Anda di halaman 1dari 26

PERCOBAAN I

SKRINING FITOKIMIA

I. Tujuan Percobaan
a. Mengidentifikasi senyawa metabolit primer yang terkandung
pada simplisia.
b. Mengidentifikasi simplisia secara cepat

II. Prinsip Percobaan


a. Metode fitokimia dilakukan menggunakan pereaksi yang
spesifik dan selektif terhadap senyawa tertentu.
b. Golongan senyawa kimia ditentukan dengan adanya reaksi
warna dan pembentukan endapan.

III. Teori dasar

Berbagai macam pendekatan dilakukan untuk mendapatkan produk


bahan alam, dalam hal ini obat dari bahan alam yang memilki aktivitas
biologis. Tujuan utama dari pencarian ini adalah untuk mendapatkan
tanaman yang akan dikaji kandungan kimianya secara lebih mendalam.
Pada dasarnya ada 2 metode untuk mendapatkan zat aktif secara bioligis
dalam suatu tanaman yaitu dengan mencari zat aktif (senyawanya) ataupun
dengan mencari efek biologis yang ditimbulkan oleh tumbuhan tersebut.

Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah


penapis senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini
digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan
golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa
kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman.
Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapt digunakan
untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain
seperti sumber tanin, minyak untuk industri, sumber gum, dll. Metode
yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa
alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon,
steroid/terpenoid. (Teyler.V.E,1988)

1. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa
yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid seringkali
beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi
yang menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.
Alkoloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif,
kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (
misalnya nikotina pada suhu kamar ).
Alkaloid dari tanaman kebanyakan merupakan senyawa amina tersier
dan yang lainnya terdiri dari nitrogen primer, sekunder, dan quartener
(Poither, 2000). Semula alkaloid mengandung paling sedikit satu atom
nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini
merupakan cincin aromatis (Achmad, 1986). Berdasarkan asam amino
penyusunnya, alkaloid asiklis yang berasal dari asam amino ornitin dan
lisin. Alkaloid aromatis jenis fenilanin berasal dari fenilalanin, tirosin dan
3,4-dihidrosifenilalanin. Alkaloid indol yang berasal dari trifon.

Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam


memberikan endapan dengan reaksi yang terjadi dengan reagent
Mayer (Larutan Kalium Mercuri Iodida); reagent Wagner (larutan
Iodida dalam Kalium Iodida); dengan larutan asam tanat, reagent
Hager (saturasi dengan asam pikrat); atau dengan reagent Dragendroff
(larutan Kalium Bismuth Iodida). (Teyler.V.E,1988)
2. Fenol
Senyawa fenol dapat di definisikan secara kimiawi oleh adanya satu
cincin aromatik yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol)
substitusi hydroksil, termasuk derifat fungsionalnya. Polifenol adalah
kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki
tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut
yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa
tersebut yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Turunan polifenol
sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat
terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas. Polifenol
merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
antioksidan dalam buah dan sayuran.
Polifenol adalah asam fenolik dan flavanoid. Polifenol banyak
ditemukan dalam buah – buahan, sayuran, serta biji-bijian. Rata – rata
manusia dapat mengonsumsi polifebol dalam seharinta sampai 23 mg.
Khasiat dari polifenol adalah sebagai antimikrona dan menurunkan kadar
gula darah. (Faisal Anwar, 2009)
3. Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam
angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut
batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kepolumer
mantap yang tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah
senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit
hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuanya
menyambung silang protein.
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim
sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan
memakanya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini
menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan
hewan. Pada kenyataanya, sebagian besar tubuhan yang banyak
bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang
sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam
tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan.
Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak
merata dalam dunia tumbuhan. Tanin –terkondensasi hampir terdapat
semesta di dalam paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas
dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu.
Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebaranya terbatas pada
tumbuhan berkeping dua. (Harbrone.J.B,1987)
4. Flavonoid
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang
sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan.
Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid
yang berbeda kelas. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan
tumbuhan mula – mula didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan
reaksi warna. Kemudian diikuti dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan
yang telah dihidrolisis secara kromatografi. (Harbrone.J.B,1987)
5. Steroid dan Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon C 30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah
menjadi sekurang – kurangnya empat golongan senyawa : triterpena
sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan yang
terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terutama terdapat
sebagai glikosida.
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya system cincin
siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap
sebagai senyawa satwa (sebagai hormone kelamin, asam empedu, dll),
tetapi pada tahun – tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang
ditemukan dalam jaringan tumbuhan. (Harbrone.J.B,1987)
6. Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar
seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus
karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon –
karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat
kelompok : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon
isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroklisasi dan bersifat
senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan
dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol.
Untuk memastikan adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau
bukan, reaksi warna sederhan masih tetap berguna. Reaksi yang khas
ialah reduksi bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa
tanwarna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara.
(Harbone.J.B, 1987)
7. Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang ditemukan dalam tmbuhan.
Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika di reaksika
dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan
lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter. Saponin
memiliki rasa pait menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada
selaput lendir. Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir
darah atau hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan
berdarah dingin dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan.
Saponin yang bersifat keras atau racun bisa disebut sebagai sapotoksin.
Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin steriod tersusun atas
inti staroid dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin diidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Tipe saponin
ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan
aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah konjugasi
dengan asam glukoronida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses
biosintesis dari obat kortikosteroid.
Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul
karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin.
Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalalah turunan amyirine.
Contoh senyawa triterpen steroid adalah: Asiaticoside, Bacoside,
Cyclamin.
Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya
meliputi: immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti
jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek
hypokholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam,
misalnya: terasa manis, ada yang pahit, dapat berbentuk buih, dapat
menstabilkan emulsi, dapat menyebabkan hemolisis. Dalam pemakaiannya
saponin bisa dipakai untuk banyak keperluan, misalnya dipakai untuk
membuat minuman beralkohol, dalam industri pakaian, kosmetik,
membuat obat-obatan, dan dipakai sebagai obat tradisional.
8. Monoterpen dan Seskuiterpen
Monoterpen-monoterpen dan seskuiterpen adalah komponen utama dari
minyak menguap atau minyak atsiri. Minyak menguap ini diperoleh dari
daun atau jaringan-jaringan tertentu dari tumbuh-tumbuhan atau pohon-
pohonan. Minyak atsiri adalah bahan yang mudah menguap, sehingga ia
mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat dalam tumbuh-
tumbuhan. Salah satu cara yang paling popular untuk memisahkan minyak
atsiri dari jaringan tumbuh-tumbuhan ialah penyulingan. Senyawa-
senyawa di dan triterpen tidak dapat diperoleh dengan jalan destilasi uap,
tapi diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan tanaman karet atau resin dengan
jalan isolasi serta metoda pemisahan tertentu.
Batang Pulasari
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Gentianales
Famili : Apocynaceae
Genus : Alyxia
Spesies : Alyxia reinwardtii Bl.
Ciri-ciri Umum Pulasari
Pulosari termasuk famili Apocynaceae berupa semak merambat. Tinggi
pulosari sekitar 5-10m. dalam keadaan subur, batang utama pulosari dapat
sebesar lengan dan menjalar di tanah. Dari batang utama timbul cabang-
cabang sebesar ibu jari. Cabang-cabang utama pulosari tidak berdaun,
hanya di bagian atas terdapat daun-daun yang terpusat berjumlah 3-4 helai.
Helai daun pulosari berbentuk gelondong atau lonjong dengan pangkal
daun dan ujung runcing. Tulang daun menyirip dengan helaian tipis.
Bunga pulosari berupa malai, terletak di ketiak daun. Kelopak berbentuk
bundar telur dan sempit, mahkota berbentuk corong dan berwarna putih.
Tumbuhan pulosari ini terdapat di hutan-hutan dan lereng-lereng gunung
di seluruh Asia yang beriklim tropis. Selain itu pulosari juga terdapat di
Australia dan Kepulauan Pasifik.
Kandungan Kimia Pulasari
Kulit batang pulasari mengandung kumarin, tanin, alkaloid, saponin,
minyak atsiri, polifenol (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1981)
IV. Alat dan Bahan
a. Alat Percobaan:
- Mortar
- Tabung reaksi
- Kertas saring
- Penangas air
- Gelas kimia
- Cawan penguap
b. Bahan Percobaan :
- Simplisia (Batang Pulasari) - Serbuk Mg
- Amoniak 25% - Amil alkohol
- Kloroform - NaOH 1 N
- Asam Klorida 10% - Larutan Gelatin 1%
- Raksa Klorida P 2,266% b/v - Pereaksi Steasny
- Kalium Yodida P 50% b/v - Eter
- Air - Larutan vanilin 10%
- Bismut Nitrat P 40% - Pereaksi besi (III) klorida
- Pereaksi Liebermann-Burcard - Asam Nitrat P

V. Prosedur Percobaan
a. Alkaloid
Simplisia dimasukan kedalam mortar yang bersih, ditambahkan 5 ml
amoniak 25%, kemudian digerus. Ditambahkan 20 ml CHCl3 dan digerus
kembali dengan kuat, disaring, diambil filtratnya (larutan 1). Sebagian
larutan A dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan asam
klorida 10% v/v, maka akan terbentuk 2 fase. Dipisahkan fase air larutan
2). Larutan 1 diteteskan pada kertas saring, lalu semprot dengan pereaksi
Dragendorff. Terbentuknya warna merah atau jingga pada kertas saring
menunjukan adanya golongan senyawa alkaloid. Larutan 2 dibagi menjadi
2 bagian didalam tabung reaksi, tabung pertama ditambahkan pereaksi
Dragendorff, dan tabung keddua ditambahkan pereaksi Mayer.
Terbentuknya endapan mmerah bata dengan pereaksi Dragendorff atau
endapan putih denga pereaksi Mayer menunjukkan adanya gologan
senyawa alkaloida.
Pembuatan pereaksi Mayer:
Dicampurkan 60 mL larutan Raksa Klorida P 2,266% b/v dan 10 mL
larutan Kalium Yodida P 50% b/v, ditambahkan air secukupnya hingga
100 mL.
Pembuatan pereaksi Dragendorff:
Dicampur 20 mL larutan Bismut nitrat P 40% b/v dalam Asan Nitrat P
dengan 50 mL larutan Kalium yodida P 54,4% b/v, didiamkan sampai
memisah sempurna. Diambil arutan jernih dan diencerkan dengan air
secukupnya.
b. Senyawa Polifenolat
Simplisia atau bahan uji ditempatkan pada tabung reaksi lalu
ditambahkan air secukupnya. Lalu dipanaskan diatas penangas air dan
disaring. Ke dalam filtrate ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida
dan timbulnya warna hijau atau biru-hijau, merah ungu, biru-hitam hingga
hitam menandakan positif fenolat atau timbul endapan coklat menandakan
adanya polifenolat. Dibandingkan terhadap filtrate sebagai pembanding.
c. Flavonoid
Simplisia 1 gram ditempatkan dalam gelas kimia, kemudian
ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 10 menit. Campuran
disaring, filtrate ditampung sebagai larutan A (yang nantinya akan
digunakan untuk pemeriksaan golongan senyawa flavonoid, saponin, dan
kuinon). 5 ml larutan A dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat. Campuran ditambahkan
amilalkohol. Dikocok dengan kuat, dibiarkan sampai terjadi pemiahan.
Terbentuknya warna dalam lapisan amilalkohol menunjukkan adanya
golongan senyawa flavonoid. Dibandingkan terhadap filtrate sebagai
blanko.
d. Saponin
Larutan A 5 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi, kocok secara
vertical selama 10 detik. Dibiarkan selama 10 menit. Terbentuknya busa 1
cm yang stabil didalam tabung reaksi menunjukkan adanya golongan
senyawa saponin san busa tersebut masih bertahan(tidak hilang) setelah
ditambahkan beberapa tetes asam klorida.
e. Kuinon
Larutan A 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan
beberapa tetes larutan NaOH 1 N. terbentuknya warna kuning hingga
merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon. Dibandingkan
terhadap filtrate sebagai blanko.
f. Tannin
Simplisia 1 gram ditambahkan 100 ml air panas, kemudian dididihkan
selama 5 menit. Campuran didinginkan, kemudian disaring dan filtrate
dibagi menjadi 3 bagian dalam tabung reaksi yang berbeda. Kedalam
filtrate pertama: ditambahkan larutan besi (III) klorida 1%. Terbentuknya
warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukan adanya senyawa
golongan tannin. Kedalam filtrate 2: ditambahkan larutan gelatin 1%.
Terbentuknya endapan putih menunjukan adanya senyawa golongan
tannin. Kedalam filtrate ketiga ditambahkan 15 ml pereaksi Steasny, lalu
dipanaskan diatas penangas. Terbentuknya endapan merah muda
menunjukkan adanya tannin katekat. Hasil uji filtrate ketiga disaring.
Filtrate dijenuhkan dengan penambahan natrium aetat, kemudian
ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%. Terbentuknya
warna biru tinta menunjukkan adanya tannin galat.

Pembuatan pereaksi Steasny:

Dua bagian folmaldehid 30% dicampurkan dengan 1 bagian HCl


pekat.

g. Monoterpena dan seskuiterpena


Simplisia atau bahan uji digerus dengan eter lalu disaring. Filtrate
ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan meguap sampai kering.
Ditambahkan larutan vanillin 10% dalam HCl pekat. Timbulnya warna-
warna menandakan positif senyawa mono dan seskuiterpen.
Simplisia atau bahan uji digerus dengan eter lalu disaring. Filtrate
ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan meguap sampai kering.
Ditambahkan larutan pereaksi Liebermann-Burchard. Terjadinya warna
merah-ungu menandakan positif triterpenoid, sedangkan bila warna hijau-
biru menunjukan positif steroid.

Pembuatan pereaksi Liebermann-Burchard:

Asam asetat anhidrat 1 mL dicampur dengan 1 ml kloroform, lalu


didinginkan pada suhu 0oC, lalu ditmbahkan 1 tetes HCl pekat.

VI. Data Pengamatan dan perhitungan


a. Perhitungan
Pembuatan Pereaksi Mayer Untuk 50 ml
HgCl2 P 2,266 % 30 ml = 2,266/100 x 30 ml = 0,7 gram
KI p 50 % 5 ml = 50/100 x 5 ml = 2,5 gram
HCl 10 % ( 50 ml)
V1 x N1 = V2 x N2
50 ml x 10 % = V2 x 37 %
V2 = 500/37
= 13,51 ml ad 50 ml aquadest
Pembuatan Pereaksi Dragendorff untuk 50 ml
Bismuth Nitrat p 40 % 10 ml = 40/100 x 10 ml = 4 gr
KI p 54,4 % 25 ml = 54,4/100 x 25 ml = 13,6 gr
NaOH 1 N
N = Gram/ Mr x 1000/v
1 = Gram/40 x 1000/50
Gram = 2 gram NaOH
Pembuatan Pereaksi Steasny 50 ml, 2 bagian dan 1 bagian
Formaldehid = 2/3 x 50 ml
= 33,3 ml
HCl = 1/3 x 50 ml
= 16, 67 ml
Pembuatan Pereaksi Vanilin
Vanilin 10 % = 10/100 x 50
= 5 gram ad HCl 50 ml
Pembuatan Pereaksi Lieberman-Burchard 50 mL
25 mL asam asetat
25 mL kloroform
Gelatin 1 % = 1/100 x 50
= 0,5 g ad air panas 50 ml
FeCl3 1 % = 1/100 x 50
= 0,5 gram ad aquadest 50 ml
HCl 10% = 10/100 x 50
= 5 gram ad aquadest 50 mL

b. Hasil Pengamatan

Percobaan Hasil Pengamatan

Alkaloid Larutan 1 disemprot pereaksi Dragendorff tidak Negatif alkaloid.


menimbulkan endapan.
Larutan 2 ditambahkan pereaksi Dragendorff tidak Negatif alkaloid.
terbentuk endapan merah.
Larutan 2 ditambahkan pereaksi Mayer tidak
terbentuk endapan putih. Negatif alkaloid.
Senyawa Filtrat hasil penyaringan berwarna kuning-orange Positif fenolat.
Polifenolat pucat, dan setelah di tambah dengan FeCl3
terjadinya perubahan warna, dari warna kuning-
orange pucat menjadi kuning pekat (+++). Setelah
didiamkan beberapa saat, terbentuk endapan coklat.

Flavonoid Filtrat hasil penyaringan berwarna kuning bening. Negatif flavonoid.


Kemudian ditambahkan serbuk Mg, dan hasilnya
serbuk Mg larut dalam filtrat. Kemudian ditambah
1ml HCl pekat, warnanya tetap kuning bening,
ditambahkan amilalkohol, terbentuk fase
amilalkohol yang tidak berubah warna.
Saponin Setelah larutan A dimasukan ke dalam tabung Negatif saponin.
reaksi, maka di lakukan pengocokan secara
vertikal, menghasilkan busa di atas 1 cm. Tetapi
setelah didiamkan, busa semakin lama semakin
hilang dan habis.

Kuinon Larutan A ditambahkan NaOH menghasilkan Positif kuinon.


larutan berwarna merah.

Tanin Filtrat 1 + FeCl3 tidak terjadi perubahan. Negatif tannin.


Filtrat 2 + larutan gelatin tidak ada perubahan
maupun endapan. Negatif tannin
Filtrat 3 + Reagen Steasny tidak ada perubahan katekat.
maupun endapan. Positif tannin
galat.

Monoterpena Filtrat hasil penyaringan berwarna kuning muda Negatif


dan transparan. Monoterpena dan
Seskuiterpena Filtrat diuapkan, menghasilkan residu warna Seskuiterpena.
kuning. Kemudian ditambahkan vanilin, tidak
menghasilkan adanya perubahan warna

Triterpena dan Tidak terjadi perubahan Negatif steroid.


steroid
VII. Pembahasan

Uji fitokimia atau skrining fitokimia terhadap kandungan senyawa


kimia metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam
penelitian mengenai tumbuhan obat atau dalam hal pencarian senyawa
aktif baru yang berasal dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi
sintesis obat-obat baru dari senyawa aktif tertentu. Oleh karenanya,
metode uji fitokimia harus merupakan uji sederhana tetapi mendapatkan
hasil yang maksimal. Metode uji fitokimia yang banyak digunakan adalah
metode reaksi warna dan pengendapan yang dapat dilakukan di lapangan
atau di laboratorium.

Metode yang dilakukan untuk melakukan penapisan fitokimia harus


memenuhi beberapa persyaratan antara lain: sederhana, cepat, dapat
dilakukan dengan peralatan minimal, selektif terhadap golongan senyawa
yang dipelajari, semikualitatif dan dapat memberikan keterangan
tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang
dipelajari.

Skrining fitokimia pada batang pulasari dilakukan untuk melihat


senyawa – senyawa yang terdapat didalam batang pulasari seperti alkaloid,
polifenolat, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, monoterpena, sesquiterpena,
triterpenoid dan steroid.

1. Alkaloid

Pada uji alkaloid, simplisia terlebih dahulu digerus didalam sampai


halus tujuan dari penggerusan adalah untuk memperkecil ukuran simplisia
sehingga meningkatkan kontak dengan air dan proses pelarutan juga
meningkat. Kemudian ditambah amoniak yang kemudian digerus dan
ditambah kloroform. Penambahan amoniak bertujuan untuk memisahkan
alkaloid basa dari ikatan garamnya dengan asam organik sehingga alkaloid
bebas dan dapat disari oleh pelarut organik (dibuat basa agar terekstraksi
dalam pelarut organik), sedangkan kloroform untuk melarutkan alkaloid.
Setelah proses penggerusan simplisia selesai kemudian disaring,
penyaringan dilakukan untuk memisahkan antara filtrat dengan residu.
Dimana filtrat yang akan diambil kemudian diidentifikasi apakah
mengandung tanin. Filtrat 1 ditetesi pada kertas saring dan disemprot
dengan pereaksi dragendorff, dimana pereaksi ini digunakan untuk melihat
kandungan tanin didalam filtrat simplisia yang jika ada tanin ditunjukan
dengan warna merah.

Sebagian Filtrat 1 ditambah HCl 10%, penambahan HCl bertujuan


untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat
bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam berat yaitu spesifik untuk
alkaloid yang menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut
sehingga terpisah dengan metabolic sekundernya. Penambahan asam
menyakibatkan larutan terbentuk menjadi dua fase karena adanya
perbedaan tingkat kepolaran antara fase aqueous yang polar dan kloroform
yang relative kurang polar. Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas,
sedangkan lapisan kloroform berada pada lapisan paling bawah karena
memiliki massa jenis yang lebih besar. Sedangkan pengocokan dengan
kuat bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa pada tiap-tiap lapisan
secara tepat dan sempurna. Fase air yang diambil akan dibagi menjadi dua
bagian. Satu bagian digunakan untuk direaksikan dengan pereaksi mayer
dan satu bagian lagi direaksikan dengan perekasi dragendorff.

Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff ditandai dengan


terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut
adalah kalium-alkaloid. Ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium
iodida membentuk endapan hitam bismut (III) iodida kemudian melarut
dalam kalium iodida berlebih membentuk kaliu tetraiodobismutat (Svehla,
1990). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan
untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan
ion logam (Miroslav, 1971).
Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya
endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-
alkaloid. Pada pembuatan pereaksi mayer, larutan merkurium (II) klorida
ditambah kalium iodida akan berekasi membentuk endapan merkuri (II)
iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan
terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom
nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat
digunakan untuk membuat ikatan kovalen koordinat dengan ion logam. Uji
alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan
bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II)
membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.
Pada pengamatan uji alkaloid, tidak ada endapan yang terbentuk dari
masing-masing pelarut yang menunjukan bahwa simplisia batang pulasari
negatif alkaloid. Akan tetapi hal ini tidak sesuai dengan literatur,
seharusnya batang pulasari mengandung alkaloid, hasil percobaan
menunjukan reaksi negatif palsu, hal mungkin disebabkan karena kadar
alkaloid dalam simplisia tersebut sangat kecil.

2. Flavonoid

Uji flavonoid pada simplisia dilakukan dengan menambahkan air


panas pada simplisia batang pulasari dan didihkan selama 10 menit yang
bertujuan untuk mempercepat reaksi senyawa yang ada dalam simplisia.
Kemudian disaring, filtrat yang diambil sebagai filtrat A yang akan
digunakan untuk identifikasi pada flavonoid, saponin dan kuinon. Pada uji
flavonoid filtrat dimasukan dalam tabung reaksi dan ditambahkan serbuk
Mg dan HCl pekat. Penambahan HCl pekat dalam uji flavonoid digunakan
untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya yaitu dengan
menghidrolisis O-glikosil. Gugus glikosil akan tergantikan oleh H+ dari
asam karena bersifat elektrofilik. Glikosida berupa gula yang biasa
dijumpai yaitu glukosa, galaktosa dan ramnosa. Reduksi dengan Mg dan
HCl pekat ini menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah atau
jingga pada flavonol, flavanon, flavanonol danxanton. Setelah itu
ditambah amil alkohol, amil alkohol dapat menarik aglikon dari senyawa
flavonoid, dimana sebelumnya flavonoid dihidrolisa dengan HCl menjadi
glikon dan aglikon.

Adapun mekanisme yang terjadi pada percobaan uji flavonoid


adalah sebagai berikut : (Fessenden,1999).
Garam flavilium
Merah tua

Dari hasil percobaan lapisan cincin amil alkohol tidak menimbulkan


warna yang menunjukan reaksi negatif, hal ini sesuai dengan literatur
bahwa batang pulasari tidak mengandung flavonoid.
3. Polifenolat

Pada pengujian senyawa polifenolat simplisia batang pulasari


dicampur dengan air dan dipanaskan di penangas air. Pemanasan
dilakukan untuk meningkatkan kelarutan simplisia dalam air dan
mempercepat reaksi senyawa yang ada dalam simplisia. Kemudian
disaring untuk memisahkan antara filtrat dengan residu. Dimana filtrat
ditambahkan besi (III) klorida untuk melihat senyawa fenolat yang
ditandai dengan perubahan warna hijau pada larutan, sedangkan senyawa
polifenolat ditandai dengan adanya endapan coklat.

Dari hasil percobaan, penambahan FeCl setelah didiamkan terbentuk


endapan coklat yang menunjukan reaksi positif polifenolat, hal ini sesuai
dengan literatur bahwa batang pulasari mengandung senyawa polifenolat.

4. Saponin
Pada uji saponin, filtrat dikocok selama 10 detik dan didiamkan selama
10 menit. Pengocokan dilakukan untuk membantu pembentukan busa pada
senyawa yang diuji. Setelah itu ditambahkan HCl untuk melihat apakah
busa masih ada atau tidak setelah penambahan zat ini. Penambahan HCl
dilakukan dalam jumlah yang sedikit karena apabila ditambahkan dalam
jumlah yang banyak dapat menurunkan permukaan aktif sabun. Saponin
bisa berbusa karena merupakan senyawa yang mempunyai sifat aktif
permukaan. Gugusan dari saponin merupakan glikosid triterpenoid
pentasiklis yang mempunyai gugusan glikon dan aglikon (aglikonnya
adalah sapogenin).

Dari hasil percobaan, didapatkan hasil yang negatif pada


identifikasi saponin didalam kulit batang pulasari. Seharusnya pada
kulit pulasari dideteksi adanya saponin. Saat percobaan memang ada
busa yang tingginya lebih dari 1 cm pada saat pengocokan selama 10
detik, tetapi setelah di diamkan beberapa lama busa ini menipis hingga
akhirnya menghilang. Kemungkinan disebabkan karena kurang
banyaknya simplisia yang digunakan pada saat pembuatan larutan A,
sehingga kandungan kimia saponin kurang terdeteksi.

5. Tanin
Pada percobaan skrining dengan identifikasi senyawa tanin,
simplisia pulasari terlebih dulu didihkan selama 15 menit. Hal ini
bertujuan untuk mengambil ekstrak dari pulasari tersebut. Setelah di
didihkan, ekstrak di ambil secukupnya untuk dimasukkan ke dalam 3
tabung reaksi. Tanin dapat diidentifikasi dengan beberapa cara , pada
tabung pertama ke dalam tabung reaksi dimasukkan beberapa tetes
FeCl3. Penambahan FeCl3 pada tanin akan menimbulkan reaksi FeCl3
melibatkan struktur tanin yang merupakan senyawa polifenol, dimana
dengan adanya gugus fenol akan berikatan dengan FeCl3 membentuk
kompleks berwarna hitam kebiruan (Depkes RI, 1979 ).

Penambahan FeCl3 merupakan senyawa yang mengandung logam,


sehingga apabila bereaksi dengan tanin maka Fe3+ akan tereduksi
menjadi Fe2+ dan akan membenruk senyawa kompleks kelat dengan
tanin sehingga menghasilkan warna biru. Namun pada tabung pertama
ini tidak terjadi warna hitam kebiruan. Pada tabung reaksi yang kedua,
pada tanin ditambahkan gelatin beberapa tetes, tanin akan
mengendapkan protein pada gelatin sehingga akan terbentuk
gumpalan. Tanin akan bereaksi dengan gelatin membentuk kopolimer
yang tidak larut dalam air.

Pada percobaan selanjutnya ekstrak tanin ditambahkan pelarut


steasny dan kemudian dipanaskan. Pereaksi steasny merupakan
pereaksi yang spesifik dengan tanin katekat. Oleh karena adanya gugus
fenol, maka tannin akan dapat berkondensasi dengan formaldehida.
Tanin terkondensasi sangat reaktif terhadap formaldehida dan mampu
membentuk produk kondensasi, dimana akan membentuk endapan
pink ketika bereaksi dengan tanin. Namun pada percobaan ini tidak
terjadi endapan pink.

Percobaan selanjutnya ekstrak yang telah ditambahkan steasny


disaring apabila terjadi endapan. Namun pada percobaan kami tidak
terjadi endapan. Maka ekstrak tidak disaring. Ekstrak pada percobaan
dengan pereaksi steasny terlebih dulu dijenuhkan dengan Na Asetat.
Kemudian ditambahkan beberapa tetes FeCl3, hal ini dilakukan untuk
mengidentifikasi asam galat. Tanin terhidrolisis (hydrolysable tannins)
biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan
oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Terbentuknya tanin galat
akan terlihat dengan perubahan warna menjadi warna biru pada filtrat.
Namun pada percobaan kami tanin galat juga tidak terdeteksi. Dari
seluruh percobaan menunjukkan hasil bahwa batang pulasari negatif
mengandung tanin.

Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang seharusnya batang


pulasari mengandung senyawa tanin. Reaksi yang dihasilkan adalah
negatif palsu, hal ini kemungkinan disebabkan kadar senyawa yang
hanya sedikit pada batang pulasari sehingga senyawa tersebut tidak
terdeteksi .

6. Kuinon

Untuk identifikasi senyawa kuinon, filtrat dimasukan dalam


tabung reaksi dan ditambahkan NaOH. Penambahan NaOH 1N untuk
mengikat Na sebagai kuinon fenolat yang larut dalam air, sehingga
lapisan berubah menjadi warna merah. Penambahan NaOH berfungsi
untuk mendeprotonasi gugus fenol pada kuinon sehingga terbentuk ion
enolat. Ion enolat tersebut akan mampu mengadakan resonansi antar
elektron pada ikatan rangkap π, karena terjadinya resonansi ini ion
enolat dapat menyerap cahaya tertentu dan memantulkan warna.

Pada uji terhadap kuinon, batang pulasari positif mengandung


senyawa kuinon dengan terbentuknya larutan bewarna merah ketika
diuji dengan NaOH. Menurut literatur, didalam batang pulasari
memang mengandung senyawa kuinon. Kuinon merupakan senyawa
berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada
benzakuionon yang terdiri dari 2 gugus karbonil yang berkonjugaasi
dengan R ikatan rangkap karbon.

Hasil percobaan menunjukan reaksi positif karena terbentuknya


warna kemerahan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur karena
seharusnya batang pulasari tidak mengandung senyawa kuinon, reaksi
yang diperoleh menunjukan reaksi positif palsu. Hal ini kemungkinan
disebabkan adanya persamaan struktur antara kuinon dengan senyawa
lain dalam simplisia sehingga menimbulkan reaksi yang sama.

7. Monoterpena dan Sesquiterpena

Pada uji monoterpena dan sesquiterpena simplisia digerus


dengan eter, yang bertujuan untuk menarik senyawa terpenoid pada
simplisia. Proses penggerus harus dilakukan dengan cepat karena eter
mudah menguap. Setelah itu disaring, filtrat yang diambil diuapkan
pada cawan untuk menguapkan sisa senyawa eter dan air, setelah itu
ditambahkan vanilin dan HCl pekat untuk mengidentifikasi seyawa
monoterpena dan sesquiterpena.

Monoterpena dan sesquiterpena merupakan senyawa kimia dari


minyak atsiri. Berdasarkan literatur batang pulasari mengandung
minyak atsiri maka seharusnya reaksi uji menunjukan hasil positif.
Akan tetapi dalam percobaan ini dihasilkan reaksi negatif palsu, hal ini
kemungkinan kadar minyak atsiri sedikit dalam simplisia tersebut.

8. Triterpenoid dan Steroid

Pada uji triterpenoid dan steroid simplisia digerus dengan eter,


yang bertujuan untuk menarik senyawa terpenoid pada simplisia.
Proses penggerus harus dilakukan dengan cepat karena eter mudah
menguap. Setelah itu disaring, filtrat yang diambil diuapkan pada
cawan untuk menguapkan sisa senyawa eter dan air, setelah itu
ditambahkan lieberman-burchard untuk identifikasi senyawa
triterpenes dan steroid.

Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara


asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam
asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid
yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform setelah.
Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini
paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah
tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul
air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat
sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk.

Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin


siklopentana perhidrofenantren. Triterpenoid adalah senyawa yang
kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isopren.

Hasil percobaan menunjukan reaksi yang negatif karena tidak


ada perubahan warna. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa batang
pilasari tidak mengandung senyawa triterpenoid dan steroid.

VIII. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Didalam simplisia batang pulasari mengandung senyawa polifenolat
dan kuinon.
2. Percobaan yang menunjukan reaksi negatif palsu adalah uji senyawa
alkaloid, tanin, saponin, monoterpena dan sesquiterpena. Hal ini
disebabkan kadar senyawa yang sangat sedikit dalam simplisia
sehingga tidak dapat terdeteksi.
3. Percobaan yang menunjukan reaksi positif palsu adalah uji senyawa
kuinon, hal ini disebabkan adanya kemiripan struktur antara senyawa
kuinon dengan senyawa lain dalam simplisia batang pulasari.
IX. Daftar Pustaka

Fessenden. 1999. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata


dan I. Soediso, 69-94, 142-158, 234-238. Bandung : ITB Press

Herliana, Ersi. 2013. Diabetes Kandas Berkat Herbal. Jakarta: Gramedia.


Markham. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung : ITB Press.

Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy Edition 9th. 187 – 188. Phiadelphia


: Lea & Febiger

Wijayakusuma, H., 1992, Tanaman Berkhasiat Obat Di Indonesia, Jilid 4,


Pustaka Kartini, Jakarta
Sari, L. O. R. K., 2006, Pemanfaatan Obat Tradisional dengan
Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu
Kefarmasian
Syamsuhidayat, S. S., dan Hutapea, J. R., 1991, Inventaris Tanaman Obat
Indonesia (I), Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai