Anda di halaman 1dari 13

SISTEM SARAF PUSAT SEBAGAI PENGENDALI GERAK REFLEKS

Laporan Praktikum
Untuk Memenuhi Tugas MataKuliah Fisiologi Hewan
Yang dibina oleh Bapak Dr. H. Abdul Ghofur, M. Si
Disajikan Pada Hari Rabu, 26 September 2018

Disusun oleh :
Kelompok 1 Offering B 2017
1. Amna Roisah M. (170341615019)
2. Arum Yuni R. (170341615100)
3. Femi Mega Lestari (170341615098)
4. Furzania Mumtaza (170341615056)
5. Mafazatud Diniyyah (170341615017)
6. Rodliyah Fajrin B. (170341615052)
7. Silvi Dwi Pangestu (170341615015)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

September 2018
A. Dasar teori
Gerak reflex merupakan respon yang cepat dan tidak disadari terhadap
perubahan lingkungan interna maupun eksterna. Reflex dikendalikan oleh system
saraf yaitu otak (disebut reflex kranial) atau medulla spinalis (disebut reflex spinal)
lewat saraf motoric kranial dan spinal. Saraf kranial dan saraf spinal dapat berupa
saraf somatic yang mengendalikan reflex otot kerangka atau saraf otonom yang
mengendalikan reflex otot polos, jantung, dan kelenjar. Meskipun reflex spinal dapat
terjadi tanpa keterlibatan otak, tetapi otak sering kali, ikut memberkan pertimbangan
dalam reflex spinal.
Reflex terjadi lewat suatu lintsan tertentu, disebut reflex dengan komponen:
reseptor, neuron sensorik, neuron penghubung (didalam otak dan medulla spinalis),
neuron motoric dan efektor. Sebagian besar reflex merupakan reflex yang rumit,
melibatkan lebih dari satu neuron penghubung.
Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi aktivitas-aktivitas yang
harus dilaksanakan. Sedangkan sistem saraf perifer memberikan informasi kepada
sistem saraf pusat tentang adanya stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar
melakukan respon (Johnson, 1984). Mekanisme kerja saraf ialah dengan mekanisme
depolarisasi dan repolarisasi. Kedua mekanisme ini berkaitan dengan transportsi ion
menembus membran (transmembran). Pada hewan tingkat tinggi komunikasi intrasel
yang kompleks dan amat cepat ditengahi oleh impuls-impuls saraf. Neuron-neuron
(sel-sel saraf) secara elektrik akan menghantarkan sinyal (impuls) melalui bagian
saraf yang memanjang (sekitar 1 mm pada hewan berukuran besar). Impuls dapat
berupa gelombang-gelombang berjalan yang berbentuk arus-arus ion. Transmisi
sinyal antara neuron-neuron dan antara neuron otot seringkali dimediasi secara
kimiawi oleh neurotransmitter (penghantar impuls saraf) (Gunawan, 2002). Menurut
Frandson (1992), gerak merupakan salah satu contoh dari respon yang dihasilkan oleh
mekanisme kerja saraf. Salah satu respon yang tidak disadari terhadap stimulus
disebut reflek. Reflek secara sederhana dapat dibagi menjadi dua yaitum bagian
afferent dan efferent (otot/kelenjar).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi
reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon tubuhyang
sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem sraf pusat, yaitu otak dan
sum-sum tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah penghantaran
sinyal dari pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut dihantarkan oleh saraf
(nerve), berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran neuron yang terbungkus dengan
ketat dalam jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan sinyal motoris dan sensoris
antara sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain secara bersamaan disebut sistem saraf
tepi (Kimball, 1998).
Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat satu pasang saraf perifer. Pada
sebagian besar saraf spinal, neuron aferen dan eferen terletak berdekatan, tetapi sum-
sum tulang belakang saraf terbagi menjadi akar dorsal dan akar ventral dan neuronnya
terpisah. Dalam akar dorsal terdapat neuron aferen dan mempunyai suatu pembesaran
yaitu ganglion akar dorsal, yang mengandung badan sel-selnya sendiri. Badan sel
neuron aferen hampir selamanya terletak dalam ganglion pada saraf kranial dan saraf
spinal spinal. Neuron aferen masuk ke dalam sum-sum tulang belakang dan berakhir
pada sinapsis dengan dendrit atau badan sel dari interneuron. Saraf spinal semua
vertebrata pada dasarnya sama, meskipun pada vertebrata yang paling primitif akar-
akar itu di perifer tidak bargabung dan beberapa neuron aferen keluar dari sum-sum
maelalui akar dorsal (Villee, 1988).
B. Hasil Pengamatan

Katak Single
Analisis Perlakuan Katak Normal Katak Double Pitching
Pitching
 Kedua mata berkedip  sedikit masuk  mata kanan merespon
Perlakuan I ketika diberi kapas kedalam  mata kiri tidak merespon
Posisi Mata  melotot  tidak bereaksi saat
diberi kapas
 Merunduk  Miring sebelah kiri  Miring sebelah kiri
Posisi Kepala

 Kaki depan menekuk  Kaki depan kanan  Kaki belakang lemah tak
kearah dalam terbuka berdaya
 Kaki belakang  Kaki depan kiri  Kaki depan kiri
Anggota Gerak berlipat dan sisi jari disembunyikan dan disembunyikan
menghadap depan terbuka  Kaki depan kanan terbuka
 Kaki belakang
terbuka kanan
 Kaki belakang
tertutup kiri

 Selama 1 menit  Selama 1 menit  Selama 1 menit terdapat


Perlakuan II
terdapat 69 detak terdapat 46 detak 56 detak jantung
Frekuensi Pernapasan
jantung jantung
 Papan diputar  Ketika papan diputar  Ketika papan diputar tidak
berbalik badan kearah berbalik kesebelah merespon
kanan (diputar) kanan dan tetap  Ketika papan ditegakkan
Perlakuan III  Badan mulai tegak miring sebelah kiri tidak merunduk dan
Kepala atau ke depan lalu  Ketika papan berbalik kearah kanan
berbalik badan kearah ditegakkan miring
kiri (papan kekiri dan berbalik ke
ditegakkan) kanan
 Mata melebar  Mata sedikit menutup  Mata sedikit menutup
Mata

 Kedua kaki depan dan  Kaki depan sebelah  Mata sedikit menutup
Anggota Gerak kaki belakang kiri, dan kaki
belakang sebelah kiri
 Kepala tidak dalam  Keseimbangan hilang  Tidak bisa berenang
air dan badan berbolak
 Kaki belakang balik
Perlakuan IV
bersamaan  Kaki belakang
Cara Berenang
mendorong bergerak tapi lambat
 Kaki depan juga  Kaki depan tidak
mendorong bergerak
Katak Single
Analisis Perlakuan Katak Normal Katak Double Pitching
Pitching
 Terkejut dan  Tidak merespon  Tidak merespon
Perlakuan V
menyembunyikan  Kaki depan kiri kanan
Respon Kaki Ketika
kakinya merespon
dicubit
Perlakuan VI  Suhu awal 26°C  45°C baru merespon  Baru merespon
Suhu air ketika katak  28°C kaki katak
merespon terangkat (kiri)
Perlakuan VII  Masuk jari sekitar  Merespon tetapi  Masih cepat merespon
Jari kaki ketika kurang lebih 2 cm lambat
dicelupkan pada suhu 80 sudah mengangkat
derajat celcius kakinya (kanan)
C. Analisis Data
1. Pada katak normal
Pada praktikum kali ini mengamati gerak refleks menggunakan katak normal.
Katak normal di berikan tujuh perlakuan. Perlakuan yang pertama yaitu mengamati
posisi mata yang telah disentuh korneanya, posisi kepala dan anggota gerak. Posisi
mata pada katak normal yang telah di sentuh matanya, keduanya berkedip secara
cepat kemudian kembali melotot seperti semula. Posisi kepala pada katak normal
menunduk dan anggota geraknya kaki depan dalam keadaaan menekuk ke arah dalam
sedangkan kaki belakang berlipat dengan sisi jari mengahadap depan. Perlakuan yang
kedua yaitu menghitung frekuensi pernafasan per menit pada gerakan kulit rahang.
Frekuensi yang di dapatkan selama satu menit yaitu 69 detak jantung. Perlakuan yang
ketiga yaitu mengamati keseimbangan pada katak dalam posisi terlentang di papan
yang diputar secara horizontal dan memiringkan papan perlahan-lahan hingga kepala
katak sedikit terangkat. Posisi katak ketika di putar, katak melakukan balik badan ke
arah kanan secara cepat dengan putaran hanya sekitar tiga kali sedangkan ketika
dimiringkan kepala mulai tegak atau kedepan lalu berbalik badan juga akan tetapi
kearah kiri. Perlakuan yang keempat yaitu mengamati cara berenang dari katak
normal. Katak normal berenang dengan posisi kepala tidak berada dalam air
kemudian kaki belakang bersamaan mendorong air ke belakang sehingga katak maju
ke arah depan begitupula kaki depan juga ikut mendorong tubuhnya. Pelakuan kelima
yaitu mengamati respon kaki yang di cubit dengan menggunakan pinset. Kaki katak
normal yang dicubit terkejut (respon cepat) lalu menyembunyikan kakinya. Perlakuan
keenam yaitu meletakkan salah satu kaki (menggunakan kaki kiri) katak ke dalam
gelas piala yang berisi air kemudian di panaskan lalu mengamati suhu ketika katak
normal mulai bereaksi. Suhu awal dari air yaitu 26⁰C kemudian ketika di suhu 28⁰C
katak mulai bereaksi dengan mengangkat kakinya. Perlakuan ketujuh yaitu
memasukkan jari katak normal (sebelah kanan) pada air yang bersuhu 80⁰C. Katak
normal bereaksi dengan mengakat kakinya secara cepat. Dari semua perlakuan yang
diberikan, katak memberikan respon secara cepat. Dimanasaraf-
saraftersebutdapatmenghantarkanstimuluskeotakdansum-
sumtulangbelakangdariresptorkeefektorsecaracepat dan baik.
2. Pada katak spinal ( katak yang sudah mengalami pengrusakan otak dengan single
pithing)
Pada praktikum kali ini mengamati gerak refleks menggunakan katak spinal.
Katak spinal di berikan tujuh perlakuan. Perlakuan yang pertama yaitu mengamati
posisi mata yang telah disentuh korneanya, posisi kepala dan anggota gerak. Posisi
mata pada katak spinal yang telah di sentuh matanya, keduanya tidak berkedip
kemudian mata sedikit masuk ke dalam. Posisi kepala pada katak spinal miring
kesebelah kiri dan anggota geraknya kaki depan kanan dalam keadaaan tebuka dan
pada kaki depan kiri disembunyikan dan terbuka sedangkan kaki belakang kanan
terbuka dan kaki belakang kiri tertutup. Perlakuan yang kedua yaitu menghitung
frekuensi pernafasan per menit pada gerakan kulit rahang. Frekuensi yang di dapatkan
selama satu menit yaitu 46 detak jantung. Perlakuan yang ketiga yaitu mengamati
keseimbangan pada katak dalam posisi terlentang di papan yang diputar secara
horizontal dan memiringkan papan perlahan-lahan hingga kepala katak sedikit
terangkat. Posisi katak ketika di putar, katak melakukan balik badan ke arah kanan
dan tetap miring sebelah kiri dengan putaran lebih banyak daripada putaran pada
katak normal sedangkan ketika dimiringkan kepala mulai tegak atau kedepan lalu
berbalik badan kearah kanan dengan tetap miring ke kiri. Perlakuan yang keempat
yaitu mengamati cara berenang dari katak spinal. Katak spinal berenang dengan posisi
kehilangan keseimbangan dan badan berbolak balik kemudian kaki belakang bergerak
secara lambat sedangkan kaki depan tidak bergerak. Pelakuan kelima yaitu
mengamati respon kaki yang di cubit dengan menggunakan pinset. Kaki katak spinal
yang dicubit tidak ada respon. Perlakuan keenam yaitu meletakkan salah satu kaki
(menggunakan kaki kanan) katak ke dalam gelas piala yang berisi air kemudian di
panaskan lalu mengamati suhu ketika katak spinal mulai bereaksi. Suhu awal dari air
yaitu 26⁰C kemudian ketika di suhu 45⁰C katak mulai bereaksi dengan mengangkat
kakinya. Perlakuan ketujuh yaitu memasukkan jari katak spinal (sebelah kiri) pada air
yang bersuhu 80⁰C. Katak spinal bereaksi dengan mengakat kakinya sedikit lambat.
Dari semua perlakuan yang diberikan, katak memberikan respon secara lambat dari
pada katak normal. Dimana saraf-saraf tersebut dapat menghantarkan stimulus keotak
dan sum-sum tulang belakang dari resptor ke efektor secara kurang baik karena sudah
mengalami pengrusakan otak.
3. Pada katak yang sudah mengalami pengrusakan otak dan medulla spinalis dengan
double pithing
Pada praktikum kali ini mengamati gerak refleks menggunakan katak double
pithing. Katak double pithing di berikan tujuh perlakuan. Perlakuan yang pertama
yaitu mengamati posisi mata yang telah disentuh korneanya, posisi kepala dan
anggota gerak. Posisi mata pada katak double pithing yang telah di sentuh matanya,
mata kanan merespon dengan berkedip tapi lambat dan mata kiri tidak merespon
(tidak berkedip) kemudian mata melotot lagi. Posisi kepala pada katak spinal miring
kesebelah kiri dan anggota geraknya kaki depan kanan dalam keadaaan tebuka dan
pada kaki depan kiri disembunyikan sedangkan kaki belakang kanan dan kaki
belakang kiri lemah tidak berdaya. Perlakuan yang kedua yaitu menghitung frekuensi
pernafasan per menit pada gerakan kulit rahang. Frekuensi yang di dapatkan selama
satu menit yaitu 56 detak jantung. Perlakuan yang ketiga yaitu mengamati
keseimbangan pada katak dalam posisi terlentang di papan yang diputar secara
horizontal dan memiringkan papan perlahan-lahan hingga kepala katak sedikit
terangkat. Posisi katak ketika di putar, katak tidak merespon dengan putaran lebih
banyak daripada putaran pada katak spinal sedangkan ketika dimiringkan kepala
mulai tegak atau kedepan lalu berbalik badan kearah kanan dan menunduk. Perlakuan
yang keempat yaitu mengamati cara berenang dari katak double pithing. Katak double
pithing sudah tidak dapat berenang. Pelakuan kelima yaitu mengamati respon kaki
yang di cubit dengan menggunakan pinset. Kaki katak double pithing yang dicubit
tidak ada respon akan tetapi kaki kiri dan kanan depan merespon tapi lambat.
Perlakuan keenam yaitu meletakkan salah satu kaki (menggunakan kaki kanan) katak
ke dalam gelas piala yang berisi air kemudian di panaskan lalu mengamati suhu ketika
katak double pithing mulai bereaksi. Suhu awal dari air yaitu 26⁰C kemudian ketika
di suhu 44⁰C katak mulai bereaksi dengan mengangkat kakinya. Perlakuan ketujuh
yaitu memasukkan jari katak double pithing (sebelah kiri) pada air yang bersuhu
80⁰C. Katak double pithing bereaksi dengan mengakat kakinya. Dari semua perlakuan
yang diberikan, katak memberikan respon secara lambat. Dimana saraf-saraf tersebut
dapat menghantarkan stimulus keotak dan sum-sum tulang belakang dalam keadaan
lambat sekali dari resptor ke efektor secara kurang baik karena sudah mengalami
pengrusakan otak dan medulla spinalis.
Jadi, refleks yang dikontrol oleh saraf kranial katak meliputi gerakan kepala, cara
berenang, perubahan mata, keseimbangan dan gerak tungkai depan dan belakang.
Sedangkan refleks yang dikendalikan oleh saraf spinal pada katak meliputi reaksi
ketika dicubit dan reaksi ketika kaki dipanaskan. Frekuensi pernafasan pada katak
termasuk dalam saraf otonom.
D. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan uji coba dengan menggunakan
dengan menggunakan hewan percobaan berupa katak. Katak yang sama diberikan 3
perlakuan yaitu katak normal, katak single pith dan katak double pith. Hasil dari
percobaan yang dilakukan yaitu pada katak normal, keadaan katak masih sehat tanpa
mendapatkan perlakuan apapun , sikap badan katak siap melompat dengan kaki
mengarah ke kaudal. Pada saat mata di tusuk dengan kapas, matanya berkedip dengan
cepat. Pada saat katak di letakkan diposisi normal pada papan seksi, posisi kepala
menunduk, sedangkan posisi anggota gerak yaitu kaki depan menekuk kearah dalam
dan kaki belakang berlipat dan sisi jari menghadap depan. Frekuensi pernafasan yaitu
69 detak jantung selama satu menit. Pada uji keseimbangan (reflex bangkit) tubuh
katak diposisikan terlentang di atas papan seksi, ketika papan seksi diputar, badan
berbalik kearah kanan. Sedangkan ketika papan ditegakkan, badan katak spontan
berbalik ke arah kiri. Ketika katak di masukkan ke dalam air, katak berenang dengan
sangat lincah, kaki belakang bersamaan mendorong dan kaki depan juga mendorong.
Lalu kaki katak dicubit dan katak merespon terkejut dan menyembunyikan kakinya.
Selanjutnya kaki kiri katak dicelupkan ke dalam air suhu kamar yang diletakkan
diatas spiritus yang menyala dan katak merespon ketika air mencapai suhu 28 derajat
celcius. Setelah kaki kiri, lalu kaki kanan katak dicelupkan pada air bersuhu 80 derajat
celcius dan sekitar kedalaman 2 cm katak sudah merespon dengan mengangkat
kakinya. Ini dikarenakan katak masih dalam keadaan normal sehingga tidak ada yang
rusak pada sistem sarafnya yang mengakibatkan aktifitas katak masih kuat dan
memberikan respon positif pada setiap rangsangan yang diberikan. Hal tersebut sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa jaringan saraf atau sistem saraf menjamin
kepekaan hewan terhadap energi lingkungan sehingga mampu sadar akan diri dan
lingkungannya. Mampu membangkitkan serta mengontrol gerakan otot serta sekresi
kelenjar, juga berperan dalam tingkah laku naluri dan hal-hal yang dipelajari. Seluruh
sistem saraf merupakan perpaduan sistem morfologis serta fungsional (Dellmann,
1988). Berdasarkan dengan teori tersebut disebutkan bahwa sistem saraf mengatur
keseluruhan sistem morfologis serta fungsional tubuh termasuk dalam kepekaan
menanggapi rangsang luar yang diberikan. Oleh karena itu katak yang masih normal
sistem saarafnya mampu menunjukkan aktivitas yang normal dan mampu merespon
rangsang yang diberikan dengan baik. Selain itu fungsional dari tubuh seperti denyut
jantung dan frekuensi napas juga diatur oleh sistem saraf, sehingga pada katak yang
masih normal/saraf belum mengalami kerusakan frekuensi denyut jantung dan
frekuensi napasnya masih stabil, tidak terlalu rendah maupun tinggi.
Pada perlakuan single pith yaitu pengerusakan otak katak, hasil yang diperoleh
adalah pada saat mata di tusuk dengan kapas, matanya tidak berkedip. Pada saat
katak di letakkan diposisi normal pada papan seksi, posisi kepala miring ke arah kiri,
sedangkan posisi anggota gerak yaitu kaki depan kanan terbuka, kaki depan kiri
disembunyikan dan terbuka, kaki belakang kanan terbuka dan kaki belakang kiri
tertutup. Frekuensi pernafasan yaitu 46 detak jantung selama satu menit. Pada uji
keseimbangan (reflex bangkit) tubuh katak diposisikan terlentang di atas papan seksi,
ketika papan seksi diputar, badan berbalik kearah kanandan tetap miring kearah kiri,
namun berbaliknya tidak secepat aat pada katak masih dalam keadaan normal.
Sedangkan ketika papan ditegakkan, badan katak miring kearah kiri berbalik ke arah
kanan. Ketika katak di masukkan ke dalam air, katak masih dapat berenang namun
tidak selincah ketika masih normal. Lalu kaki katak dicubit dan katak tidak memberi
respon terkejut atau menyembunyikan kakinya sama sekali. Selanjutnya kaki kanan
katak dicelupkan ke dalam air suhu kamar yang diletakkan diatas spiritus yang
menyala dan katak merespon ketika air mencapai suhu 45 derajat celcius. Setelah kaki
kanan, lalu kaki kiri katak dicelupkan pada air bersuhu 80 derajat celcius dan sekitar
kedalaman 2 cm katak sudah merespon dengan mengangkat kakinya dengan respon
yang tidak terllau cepat. Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor,
yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatik) maupun internal (reseptor
viseral). Aktivitas integratif yaitu reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik
yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medula spinalis yang kemudian
akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus, sehingga respons terhadap
informasi bisa terjadi. Output motorik, yaitu impuls dari otak dan medula spinalis
memperoleh respons yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh yang disebut sebagai
efektor(Fried, 2006). Berdasarkan teori tersebut diketahui bahwa apabila bagian otak
dari katak dirusak maka sistem saraf katak terganggu sehingga proses dari aktivitas
integratif pada katak ikut terganggu akibatnya katak menjadi lemah dalam
menanggapi rangsang, karena otak merupakan dalam sistem saraf pusat yang
mengontrol koordinasi dan mengatur seluruh kerja tubuhnya dari rangsangan impuls
saraf yang diberikan. Frekuensi nafas dan frekuensi jantung menurun kodok juga
menurun hal tersebut disebabkan kodok tidak dapat mengontrol koordinasi dan
mengatur seluruh kerja tubuhnya dari rangsangan impuls saraf yang diberikan karena
sistem saraf pusat otak rusak.
Pada perlakuan spinal atau double pithing yaitu dengan menusuk bagian
foramen occipetale hingga medula spinalis, hasil yang diperoleh yaitu sikap badannya
diam. Pada saat diberi gerakan spontan yaitu dengan diberi sentuhan pada mata,
matanya tidak berkedip. Pada uji keseimbangan (refleks bangkit) tubuh kodok tidak
berbalik. Kemampuan berenang tidak ada gerakan. Frekuensi nafas 11/menit dan
frekuensi jantung 47/menit. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa medula spinalis berfungsi mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam
tubuh dan mentransmisikan impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden dan
desenden (Sloane, 2004). Refleks-refleks yang merupakan mekanisme untuk menjaga
postur tubuh yang sesuai, meregulasi tekanan darah, dan mengorientasi tubuh
terhadap kondisi lingkungan yang mengancam organisme (Fried, 1999). Kodok yang
dirusak medula spinalis dan foramen occipetal terjadi pemutusan hubungan sinapsis
antar jaringan-jaringan saraf sehingga proses penerimaan impuls saraf ke organ
efektor berlangsung sangat lambatbahkan tak merespon. Saat medula spinalis dirusak
medula oblongata sebagai pusat kontrol sistem tubuh juga akan rusak sehingga
membuat kodok lumpuh tidak mampu merespon rangsang, namun saraf otonom yang
mengatur beberapa gerakan tak sadar seperti denyut jantung belum mati hanya
lumpuh sehingga saat kodok sudah di double pithing denyut jantung dan napasnya
masih dapat teramati.
Perlakuan pada sistem syaraf pusat dan otonom menggunakan tiga perlakuan
yaitu pertama perlakuan normal, pada perlakuan normal kodok dalam keadaan
normal/sehat tidak ada yang rusak pada sistem syaraf nya sehingga aktivitas kodok
masih kuat dan memberikan respon positif, sikap badannya masih normal yaitu pada
keadaan siap untuk melompat dengan kaki mengarah ke caudal, keseimbangan dan
gerakan refleks serta denyut jantung dan napasnya masih normal. Perlakuan kedua
yaitu decerebrasi, dilakukan dengan menyayat bagian diatas mata mengikuti garis
yang menghubungkan tepi-tepi anterior dari kedua gendang telinga pada bagian
anterior thalamus, dan menyebabkan sistem saraf pusat kodok mengalami kerusakan.
Sikap badan pada saat decerebrasi menunduk, badannya sudah mulai lemas, dan saat
memberikan respon terhadap rangsangan responnya lambat. Frekuensi nafas dan
frekuensi jantung menurun. Hal tersebut disebabkan kodok tidak dapat mengontrol
koordinasi dan mengatur seluruh kerja tubunya dari rangsangan impuls saraf yang
diberikan karena sistem saraf pusat yaitu otak rusak. Pada perlakuan spinal, dengan
double pitching yaitu dengan cara menusukkan sonde pada daerah foramen occipetal
dan canalis vertebralis sampai ke medula spinalis, sehingga baik saraf sadar maupun
saraf tak sadar akan mengalami kerusakan. Namun belum mengalami kematian hanya
kelumpuhan akut. Sehingga frekuensi napas dan jantung masih ada namun sangat
lemah.Reaksi yang diberikan kodok terhadap rangsangan tidak ada. Pada saat
diberikan rangsangan kodok diam saja. Lemahnya reaksi pada kodok dengan double
pithing, dikarenakan saraf-saraf pada kodok mengalami pemutusan hubungan sinapsis
antar jaringan-jaringan saraf sehingga proses penerimaan impuls saraf ke organ
efektor berlangsung sangat lambatdan lama kalamaan akan mengalami kematian
(Isnaeni, 2006).
Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Susunan
saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum punggung. Beberapa daerah susunan saraf
pusat tampak putih atau abu-abu. Yang beraspek putih disebut substansia alba, terdiri
dari berkas-berkas serabut saraf pekat dan setiap serabut saraf dibungkus oleh
selubung mielin, suatu selubung lipid-protein yang berwarna putih. Substansia grisea
yang beraspek abu-abu tidak menampakkannya adanya unsur mielin dan banyak
mengandung badan sel saraf (perikardion). Substansia grisea yang membalut susunan
saraf pusat lazim disebut korteks, sedangkan yang terdapat di dalam susunan saraf
pusat disebut nukleus. Pada beberapa daerah, Substansia grisea dan substansia alba
bercampur aduk. Seluruh susunan saraf pusat dibalut oleh selaput otak (meninges)
(Dellmann, 1988). Susunan saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam
tubuh dan terdiri dari saraf kranial (keluar dari otak) dan saraf spinal (keluar dari
sumsum punggung), termasuk ganglion yang merupakan kumpulan badan sel saraf di
luar susunan saraf pusat. Tali saraf (nerve) merupakan gabungan sejumlah fasikulus.
Tiap fasikulus terdiri dari sejumlah serabut saraf yang memiliki selubung mielindan
ditunjang oleh neuroglia, disebut sel schwann. Semua ini ditunjang oleh jaringan ikat.
Ganglion serta serabut saraf yang menginervasi otot polos, otot jantung, alat jeroan
(viscera) serta kelenjar disebut susunan saraf otonom. Secara fungsional, sistem saraf
perifer terdiri dari sistem aferen dan sistem eferen (Dellmann, 1988).
Single Pitching adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara menusukkan
jarum/alat penusuk kedalam otak. Penusukan dilakukan pada bagian foramen
occipitale (persambungan antara medulla spinalis dengan medulla oblongata).
Tujuannya sama seperti anastesi atau pembiusan. Setelah hewan diperlakukan dengan
cara single pitching, maka tidak lama setelah itu hewan tersebut akan tampak seperti
terbius. Single pitching hanya dilakukan dengan satu kali tusukan. Berbeda dengan
double pitching yang dilakukan dengan dua kali tusukan. Sedangkan doubel pithing
adalah cara mematikan katak dengan menusukkan sonde pada daerah foramen
occipetal dan canalis vertebralis, sehingga baik saraf sadar maupun saraf tak sadar
akan mengalami kerusakan, lalu katak akan mati perlahan-lahan (Tiara, 2013).
Praktikum iniuji coba dengan menggunakan hewan percobaan katak. Dengan
perlakukan menguji sistem saraf pusat sebagai pengendali gerak refleks. Percobaan
kedua adalah dengan melumpuhkan katak dengan cara double pitch. Doubel pithing
adalah cara mematikan katak dengan menusukkan sonde pada daerah foramen
occipetal dan canalis vertebralis, sehingga baik saraf sadar maupun saraf tak sadar
akan mengalami kerusakan, lalu katak akan mati perlahan-lahan (Tiara, 2013). Hasil
yang diperoleh yaitu sikap badannya diam. Pada saat diberi gerakan spontan yaitu
dengan diberi sentuhan pada mata, matanya tidak berkedip. Pada uji keseimbangan
(refleks bangkit) tubuh katak berbalik sangat lambat. Kemampuan berenang tidak ada
gerakan. Frekuensi nafas 56/menit. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa medula spinalis berfungsi mengendalikan berbagai aktivitas
refleks dalam tubuh dan mentransmisikan impuls ke otak melalui
traktus asenden dan desenden (Sloane, 2004). Refleks-refleks yang merupakan
mekanisme untuk menjaga postur tubuh yang sesuai, meregulasi tekanan darah, dan
mengorientasi tubuh terhadap kondisi lingkungan yang mengancam organisme (Fried,
1999). Katak yang dirusak medula spinalis dan foramen occipetal terjadi pemutusan
hubungan sinapsis antar jaringan-jaringan saraf sehingga proses penerimaan impuls
saraf ke organ efektor berlangsung sangat lambat bahkan tak merespon. Saat medula
spinalis dirusak medula oblongata sebagai pusat kontrol sistem tubuh juga akan rusak
sehingga membuat katak lumpuh tidak mampu merespon rangsang, namun saraf
otonom yang mengatur beberapa gerakan tak sadar seperti denyut jantung belum mati
hanya lumpuh sehingga saat katak sudah di double pithing denyut jantung dan
napasnya masih dapat teramati.
Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Susunan
saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum punggung. Beberapa daerah susunan saraf
pusat tampak putih atau abu-abu. Yang beraspek putih disebut substansia alba, terdiri
dari berkas-berkas serabut saraf pekat dan setiap serabut saraf dibungkus oleh
selubung mielin, suatu selubung lipid-protein yang berwarna putih. Substansia
grisea yang beraspek abu-abu tidak menampakkannya adanya unsur mielin dan
banyak mengandung badan sel saraf (perikardion). Substansia grisea yang membalut
susunan saraf pusat lazim disebut korteks, sedangkan yang terdapat di dalam susunan
saraf pusat disebut nukleus. Pada beberapa daerah, Substansia grisea dan substansia
alba bercampur aduk. Seluruh susunan saraf pusat dibalut oleh selaput otak
(meninges) (Dellmann, 1988). Susunan saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf
lain dalam tubuh dan terdiri dari saraf kranial (keluar dari otak) dan saraf spinal
(keluar dari sumsum punggung), termasuk ganglion yang merupakan kumpulan badan
sel saraf di luar susunan saraf pusat. Tali saraf (nerve) merupakan gabungan sejumlah
fasikulus. Tiap fasikulus terdiri dari sejumlah serabut saraf yang memiliki selubung
mielindan ditunjang oleh neuroglia, disebut sel schwann. Semua ini ditunjang oleh
jaringan ikat. Ganglion serta serabut saraf yang menginervasi otot polos, otot jantung,
alat jeroan (viscera) serta kelenjar disebut susunan saraf otonom. Secara fungsional,
sistem saraf perifer terdiri dari sistem aferen dan sistem eferen (Dellmann, 1988).
E. Kesimpulan
Dari kegiatan praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa.
1. Otak merupakan pusat keseimbangan yang berhubungan dengan koordinasi kerja
otot dan rangka. Gerak refleks yang dikendalikan otak antara lain gerakan kepala, cara
berenang, dan frekuensi pernapasan.
2. Gerak refleks yang dipengaruhi oleh medula spinalis berhubungan dengan saraf
somatik dan otonom. Gerak refleks yang dihasilkan antara lain ketika kaki katak
dicubit menggunakan pinset, ketika kaki katak dipanaskan, dan juga ketika kornea
mata disentuh menggunakan kapas

Anda mungkin juga menyukai