‘’Teratogenesis’’
Disusun oleh:
NIM : A1C419094
Dosen Pengampu:
Hasil
E. Hasil Pengamatan
No Gambar Keterangan
Sumber :
https://youtu.be/QU5fU_SkTRo
Sumber :
https://youtu.be/QU5fU_SkTRo
Sumber :
https://youtu.be/QU5fU_SkTRo
4 Kelainan yang terlihat yaitu, costae
melengkung ke bawah, tulang jari
tangan belum terosifikasi dan
costae terlalu renggang.
Sumber :
https://youtu.be/QU5fU_SkTRo
Sumber :
https://youtu.be/QU5fU_SkTRo
F. Pembahasan
Fetus dalam kandungan dilindungi oleh plasenta dan selaput ketuban, namun
tidak terlepas dari pengaruh buruk zat yang dikonsumsi induk. Kecepatan zat
menembus barier plasenta tergantung besarnya molekul, kelarutan dalam lemak,
dan derajat ionisasinya. Efek teratogenik yang paling lazim ialah abortus spontan,
malformasi kongenital, perlambatan pertumbuhan janin dan perkembangan
mental, karsinogenesis dan mutagenesis. Malformasi kongenital atau cacat
bawaan adalah kelainan struktur atau anatomi yang terdapat pada saat lahir,
kebanyakan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan atau gabungan
keduanya yang terjadi selama perkembangan dalam rahim. Pemilihan bahan
makanan atau obat untuk ibu hamil hendaknya didasarkan atas keamanan bagi ibu
dan janin yang dikandungnya, meskipun efektivitasnya baik, namun jika
keamanannya belum diketahui lebih baik tidak diberikan (Hakim dalam Setyawati
dan Yulihastuti, 2011:194).
Menurut Manson (dalam Wijayanto et al, 2007: 57) Cacat lahir biasanya
terjadi akibat adanya interaksi antara agen teratogenik dengan genom maternal
dan embrionik. Pada periode preimplantasi, fertilisasi, blastulasi, gastrulasi dan
erosi awal dinding uterus, efek suatu agen akan termanifestasi dalam bentuk
embrioletal dan jarang teratogenik. Kompensasi karena adanya pengaruh obat
dapat berupa hiperplasi atau secara relatif sel-sel tidak terdiferensiasi, atau
kematian embrio dini. Memasuki periode organogenesis akan terjadi proses
histogenesis, pematangan fungsional, dan pertumbuhan. Manifestasi adanya
teratogen pada stadium ini bersifat broad spectrum antara lain muncul dalam
bentuk hambatan pertumbuhan, kelainan fungsional, dan karsinogenesis
transplasental. Pada masa organogenesis ini, fetus menjadi lebih resisten terhadap
efek letal dibandingkan dengan stadium embriogenesis dan kejadian kematian
embrio dapat diamati.
Berdasarkan dari pengamatan video yang telah diberikan, dapat dilihat uji
teratogenesis menggunakan teratogen berupa alcohol, kafein, asap rokok,
antibiotic, ekstrak nanas dan minuman berkarbonasi. Data yang dikumpulkan
dalam video praktikum teratogenik yaitu, penulangan sternae, vertebrae, dan
costae. Penulangan pada karpal dan tarsal serta kelainan rangka sumbu embrio.
Adapun hasil yang didapat berdasarkan video praktikum yaitu, pada pemberian
teratogen alcohol terdapat kelainan pada embrio mencit berupa vertebrae
melengkung, fusi tulang rusak dan tulang jari kaki tidak ada. Dan pada teratogen
asap rokok efek yang ditimbulkan pada embrio yaitu tidak terbentuknya
ekstrimitas bawah dan osifikasi tulang tidak sempurna. Menurut Fitriana
(2019:235) Logam berat yang terkandung dalam rokok akan terakumulasi di
plasenta dan menyebabkan retriksi dari pertumbuhan janin. Alkohol dapat
melintasi penghalang plasenta dan metabolism alkohol di janin dua kali lebih
lambat dibanding pada ibu. Konsumsi alkohol pada kehamilan yang merupakan
salah satu zat teratogen dapat menyebabkan masalah pada kehamilan dan
menempatkan ibu dalam risiko. Efek kombinasi alkohol dan rokok yang diketahui
terjadi antara lain aborsi spontan, orofacial clefts, atresia anal, kelahiran preterm,
berat badan lahir, hambatan dalam pertumbuhan, abrupsio plasenta, stillbirths, dan
sudden infant death syndrome/SIDS.
Selanjutnya efek yang ditimbulkan pada kafein yang merupakan salah satu zat
teratogen terhadap embrio, kelainan yang terlihat yaitu, costae pendek, phalanges
tidak terklasifikasi, syndactyl (jari tangan bergabung). Menurut Wijayanto et al,
(2007: 56) Terdapat peningkatan resiko abortus spontan dan berat lahir rendah
pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 150 mg kafein per hari, atau setara
dengan 2 cangkir kopi sehari. Selain dengan penurunan berat badan konsumsi
kafein dalam kehamilan dihubungkan dengan kejadian abortus spontan,
prematuritas dan teratogenitas. Distribusi kafein merata ke seluruh jaringan tubuh
dan dapat melewati barrier otak dan plasenta. Metabolisme kafein pada kehamilan
berlangsung lebih lambat sehingga memperpanjang waktu paruh kafein mencapai
lebih dari sepuluh jam. Selama waktu ini, fetus mendapatkan paparan kafein untuk
jangka panjang karena baik fetus dan plasenta belum mampu melakukan
metabolisme terhadap kafein. Mekanisme timbulnya efek pada fetus didasari oleh
kerusakan pada sirkulasi uteroplasental, fetoplasental, atau pada aliran darah
villus. Aliran darah intervilus plasenta menurun sebanyak 25 % setelah konsumsi
200 mg maternal kafein.
Lalu efek yang ditimbulkan pada teratogen antibiotic yaitu, costae
melengkung ke bawah, tulang jari tangan belum terosifikasi dan costae terlalu
renggang. Menurut Rahmah et al (2015:1064) Antibiotik dapat melewati plasenta
dan memasuki sirkulasi janin terutama bulan keempat dan seterusnya. Hal tersebut
disebabkan membran plasenta yang memisahkan darah ibu dan janin yang pada
awalnya terdiri dari empat lapisan ketika bulan keempat hingga seterusnya,
membran plasenta menipis karena lapisan endotel pembuluh darah kontak erat
dengan membran sinsitium sehingga laju pertukaran sangat meningkat. Contoh
antibiotic yang bersifat teratogen yaitu tetrasiklin, aminoglikosida, dan rifampisin,
pada rifampisin yang telah diujikan pada hewan terdapat efek seperti
menyebabkan spina bifida dan celah langit-langit bila diberikan dalam dosis 150
ml/kg berat badan.
Pada ekstrak nanas dan minuman berkarbonasi efek yang terlihat yaitu
vertebrae bengkok dan tulang jari kaki tidak terosifikasi. Menurut Setyawati dan
Yulihastuti (2011:198) Ekstrak buah nanas muda yang diberikan pada mencit
bunting selama organogenesis dapat mengubah penampilan reproduksi induk dan
menimbulkan efek terhadap fetus berupa kelainan morfologi (kerdil) dan
hemoragi, hambatan penulangan pada metakarpus dan metatarsus, serta
malformasi costae. Costae berkembang seiring perkembangan vertebrae.
Keduanya menyatu dan berkembang bersama sejak awal pembentukannya.
Pemisahan costae dari vertebrae terjadi di awal osifikasi sehingga gangguan pada
perkembangan awal vertebrae sering diikuti kelainan costae. Malformasi vertebrae
yang utama terletak pada gangguan proses segmentasi. Penggabungan dan
kelainan pembentukan vertebrae yang disebabkan karena gangguan somit terjadi
pada awal perkembangan.
G. Kesimpulan
Dillasamola, D., Almahdy A., Amirah, D., & Diliarosta, S. 2018. ‘’ Uji Efek
Teratogenik dari Yoghurt Terhadap Fetus Mencit Putih (Mus musculus)’’.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Vol 5(1):28-32.
Fitriana, K.R. 2019. ‘’ Efek Konsumsi Alkohol dan Merokok Pada Wanita
Hamil’’. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. Vol 10(2): 233-23
Rahmah et al (2015:1064)
(Hilrmani et al, 2017:151-152).