Anda di halaman 1dari 11

BEBAN GANDA PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA &

PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA PANGAN LOKAL


UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN

Analisis Artikel Jurnal

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Keamanan Pangan


Yang dibina oleh Ibu Dra. Hj. Nursasi Handayani, M.Si

Disusun oleh

1. Fransisca (170342615530)
2. Mita Berliana (170342615544)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

PRODI S1 BIOLOGI

November 2019
Analisis Artikel Jurnal I

A. Judul
Beban Ganda: Permasalahan Keamanan Pangan di Indonesia
B. Pengarang
Purwiyatno Hariyadi
C. Tahun terbit, nomor, dan volume
Juli-September 2008/ Edisi No.51/ XVII
D. Alamat jurnal dan waktu mengunduh
https://jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/view/249 diunduh secara online pada 6
November 2019
E. Sistematika jurnal
1. Ringkasan
2. Pendahuluan
3. Kondisi Keamanan Pangan Produk Indonesia
4. Isu-isu yang Bermunculan
5. Beban Ganda Keamanan Pangan di Indonesia
6. Penutup
7. Daftar Pustaka
F. Intisari
Keamanan pangan merupakan prasyarat bagi suatu produk pangan yang harus
ditangani sevcara terpadu, melibatkan berbagai stakeholders; baik dari pemerintah, industri,
dan konsumen. Pada kenyataannya; Indonesia harus menanggung beban ganda keamanan
pangan. Beban pertama berkaitan dengan masalah-masalah mendasar keamanan pangan;
terutama masih belum diaplikasikannya prinsip GMP dengan baik. Beban kedua, secara
khusus berkaitan dengan industripangan Indonesia yang berorientasi ekspor; yang harus
menghadapi berbagai isu keamanan pangan baru yang selalu bermunculan dari waktu ke
waktu, berubah-ubah dan berbeda dari satu negara ke negara lainnya.
Penyebab permasalahan beban ganda keamanan pangan di Indonesia ini adalah
belum dipahami dan disadarinya arti strategis keamanan pangan. Oleh karena itu,
pemerintah perlu memberikan perhatian yang layak pada (i) pembenahan infrastruktur
keamanan pangan, (ii) program pendidikan pada produsen dan konsumen, (iii) prioritas
alokasi dana untuk pembengunan keamanan pangan dan (iv) pembinaan dan fasilitasi
prasarana untuk industri kecil dan menengah. Secara khusus, pemerintah Indonesia perlu
memberikan prioritas yang cukup pada pembinaan dan fasilitasi prasarana keamanan
pangan untuk industri kecil dan menengah. Peningkatan kondisi keamanan pangan industri
kecil menengah ini akan memberikan dampak pada peningkatan status kesehatan
masyarakat, peningkatan daya saing produk, dan pada gilirannya akan meningkatkan
produktivitas dan akan berkontribusi pada peningkatan daya saing bangsa.
G. Tujuan penelitian
Untuk memahami peran keamanan pangan
H. Latar belakang
Semakin meningkatnya status sosail dan pendidikan masyarakat, maka negara mempunyai
tanggung jawab yang tidak hanya untuk menjamin pasokan pangan dalam jumlah dan gizi
yang cukup (nutrionally adequate), tetapi juga produk pangan tersebuy harus aman (safe).
Dalam hal ini, keamanan pangan merupakan prasyarat bagi pangan bermutu dan bergizi
baik. Tidak ada artunya berbicara citarasa dan nilai gizi, atau pun mutu dan sifat fungsional
yang bagus, tetapi produk tersebut tidak aman dikonsumsi.
Untuk memahami pernana keamanan pangan, maka pada akan didiskusikan konsep nilai
pangan (value food). Nilai pangan adalah suatu apresiasi yang diberikan oleh konsumen
terhadap produk pangan ketika konsumen tersebut akan memutuskan untuk membeli
produk pangan (willingness to buy).
Mengingat peranan pangan sedemikian penting dalam kehidupan manusia yang sehat dan
produktif, maka semakin penting pula peranan keamana dan mutu pangan. Da;am konteks
nilai pangan secara keseluruhan, maka keamana pangan merupakan prasyat bagi pangan
yang bermutu. Dengan demikian, sangat penting untuk mengembangkan sistem pangan
nasional Indonesia yang bisa menjamin tersedianya pangan dengan tingkat keamanan yang
baik, yatitu produk pangan yang bebas dari (i) faktor yang tidak halal dan (ii) faktor yang
tidak sehat, seperti cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
I. Metodelogi
Kajian analisis
J. Hasil
Kemanan dan mutu pangan telah mendapat perhatian pemerintah dengan diberlakukannya
UU No. 7 tahun 1996 yang banyak menyinggung mengenai keamanan, mutu, dan gizi
pangan. Namun, kenyataannya berbeda dengan kondisi nyata di lapangan.
 Kondisi keamanan pangan domestik
Terjadi banyak pelaporan keracunan. Rendahnya data tentang kasus keracunan
pangan tersebut juga tidak sesuai dengan kenyataan tentang rendahnya tingkat
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang produksti,
distribusi, dan peredaran produk pangan. Secara kualitatif, data yang ada
menunjukkan rendahnya kondisi sanitasi dan higienitas sarana produksi pangan di
Indonesia. Diketahui bahwa penyebab keracunan utama adalah karena mikroba dan
umumnya terjadi pada produk pangan yang dihasilkan oleh IRT (Industri Rumah
Tangga) dan Jasa Boga.
Diduga jenis mikroba penyebab keracunan yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Salmonella, Vibrio chloreae. Hal ini sesuai dengan hasil
inspeksi BPOMyang mengatakan bahwa dari 4.007 sarana produksi yang diperiksa
pada 2007, sebanyak 2.271 (57 %) sarana yang tidak memenuhi ketentuan; sehingga
tidak mampu menerapkan GMP (good manufacturing practices) secara konsisten.
Bahkan, industri rumah tangga pangan (IRTP), sebesar 76 % dari total sarana tidak
memenuhi ketentuan. Masalah utama yang perlu segera dipecahkan pemerintah
adalah memfasilitasi IRTP mampu melengkapfdirinya dengan sarana dan prasarana
sanitasi dan higienitas sehingga melaksanakan proses produksi pangan sesuai
dengan kaidah GMP.
 Kondisi keamanan pangan produk eskpor
Dalam kondisi perdagangan pangan internasional, keamanan pangan telah menjadi
prasyarat yang tidak bisa dibendung. Persyaratan keamanan pangan yang baik dan
sesuai dengan standar internasional yang ketat sering menjadi hambatan bagi produk
pangan Indonesia dalam menembus pasar internasional. Tidak jarang Indonesia
harus mengalami kerugian ekonomi sebagai akibat hambatan dan penolakan produk
pangan dalam perdagangan internasional. Jadi, kinerja produk Indonesia untuk
menembus pasar AS, dilihat dari aspek keamanan pangan masih sangat
memprihatinkan.
 Beban ganda keamanan pangan di Indonesia
Bahwa Indonesia menghadapi permasaiahan pangan pada dua tingkat yang berbeda;
yaitu (i) tingkat mendasar, karena buruknya praktek-praktek pengolahan pangan;
dan (ii) tingkat "emerging" yang selalu berubah; yang terutama karena permasaiahan
yang terkait dengan perdagangan internasional. Karena alasan ini, Indonesia
menanggung beban ganda (double burden) keamanan pangan. Kedua beban
keamanan pangan ini mempunyai kondisi, tantangan dan implikasi; serta
pemecahannya yang berbeda.
K. Kesimpulan
Keamanan pangan harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai stakeholders, baik
dari pemerintah, industri, dan konsumen. Karena itu, pada dasarnya upaya penjaminan
keamanan pangan di suatu negara merupakan tanggung jawab bersama oleh berbagai
stakeholder (WHO, 1996). Tanggung jawab pemerintah dalam kebijakan mutu dan
keamanan pangan adalah (i) menyusun legislasi dan peraturan hukum di bidang pangan, (ii)
memberikan masukan dan bimbingan pada industri pangan, (iii) memberikan pendidikan
bagi masyarakat konsumen tentang pentingnya keamanan pangan, (iv) melakukan
pengumpulan informasi dan penelitian di bidang keamanan pangan, dan (v) menyediakan
sarana dan prasarana pelayanan yang terkait dengan bidang kesehatan.

Sedangkan pihak industri pangan berperan untuk mengembangkan dan melakukan


penjaminan (i) terlaksananya cara-cara yang baik dalam pengolahan, penyimpanan dan
distribusi pangan, (ii) pengendalian dan jaminan mutu pangan olahan, (iii) teknologi dan
pengolahan pangan, (iv)tersedianya manager dan tenaga pengolah pangan yang terlatih, dan
(v) pelabelan yang informatif dan pendidikan konsumen.

Konsumen juga bertanggung jawab dalam hal (i) memperoleh pengetahuan umum yang
berhubungan dengan keamanan pangan, (ii) berperilaku selektif dalam menentukan pilihan
produk, (iii) melaksanakan praktek penanganan pangan di rumah secara baik dan aman, (iv)
membangun partisipasi masyarakat, dan (v) membangun kelompok-kelompok konsumen
yang aktif.

Namun demikian, pemerintah tetap merupakan penggerak utama dan pihak yang paling
bertanggungjawab atas keamanan pangan ini. Penyebab permasaiahan beban ganda
keamanan pangan di Indonesia ini umumnya karena (i) infrastruktur yang belum mantap,
(ii) tingkat pendidikan produsen dan konsumen yang masih rendah, (iii) sumber dana yang
terbatas dan (iv) produksi makanan masih didominasi oleh industri kecil dan menengah
dengan sarana/prasarana yang kurang memadai. Namun akar masalah utama keamanan
pangan di Indonesia adalah belum dipahami dan disadarinya arti strategis keamanan pangan
dalam pembangunan nasional. Karena itulah maka pemerintah tidak memberikan perhatian
yang layak pada (i) pembenahan infrastruktur keamanan pangan, (ii) program pendidikan
pada produsen dan konsumen, (iii) priorita alokasi dana untuk pembengunan keamanan
pangan dan (iv) pembinaan dan fasilitasi prasarana untuk industri kecil dan menengah.
Dalam kaitannya dengan beban ganda keamanan pangan, maka pemerintah Indonesia perlu
memprioritaskan pada pembinaan dan fasilitasi prasarana keamanan pangan untuk industri
kecil dan menengah, yang permasaiahan keamanan pangan lemah dan kurangnya prasarana,
serta jumlah industri kecil dan menengah ini sangat banyak.
Analisis Artikel Jurnal II

A. Judul Jurnal

PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA PANGAN LOKAL


UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN

B. Pengarang

Adnan, Martina Sri Lestari, dan Muhammad Thamrin , Fakultas Pertanian, UNMUS

C. Tahun Terbit, Nomor dan Volume Tahun terbit : November 2018

Nomor : ISBN 978-602-51761-1-1

D. Alamat Jurnal, Hari, Jam, dan Tanggal Mengunduh Alamat :

https://www.researchgate.net/publication/331529610_Pembangunan_Sektor_Perta
nian_Berbasis_Sumberdaya_Pangan_Lokal_Untuk_Meningkatkan_Ketahanan_Dan_K
eamanan_Pangan

Hari,jam, dan tanggal mengunduh : Rabu, 08.00 WIB, 6 November 2019

E. Format atau Sistematika Keseluruhan Jurnal

 Judul Jurnal

 Abstrak

 Pendahuluan

 Metodologi

 Hasil dan Pembahasan

 Kesimpulan

 Daftar Pustaka

F. Intisari

Kebijakan pembangunan sektor pertanian berbasis sumberdaya pangan lokal perlu dibuat dan
diimplementasikan untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan pangan. Makalah ini bertujuan
untuk mengkaji kebijakan pembangunan sektor pertanian berbasis pangan lokal dan memaparkan
implementasi penelitian dan pengkajian pengembangan pangan lokal yang dilakukan oleh Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua. Hasil kajian menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat
sudah membuat kebijakan khusus mengenai pangan lokal dan dijalankan melalui program kerja
Kementerian Pertanian. Sedangkan Pemerintah Daerah Papua sudah membuat kebijakan umum
mengenai pemanfaatan lahan untuk produksi pangan lokal. Peraturan tambahan masih diperlukan
untuk mendukung pengembangan tanaman lokal yang tingkat konsumsi perkapitanya cenderung
menurun. Selanjutnya, BPTP Papua mengkaji inovasi teknologi spesifik lokasi untuk
mengembangkan tanaman lokal sagu, ubi jalar dan gembili untuk mendukung program ketahanan
pangan lokal.

G. TUJUAN PENELITIAN Makalah ini bertujuan untuk :

1. mengkaji kebijakan pembangunan sektor pertanian berbasis pangan lokal,

2. Memaparkan implementasi penelitian dan pengkajian pengembangan pangan lokal yang


dilakukan oleh BPTP Papua.

H. LATAR BELAKANG

Kontribusi sektor pertanian terhadap rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB mencapai
10.26% dengan pertumbuhan sekitar 3.90% pada periode 2010- 2014. Sektor pertanian menyerap
sekitar 35.76 juta atau sekitar 30.2% dari total tenaga kerja, terbesar dibandingkan sektor lain
walaupun ada kecenderungan menurun. Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat dari sebesar 101.78
pada tahun 2010 menjadi 106.52 pada tahun 2014, walau sempat menurun pada tahun 2013.
Jumlah penduduk miskin di perdesaan menurun 3.69%/tahun atau menurun dari sekitar 19,93 juta
pada tahun 2010 menjadi 17,14 juta pada tahun 2014. Penduduk desa tersebut sebagian besar
berada di sektor pertanian (Kementan, 2015).

Untuk mengatasi permasalahan sektor pertanian tersebut, Kementerian Pertanian menyusun sasaran
strategis tahun 2015-2019. Sasaran strategis tersebut adalah: 1. pencapaian swasembada padi,
jagung dan kedelai serta peningkatan produksi gula dan daging; 2. peningkatan diversifkasi
pangan; 3. peningkatan komoditas bernilai tambah dan berdaya saing dalam memenuhi pasar
ekspor dan substitusi impor;

4. penyediaan bahan baku bioindustri dan bioenergi; 5. peningkatan pendapatan keluarga petani; 6.
akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik. Sasaran strategis tersebut diwujudkan dalam
program kerja yang terperinci (Kementan, 2015).

Program diversifikasi pangan harus terus dikembangkan menggunakan bahan pangan lokal seperti
sagu, ubi jalar, singkong dan gembili untuk mengurangi tingkat
konsumsi beras (Hanafie, 2010; Pawiroharsono, 2013).

I. METODOLOGI

Kajian menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif dengan pendekatan analisis data
sekunder. Sumber data berasal dari peraturan pemerintah, peraturan daerah, laporan akhir tahun
instansi dan jurnal ilmiah. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.

J. HASIL

1. Kebijakan Pembangunan Pertanian Berbasis Sumberdaya Pangan Lokal

 Kebijakan Pemerintah Pusat

Produksi sumberdaya pangan lokal seperti singkong dan ubi jalar pada umumnya meningkat tetapi
tingkat konsumsi terus menurun. Dalam rangka mengembangkan pangan lokal sebagai salah satu
pilar ketahanan pangan nasional, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) Nomor 68
tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Melalui PP tersebut, pemerintah mendorong
penganekaragaman pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan sumber
daya, kelembagaan dan budaya lokal. Penganekaragaman pangan tersebut dilakukan dengan cara:
1. meningkatkan keanekaragaman pangan; 2. mengembangkan teknologi pengolahan dan produk
pangan; 3. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan
prinsip gizi seimbang (PP, 2002).

 Kebijakan Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah Papua melalui Perda No 23 tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pokok Berkelanjutan mengatur kebijakan secara umum mengenai pemanfaatan lahan untuk
produksi pangan dalam rangka ketahanan pangan lokal dan nasional. Kebijakan perlindungan lahan
pertanian pangan pokok bertujuan untuk menunjang tercapainya sasaran program ketahanan
pangan berbasis sumberdaya lokal. Program budi daya dan peningkatan produksi padi, umbi-
umbian dan sagu sebagai tanaman pertanian pangan pokok dilaksanakan untuk menjaga
ketersediaan pangan yang cukup, dan aman di setiap daerah kabupaten/kota di Papua. Program
pangan lokal juga dilaksanakan
untuk melakukan antisipasi dan mengatasi daerah yang memiliki potensi terjadinya rawan pangan
(Perda, 2013a).

2. Penelitian dan Pengkajian Pangan Lokal di Papua

Pengembangan pangan lokal oleh BPTP Papua untuk mendukung program Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi spesifik lokasi tersebut.
Kegiatan pengembangan lokal meliputi pengelolaan sumber daya genetik (SDG), komoditi sagu,
ubi jalar dan gembili.

 Pengelolaan sumber daya genetic

Pada tahun 2018, 6 aksesi tanaman sedang didaftarkan ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman
dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Kementerian Pertanian oleh BPTP Papua atas nama Kepala
Daerah (Tabel 1). Dua aksesi yang didaftarkan merupakan jenis umbi. Aksesi gembili (Dioscorea
esculenta) disebut Maninggombu dan aksesi ubi kelapa/ uwi (Dioscorea alata) lokal disebut gula yu
merupakan umbi-umbian lokal yang berpotensi dikembangkan sebagai pangan lokal. Umbi tersebut
biasanya digunakan sebagai makanan pendamping untuk acara adat seperti pembayaran mahar,
kematian dan upeti kepala suku (Ondikeleuw, 2018).

 Ubijalar

BPTP Papua mengembangkan bioindustri ubi jalar di Kampung Erom, Kabupaten Merauke pada
tahun 2016. Tujuan kegiatan adalah mendapatkan paket teknologi peningkatan produksi ubijalar
sehingga mendorong munculnya industri pengolahan ubijalar di pedesaan dan diperolehnya paket
teknologi pemanfaatan limbah ubijalar.

 Gembili

BPTP Papua melakukan kajian perbaikan teknik budidaya gembili untuk meningkatkan populasi
tanaman dan optimalisasi lahan pada tahun 2018. Teknologi yang diintroduksi adalah jarak tanam
dan pemberian pupuk organik serta memperbaiki model penyimpanan gembili sehingga masa
simpan umbi bisa lebih lama dan tunas umbi tidak cepat tumbuh.
K. KESIMPULAN

Tingkat konsumsi pangan lokal cenderung menurun karena perubahan pola konsumsi ke beras.
Kondisi ini bisa melemahkan ketahanan pangan nasional. Pembangunan sektor pertanian berbasis
sumberdaya pangan lokal harus terus diupayakan untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Pemerintah Pusat membuat kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis
sumber daya lokal melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2009 yang kemudian
diimplementasikan pada program kerja Kementerian terkait. Kementerian Pertanian sebagai
penyelenggara urusan pemerintahan di bidang pertanian menjalankan kebijakan dan program kerja
untuk mewujudkan sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan
sehat dan produk bernilai tambah tinggi berbasis sumberdaya lokal untuk kedaulatan pangan dan
kesejahteraan petani. Pemerintah Daerah Papua sudah membuat kebijakan umum mengenai
pemanfaatan lahan untuk produksi pangan strategis nasional dan pangan lokal, namun masih perlu
peraturan tambahan khusus untuk pengembangan pangan lokal. BPTP Papua mengembangkan
teknologi pertanian spesifik lokasi untuk mengakomodir kepentingan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah di Papua. Inovasi pengembangan komoditas pertanian lokal seperti sagu, ubi
jalar dan gembili terus dikembangkan mulai dari aspek sumberdaya genetik, bibit unggul, teknologi
budidaya dan pengendalian hama penyakit sampai teknologi panen dan pascapanen.
Kesimpulan analisis kedua artikel jurnal

Bahwa pada artikel pertama, dipaparkan kajian mengenai permasalahan keamanan pangan di
Indonesia yang menuntut masyarakat untuk sadar mengenaik pentingnya keamanan pangan serta
peran pemerintah dalam mengatasi keamanan pangan dengan mengatur lagi kebijakan-kebijakan
yang ada karena tidak sesuai dengan kondisi di lapangan serta dibuat infrastruktur yang
memfasilitasi bahan pangan.

Sedangkan pada artikel kedua, dipaparkan hasil kajian yang menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat
sudah membuat kebijakan khusus mengenai pangan lokal dan dijalankan melalui program kerja
Kementerian Pertanian. Juga bahkan, Pemerintah Daerah Papua sudah membuat kebijakan umum
mengenai pemanfaatan lahan untuk produksi pangan lokal. Peraturan tambahan masih diperlukan
untuk mendukung pengembangan tanaman lokal yang tingkat konsumsi perkapitanya cenderung
menurun. Selanjutnya, BPTP Papua mengkaji inovasi teknologi spesifik lokasi untuk
mengembangkan tanaman lokal sagu, ubi jalar dan gembili untuk mendukung program ketahanan
pangan lokal.

Anda mungkin juga menyukai