FISIOLOGI HEWAN
Iritabilitas Saraf
Disusun oleh :
Nama : ANNISA FITRI
NIM : K4316009
Kelas :A
Kelompok : 2
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
I. JUDUL
Iritabilitas Saraf
II. TUJUAN
1. Mengetahui macam – macam refleks yang dikendalikan oleh otak
2. Mengetahui macam – macam refleks yang dikendalikan oleh medulla spinalis.
Alat : Bahan :
- Jarum pentul - Katak (Rana sp)
- Papan parafin - Ikan mas (Cyprinus carpino)
- Gelas Beker - Air
- Bunsen
- Kaki tiga
- Korek api
- Termometer
- Aquarium/Bak air
- Pinset
V. PEMBAHASAN
a. Iritabilitas Saraf
Iritabilitas adalah kemampuan untuk memberikan respon terhadap stimulus.
Stimulus yang mengenai suatu otot atau saraf akan dirambatkan. Kemampuan
untuk merambatkan suatu impuls dikenal dengan konduktivitas. Dengan adanya
kemampuan iritabilitas dan konduktivitas maka stimulus akan dapat diterima
dan diteruskan dari atau ke bagian yang sesuai. Sifat iritabilitas sangat menonjol
pada sel otot dan sel saraf. Sel otot akan menunjukkan respon apabila diberikan
rangsangan melalui saraf atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan
oleh sel otot umumnya berupa kontraksi otot, sedangkan respon yang ada pada
sel saraf umumnya tidak dapat diamati, karena berupa proses pembentukan
potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Adanya respon sel
saraf hanya dapat diamati pada efektornya. [ CITATION Cam051 \l 1033 ]
b. Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi yang berfungsi sebagai penerima dan
penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya memberikan
tanggapan terhadap rangsangan tersebut. [ CITATION Cam051 \l 1033 ] Sistem
saraf tersusun dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat
terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepi
terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom. [ CITATION Wiw06 \l
1033 ] Menurut [ CITATION Soe05 \l 1033 ] ada tiga komponen yang harus
dimiliki oleh sistem saraf, yaitu :
1. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls, pada tubuh kita
adalah organ indera. Dalam merespon stimulus, reseptor menghasilkan
potensial aksi yang akan diteruskan oleh saraf eferen ke pusat pengintegrasi
refleks dasar, sedangkan otak lebih tinggi memproses semua informasi dan
meneruskannya melalui saraf eferen ke efektor (otot atau kelenjar) yang
melaksanakan respon yang diinginkan
2. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari
berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-
sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
3. Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan
oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah
otot dan kelenjar.
a. Katak Normal
Pada pengamatan katak normal, beberapa rangsangan yang diberikan akan
menghasilkan gerak refleks yang dikendalikan oleh otak dan sumsum tulang
belakang. Data-data yang didapatkan adalah saat posisi normalnya, mata
melotot, kepala dalam keadaan posisi mendongak, dan alat geraknya pada
tungkai depan dan tungkai belakang melipat. Frekuensi pernapasannya yaitu
104 kali dalam 1 menit hitungan. Pada keseimbangan katak setelah diputar yaitu
mata 1 berkedut, kepala menunduk, dan alat geraknya yaitu tungkai depannya
dan tungkai belakangnya tetap melipat dan aktif. Cara berenang pada katak
normal adalah dengan menggunakan tungkai depan dan tungkai belakangnya,
katak berenang dengan aktif. Reaksi yang diberikan katak normal ketika dicubit
adalah refleks menarik dan melompat. Adapun reaksi ketika kaki katak
dipanaskan pada suhu 500C kaki katak melompat dan bergerak cepat. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa katak normal memiliki sistem saraf (otak
dan sumsum tulang belakang) yang baik dimana saraf-saraf tersebut dapat
menghantarkan stimulus ke otak dan sumsum tulang belakang dari resptor ke
efektor secara cepat.
b. Katak Single-Piting
Beberapa rangsangan yang diberikan pada katak Single Pithing
menghasilkan gerak refleks dengan tanggapan yang lambat oleh efektornya.
Dalam hal ini, data-data yang didapatkan setelah melakukan single-pithing
adalah pada posisi normalnya, matanya satu melotot dan yang satu berkedip-
kedip (sayu), kepalanya agak menunduk, dan alat geraknya yaitu pada tungkai
depan dan tungkai belakangnya melipat dan aktif. Frekuensi pernapasan pada
katak coba setelah single-pithing adalah semakin lambat yaitu 35 kali dalam 1
menit hitungan. Keseimbangan setelah diputar adalah matanya berubah menjadi
satu terbuka dan satu tertutup, kepalanya menunduk, dan alat geraknya kurang
aktif (bergerak lambat). Cara berenang katak coba setelah single pithing
mengambang di air, gerak lambat, dan tidak seimbang. Reaksi ketika dicubit
merespon tetapi lambat. Adapun reaksi ketika kaki katak dipanaskan pada suhu
50oC yaitu menarik dan terangkat. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa dari
beberapa perlakuan tersebut katak menanggapi beberapa gerak refleks yang
diberikan dengan lambat. Kurangnya aksi refleks ini dikarenakan sistem saraf
pusat yakni otak telah mengalami kerusakan pada saat melakukan single
pithing. Kerusakan sistem saraf pusat menyebabkan reaksi efektor terhadap
beberapa impuls rangsangan berjalan lambat.
c. Katak Double-Piting
Pada pengamatan ini, beberapa rangsangan yang diberikan pada katak coba
(Double-pithing) menghasilkan gerak refleks dengan tanggapan yang tidak aktif
(katak mati). Pada proses ini terjadi kesalahan prosedur dimana seharusnya
katak diharapkan tidak mati, akan tetapi karena mungkin terlalu lama dalam
melakukan proses double pithing menjadikan katak mati dan tak dapat
merespon apa-apa. Data-data yang didapat kelompok lain setelah melakukan
double-pithing dan katak yang digunakan masih hidup adalah matanya semakin
sayup, kepalanya menunduk, dan alat geraknya yaitu pada tungkai depan dan
tungkai belakangnya sudah tidak aktif. Frekuensi pernapasannya pun lambat
setelah di double-pithing yaitu 16 kali per menit. Keseimbangan setelah diputar
adalah matanya sayup, kepala menunduk, dan alat geraknya yaitu pada tungkai
depan dan tungkai belakang tidak aktif. Cara berenangnya pun berbeda dari
katak normal dan katak coba saat single-pithing yaitu sudah tidak bereaksi lagi
dan badan bagian depan mengambang namun bagian belakang tenggelam di
air.. Saat dicubit dengan menggunakan pinset juga tidak ada reaksi yang
diberikan. Adapun reaksi ketika kaki dan tangan katak dipanaskan pada suhu
40oC yaitu merespon pada suhu 58oC dengan menarik dan terangkat. Dalam hal
ini, dapat disimpulkan bahwa setelah melakukan doublepithing pada katak coba,
gerak refleks yang diberikan oleh katak adalah lemah atau lambat. Lemahnya
respon refeks ini dikarenakan sistem saraf pada otak dan sumsum tulang
belakangnya (medulla spinalis) tidak mampu merespon dan memberi
menghantarkan perintah terhadap impuls saraf ke efektor
d. Ikan Normal
Pada pengamatan diperoleh data bahwa frekuensi membuka dan
menutupnya operculum pada ikan normal yaitu 124 kali/menit. Ekstremitas
terdiri sirip dorsal, sirip ventral, sirip anal, dan sirip caudal bergerak sangat aktif
yang dapat digunakan untuk berenang. Ikan normal memiliki kemampuan
berenang yang sangat baik, bergerak aktif dan dapat menyelam. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa ikan normal memiliki sistem saraf yang berkerja baik,
otak dan sumsum lanjutan ikan dalam kondisi normal.
e. Ikan Single-Pithing
Pada pengamatan diperoleh data bahwa ikan yang diberi perlakuan single
phiting cenderung mengalami keterlambatan pada setiap pergerakannya.
Frekuensi membuka dan menutupnya operculum yaitu 112 kali/menit.
Ekstremitas yang berupa sirip mempunyai kemampuan bergerak yang lambat.
Ikan single phiting hanya dapat berenang di dasar kolam dan memiliki
keseimbangan yang buruk. Oleh karena itu, kurangnya reaksi saraf ini
dikarenakan sistem saraf pusat yakni otak telah mengalami kerusakan pada saat
melakukan single pithing. Apabila bagian otak kecil yang rusak maka ikan akan
kehilangan keseimbangan. Otak kecil pada ikan merupakan tempat berakhirnya
saraf keseimbangan dan gurat sisi.
VII. KESIMPULAN
Berdasasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Refleks yang dikendalikan oleh otak adalah refleks cerebellar (melibatkan otak
kecil) yang dimana otak kecil ini berperan sebagai pusat keseimbangan,
koordinasi kegiatan otak, koordinasi kerja otot dan rangka. Sebagai contoh
refleks yang dikontrol oleh otak atau saraf kranial katak meliputi frekuensi
pernapasan, gerakan kepala, cara berenang, dan gerak tungkai depan dan
belakang
b. Refleks yang dikendalikan oleh sumsum tulang belakang atau saraf spinal pada
katak adalah refleks spinal (pada sumsum tulang belakang) yang mampu
memediasi sejumlah refleks, somatik dan autonomik, dan meliputi reaksi
ketika dicubit, perubahan mata, dan reaksi ketika kaki dipanaskan.
c. Respon ikan ketika diberi suatu rangsangan pada ikan yang diberi perlakuan
single phiting terjadi kehilangan keseimbangan karena otak kecil ikan rusak,
ikan yang dipotong sirip ventral mengalami ketidakseimbangan dalam
berenang karena sirip ventral mempunyai peran sebagai dalam membantu
menstabilkan ikan saat berenang, dan ikan yang dipotong sirip caudal
mengalami kesulitan berenang karena sirip caudal yang berperan sebagai
pendorong utama ketika berenang.
IX. LAMPIRAN
- Satu lembar laporan sementara
- lembar foto hasil praktikum
X. LEMBAR PENGESAHAN
Asisten Praktikan