorbia Thymifolia Linn. Int J ChemTech Res 1(2):149-152.

Oduro I, Ellis WO, Owusu D. 2008. Nutritional potential of two leafy


vegetables:

Moringaoleifera and Ipomoea batatas leaves. Scientific Research


and Essay 3(2) :57-60.

Porras-Reyee BH, Lewis WH, Roman J, Simchowitz L, Mustoe TA.


1993. Enhancement of wound healing by the alkaloid taspine
defining mechanism of action. Proc. Soc. Exp. Biol. Med 203(1):18-
25.

Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah:


Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB.

Rohyani, I.S., Aryanti, E., Suripto, 2015,“Kandungan Fitokimia


Beberapa Jenis Tumbuhan Lokal yang sering dimanfaatkan
sebagai Bahan Baku Obat di Pulau Lombok”, Pros. Sem. Nas.
Masy. Biodiv. Indon 1(2): 388-391.

Rusli, S. dan A. Abdullah. 1988. Prospek pengembangan kayu manis di


Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. VII (3).

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Liberty.

Setyowati, W. A. E., & Ariani, S. R. D. (t.t.). SKRINING FITOKIMIA DAN


IDENTIFIKASI KOMPONEN, 10.

Sudjatmoko. B dan Y. Ferry. 2007. Peranan Tanaman Kayumanis Terhadap


Pendapatan Petani di Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional
Rempah. Bogor 21 Agustus 2007.
Tarziah. 2012. Karakterisasi Simplisia dan skrining Fitokimia serta Isolasi
Steroid/Triterpenoid dari Ekstrak Etanol Pucuk Labu siam (Sechium
edule (Jacq.). (Skripsi). Program Ekstensi Sarjana Farmasi,
Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

Tim Dosen Kimia Organik.2017. Panduan Praktikum Kimia Organik.


Surabaya. Unesa Press.
Tyler, V.E, Lynn, R.B and Robbers, J.E. 1988. Pharmacognosy. Philadelphia.
Lea and Febiger.
Yuniarti, Titin. (2008). Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta :
Media Pustaka
Lampiran Jawaban Pertanyaan

1. Tulis Secara lengkap reaksi setiap uji fitokimia di atas!


Uji Meyer

HgCl2(aq) + 2KI(aq) HgI2(aq) + 2 KCl(aq)


HgI2(aq) + 2 KI(aq) K2[HgI4](aq)

Uji Wagner
I2(aq) + KI(aq) KI3(aq)

Uji Dragendorff
Bi(NO3)3(aq) + 3KI(aq) BiI3 + 3KNO3(aq)
BiI3(aq) + KI(aq) K[BiI4](aq)

Identifikasi Flavonoid

Mg (s) + 2HCl (aq) MgCl2(aq) + H2(g)


IdentifikasiSaponin

Identifikasi Steroid
IdentifikasiTriterpenoid
IdentifikasiTanin

(l) + FeCl3 (aq) →

3-
HO
O
OH
O
OH CH2 OH
Fe
O OH
O
OH
HO O
HO
O OH OH
O
OH
O OH
OH
6 (aq) + HCl (aq)

Identifikasi Fenolik
2. Tulis struktur dasar dari masing-masing kelompok senyawa steroid,
triterpenoid, tannin, saponin, flavonoid, dan alkaloid!
Jawab:

Struktur Dasar Alkaloid Struktur Dasar Flavonoid

Struktur Dasar Saponin

Struktur Dasar Tannin

3. Sebutkan senyawa-senyawa flavonoid apa saja yang terdapat pada


rimpang temulawak berdasarkan literatur yang ada!
Jawab:
Dalam rimpang temulawak terdapat senyawa Alkaloid, flavonoid,
saponin, triterpenoid, tannin, glikosida, dan fenolik.

4. Sebutkan fungsi dan manfaat rimpang temulawak bagi kehidupan


manusia!
Jawab:
Rimpang temulawak dalma kehidupan sehari-hari biasanya
digunakan untuk mengatasi gangguan liver, rematik dan lelah, sebagai
penghilang rasa sakit,anti bakteri/jamur, anti diabetic, anti diare,anti
oksidan, anti tumor, diuretic, depresi. Beberapa khasiat temulawak
antara lain: mengobati bau badan yang tidak sedap, penurunan
kolesterol, liver, sakit kuning, hepatitis, perut kembung, tidak nafsu
makan akibat kekurangan cairan empedu, demam, pegal linu, rematik,
memulihkan kesehatan setelah melahirkan, sembelit, darah tinggi, batu
empedu, haid tidak lancar, wasir, produksi ASI sedikit, dan menjaga
stamina.
Lampiran Gambar
1. Penyiapan Ekstrak Metanol Rimpang Temulawak, Daun Sambiloto dan
Batang Kayu Manis
Langkah Percobaan Gambar Keterangan

Rimpang temulawak, Sampel temulawak


daun sambiloto dan berwarna kuning,
batang kayu manis sambiloto berwarna
diekstraksi dengan 15 hijau dan kayu manis
mL metanol 60-80% berwarna coklat

Rimpang, daun dan Sampel temulawak


batang yang telah berwarna kuning,
ditambah etanol sambiloto berwarna
kemudian dipanaskan hijau dan kayu manis
untuk mempercepat berwarna coklat
ekstraksi

Filtrat dan residu Filtrat daun sambiloto


dipisahkan dengan cara berwarna hijau , batang
dekantasi kayu manis coklat,
rimpang temulawak
kuning.

Dipanaskan dengan Filtrat daun sambiloto


cara diuapkan dalam berwarna hijau, batang
penangas air kayu manis coklat,
rimpang temulawak
kuning.
2. Identifikasi Alkaloid dengan Metode Culvenor-Fitzgerld
Langkah Percobaan Gamabar Keterangan

1 mL sampel ( daun Setelah ditambah


sambiloto : hijau, kloroform warna daun
rimpang temulawak : sambiloto hijau,
kuning, batang kayu rimpang temulawak
manis : coklat) kuning dan batang kayu
ditambah dengan 1 mL manis coklat
kloroform
1 mL sampel ( daun Setelah ditambah
sambiloto : hijau, kloroform warna daun
rimpang temulawak : sambiloto hijau,
kuning, batang kayu rimpang temulawak
manis : coklat) coklat kehitaman dan
ditambah dengan 1 mL batang kayu manis
ammonia berwarna coklat

Sampel ( daun Setelah dipanaskan


sambiloto : hijau, sampel temulawak
rimpang temulawak : berwarna coklat
kuning, batang kayu kemerahan, kayu manis
manis : coklat) berwarna coklat dan
dipanaskan diatas sambiloto berwarna
penangas air hijau terdapat endapan

Setelah masing-masing Endapan yang terdapat


sampel dipanaskan pada masing-masing
selanjutnya dikocok dan sampel larut, setelah
disaring disaring diperoleh filtrat
yang jernih
Filtrat batang kayu setelah ditambah 3 tetes
manis dibagi dalam 3 asam sulfat 2 N dan
bagian dan masing- dikocok, sampel
masing ditambah 3 tetes berarwarna coklat
asam sulfat 2 N dan setelah didamkan
dikocok terdapat dua lapisan
(atas coklat dan bawah
endapan coklat)

Bagian atas dari filtrat Setelah ditambah


ditambahkan dengan dengan pereaksi Meyer,
pereaksi Meyer, Wagner dan Dragendorf
Wagner dan Dragendorf menghasilkan warna
coklat terbentuk
endapan coklat
menunjukkan adanya
alkaloid

Bagian atas dari filtrat Setelah ditambah


daun sambiloto dengan pereaksi Meyer,
ditambahkan dengan Wagner dan Dragendorf
pereaksi Meyer, menghasilkan warna
Wagner dan Dragendorf hijau kekuningan dan
terdapat endapan
menunjukkan adanya
alkaloid

Filtrat rimpang Setelah ditambah 3


temulawak dibagi tetes asam sulfat 2 N
dalam 3 bagian dan dan dikocok serta
masing-masing didiamkan akan
ditambah 3 tetes asam menghasilkan warna
sulfat 2 N dan dikocok merah kecoklatan
Bagian atas dari filtrat Setelah ditambah
rimpang temulawak dengan pereaksi Meyer,
ditambahkan dengan Wagner dan Dragendorf
pereaksi Meyer, menghasilkan warna
Wagner dan Dragendorf merah kecoklatan dan
terdapat endapan
menunjukkan adanya
alkaloid

3. Identifikasi Falvonoid
Langkah Percobaan Gambar Keterangan

Sampel daun sambiloto Setelah ditambahkan


1 mL (kuning) etanol dan dikocok
ditambah dengan 3 mL serta disaring sampel
etanol 70% dan sambiloto berwarna
dikocok, kemudian hijau
dipanaskan serta
dikocok dan disaring
Sampel batang kayu Setelah ditambahkan
manis 1 mL (coklat) etanol dan dikocok
ditambah dengan 3 mL serta disaring sampel
etanol 70% dan kayu manis berwarna
dikocok, kemudian coklat
dipanaskan serta
dikocok dan disaring
Sampel batang Setelah ditambahkan
temulawak 1 mL etanol dan dikocok
(kuning) ditambah serta disaring sampel
dengan 3 mL etanol temulawak berwarna
70% dan dikocok, kuning
kemudian
dipanaskan serta
dikocok dan
disaring
Masing-masing sampel Setelah ditambah Mg
(batang kayu manis, dan HCl, sampel daun
daun sambiloto dan sambiloto menjadi
rimpang temulawak hijau tua, sampel
ditambah dengan Mg batang kayu manis
0,1 g dan 2 tetes HCl berwarna merah, dan
pekat sampel
rimpangtemulawak
berwarna merah pada
lapisan etanol (positif
flavonoid)

4. Identifikasi Saponin
Langkah Percobaan Gambar Keterangan

1 mL sampel (rimpang Sampel daun sambiloto


temulawak : kuning, berwarna hijau,
batang kayu manis : rimpang temulawak
coklat dan daun berwarna kuning dan
sambloto : hijau) sampel batang kayu
dimasukkan ke dalam manis berwarna coklat
tabung reaksi + 10 mL
air dan dididihkan dalm
penangas air
Didekantasi dan Setelah dikocok dan
dikocok, didiamkan didiamkan sampel
selama 15 menit daun sambiloto
terdapat busa
dibagian atas (+),
rimpang temulawak
tidak terdapat busa
dan batang kayu
manis terdapat busa
dibagian atas (+)

5. Identifikasi Steroid
Langkah Percobaan Gambar Keterangan

1 mL sampel ( batang Setelah ditambah


kayu manis : coklat, etanol, sampel
daun sambiloto : hijau rimpang temulawak
dan rimpang temulawak berwarna kuning
: kuning + 3 mL etanol kecoklatan, daun
70% sambiloto hijau dan
kayu manis coklat

Ditambahkan 2 mL sampel kayu manis


H2SO4 pekat pada berwarna coklat,
masing-masing sampel sambiloto berwarna
hijau dan kayu manis
berwarna kuning
kecoklatan terdapat
endapan
Di Sampel rimpang
tambahakan CH3COOH temulawak berwana
anhidrat pada masing- hitam, daun sambiloto
masing sampel berwarna hijau (+)
dan batang kayu
manis berwarna coklat

6. Identifikasi Triterpenoid
Langkah Percobaan Gambar Keterangan

1 mL sampel daun Setelah ditambahkan


sambiloto berwarna kloroform
hijau ditambahkan menghasilkan warna
dengan 2 mL kloroform hijau gelap

1 mL sampel rimpang Setelah ditambahkan


temulawak berwarna kloroform
kuning ditambahkan menghasilkan warna
dengan 2 mL kloroform kuning gelap

1 mL sampel batang Setelah ditambahkan


kayu manis berwarna kloroform
kcoklat ditambahkan menghasilkan warna
dengan 2 mL kloroform coklat gelap
Masing-masing sampel Masing-masing
ditambahkan 3 mL sampel setelah
asam sulfat pekat ditambah dengan asam
sulfat pekat terdapat
warna merah
kecoklatan pada antar
permukaan yang
menunjukkan adanya
triterpenoid

7. Identifikasi Tanin
Langkah Percobaan Gambar Keterangan

1 mL sampel daun Setelah ditambah


sambiloto berwarna aquades menjadi
hijau ditambahkan 10 larutan berwarna
aquades hijau

1 mL sampel batang Setelah ditambah


kayu manis berwarna aquades menjadi
coklat ditambahkan 10 larutan berwarna
aquades coklat

1 mL sampel rimpang Setelah ditambah


temulawak berwarna aquades menjadi
kuning ditambahkan 10 larutan berwarna
aquades kuning
Masing-masing sampel Saat dipanaskan yang
dipanaskan dalam muncul endapan
penangas air hanya kayu manis,
endapan berwarna
coklat
Filtrat daun sambiloto Filtrat daun sambiloto
ditambahkan 3 tetes setelah ditambahkan
FCl3 1% FeCl3 1 % menjadi
warna hijau keruh

Filtrat rimpang Filtrat rimpang


temulawak temulawak setelah
ditambahkan 3 tetes ditambahkan FeCl3
FCl3 1% 1 % menjadi warna
coklat

Filtrat batang kayu Filtrat batang kayu


manis ditambahkan manis setelah
3 tetes FCl3 1% ditambahkan FeCl3
1 % menjadi warna
coklat kehijauan
yang menunjukkan
adanya tannin
8. Identifikasi Fenolik
Langkah Percobaan Gambar Keterangan

1 mL sampel (daun Sampel sambiloto


sambiloto : hijua, berwarna hijau,
rimpang temulawak : temulawak berwarna
kuning, batang kayu kuning keruh dan
manis : coklat) + 1 mL kayu manis berwarna
NaCl 1% coklat

1 mL sampel (daun Sampel daun sambiloto


sambiloto : hijua, berwana hijau dan
rimpang temulawak : terdapat endapan putih
kuning, batang kayu (positif fenolik)
manis : coklat) + 1 mL rimpang temulawak
gelatin 10 % berwarna kuning keruh
dan tedapat endapan p
utih (positif fenolik)
dan batang kayu manis
bewarna coklat dan
terdapat endapan putih
(positif fenolik)

Anda mungkin juga menyukai