Anda di halaman 1dari 10

ANTAGONISME ANTAR MIKROBA

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi


Yang dibina oleh Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si dan Fauzi Akhbar Anugrah,
S.Si., M.Si.

Oleh:
Kelompok 3/ Off G/ 2017
1. Ayu Maulidyah (150342600319)
2. M. Aldean Yusuf K. (170342615557)
3. Mika Talita G. W. (1703426155602)
4. Mita Berliana (170342615544)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2019
Antagonisme Antar Mikroba

A. TOPIK
Antagonisme Antar Mikroba

B. TUJUAN

1. Untuk mempelajari sifat antagonisme antara kapang dengan bakteri

C. Dasar Teori
Interaksi antar mikroorganisme yang menempati suatu habitat yang sama
akan memberikan pengaruh positif, saling menguntungkan dan pengaruh
negatif, saling merugikan dan netral, tidak ada pengaruh yang berarti
(Kusnadi, 2003). Beberapa macam hubungan antar spesies bakteri di alam
antara lain komensalisme, mutualisme serta antagonisme atau amensalisme.
Komensalisme merupakan suatu interaksi antara mikroorganisme dengan
organisme lain dimana satu jenis dapat diuntungkan namun jenis lain tidak
dirugikan. Sedangkan interaksi antar mikroorganisme yang dapat saling
menguntungkan disebut dengan simbiosis mutualisme dan hubungan
mikroorganisme yang dengan organisme lain yang saling menekan
pertumbuhannya disebut dengan antagonisme (Kusnadi, 2003). Mikroba
antagonis yang memiliki kemampuan antimikroba tersebut dapat
menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yang dihasilkan
oleh mikroba pada umumnya merupakan metabolit sekunder yang tidak
digunakan untuk proses pertumbuhan (Schlegel, 1993), tetapi untuk
pertahanan diri dan kompetisi dengan mikroba lain dalam mendap atkan
nutrisi, habitat, oksigen, cahaya dan lain-lain (Baker dan Cook, 1974).
Antagonis adalah peristiwa yang menyebabkan tertekannya aktivitas suat
mikroorganisme jika dua mikroorganisme atau lebih berada pada tempat yang
berdekatan jadi Uji antagonis merupakan uji yang digunakan membuktikan
bahwa aktivitas mikroorganisme mikrooganisme yang lain bersifat yang
antagonis berada dapat ditempat menghambat yang berdekatan.
Mikroorganisme yang bersifat antagonis ini memiliki pertumbuhan yang cepat
sehingga dapat menutupi mikroorganisme yang berdekatan dengannya (Tuju,
2004). Selain itu, secara garis besar interaksi microbial (interaksi antar
mikroba) terbagi menjadi interaksi simbiotik dan non-simbiotik. Dikatakan
simbiotik apabila spesies yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan
membutuhkan.biasanya, interaksi ini terjadi di lingkungan tanah, dimana pada
lingkungan tersebut banyak terdapat nutrisi dan koloni-koloni microbial.
Namun begitu, interaksi antagonisme juga terdapat di dalam tubuh manusia,
semisal pada sistem respiratori, di usus besar, maupun di sistem reproduksi
(Cowan, 2012).

D. Alat dan Bahan


Alat Bahan
 Jarum Inokulasi berkolong  Medium lempeng Skim Milk
 Kompor gas Agar steril
 Inkubator  Medium tegak Nutrien Agar
 LAF (Laminar Air Flow) Steril
 Cawan petri steril
 Biakan murni Penicillium
chrysogenum dan Staphylococcus
aureus
E. Langkah Kerja
Diinokulasikan satu ose penuh spora biakan murni Penicillium chrysogenum
ke medium Skim Milk Agar.

Diinkubasikan pada suhu kamar dengan cawan dalam keadaan terbalik selama
6-7 x 24 jam pada suhu 25C sampai terdapat bintik-bintik cairan kekuning-
kuningan di sekitar koloni kapang.

Pada saat praktikum berikutnya, dicairkan medium nutrien agar, lalu
didinginkan sampai suhu kira-kira 50C.

Diinokulasikan segera 2 ose biakan murni Staphylococcus aureus,
digoyangkan di antara kedua telapak tangan supaya bakteri tersebar merata,
lalu dituangkan secara aseptis ke dalam cawan petri steril.

Setelah agar menjadi padat, diletakkan pada permukaan nutrien agar potongan
koloni Penicillium chrysogenum berbentuk lingkara dengan diameter kurang
lebih 5 mm dan disertakan cairan yang berwarna kekuning-kuningan yang
terdapat pada medium. Dibuat 2 atau 3 kali perlakuan yang sama dalam satu
cawan petri tersebut.

Diinkubasikan pada suhu 37C (jangan dibalik) selama 1 X 24 jam.

Diamati dan digambar adanya zona-zona penghambar pertumbuhan bakteri
pada medium tersebut.

F. Hasil Pengamatan
Ulangan Diameter Zona Diameter Koloni Diameter Zona
Jernih (mm) P. Chrysogenum Koloni (mm)
(mm)
1 2,75 2,75 0
2 2,85 2,85 0

G. Analisis Data
Analisa Data Praktikum ini yaitu tentang antagonisme atau amensalisme
antar kapang dengan bakteri, langkah pertama yang dilakukan adalah
menginokulasikan satu ose penuh spora biakan murni Penicillium
chrysogenum ke medium Skim Milk Agar steril, kemudian menginkubasikan
pada suhu kamar dengan cawan dalam keadaan terbalik selama 6-7 x 24 jam
pada suhu 250C sampai terdapat bintik cairan kekuningan di sekitar koloni
kapang, setelah itu langkah selanjutnya adalah mencairkan medium nutrien
agar lalu didinginkan sampai suhu kira-kira 500C, kemudian
menginokulasikan segera 2 ose biakan murni Staphylococcus aureus,
goyangkan diantara kedua tangan lalu dituangkan secara aseptis ke dalam
cawan petri steril, setelah agar menjadi padat pada permukaan nutrien agar
diletakkan potongan koloni Penicillium chrysogenum berbentuk lingkran
dengan diameter 2,75 mm, langkah terakhir adalah menginkubasikan pada
suhu 370C selama 1 x 24 jam dengan peletakan tidak terbalik, kemudian
diamati adanya zone-zone penghambat pertumhuhan bakeri pada medium
tersebut. Dari hasil data pengamatan diatas dapat diketahui perhitungan
diameter zona hambat bakteri S. aureus yang diperoleh dari diameter zona
jernih dikurangi diameter koloni P. Chrysogenum yang dilakukan sebanyak 2
kali ulangan. Pada dua ulangan tersebut diameter zona hambat yang
didapatkan berbeda hal tersebut dikarenakan ukuran dan bentuk zona hambat
berbeda. Oleh karenanya perlu diukur jarak antara sisi terluar dari zona jernih
terhadap pusat koloni P. Chrysogenum pada dua tempat yang berbeda.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan antara ulangan 1 dan ulangan 2. Diameter zona jernih pada ulangan
1 adalah 2,75 mm, sedangkan pada ulangan 2 adalah 2,85 mm. Kemudian
Diameter koloni P. Chrysogenum pada ulangan 1 dan 2. Selanjutnya Diameter
zona hambat P. Chrysogenum terhadap bakteri S. aureus yang ditunjukkan
pada ulangan 1 yaitu 2,75 mm dan ulangan 2 yaitu 2,85 mm.

H. Pembahasan

Mikroorganisme, seperti fungi (kapang dan khamir) dan bakteri yang


menempati habitat sama dapat saling berinteraksi satu sama lain. Menurut
Batzing (2002) salah satu bentuk interaksi antar mikroorganisme adalah
antagonisme yaitu, interaksi yang menimbulkan efek merugikan pada
pertumbuhan salah satu mikroorganisme, sedangkan mikroorganisme lain
diuntungkan. Menurut Lima dkk. (1999) kemampuan mikroorganisme dalam
menghambat atau membunuh mikroorganisme lain disebut sebagai
kemampuan antagonistik. Mikroorganisme yang memiliki kemampuan
antagonistik disebut sebagai mikroorganisme antagonis. Praktikum kali ini
mempelajari sifat antagonisme antara kapang dengan bakteri. Pada praktikum
ini digunakan koloni Penicillium chrysogenum yang sebelumnya
dikembangbiakan di dalam medium SMA (Skim Milk Agar), koloni ini
menghasilkan cairan berwarna kekuning-kuningan. Digunakan medium Skim
Milk Agar karena medium ini kaya akan nutrisi sehingga pertumbuhan
Penicillium chrysogenum akan optimal. Menurut Rathnayaka (2013) skim
milk merupakan agensia cryprotenctant paling baik. Skim milk 10% sebagai
cryprotectant sel mikroba dikatakan lebih unggul dalam mempertahankan
daya hidup sel dibandingkan gliserol 15%, hal ini di dimungkinkan karena
adanya efek dari skim milk terhadap kandungan asam lemak yang terdapat
pada membran sel sehingga mengubah fluiditas membran mungkin juga di
sebabkan adanya kalsium (Ca) pada skim milk yang berkontribusi terhadap
enzim selular (Cody et al., 2008). Langkah kedua yaitu menginkubasikan pada
suhu kamar dengan cawan dalam keadaan terbalik selama 6-7 x 24 jam pada
suhu 25 C sampai terdapat bintik cairan kekuningan di sekitar koloni kapang,
penerapan rentang waktu tersebut dikarenakan dalam kisaran waktu 6-7 x 24
jam Penicillium chrysogenum telah menghasilkan penisillin. Menurut Volk
dan Wheeler, (1993) menyatakan bahwa penisilin merupakan senyawa
metabolit sekunder yang disintesis oleh mikrobia pada fase stasioner.
Selanjutnya ditambahkan oleh Crueger dan Crueger (1990), fase pertumbuhan
stasioner Penicillium terjadi pada inkubasi jam ke-140. Walau demikian waktu
terjadinya fase stasioner dipengaruhi oleh komposisi medium dan faktor
lingkungan. Sedangkan digunakan suhu 25 C pada inkubasi Penicillium
chrysogenum dikarenakan suhu tersebut merupakan suhu optimun kapang
jenis ini tumbuh. Menurut Pitt dan Hocking (1979), koloni Penicillium
chrysogenum tumbuh secara cepat di atas medium standar pada suhu 25 C.
Kemudian digunakan bakteri Staphyllococcus aureus yang sudah
diinokulasikan kedalam cawan steril dari medium NA. Menurut Baird-Parker,
(2000) menyatakan bahwa Staphyllococcus aureus merupakan suatu bakteri
yang dapat memproduksi toksin, Gram positif, dan termasuk bakteri aerob.

Langkah selanjutnya adalah memotong Penicillium chrysogenum


berbentuk lingkaran. Pada potongan tersebut disertakan juga cairan kekuning-
kuningan yang merupakan senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh kapang
Penicillium chrysogenum. Setelah itu meletakkan potongan kapang diatas
medium NA yang telah diinokulasikan bakteri Staphyllococcus aureus.
Langkah selanjutnya yaitu menginkubasikan pada suhu 370C selama 1 x 24
jam dengan posisi tidak terbalik, suhu tersebut merupakan suhu pertumbuhan
maksimal dari Staphyllococcus aureus, menurut BairdParker (2000)
menyatakan bahwa suhu pertumbuhan paling baik bakteri Staphyllococcus
aureus yaitu 37 C, faktor-faktor pemicu pertumbuhan Staphyllococcus aureus
dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Selanjutnya setelah menunggu 1 x 24 jam
diamati pertumbuhannya, ternyata terbentuk zona penghambat berada
disekitar kapang Penicillium chrysogenum. Zona penghambat ini berwarna
lebih jernih (putih) daripada daerah disekitarnya.

Berdasarkan praktikum zona penghambat ulangan 1 dan 2 adalah 0 mm.


Hal ini menunjukkan bahwa Penicillium chrysogenum tidak menghambat
pertumbuhan dari bakteri Staphyllococcus aureus sehingga tidak dapat
diketahui apakah hubungan di antara kedua mikroorganisme tersebut bersifat
antagonis. Menurut Semangun (2006) mengemukakan bahwa mekanisme
antagonis pada mikroba dapat terjadi melalui 3 cara yaitu parasitasi secara
langsung, karena adanya metabolik sekunder yang bersifat toksin dan adanya
kompetisi dalam hal ruang dan kebutuhan nutrisi. Berdasarkan pernyataan
tersebut dapat diketahui bahwa interaksi antara kapang Penicillium
chrysogenum dan bakteri Staphyllococcus aureus merupakan mekanisme
antagonis pada mikroba karena adanya metabolik sekunder yang bersifat
toksin, yang mana daerah bening sekitar koloni jamur menunjukkan bahwa
jamur memproduksi suatu senyawa yang mematikan bakteri atau tidak
mengijinkannya tumbuh. Menurut teori menyatakan Penisilin merupakan
antibiotik yang memiliki daya antimikrobia yang berspektrum luas. Penisilin
mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif seperti
Staphylococcuc, Bacillus, dan Clostridium, serta beberapa jenis penisilin
mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif seperti Escherichia
coli, Haemophilus influenzae, Shigella sp., dan Proteus sp (Suharni et al.,
2001). Pernyataan tersebut diperkuat Pelczar dan Chan (1988), yang
menyatakan bahwa beberapa contoh jamur yang berguna sebagai penghasil
penisilin adalah jenis Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum.
Kelebihan Penicillium chrysogenum mampu menghasilkan antibiotik terbaik
dibandingkan spesies Penicillium lainnya. Hasil akhir dalam praktikum ini
dapat diketahui mikroba antagonis adalah dari jamur yaitu Penicillium
chrysogenum. Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang terhambat terbatas
pada daerah tertentu saja yaitu pada daerah yang terjangkau oleh sekret yang
terbatas pada daerah di sekitar cetakan P. chrysogenum saja. Dwidjoseputro
(2010) menggunakan istilah amensalisme untuk hubungan antagonisme
tersebut. Spesies yang terhambat pertumbuhannya disebut amensal, sedang
spesies yang menghambat pertumbuhan disebut antagonis. Pada praktikum ini,
Staphylococcus aureus berperan sebagai amensal dan kapang Penicillium
chrysogenum berperan sebagai antagonis.

Menurut Volk dan Wheeler (1993), efek bakteriosida dari penisilin yaitu
mengganggu sintesis peptidoglikan dinding sel sehingga membran sel
merekah dan menghamburkan isi sel. Menurut teori lain menguatkan bahwa
penisilin menghambat pembentukkan dinding sel dengan cara mencegah
digabungkannya asam N-asetilmuramat, yang dibentuk di dalam sel, yang
biasanya memberi bentuk kaku pada dinding sel bakteri. Mekanisme kerja ini
konsisten dengan kenyataan bahwa penisilin hanya bekerja pada bakteri yang
sedang tumbuh aktif (Pelczar dan Chan, 1988). Penisilin merupakan kelompok
antibiotik yang ditandai oleh adanya cicin β-laktam dan diproduksi oleh
berbagai jenis jamur (eukariot) yaitu dari jenis Penicillium, Aspergillus, serta
oleh beberapa prokariot tertentu (Madigan el al., 2000). Sifat unik pada
masing-masing penisilin ditentukan oleh adanya rantai samping yang berbeda-
beda. Secara kimia penisilin digolongkan ke dalam antibiotik β-laktam
(Pelczar dan Chan, 1988). Menurut Demain (1996) menyatakan bahwa kira-
kira metabolit sekunder telah ditemukan struktur kimianya yang tersusun oleh
cincin β-laktam, peptida siklik yang terdiri dari asam amino dan senyawa
nonprotein, gula dan nukleosida, ikatan tidak jenuh dari poliasetilen dan
polien, serta cincin makrolida besar.

I. Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan
antagonisme antara koloni kapang Penicillium chrysogenum dan bakteri
Staphylococcus aureus yang ditunjukkan tidak adanya zona hambat bakteri.
Daftar Rujukan
Baird-Parker, T.C and Cook. 1974. Staphylococcus aureus. p In The
Microbiological Safety and Quality of Food. Volume II. Lund, Cowan,
Marjerie Kelly. Microbiology, a system approach 3rd edition. USA: McGraw-
Hill companies.
Dwidjoseputro, 2010.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djembatan.
Kusnadi et al. Mikrobiologi. Bandung: JICA-IMSTEP.
Schegel, G.H. General Microbiologi seventh edition. USA: Cambrige University
Press.
Semangun, H. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Tuju MJ. Antagonisme Trichoderma spp, to Raistonia solanacearum Cause of
Wilt Bacteria ini Potato Plant. Eugenia. Vol 10, no 2, pp Volk, A.W.
Volk, A.W., dan Wheeler, M.F., 1993. Mikrobiologi Dasar, Jilid 1, Jakarta:
Penerbit Erlangga.

J. Lampiran
Diskusi

1. Adakah daerah jernih pada medium yang tidak dapat ditumbuhi oleh
bakteri? bila ada, mengapa hal ini dapat terjadi?

Jawab: Ada, terjadi karena P. chrysogenum menghasilkan zat kimia


berupa penicillium sehingga hal tersebut menyebabkan Staphilococcus
aureus tidak bisa tumbuh di daerah pada medium tersebut (sehingga
nampak 2 daerah bening)

2. Mengapa digunakan medium Skim Milk Agar untuk membiakkan P.


chrysogenum?

Jawab: Digunakan medium Skim Milk Agar karena medium ini kaya
akan nutrisi terutama protein sehingga pertumbuhan Penicillium
chrysogenum akan optimal sehingga dapat membentuk Penicilin.

Anda mungkin juga menyukai