Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN DAN MANUSIA


SISTEM SARAF PUSAT SEBAGAI PENGENDALI GERAK REFLEKS
Yang dibimbing oleh Bapak Hendra Susanto S.Pd, M.Kes,

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Fatchul Yusron N. (170342615528)
2. Maghfira Selia I. (170342615599)
3. Mika Talita G. W. (170342615602)
4. Mita Berliana (170342615544)
5. Nova Ralda Jayanti (170342615508)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

PRODI S1 BIOLOGI

September 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Dasar Teori
Sel saraf bekerja dengan cara menghantarkan impuls secara cepat seperti
kilatan petir dalam otak sehingga dapat memberikan refleks. Saraf berkomunikasi satu
sama lain dengan cara menimbulkan dan menjalarka ke sel lain dengan melintasi
sinaps. Penjalaran impuls melintasi sinaps dapat terjadi dengan cara transmisi elektrik
atau transmisi kimiawi (Isnaeni, 2006: 82).
Komunikasi antar satu neuron dengan neuron lainnya atau dengan otot dan
kelenjar melalui proses transmisi sinaptik. Pada transmisi sinaptik terjadi sinaps
(hubungan) dimana akson dari suatu neuron sel presinaps akan berhubungan dengan
dendrit, akson, atau badan sel neuron post sinaps. Terdapat dua jenis transmisi
sinaptik: transmisi sinaptik elektrik dan transmisi sinaptik kimiawi (Halwatiah, 2009:
29).
Neuron tersusun dalam sirkuit yang terdiri dari dua atau lebih jenis fungsional.
Sirkuit neuron yang paling sederhana yang melibatkan sinapsis antara dua jenis
neuron, neuron sensoris dan neuron motoris, yang selanjutnya mengirim sinyal ke
efektor. Hasilnya sering kali adalah suatu respons otomatis yang sederhana, yang
disebut refleks (Campbell, 2004: 202).
Sistem saraf memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk mendeteksi, menganalisa,
menggunakan, dan menghantarkan semua informasi yang ditimbulkan oleh rangsang
sensoris (seperti panas dan cahaya) dan perubahan mekanis dan kimia yang terjadi di
dalam lingkungan internal dan eksternal dan untuk mengorganisir dan mengatur, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung, sebagian besar fungsi tubuh, terutama
kegiatan motoris, visceral, endokrin, dan mental.
Sistem saraf dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu sel saraf sensoris sebagi
sel saraf yang membawa impuls berupa suatu rangsangan dari reseptor (penerima
rangsang), sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Sel saraf sensorik
dapat disebut sebagai sel saraf indera, karena berhubungan dengan alat indera
manusia atau hewan. Sel saraf motorik adalah sel saraf yang membawa impuls berupa
tanggapan dari susunan saraf pusat (otak atau sumsum tulang belakang) menunju ke
atau kelenjar tubuh. Sel saraf motorik disebut juga dengan sel saraf penggerak karena
berfungsi merangsang otot sebagai alat gerak. Sel saraf penghubung disebut juga
dengan sel saraf konektor. Hal ini disebabkan karena fungsinya meneruskan
rangsangan dari sel saraf sensoris ke sel saraf motorik. Apabila terdapat kerusakan
pada salah satu sel saraf tersebut, maka akan terjadi malfungsi atau tidak dapat
meresponnya suatu makhluk hidup tersebut pada lingklungan. Reseptor hewan atau
manusia tersebut tidak dapat berfungsi dan memberikan respon kepada lingkungan
dan perubahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui :
1. Macam-macam refleks yang dikendalikan oleh otak
2. Macam-macam refleks yang dikendalikan oleh medula spinalis
BAB II
METODELOGI
A. Waktu dan Tempat
Hari, tanggal : Selasa, 18 September 2018
Waktu : 13.10 – 15.45 WIB
Tempat : Gedung Biologi O5.210, FMIPA UM

B. Alat dan Bahan


Alat :
1. Papan dan alat seksi
2. Aquarium
3. Lampu spiritus
4. Thermometer
5. Gelas piala 600 cc
6. Alat penghitung

Bahan :

1. Kapas
2. Air hangat
3. -Katak
C. Cara kerja
Kata Normal

Diletakkan katak dengan posisi


normal

Dihitung dengan frekuensi pernapasan per menit dengan


cara menghitung gerakan kulit pada rahang

Diamati keseimbangan :
- Diletakkan katak dalam posisi terlentang pada papan.
Putar papa secara horizontal, amati posisi dan gerakan
kepala, mata, dan anggota geraknya

- Miriingkan papan perlahan-lahan sehingga kepala katak


sedikit terangkat. Dicatat apa yang terjadi
Dimasukkan katak ke dalam air
aquarium berisi air, diamati cara
berenangnya

Dikeluarkan katak dari


aquarium, diletakkan pada
papan dengan posisi normal

Dicubit jari kaki dengan


pinset

Dimasukkan salah satu kaki ke


dalam gelas piala berisi air (suhu
kamar) kemudian panaskan

Masukkan jari kaki yang lain ke


dalam air panas +/- 800C.

Katak spinal (katak yang sudah


mengalami pengrusakan otak)

Dirusak otak katak dengan single


pitching, diistirahatkan katak selama 5-6
menit untuk menghilangkan neural shock

Diberikan perlakuan seperti kata normal


Katak yang sudah mengalami
pengrusakan otak dan medula
spinalis

Dirusak spinalis dengan


double pitching, diistirahatkan
selama 5-6 menit

Diberikan perlakuan seperti


katak normal
BAB III

DATA PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA

A. Data Pengamatan

PERLAKUAN KATAK NORMAL KATAK SINGLE KATAK DOUBLE


PITCH PITCH
KORNEA MATA Mata berkedip  Mata kanan  Mata kanan
DISENTUH berkedip berkedip
 Mata kiri  Mata kiri
tidak ada tidak ada
respon respon
DIHITUNG 99 50 54
FREKUENSI
PERNAPASAN PER
MENIT
DIAMATI  Posisi dan  Posisi dan  Posisi dan
KESEIMBANGAN gerakan gerakan gerakan
DENGAN CARA kepala: tetap kepala: tetap kepala:diam
MEMPOSISIKAN diam diam  Mata : diam
KATAK  Mata : posisi  Mata : tetap  Anggota
TERLENTANG awal diam gerak: diam
 Anggota  Anggota  Nafas: biasa
gerak: kaki gerak: kaki  Katak
kanan depan kanan membalikkan
bergerak bergerak diri ke kanan
 Nafas : lebih  Nafas : biasa saat kepala
cepat  Katak diangkat
 Kaki kiri membalikkan
meloncat diri ke kanan
dahulu,  Katak
diikuti oleh membalikkan
badannya diri ke kanan
saat kepala
diangkat

DIMASUKKAN KE  Gerakan  Gerakan kaki Tidak ada gerakan


AQUARIUM katak lincah depan dan apapun
BERISI AIR  Kaki belakang
belakang hanya sedikit
mendorong  Kepala
dominan muncul ke
 Kaki depan permukaan
lebih dahulu
mengayun
 Tidak ada
gerakan kulit
pada rahang
DICUBIT JARI Kaki dimasukkan dan Kaki dimasukkan dan Kaki dimasukkan dan
KAKI tertutupi oleh kaki tertutupi oleh kaki tertutupi oleh kaki
DIPANASKAN AIR, 33̊C : mulut terbuka 44,5̊C : kaki 44̊C : kaki terangkat
DIMASUKKAN kemudian menutup terangkat dari air dari air panas
KAKI KANAN lagi panas, mata kanan
DAN DIHITUNG  43̊C : kaki terbuka lebar, mata
SUHUNYA terangkat dari kiri sedikit menutup
(KANAN) air panas
JARI KAKI Jari kaki terangkat Jari kaki terangkat Jari kaki terangkat
DIMASUKKAN dari air dari air dari air
DALAM AIR
PANAS BERSUHU
±80̊C (KIRI)

B. Analisis Data
Pada praktikum ini, digunakan 7 perlakuan berbeda terhadap 1 katak dengan
kondisi yang berbeda-beda, yakni yang pertama menggunakan katak normal,
setelah itu menggunakan katak yang telah di single pitch, lalu menggunakan katak
yang telah di double pitch.
Pada saat disentuh kornea mata dari katak normal dengan menggunakan
kapas, mata kanan dan mata kiri dari katak normal merespon dengan berkedip.
Perlakuan yang sama diterapkan pada katak yang telah disingle pitch, mata kanan
katak yang telah disingle pitch tetap merespon dengan cara berkedip, namun mata
kiri tidak merespon. Hal ini terjadi juga pada katak yang telah didouble pitch, saat
kornea matanya disentuh, mata kanannya merespon dengan cara berkedip, namun
mata kirinya tidak merespon.
Perlakuan kedua yakni dihitung frekuensi pernapasan pada katak per menit
menggunakan counter. Pada katak normal, frekuensi napasnya 99kali/menit.
Sedangkan pada kata yang telah disingle pitch menurun, menjadi 50kali/menit.
Tetapi pada katak yang telah didouble pitch napasnya naik lagi menjadi 54kali/
menit.
Perlakuan selanjutnya yakni mengamati keseimbangan katak dengan cara
melentangan posisi tubuhnya diatas papan seksi, hal yang dilakukan yakni
memutar papan seksi secara horizontal dan memiringkan papan seksi. Pada katak
normal, posisi dan gerakan kepala tetap diam, mata tetap sama dengan posisi awal,
anggota gerak berupa kaki kanan bergerak pada saat papan diputar secara
horizontal, nafasnya menjadi lebih cepat, dan pada saat papan dimiringkan sampai
kepalanya terangkat, kaki kiri meloncat terlebih dahulu lalu diikuti oleh badannya.
Pada katak yang telah disingle pitch, posisi dan gerakan kepala tetap diam, mata
tetap diam, anggota gerak berupa kaki kanan depan bergerak pada saat papan
diputar secara horizontal, nafasnya biasa saja, dan pada saat papan dimiringkan
sampai kepalanya terangkat, katak membalikkan diri ke kanan. Pada katak yang
telah didouble pitch, posisi dan gerakan kepala tetap diam, mata tetap diam,
anggota gerak tetap diam pada saat papan diputar secara horizontal, nafasnya biasa
saja, dan pada saat papan dimiringkan sampai kepalanya terangkat, katak
membalikkan diri ke kanan.
Perlakuan yang ketiga yakni katak dimasukkan ke dalam aquarium. Pada saat
dimasukkan ke aquarium, katak normal bergerak lincah, kaki belakang mendorong
dominan, kaki depan lebih dahulu mengayun untuk berenang dan tidak ada
gerqakan kulit pada rahang. Sedangkan pada katak yang telah disingle pitch,
gerakan kaki depan dan belakang hanya sedikit, serta kepala muncul ke
permukaan. Dan pada katak yang telah didouble pitch tidak ada gerakan apapun,
dengan kata lain katak hanya diam.
Setelah itu, katak diberi perlakuan berupa dicubit jari kakinya dengan
menggunakan pinset. Pada ketiga kondisi katak, katak normal, katak yang telah
disingle pitch maupun katak yang telah didouble pitch, responnya berupa gerakan
dari kaki katak yang menarik kakinya kedalam sehingga jari tertutupi oleh kaki
bagian betis dan paha.
Kemudian, katak diberi perlakuan berupa kaki kanan katak dimasukkan
kedalam air biasa yang dipanaskan hingga suhu tertentu, diamati respon apa yang
terjadi dan pada suhu berapa katak mengangkat kakinya dari air tersebut. Pada
suhu 33̊C, katak normal menunjukkan respon yakni terbukanya mulut lalu
menutup lagi, pada suhu 43̊C kaki katak terangkat dari air panas. Sedangkan pada
katak yang telah disingle pitch, kakinya diangkat pada air bersuhu 44,5̊C. dan
pada katak yang telah didouble pitch, kakinya diangkat pada suhu 44̊C.
Perlakuan terakhir yakni jari kaki kiri katak dimasukkan pada air panas
bersuhu ±80̊C. Respon yang diberikan pada katak dengan tiga kondisi berbeda,
yakni katak normal, katak yang telah disingle pitch dan katak yang telah didouble
pitch adalah sama, yakni jari kaki langsung diangkat pada saat baru dimasukan
kedalam air.
BAB IV

PEMBAHASAN

Sistem saraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai penerima dan
penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya memberikan tanggapan
terhadap rangsangan tersebut. Jadi, jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi dalam
tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan khusus yang berhubungan dengan seluruh bagian
tubuh (Campbell dkk., 2004). Sistem saraf pusat sebagai pengendali gerak refleks merupakan
sebuah mekanisme yang terjadi pada makhluk hidup, salah satunya yaitu katak juga memiliki
mekanisme tersebut karena sebagai bentuk pertahanan diri dari berbagai rangsangan yang
diberikan. Sistem saraf pusat merupakan pusat koordinasi, yang mengkoordinir semua
informasi saraf yang keluar dan masuk. Sistem saraf tepi merupakan sistem saraf yang terdiri
atas serabut-serabut saraf yang keluar dari sistem saraf pusat. Serabur saraf aferen adalah
serabut saraf yang membawa impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, sedangkan serabut
saraf eferen adalah serabut saraf yang membawa impuls dari sistem saraf pusat ke efektor.
(Soewolo, 2000). Pada pengamatan kali ini menggunakan katak sebagai sampel dalam
mengamati berbagai gerak refleks. Pengamatan pertama menggunakan katak normal,
pengamatan kedua dengan katak yang sudah mengalami neural shock (katak yang sudah
mengalami pengerusakan otak), dan pengamatan ketiga dengan katak yang sudah mengalami
pengerusakan otak dan medula spinalis.

Pada percobaan pertama dilakukan pada katak normal yang belum disingle pitch
ataupun double pitch.Beberapa rangsangan yang diberikan pada katak normal menghasilkan
gerak refleks yang dikendalikan oleh otak (refleks kranial) dan sumsum tulang belakang
(refleks spinal). Pada posisi normal ketika kornea mata katak disentuh maka bentuk
refleksnya dari stimulus tersebut berupa langsung berkedip. Frekeunsi pernapasan
99/menit.Ketika pengamatan uji keseimbangan katak setelah diputar yaitu posisi dan gerakan
kepala tetap diam anggota gerak memberikan refleks berupa kaki kanan bergerak ketika
papan bedah diputar searah jarum jam, frekuensi pernafasannya lebih cepat ketika papan
bedah diputar, dan ketika papan dimiringkan maka langsung memberikan refleks berupa kaki
kiri meloncat terlebih dahulu kemudian diikuti badannya. Ketika pengamatan cara
berenangnyagerakan katak lincah selama didalam air, kaki belakang mendorong badannya
dan selaras dengan kaki depannya yaitu kaki depannya membantu menentukan arah
berenangnya, dan tidak ada gerakan kulit pada rahang ketika berenang. Ketika dilakukan
percobaan dengan mencubit jari kaki belakang kataak menggunakan pinset maka langsung
memberikan refleks berupa jari kaki langsung ditarik dan ditekuk kearah dalam dan ditutupi
oleh kakinya. Saat katak di celupkan pada suhu kamar kemudian di panaskan katak bereaksi
pada suhu 33°C yaitu berupa mulut terbuka dan menutup kemudian pada saat suhu air 44°C
bentuk refleksnya yaitu dengan mengangkat kakinya dari air. Jari kaki katak langsung
memberikan refleks berupa mengangkat kakinya dari air ketika suhu air kurang lebih
80°C.Dari beberapa perlakuan tersebut katak menanggapi beberapa gerak refleks yang
diberikan dengan cepat.

Suatu refleks adalah setiap respon yang terjadi secara otomatis tanpa disadari.
Terdapat dua macam refleks: (1) refleks sederhana atau refleks dasar, yang menyatu tanpa
dipelajari, misalnya refleks menutup mata bila ada benda yang menuju ke mata, (2) refleks
yang dipelajari, atau refleks yang dikondisikan (conditioned reflex), yang dihasilkan dari
belajar. (Soewolo, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa katak normal memiliki sistem saraf
(otak dan sum-sum tulang belakang) yang baik dimana saraf-saraf tersebut dapat
menghantarkan stimulus ke otak dan sum-sum tulang belakang dari resptor ke efektor secara
cepat.

Suatu refleks adalah setiap respon yang terjadi secara otomatis tanpa disadari.
Terdapat dua macam refleks: (1) refleks sederhana atau refleks dasar, yang menyatu tanpa
dipelajari, misalnya refleks menutup mata bila ada benda yang menuju ke mata, (2) refleks
yang dipelajari, atau refleks yang dikondisikan (conditioned reflex), yang dihasilkan dari
belajar. (Soewolo, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa katak normal memiliki sistem saraf
(otak dan sum-sum tulang belakang) yang baik dimana saraf-saraf tersebut dapat
menghantarkan stimulus ke otak dan sum-sum tulang belakang dari resptor ke efektor secara
cepat.

Pada percobaan kedua, beberapa rangsangan yang diberikan pada katak yang telah
dilakukan single pith, menghasilkan gerak refleks dengan tanggapan yang lambat oleh
efektornya. Dalam hal ini, data-data yang didapatkan setelah melakukan single-pithing adalah
mata kanan berkedip dan mata kiri tidak ada respon saat kornea mata disentuh. Frekuensi
pernapasannya lebih rendah daripada katak normal, yaitu 50 kali per menit. Saat katak
telentang dan papan bedah diputar, posisi kepala dan mata tetap diam. Kaki depan kanan
bergerak, katak membalikkan diri kearah kanan saat kepala diangkat. Saat dimasukkan di
akuarium, gerakan kaki semakin lambat dan hanya sedikit. Saat kaki dicubit, gerakan respon
kaki lebih lambat daripada katak normal. Adapun reaksi ketika kaki katak dipanaskan pada
suhu 44,5 derajat celcius yaitu kaki kanan katak terangkat dari air panas, mata kanan terbuka
lebar, mata kiri sedikit menutup. Saat kaki dimasukkan ke dalam air panas bersuhu 80 derajat
celcius, jari kaki kiri terangkat dari air.Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa dari beberapa
perlakuan tersebut katak menanggapi beberapa gerak refleks yang diberikan dengan lambat.
Kurangnya aksi refleks ini dikarenakan sistem saraf pusat yakni otak telah mengalami
kerusakan pada saat melakukan single pithing. Kerusakan sistem saraf pusat menyebabkan
reaksi efektor terhadap beberapa impuls rangsangan berjalan lambat (Aditia, 2014).

Menurut Frandson (1992) dalam Darmawati (2016), reflek merupakan suatu respon
organ efektor (otot ataupun kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu
stimulus tertentu. Refleks pada amphibian merupakan konsep dari suatu ritme yang melekat
dalam sistem saraf pusat yang telah ditentukan selama perkembangan katak. Katak yang telah
pulih dari shock spinal, akan menarik kakinya apabila diberi stimulasi. Apabila kaki katak
yang terstimulasi tersebut dicegah agar tidak melengkung, maka kaki yang satunya yang akan
melengkung.

Pada percobaan ketiga, beberapa rangsangan yang diberikan pada katak yang telah di
double pith menghasilkan gerak refleks dengan tanggapan yang sangat lambat dibandingkan
saat single-pithing oleh efektornya dan beberapa respon yang diberikan tidak ditanggapi.
Data-data yang didapatkan setelah melakukan double-pithing adalah mata kanan berkedip
dan mata kiri tidak ada respon saat kornea mata disentuh. Frekuensi pernapasannya lebih
tinggi daripada katak yang di single pith, yaitu 54 kali per menit. Hal ini tidak sesuai teori,
karena seharusnya frekuensi pernapasan katak lebih rendah. Ketidaknormalan data ini
disebabkan karena adanya human eror atau kesalahan pengamat saat menghitung frekuensi
nafas pada katak dan dimungkinkan pula setelah di double pith, katak kurang diistirahatkan.
Menurut petunjuk praktikum, katak diistirahatkan selama 5-6 menit, namun saat percobaan,
diistirahatkan kurang dari waktu yang ditentukan. Selain itu, adanya kondisi yang tidak stabil
pada tubuh katak menyebabkan frekuensi pernapasan katak terkadang cepat, terkadang
lambat. Saat katak telentang dan papan bedah diputar, posisi kepala dan mata tetap diam.
Kaki depan kanan diam, berbeda dengan saat di single pith. Katak membalikkan diri kearah
kanan saat kepala diangkat. Saat dimasukkan di akuarium, katak tidak berenang, tidak ada
gerakan sama sekali. Saat kaki dicubit, gerakan respon kaki lebih lambat daripada katak yang
di single pith. Adapun reaksi ketika kaki katak dipanaskan pada suhu 44 derajat celcius yaitu
kaki kanan katak terangkat dari air panas. Saat kaki kiri dimasukkan ke dalam air panas
bersuhu 80 derajat celcius, jari kaki terangkat dari air. Dalam hal ini, dapat disimpulkan
bahwa setelah melakukan double pithing pada katak, gerak refleks yang diberikan oleh katak
adalah lemah atau lambat. Lemahnya respon refeks ini dikarenakan sistem saraf pada otak
dan sumsum tulang belakangnya (medulla spinalis) tidak mampu merespon dan memberi
menghantarkan perintah terhadap impuls saraf ke efektor karena telah dirusak (Aditia, 2014).

Sumsum tulang belakang sebagai pusat dari sistem saraf perifer mengandung tali
spinal yang dibawa neuron yang selanjutnya menyebabkan gerak refleks. Menurut Pearce
(1989), hal yang menyebabkan katak tidak lagi memberikan respon positif dikarenakan saraf-
saraf yang berhubungan dengan saraf spinalis rusak semuanya. Perusakan pada sumsum
tulang belakang ternyata juga merusak tali-tali spinal sebagai jalur-jalur saraf. Tali-tali spinal
terdiri dari saraf sensori dan motori. Oleh karena itu, bila saraf tersebut rusak maka respon
terhadap stimulus tidak akan terjadi. Menurut Trueb & Duellman (1986), perusakan ¼ dari
sumsum tulang belakang tidak merusak semua sistem saraf yang menyebabkan refleks spinal,
sehingga masih memberikan respon positifnya. Hal ini juga berlaku untuk perusakan ½ dan ¾
sumsum tulang belakang, semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang, responnya akan
semakin melemah. Setelah stimulus diterima maka akan terjadi integrasi. Integrasi
merupakan suatu proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi reseptor sensoris
oleh lingkungan. Kemudian dihubungkan dengan respon tubuh yang sesuai.

Integrasi sangat diperlukan dalam proses mekanisme penyampaian stimulus. Misalnya


stimulus pada kaki, yaitu stimulus berjalan sepanjang serat dan melalui serabut ganglia
bagian dorsal, kemudian menyebar ke ujung-ujung sel di belakang yang menyebar sepanjang
akson motorik alfa menuju otot. Akan mudah mencapai otot soleus (dengan stimulasi dari
saraf tibia belakang di dekat lulut) (Khosrawi dkk., 2015). Gerak refleks yang dilakukan oleh
Katak juga mengalami integrasi. Menurut Walter dan Stayles (1990), untuk menimbulkan
respon positif maka terjadi reaksi-reaksi sebagai berikut, stimulus dideteksi oleh reseptor
kulit. hal ini akan mengawali impuls-impuls saraf pada neuron sensori yang berasal dari
reseptor kulit menuju ke tali spinal melalui afektor. Impuls ini memasuki tali spinal dan
mengawali impuls pada neuron motor yang sesuai dan bila impuls ini mencapai antara neuron
motor dan otot maka dirangsang untuk kontraksi. Sinyal-sinyal saraf dijalarkan dari satu
neuron ke neuron berikutnya melalui batas antar neuron (interneuronal junction) yang disebut
sinaps. Ada dua macam sinaps yaitu sinaps kimia dan sinaps listrik. Sinaps kimia berfungsi
menjalarkan sinyal dalam satu arah yaitu dari neuron yang menyekresi transmiter, yang
disebut neuron presinaps, ke neuron di mana bahan transmiter tadi bekerja, yang disebut
neuron postsinaps (Amy dkk., 2008).

Menurut Storer dkk. (1970), mekanisme dan faktor yang menyebabkan gerak refleks
pada Katak, yaitu:

1. Adanya reseptor rangsangan dari luar.

2. Induksi nervous impuls atau badan sel saraf ke tulang belakang.

3. Adanya sinapsis.

4. Terjadi penerimaan rangsangan oleh neuron motorik, terjadilah refleks oleh


efektor sebagai respon.

Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi refleks spinal antara lain :

1.Ada tidaknya rangsangan atau stimulus. Rangsangan yang berasal dari luar,
misalnya sinar, tekanan, zat-zat dan sebagainya. Rangsangan dari dalam yaitu dari makanan,
oksigen, air dan lainnya. Beberapa rangsangan dapat langsung bereaksi pada sel atau jaringan
hewan. Somato sensori pada refleks spinal dimasukkan dalam urat spinal sampai bagian
dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor yang berbeda memberikan pengaruh
hubungan pada urat spinal sehingga terjadi refleks spinal (Richard dan Gordan, 1989).

2.Berfungsinya sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang memiliki dua


fungsi penting yaitu untuk mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks,
dengan adanya sumsum tulang belakang pasangan saraf spinal dan kranial menghubungkan
tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respons. Apabila sumsum tulang
belakang telah rusak total maka tidak ada lagi efektor yang menunjukkan respon terhadap
stimulus atau rangsang (Ville dkk., 1988).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sistem saraf pusat yaitu otak
dan sum-sum tulang belakang merupakan pusat kordinasi dari beberapa gerak
tubuh termasuk gerak refleks. Gerak refleks sangat berpengaruh terhadap stimulus
yang disampaikan oleh sistem saraf pusat dari reseptor kepada efektor. Sebagai
contoh refleks yang dikontrol olehotak atau saraf kranial katak meliputi frekuensi
pernapasan, gerakan kepala, kekenyalan otot, cara berenang, dan gerak tungkai
depan dan belakang. sedangkan refleks yang dikendalikan oleh sumsum tulang
belakang atau saraf spinal pada katak meliputi reaksi ketika dicubit, perubahan
mata, reaksi ketika kaki dipanaskan.
B. Saran
Adapun saran untuk praktikum ini agar praktikan mengamati dengan baik
setiap perubahan refleks pada katak dengan beberapa perlakuan berbeda agar
praktikan dapat mengetahui peranan sistem saraf pusat dalam menanggapi impuls
saraf.
DAFTAR RUJUKAN

Aditia, L. 2014. Fisiologi Hewan : Sistem Saraf Pusat Sebagai Pengendali Gerak
Refleks.Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin

Amy, I.S., Hidayat, M., dan Suherman, J. 2008. Pengaruh Kenaikan Kadar Glukosa Darah
terhadap
Peningkatan Daya Ingat Jangka Pendek pada Wanita Dewasa. JKM . Vol. 8(1):15-
19.

Campbell, Neil A, dkk. 2004. Biologi, (Terj.): Manalu, W. Biologi. Edisi ke lima jilid III.
Jakarta: Erlangga

Darmawati, D. 2016. Refleks Spinal pada Katak. Purwokerto : Universitas Jenderal


Soedirman

Halwatiah. 2009. Fisiologi. Makassar: Alauddin press.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Khosrawi, S., Taheri, P., dan Hashemi, S.H. 2015. Proposed Equation Between Flexor Carpi
Radialis H- Reflex Latency and Upper Limb Length. Iranian Journal of Neurology.
Vol. 14(1): 41-46.

Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.

Walter dan Stayles. 1990. Biology of the Vertebrates. New York: The McMillan Publishing
Company.

Richard, W.H dan Gordan. 1989. Animal Physiology. New York: Harper-Collins Publisher.

Villee, C.A, Walker, W.F. dan Barnes, R.D.. 1988. General Zoology. Philadelphia: W.B.
Saunders Company

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Storer, T. I, Walker, W.F. dan Barnes, R.D. 1970. Zoologi Umum. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai