Anda di halaman 1dari 2

Pada pengamatan ini, beberapa rangsangan yang diberikan pada katak (Double-pithing)

menghasilkan gerak refleks dengan tanggapan yang sangat lambat dibandingkan saat single
pithing oleh efektornya dan beberapa respon yang diberikan tidak ditanggapi. Data-data yang
didapat setelah melakukan double-pithing adalah matanya semakin sayup, kepalanya menunduk,
dan alat geraknya yaitu pada tungkai depan dan tungkai belakangnya lurus atau terbuka.
Keseimbangan setelah diputar adalah matanya sayup, kepala menunduk, dan alat geraknya yaitu
pada tungkai depan dan tungkai belakang lurus atau terbuka, sedangkan setelah dimiringkan
adalah matanya sayup, kepalanya menunduk, dan alat geraknya yaitu pada tungkai depan dan
belakangnya lurus atau terbuka. Cara berenangnya pun berbeda dari katak normal dan katak coba
saat single-pithing yaitu sudah tidak bereaksi lagi dan tenggelam. Otot tungkainya juga sudah
kendor. Saat dicubit dengan menggunakan pinset juga tidak ada reaksi yang diberikan. Adapun
reaksi ketika kaki dan tangan katak dipanaskan pada suhu 80o C menarik dan terangkat. Dalam
hal ini, dapat disimpulkan bahwa setelah melakukan double-pithing pada katak, gerak refleks
yang diberikan oleh katak adalah lemah atau lambat. Lemahnya respon refeks ini dikarenakan
sistem saraf pada otak dan sumsum tulang belakangnya (medulla spinalis) tidak mampu
merespon dan memberi menghantarkan perintah terhadap impuls saraf ke efektor.

Pada dasarnya semua sel memiliki iritabilitas. Artinya sel dapat menanggapi dan
merespon rangsangan yang sampai kepadanya. Sifat tersebut tampak masih sangat menonjol
pada sel otot dan sel saraf. Sel otot akan menunjukkan respon apabila diberikan rangsangan
lewat saraf atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa
kontraksi otot. sedangkan respon yang ada pada sel saraf tidak dapat diamati sebab berupa proses
pembentukan potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Adanya respon sel saraf
hanya dapat diamati pada efektornya. Lintasan impuls saraf dari reseptor sampai efektor disebut
lengkung refleks (Subiyano, 2010).

Sistem saraf dalam tubuh sangat berperan dalam iritabilitas. Iritabilitas memungkinkan
makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan lingkungan yang terjadi.
Jadi iritabilitas adalah kemampuan suatu makhluk hidup untuk menanggapi rangsangan
(Soewolo, 1999).

Kesimpulan
Saat saraf masih terhubung pada medulla spinalis, hampir semua saraf masih dapat
melakukan iritabilitas (menanggapi rangsangan). Sifat iritabilitas saraf sesudah diputus dari
medula spinalis akan mengalami penurunan atau tidak akan menanggapi rangsangan yang
diberikan karena tidak adanya medula spinalis sebagai pusat pengendali gerak otot tubuh dan
refleks spinalis serta refleks tungkai.

Sumber:

Subiyanto. 1994. Fisiologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang


Soewolo. 1999. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang: Proyek Pengembangan Guru
Sekolah

Anda mungkin juga menyukai