Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem otot adalah sistem manusia yang menghasilkan gerakan.

Sistem otot, di vertebrata, dikendalikan melalui sistem saraf, meskipun beberapa otot, seperti otot jantung, dapat benarbenar otonom. Otot adalah jaringan kontraktil dan berasal dari lapisan mesodermal sel germinal embrio. Fungsinya adalah untuk menghasilkan gaya dan menyebabkan gerak, baik gerak atau gerakan dalam intern organ. Banyak kontraksi otot terjadi tanpa pikiran sadar dan diperlukan untuk kelangsungan hidup, seperti kontraksi jantung atau peristaltik, yang mendorong makanan melalui pencernaan sistem. Kontraksi otot sukarela digunakan untuk memindahkan tubuh dan dapat halus terkontrol, seperti gerakan gerakan jari atau kotor bahwa dari bisep dan trisep. Otot terdiri dari sel-sel otot (kadang-kadang dikenal sebagai "serat otot"). Dalam sel, myofibrils berisi sarkomer yang terdiri dari aktin dan myosin. Sel otot dilapisi dengan endomysium. Sel-sel otot yang terikat bersama oleh perimisium ke dalam bundle disebut fasikula. Bundel ini ini kemudian dikelompokkan bersama untuk membentuk otot, dan dibatasi oleh epimysium. Muscle spindle didistribusikan ke seluruh otot, dan memberikan informasi umpan balik sensoris ke sistem saraf pusat. 1 Myofibrils memiliki kapasitas terbatas untuk pertumbuhan melalui hipertrofi dan akan membagi jika tunduk peningkatan permintaan. Ada tiga dasar jenis otot dalam tubuh (smooth, cardiac, and skeletal). Sementara mereka berbeda dalam banyak hal, mereka semua menggunakan aktin geser melawan myosin untuk membuat kontraksi otot dan relaksasi. Dalam otot rangka, kontraksi dirangsang pada setiap sel dengan impuls saraf yang melepaskan asetilkolin pada sambungan neuromuskuler, createing potensial aksi di sepanjang sel membran. Semua otot rangka dan banyak kontraksi otot polos dirangsang oleh pengikatan neurotransmitter asetilkolin. Aktivitas otot menyumbang sebagian besar konsumsi energi tubuh. Sumber energy otot untuk mereka gunakan sendiri dalam bentuk glikogen, yang mewakili sekitar 1% dari massa mereka. Glikogen dapat dengan cepat dikonversi menjadi glukosa ketika lebih banyak energi diperlukan.1 B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini yaitu bagaimana mekanisme terjadinya spasme otot ? C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yaitu untuk menjelaskan tentang patofisiologi terjadinya spasme otot.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Otot Rangka Manusia memiliki sekitar enam ratus otot rangka, yang ukurannya berkisar dari otot-otot mata eksternal yang halus dengan hanya beberapa ratus serat sampai otot paha yang besar dan kuat dan mengandung beberapa ratus ribu serat. Setiap otot dibungkus oleh selaput jaringan ikat yang menembus dari permukaan ke dalam otot untuk meliputi tiap-tiap serat otot dan membagi otot menjadi kolom-kolom atau berkas-berkas. Jaringan ikat ini berlanjut melewati ujung-ujung otot untuk memebentuk tendon kolagenosa yang kuat yang melekatkan otot ke tulang. Kontraksi seluruh otot dapat memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Untuk menghasilkan gradasi tegangan seluruh otot terdapat dua faktor yang dapat disesuaikan, yaitu : 1. Jumlah serat otot yang berkontraksi di dalam sebuah otot. 2. Tegangan yang dihasilkan oleh setiap serat yang berkontraksi. Secara umum, mekanisme kontraksi otot aerob dan anaerob terjadi melalui reaksi berikut. FASE ANAEROB (KONTRAKSI) ATP ADP Kreatinfosfat ADP + P + Energi AMP + P + Energi Kreatin + Fosfat + Energi

FASE AEROB (pembentukan kembali ATP)

ATP yang habis digunakan selama fase anaerob dibentuk kembali dengan mendapat energi dari hasil penguraian glukosa. GLIKOGEN GLUKOSA LAKTASIDOGEN + GLUKOSA + ASAM LAKTAT CO2 + H2O + Energi

B. Mekanisme Kontraksi Otot Otot sebagai alat gerak aktif memiliki sifat iritabilitas yang ditunjukkan dengan proses menanggapi rangsang (mengenal dan merespon rangsang/stimulus) yang mengenainya secara langsung, tanpa tergantung pada jaringan saraf yang biasa mengaktifkannya. Kondisi iritabilitas otot dapat melemah jika otot telah mengalami kelelahan dan kembali ke kondisi maksimum apabila tersuplai oleh nutrisi dan oksigen yang cukup. Perlu diperhatikan bahwa prinsip all or none pada otot hanya berlaku pada setiap sel otot rangka, bukan pada gumpal otot atau otot secara umum serta pada sel otot jantung. Hal ini berarti bahwa apabila suatu sel otot rangka atau serabut otot diberikan stimulus di atas ambang ataupun ambang, maka sel otot akan berkontraksi penuh. Tetapi sebaliknya apabila stimulus yang mengenai sel otot berada di bawah ambang/subminimal maka sel otot tidak akan berkontraksi sama sekali. Stimulus bawah ambang dapat menimbulkan respon kontraksi dengan syarat diberikan secara berkali-kali dengan rentang waktu yang cepat (sumasi stimulus). Sangat berbeda pada otot atau jaringan otot, prinsip all or none tidak bisa berlaku pada jaringan ini. Pada sel otot makin kuat stimulus yang diberikan maka kekuatan kontraksinya tetap, sedangkan pada jaringan otot makin kuat stimulus yang diberikan maka makin kuat pula kekuatan kontraksinya. Hal ini terkait dengan adanya unit-unit motorik pada jaringan otot, dimana setiap unit motorik (serabut saraf motorik) tunggal akan bercabang > 100 cabang kecil yang masing-masing cabang akan mensyarafi sel otot. Bagian ujung saraf yang melekat pada otot biasanya disebut dengan motor end plate atau myoneural junction. Satu serabut saraf motor tunggal beserta dengan sel-sel otot yang disarafi dikenal dengan istilah unit motor. Apabila suatu saraf motor teraktivasi, maka semua sel-sel otot yang disarafinya berkontraksi secara simultan. Semakin banyak saraf motor yang diaktifkan maka makin banyak pula sel-sel otot yang berkontraksi. Jadi makin kuat stimulus yang mengenai saraf

motor maka semakin banyak unit motor yang diaktifkan sehingga kontraksi otot semakin kuat. C. Macam-Macam Kontraksi Otot Pada saat terjadi kontraksi otot, akan ada dua perubahan, yaitu perubahan panjang dan perubahan tegangan. Dikenal dua macam kontraksi dalam mekanisme kerja otot, yaitu kontraksi isotonik dan kontraksi isometrik. Pada kontraksi isotonik, tegangan otot tetap konstan dan panjang otot berubah. Sedangkan pada kontraksi isometrik, tegangan otot meningkat dan ukuran/panjang otot tetap. Contoh kontraksi isotonik adalah saat menekuk lengan dengan memegang beban, sedangkan kontraksi isometrik ketika lengan membawa beban dan tidak ditekuk. Kontraksi isotonik penting untuk pergerakan tubuh dan saat tubuh memindahkan beban, sedangkan kontraksi isometrik penting dalam pemeliharaan postur tubuh dan penahanan beban pada posisi tetap. Disamping itu terdapat beberapa istilah kontraksi otot yaitu: Tetanus tidak sempurna adalah kondisi pada otot dimana stimulus diberikan secara cepat tetapi masih terdapat sedikit relaksasi diantara dua stimuli 1. Tetanus sempurna adalah kondisi otot dimana stimuli diberikan dengan cepat sehingga otot tidak memiliki kesempatan untuk relaksasi diantara dua stimuli. 2. Fatigue atau kelelahan otot adalah suatu keadaan dimana menurunnya iritabilitas otot yang ditandai oleh menurunnya kemampuan otot berkontraks. 1. Kontraksi tunggal (single contraction= twitch contraction) adalah satu bentuk kontraksi otot akibat dari satu stimulus yang dikenakan pada otot. Kurva kontraksi tunggal berbentuk kurva normal yg terdiri dari periode kontraksi dan periode relaksasi. Bila stimulus kedua diberikan pada otot setelah otot relaksasi, maka akan terjadi kontraksi tunggal kedua. 2. Kontraksi sumasi (penjumlahan kontraksi) adalah satu bentuk kontraksi otot yang dihasilkan dari pemberian lebih dari satu stimulus kepada otot, dimana stimulus kedua diberikan pada periode relaksasi. Stimulus kedua ini akan menghasilkan puncak kontraksi kedua di atas puncak kontraksi pertama. 3. Kontraksi tetanus adalah suatu suatu bentuk kontraksi otot terus menerus yang dihasilkan dari pemberian stimuli dengan sangat cepat sehingga otot tidak ada kesempatan relaksasi di antara dua stimuli.

4.

Treppe atau Stair-case phenomenon adalah fenomena dimana kemampuan kontraksi otot yang semakin meningkat akibat dari pemberian stimuli satu-dua kali per detik dengan kekuatan stimuli yang konstan.

D. Neuromuscular Junction (Persambungan Saraf Otot) Setiap ujung akson saraf motor akan berakhir pada sel otot. Sinapsis antara ujung akson dengan sel otot dikenal dengan motor end plate/ neuromuscular junction. Pada saat impuls diberikan pada sel saraf, impuls akan dirambatkan sepanjang akson saraf motor dan berakhir pada ujung saraf motor. Impuls akan memicu pelepasan asetilkolin yang selanjutnya menyebar ke celah sinaps. Asetilkolin akan berikatan dengan reseptor menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sel otot (sarkolemma) terhadap ion Na+. Hal ini akan menimbulkan depolarisasi pada sarkolemma. Impuls akan dirambatkan sepanjang sarkolemma melalui tubulus T yang akan menyebabkan pelepasan ion kalsium (Ca2+) dari retikulum sarkoplasma. Kalsium (Ca2+) akan menyebar dalam sitoplasma dan melekat pada troponin C (TnC). Perlekatan tersebut akan menggeser tropomiosin sehingga perlekatan pada aktin terbuka, sehingga menyebabkan jembatan silang miosin akan melekat pada aktin (aktomiosin). Kontraksi dapat terjadi akibat terjadinya siklus pada jembatan miosin 50-100 kali. Proses kontraksi berakhir ketika ion kalsium (Ca 2+) ditarik kembali ke retikulum sarkoplasma dari ikatannya dengan troponin dan menyebabkan tropomiosin menutup kembali semua tempat perlekatan miosin pada filamen aktin, kemudian otot akan kembali relaksasi. Jadi keberadaan ion kalsium (Ca2+) pada CES akan menentukan perambatan impuls dari saraf motor melalui sinapsis dan kontraksi otot. Apabila tidak terdapat ion kalsium (Ca 2+) pada CES akan mampu menyebabkan otot tidak berkontraksi akibat tidak adanya pelepasan asetilkolin sehingga tidak akan ada ikatan neurotransmiter tersebut dengan reseptornya di sarkolemma E. Mekanisme Molekuler Kontraksi Otot Pada keadaan relaksasi, ujung-ujung filamen aktin yang berasal dari dua lempeng Z yang berurutan sedikit saling tumpang tindih satu sama lain, sementara pada waktu yang bersamaan menjadi lebih dekat pada filamen miosin. Sebaliknya, pada keadaan kontraksi, filamen aktin ini telah tertarik ke dalam di antara filamen miosin, sehingga mereka sekarang saling tumpang tindih satu sama lain secara luas. Lempeng Z juga telah

ditarik oleh filamen aktin sampai ke ujung filamen miosin. Selama kontraksi kuat, filamen aktin dapat ditarik bersama-sama begitu eratnya sehingga ujung-ujung filamen miosin melekuk. Jadi, kontraksi otot terjadi karena mekanisme pergeseran filamen. Hal ini disebabkan oleh kekuatan mekanis yang dibentuk oleh interaksi jembatan penyebrangan dari filamen miosin dengan filamen aktin. Dalam keadaan istirahat, kekuatan ini dihambat, tetapi bila sebuah potensial aksi berjalan ke seluruh membran serat otot, hal ini akan menyebabkan retikulum sarkoplasmik melepaskan ion kalsium dalam jumlah besar yang dengan cepat menembus miofibril. Ion-ion kalsium ini kemudian mengaktifkan kekuatan di antara filamen aktin dan filamen miosin, dan mulai terjadi kontraksi. F. Sifat Molekular dari Filamen Kontraktil 1. Filamen Miosin Filamen miosin terdiri dari banyak molekul miosin, dibentuk oleh 200 atau lebih molekul miosin tunggal. Bagian ekor dari molekul miosin terikat bersama untuk membentuk bagian badan dari filamen. Sebagian dari bagian untai pada setiap molekul miosin meluas ke samping bersama dengan kepala, menyediakan suatu lengan yang memperluas kepala keluar dari badan. Bagian lengan dan kepala yang menonjol bersama-sama disebut jembatan penyebrangan Filamen miosin itu sendiri terpilin sehingga setiap jembatan penyebrangan yang berurutan akan dipindahkan pada porosnya dari tempat semula sampai 120 derajat. Keadaan ini menjamin bahwa jembatan penyebrangan akan memanjang ke segala arah di sekitar filamen. Ciri-ciri lain dari kepala miosin yang sangat penting untuk kontraksi otot adalah bahwa ia dapat berfungsi seperti enzim ATPase. Kemampuan ini menyebabkan kepala mampu memecah ATP dan menggunakan energi yang berasal dari ikatan fosfat berenergi tinggi ATP untuk memberi energi pada proses kontraksi. 2. Filamen Aktin Filamen aktin terdiri dari tiga komponen protein, yaitu aktin, tropomiosin, dan troponin. Tulang punggung filamen aktin adalah suatu molekul protein F-aktin untai

ganda yang terdiri dari molekul G-aktin terpolimerisasi. Pada setiap molekul G-aktin melekat satu molekul ADP, yang diperkirakan merupakan bagian aktif pada filamen aktin yang berinteraksi dengan jembatan penyebrangan filamen miosin untuk menimbulkan kontraksi otot. Filamen aktin juga mengandung tropomiosin. Pada stadium istirahat, molekul tropomiosin diduga terletak pada ujung atas tempat yang aktif dari untai aktin, sehingga tidak dapat terjadi penarikan antara filamen aktin dan miosin untuk menimbulkan kontraksi. Protein lain yang melekat di dekat salah satu ujung dari setiap molekul tropomiosin disebut troponin. Protein ini sebenarnya merupakan kompleks yang terdiri dari tiga asubunit protein yang terikat secara longgar, yang masing-masing memiliki peran spesifik dalam pengaturan kontraksi otot. Troponin I mempunyai afinitas yang kuat terhadap aktin, yang lainnya (troponin T) terhadap tropomiosin, dan yang ketiga (troponin C) terhadap ion-ion kalsium. Afinitas troponin yang kuat terhadap ion kalsium diduga menyebabkan proses kontraksi. 3. Interaksi Filamen Miosin, Aktin, dan Ion Kalsium untuk Menimbulkan Kontraksi Sebuah filamen aktin murni tanpa adanya kompleks troponin-tropomiosin, akan berikatan secara cepat dan kuat dengan kepala molekul miosin bila terdapat ion magnesium dan ATP, yang keduanya secara normal terdapat banyak sekali di dalam miofibril. Jika kompleks troponin-tropomiosin ditambahkan pada filamen aktin, ikatan ini tidak akan terjadi. Oleh karena itu, diduga bahwa bagian aktif pada filamen aktin normal dari otot yang sedang relaksasi akan dihambat atau secara fisik ditutupi oleh kompeks troponin-tropomiosin. Akibatnya, tempat ini tidak dapat melekat pada kepala filamen miosin untuk menimbulkan kontraksi. Untuk melangsungkan kontraksi, efek penghambatan kompleks troponin-tropomiosin itu sendiri harus dihambat. Keadaan tersebut membawa kepada peran ion kalsium. Dengan adanya ion-ion kalsium dalam jumlah besar, efek panghambatan kompleks troponin-tropomiosin terhadap filamen aktin itu sendiri dihambat. Mekanisme penghambatan ini tidak diketahui, tetapi salah satu dugaan adalah sebagai berikut : Bila ion-ion kalsium bergabung dengan troponin C, setiap molekul troponin C dapat berikatan secara kuat dengan empat ion kalsium, kompleks troponin ini diduga akan mengalami perubahan

bentuk yang menarik molekul tropomiosin dan memindahkannya lebih dalam ke lekukan antara dua untai aktin. Keadaan ini tidak menutupi bagian aktif dari aktin, sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi. Segera sesudah filamen aktin teraktivasi oleh ion-ion kalsium, kepala jembatan penyebrangan dari filamen miosin menjadi tertarik ke bagian aktif dari filamen aktin, dan hal ini dalam beberapa cara akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Interaksi antara jembatan penyebrangan dan aktin yang menimbulkan kontraksi ini sebagian masih bersifat teoritis, namun telah diajukan sebuah hipotesa yang diperkirakan dapat benar-benar membuktikannya, yaitu teori berjalan-jalan dari kontraksi. Bila kepala melekat pada bagian aktif, pelekatan ini secara serentak menyebabkan perubahan besar pada kekuatan intramolekoler antara kepala dan lengan jembatan penyebrangan. Kelompok kekuatan baru ini menyebabkan kepala miring ke arah lengan dan menarik filamen aktin bersama dengannya. Miringnya kepala ini disebut power stroke. Kemudian, segera sesudah miring, kepala secara otomatis terlepas dari bagian aktif. Selanjutnya, kepala kembali ke arah tegak lurusnya yang normal. Pada posisi ini, ia berkombinasi dengan bagian aktif yang baru berikutnya sepanjang filamen aktin, kemudian kepala miring lagi untuk meninbulkan power stroke yang baru, dan filamen aktin menggerakkan tahap lainnya. Jadi, kepala jembatan penyebrangan membelok ke depan dan belakang dan setapak demi setapak berjalan sepanjang filamen aktin, menarik ujung-ujung filamen aktin ke bagian tengah filamen miosin. Setiap satu jembatan penyebrangan diduga bekerja tanpa bergantung kepada yang lain, masing-masing melekat dan menarik dalam suatu siklus yang berkesinambungn tetapi acak. Karena itu, semakin banyak jumlah jembatan penyebrangan yang berhubungan dengan filamen aktin pada suatu waktu (secara teoritis), semakin besar kekuatan kontraksinya. Bila sebuah otot berkontraksi, timbul suatu kerja yang memerlukan energi. Sejumlah besar ATP dipecah membentuk ADP selama proses kontraksi. Selanjutnya, semakin hebat kerja yang dilakukan oleh otot, semakin besar jumlah ATP yang dipecahkan, yang disebut efek fenn. Berikut ini adalah perkiraan rangkaian peristiwa bagaimana hal tersebut dapat terjadi :

1. Sebelum kontraksi mulai, kepala jembatan penyebrangan berikatan dengan ATP. Aktivitas ATPase dari kepala miosin segera memecah ATP tetapi meninggalkan hasil pemecehan, ADP dan Pi terikat pada kepala. Dalam keadaan ini, bentuk kepala memanjang secara tegak lurus ke arah filamen aktin, tetapi masih belum melekat pada aktin. 2. Selanjutnya, bila kompleks troponin-tropomiosin berikatan dengan ion-ion kalsium, bagian aktif pada filamen aktin menjadi tidak tetutup, dan kepala miosin kemudian berikatan dengan bagian ini. 3. Ikatan antara kepala jembatan penyebrangan dan bagian aktif filamen aktin menyebabkan perubahan kedudukan kepala, yaitu kepala miring ke arah lengan jembatan penyebrangan. Kedudukan ini memberikan power stroke untuk menarik filamen aktin. Energi yang mengaktifkan power stroke adalah energi yang disimpan oleh perubahan bentuk pada kepala bila molekul ATP telah dipecahkan sebelumnya. 4. Sekali kepala jembatan penyebrangan itu miring, akan menyebabkan pelepasan ADP dan Pi yang sebelumnya melekat pada kepala. Pada tempat pelepasan ADP, terikat molekul ATP yang baru. Ikatan ini kemudian menyebabkan terlepasya kepala dari aktin. 5. Setelah kepala terpisah dari aktin, sebuah molekul ATP yang baru dipecah untuk memulai siklus baru yang menimbulkan power stroke. Artinya, energi sekali lagi mengokang kepala kembali ke kedudukan tegak lurusnya dan siap uantuk memulai siklus power stroke yang baru. 6. Kemudian, bila kepala yang terkokang disertai dengan energi simpanannya yang berasal dari pemecahan ATP berikatan dengan bagian aktif yang baru pada filamen aktin, kepala menjadi tidak terkokang dan sekali lagi menyediakan power stroke. Tiga langkah berbeda pada proses kontraksi-relaksasi memerlukan ATP: 1. Penguraian ATP oleh ATPase miosin menghasilkan energi bagi jembatan silang untuk melakukan gerakan mengayun yang kuat. 2. Pengikatan (bukan penguraian) molekul ATP segar ke miosin memungkinkan terlepasnya jembatan silang dari filamen aktin pada akhir gerakan mengayun,

sehingga siklus dapat diulang. ATP ini kemudian diuraikan untuk menghasilkan energi bagi ayunan jembatan silang berikutnya. 3. Transportasi aktif Ca++ kembali ke retikulum sarkoplasma selama relaksasi bergantung pada energi yang berasal dari penguraian ATP. Karena ATP merupakan satu-satunya sumber energi yang dapat secara langsung digunakan untuk aktivitas-aktivitas tersebut, ATP harus terus-menerus diberikan agar aktivitas kontraktil dapat berlanjut. Di jaringan otot ATP yang tersedia untuk dapat segera digunakan terbatas, tetapi terdapat tiga jalur yang dpat memasok ATP tambahan sesuai keperluan selama kontraksi otot. G. Pemindahan Fosfat Berenergi Tinggi dari Kreatin Fosfat ke ADP Kreatin fosfat adalah simpanan energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Seperti ATP, kreatin fosfat mengandung sebuah gugus fosfat berenergi tinggi, yang dapat diberikan secara langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Seperti waktu terjadinya pelepasan energi sewaktu ikatan fosfat terminal di ATP diputuskan, energi juga dibebaskan ketika ikatan fosfat dan kreatin diputuskan. Energi yang dibebaskan dari hidrolisis kreatin fosfat, bersama dengan fosfatnya, dapat diberikan secara langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Reaksi yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin fosfat ini bersifat reversibel. Energi dan fosfat dari ATP dapat dipindahkan ke kreatin untuk membentuk kreatin fosfat : Kreatin kinase Kreatin fosfat + ADP Kreatin + ATP Ketika cadangan energi bertambah pada otot yang beristiahat, peningkatan konsentrsi ATP cenderung menyebebkan pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi ke kreatin fosfat, sesuai dengan hukum aksi massa. Dengan demikian, sebagian besar energi di dalam otot tersimpan dalam bentuk kreatin fosfat. Otot yang beristirahat mengandung kreatin fosfat sekitar lima kali lebih banyak daripada ATP. Pada permulaan kontraksi, saat cadangan ATP yang sedikit tersebut cepat terpakai, reaksi berbalik. ATP tambahan secara cepat dibentuk oleh pemindahan energi dan fosfat dari kreatin fosfat ke ADP. Karena hanya satu reaksi enzimatik yang terlibat dalam pemindahan energi ini, pembentukan ATP menggunakan kreatin fosfat dapat berlangsung cepat (dalam waktu sepersekian detik).

H. Fosforilasi Oksidatif (siklus asam sitrat dan sistem transportasi elektron) Fosforilasi oksidatif berlangsung di dalam mitokondria otot apabila tersedia cukup O2. Jalur ini memiliki bahan bakar glukosa atau asam lemak, bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas. Walaupun banyak menghasilkan ATP (32 ATP) untuk setiap molekul glukosa yang diolah, fosforilasi oksidatif relatif lambat, karena banyaknya langkah yang terlibat dan jalur ini merupakan pasokan O2 dan nutrien yang konstan. Selama olahraga ringan (misalnya berjalan) sampai sedang (misalnya joggoing atau berenang), sel-sel otot mampu membentuk cukup ATP melalui fosforilasi oksidatif yang dapat mengimbangi kebutuhan energi tingkat sedang perangkat kontraktil untuk jangka waktu yang cukup panjang. Agar proses fosforilasi oksidarif terus berjalan, otototot yang sedang berlatih bergantung pada pasokan O2 dan nutrien yang kuat melalui sistem sirkulasi untuk mempertahankan aktivitas mereka. Aktivitas yang dapat ditunjang dengan cara ini adalah olahraga jenis-daya tahan atau olahraga aerobik. O2 yang diperlukan untuk fosforilasi oksidatif terutama diantarkan oleh darah. Peningkatan ketersediaan O2 bagi otot selama berolahraga terjadi melalui beberapa mekanisme. 1. Pernapasan yang lebih dalam dan lebih cepat membawa lebih banyak O2 masuk. 2. Jantung berkontraksi lebih kuat dan lebih cepat untuk memompa lebih banyak darah yang mengandung oksigen ke jaringan. 3. Lebih banyak darah yang dialirkan ke otot-otot yang berolahraga melalui dilatasi pembuluh darah yang memasok otot-otot tersebut. 4. Molekul-molekul hemoglobin yang mengangkut O2 dalam darah membebaskan lebih banyak O2 di otot-otot yang berolahraga. Selain itu, jenis serat-serat otot tertentu memiliki banyak mioglobin yang serupa dengan hemoglobin. Mioglobin dapat menyimpan sejumlah kecil O2, tetapi yang lebih penting, mioglobin meningkatkan kecepatan pemindahan O2 dari darah ke serat otot. Glukosa dan asam lemak juga disalurkan ke sel-sel otot oleh darah. Kelebihan zat-zat gizi yang tidak digunakan akan disimpan di hati sebagai glikogen dan di jaringan lemak sebagai lemak. Selain itu, sel-sel otot mampu menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dalam jumlah terbatas.

Terdapat keterbatasan-keterbatasan kardiovaskuler mengenai jumlah O2 yang dapat disalurkan ke otot. Pada saat kontraksi mendekati maksimum, pembuluh darah yang terdapat di otot hampir tertutup oleh kontraksi yang sangat kuat, sehingga penyaluran O2 ke serat otot sangat terganggu. Jika penyaluran O2 atau fosforilasi oksidatif tidak dapat mengimbangi kebutuhan ATP seiring dengan peningkatan aktivitas olahraga, serat-serat otot semakin mengandalkan glikolisis. I. Glikolisis Reaksi-reaksi kimia pada glikolisis menghasilkan produk-produk yang akhirnya masuk ke jalur fosforilasi oksidarif, tetapi glikolisis juga dapat terus berjalan sendiri walaupun produk-produknya tidak diolah lebih lanjut oleh fosforilasi oksidatif. Pada glikolisis, sebuah molekul glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat, yang menghasilkan dua ATP selama proses belangsung. Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut oleh fosforilasi oksidatif untuk mendapatkan lebih banyak energi. Namun, glikolisis sendiri memiliki keunggulan dibandingkan dengan jalur fosforilasi oksidatif, yaitu : glikolisis dapat membentuk ATP pada keadaan tanpa O 2 (anaerobik) dan glikolisis dapat berjalan lebih cepat karena langkah reksinya lebih sedikit. Walaupun glikolisis anaerobik memungkinkan kita melakukan olahraga intensif saat penyaluran O2 dan kapasitas fosforilasi oksidatif terlampaui, penggunaan jalur ini memiliki dua konsekuensi. Pertama, sejumlah besar nutrien harus diolah karena glikolisis sangat kurang efisien dalam mengubah makanan menjadi energi menjadi ATP. Sel-sel otot mampu meyimpan glukosa dalam jumlah terbatas dalam bentuk glikogen, tetapi glikolisis anaerobik dengan cepat menghabiskan simpanan glikogen otot. Kedua, produk akhir glikolisis anaerobik, yakni asam piruvat, diubah menjadi asam laktat. Penimbunan asam laktat menyebabkan nyeri otot yang timbul ketika olahraga intensif sedang berlangsung. Selain itu, asam laktat yang diserap oleh darah merupakan penyebab asidosis metabolik yang menyertai olahraga berat. Habisnya simpanan energi dan penurunan pH otot yang disebabkan oleh penimbunan asam laktat diperkirakan berperan menimbulkan kelelahan otot.

G. Kram Otot Kram otot merupakan kontraksi otot yang memendek atau kontraksi sekumpulan otot yang terjadi secara mendadak dan singkat, yang biasanya menimbulkan nyeri. Otot yang mengalami kram sulit untuk menjadi rileks kembali. Bisa dalam hitungan menit bahkan jam untuk meregangkan otot yang kram itu. Kontraksinya sendiri dapat terjadi dalam waktu beberapa detik sampai beberapa menit. Selain itu, kram otot seringkali dapat menimbulkan keluhan nyeri.

Kram biasa terjadi pada seseorang yang sehat, terutama setelah melakukan aktivitas yang berat. Beberapa orang lainnya mengalami kram pada tungkainya ketika sedang tidur malam. Kram bisa disebabkan kurangnya aliran darah ke otot yakni adanya penumpukan asam laktat pada aliran darah akibat kurang sempurnanya metabolisme. Kram dapat mengenai otot lurik atau bergaris. Otot yang berkontraksi secara kita sadari. Mengenai otot polos atau otot yang berkontraksi tanpa kita sadari. Seperti, otot rahim, dinding pembuluh darah, maupun usus dan ureter (saluran kemih). Tidak hanya itu, pada kondisi udara yang dingin juga bisa mengakibatkan kram. Hal ini terjadi mekanisme pemanasan tubuh terganggu sehingga mengganggu aliran darah dalam tubuh.

Pada otot bergaris, kram dapat disebabkan kelelahan, dehidrasi atau kekurangan cairan dan elektrolit, terutama kekurangan kalium dan natrium yang sering terjadi pada olahragawan. Bisa juga akibat trauma pada tulang dan otot yang bersangkutan atau kekurangan magnesium. Beberapa obat juga dapat menyebabkan terjadinya kram. Seperti, obat pelancar kemih, dan penurun lemak. Termasuk kekurangan vitamin seperti B1 atau thiamine, B5 pantothenic acid dan B6 atau pyridoxine. Kontraksi ini juga bisa terjadi akibat sirkulasi ke otot yang kurang baik karena tingginya kolesterol dalam darah atau pembuluh darah yang mudah rusak. Misalnya, pada penderita hiperkolesterol dan diabetes mellitus. Gangguan metabolik biasanya terjadi pada penderita diabetes melitus (DM) yakni peningkatan kadar gula darah yang berlangsung lama, akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah yang memberi makan pada serabut saraf. Keadaan itu kemudian menyebabkan penderita mengalami kram. Kram otot bisa jadi merupakan satu pertanda adanya penyakit akibat gangguan atau rusaknya bagian saraf tepi. Kerusakan atau gangguan pada saraf tepi ini, bisa diakibatkan oleh dua hal pertama karena adanya gangguan syaraf dan kedua rusaknya saraf. Kerusakan atau gangguan saraf ini misalnya terjadi pada fungsi pengatur alat indera perasa akibat saraf mengalami tekanan, misalnya karena seseorang duduk terlalu lama sehingga saraf tulang belakang tertekan. Dapat juga terjadi karena saraf terjepit akibat pengapuran misal pada tulang belakang. Nyeri yang terjadi akibat jepitan urat saraf

dapat disebabkan oleh inflamasi primer atau sekunder. Jepitan ini juga bisa menimbulkan gangguan pada fungsi urat saraf. Tapi bisa juga saraf bagian tepi mengalami gangguan atau kerusakan akibat saraf tersebut sobek atau putus akibat kecelakaan. Namun seringkali rusaknya saraf tersebut juga dikarenakan adanya gangguan pada pembuluh darah. Aliran darah yang terganggu pada pembuluh darah sering menjadi penyebab terganggu atau rusaknya saraf manusia. Ganong menguraikan bahwa rangsang berulang yang diberikan sebelum masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap elemen kontraktil, dan tampak adanya respon berupa peningkatan kontraksi. Fenomena ini dikenal sebagai penjumlahan kontraksi. Tegangan yang terbentuk selama penjumlahan kontraksi jauh lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi selama kontraksi kedutan otot tunggal. Dengan rangsangan berulang yang cepat, penggiatan mekanisme kontraktil terjadi berulang-ulang sebelum sampai pada masa relaksasi. Masing-masing respon tersebut bergabung menjadi satu kontraksi yang berkesinambungan yang dinamakan tetanik atau kontraksi otot yang berlebihan (kram otot). Menurut Corwin (2000) setiap pulsa kalsium berlangsung sekitar 1/20 detik dan menghsilkan apa yang disebut sebagai kedutan otot tunggal. Penjumlahan terjadi apabila kalsium dipertahankan dalam kompartemen intrasel oleh rangsangan saraf berulang pada otot. Penjumlahan berarti masing-masing kedutan menyebabkan penguatan kontraksi. Apabila stimulasi diperpanjang, maka kedutankedutan individual akan menyatu sampai kekuatan kontraksi maksimum. Pada titik ini, terjadi kram otot sampai dengan tetani yang ditandai oleh kontraksi mulus berkepanjangan. Menurut Ganong satu potensial aksi tunggal menyebabkan satu kontraksi singkat yang kemudian diikuti relaksasi. Kontraksi singkat seperti ini disebut kontraksi kedutan otot. Potensial aksi dan konstraksi diplot pada skala waktu yang sama. Kontraksi timbul kira-kira 2 mdet setelah dimulainya depolarisasi membran, sebelum masa repolarisasi potensial aksi selesai. Lamanya kontraksi kedutan beragam, sesuai dengan jenis otot yang dirangsang.

Anda mungkin juga menyukai