Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER

SISTEM SARAF II

AHMAD FARIS ABDULLOH


1809010017

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Saat melakukan aktivitas sehari hari, dilakukan berbagai aksi reaksi. Seperti saat bahu
di sentuh, kepala bereaksi dengan menoleh. Atau saat satu anggota tubuh diberi rasa sakit
dengan dipukul atau jenis rasa sakit lainnya, anggota tersebut bereaksi dengan bergerak
dengan tujuan menjauhi sumber rasa sakit, atau bisa diiringi dengan teriakkan. Reaksi-reaksi
juga bisa berupa pengeluaran suatu zat dengan kelenjar, seperti pengeluaran air mata saat
mata terkena paparan benda asing seperti debu.

Pernahkan membayangkan bagaimana gerakan-gerakan tersebut bisa dilakukan,


apakah ada yang mengatur semua gerakan-gerakan tersebut? Tentu saja ada, tapi pertanyaan
lain datang. Jika ada yang mengatur semua gerakan-gerakan tersebut, siapa atau apakah yang
mengaturnya?

Di praktikum ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang terbesit


tersebut. Dengan teori-teori yang menunjang praktikum ini, diharapkan dapat membuktikan
teori dan menjawab pertanyaan tersebut. Dengan menggunakan alat dan bahan dimana
preparat disini adalah katak, dilakukan prosedur-prosedur untuk keberhasilan menjawab
pertanyaan tersebut.

I.2. Tujuan Praktikum

Adapun Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari reaksi-reaksi integratif
beberapa bagian tubuh pada perangsangan suatu bagian tubuh lainnya sebagai respon
perangsangan pada suatu bagian tubuh tertentu.
BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Tinjauan Pustaka

Sistem saraf merupakan suatu sistem koordinasi dalam makhluk hidup yang berfungsi
menyampaikan rangsangan yang terdeteksi yang nantinya akan direspon oleh tubuh. Sistem
saraf yang mengirimkan rangsangan secara cepat memungkinkan makhluk hidup tanggap
terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Setelah menerima
rangsangan berupa informasi, rangsangan tersebut akan diintegrasikan dan informasi tersebut
digunakan untuk menentukan respon apa yang akan diberikan terhadap rangsangan dari
perubahan lingkungan. Koordinasi dan integrasi dilaksanakan dengan sistem saraf dengan
sistem hormon. Secara umum susunan saraf dapat dibagi tiga, yaitu susunan saraf pusat yang
terdiri dari otak dan sumsumtulang belakang, susunan saraf tepi yang terdiri dari saraf kranial
dan saraf spinal,dan susunan saraf otonom yang terbagi atas kelompok yaitu saraf simpatis
dan saraf parasimpatis.

Apabila suatu bagian tubuh dirangsang, maka bukan bagian tubuh itu saja yang
bereaksi terhadap rangsangan tersebut tetapi dapat juga bagian-bagian tubuh yang lain. Hal
ini terjadi karena bila reseptor dirangsang cukup kuat, maka rangsangan tersebut diteruskan
melalui beberapa saraf asesori menuju ke beberapa saraf eferen dan lebih dari satu efektor.
Jadi bila saraf aferen terangsang, efektor-efektor tersebut akan serempak bereaksi.
BAB III

METODE

III.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang harus dipersiapkan adalah:

1. Katak
2. Papan gabus atau kayu
3. Stop-watch
4. Baskom berisikan air
5. Jarum
6. Tali Kasur
7. Cuka
8. Pinset
9. Alat tulis

III.2. Tata Laksana Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan, serta alat tulis.


2. Menyimpan katak diatas papan.
3. Mengamati reaksi-reaksi yang timbul pada katak normal. Cara mengamati objek
pengamatan adalah:
3.1. Mengamati keseimbangan katak dengan membalikkan badan katak;
meletakkan katak pada punggungnya.
3.2. Mengamati reaksi katak terhadap pengangkatan tiba-tiba dengan mengangkat
papan secara tiba-tiba.
3.3. Mengamati reaksi katak terhadap pemutaran dengan memutar papan.
3.4. Mengamati kondisi kelopak mata pada katak.
3.5. Mengamati postur tubuh katak.
3.6. Mengamati gerakan-gerakan spontan dengan menyentuh katak secara spontan.
3.7. Mengamati frekuensi napas katak dari gerakan dasar mulut katak.
3.8. Mengamati kemampuan berenak katak dengan memasukannya ke baskom
berisikan air.
4. Mengamati reaksi-reaksi yang timbul pada katak inhibisi. Cara mendapatkan katak
inhibisi adalah dengan mengikat dengan erat kedua kaki depan katak dengan tali
kasur.
5. Mengamati reaksi-reaksi yang timbul pada katak spinal. Cara mendapatkan katak
spinal adalah:
5.1. Merusukkan serebellum dan medulla oblongata dengan menusukkan jarum.
5.2. Memutarkan jarum untuk merusak tenunan sarafnya.
6. Mengamati reflek reflek sederhana pada katak spinal, dengan cara:
6.1. Menggantung katak spinal melalui rahang bawahnya.
6.2. Memberikan cubitan sedang pada salah satu jari kaki belakangnya
menggunakan pinset.
6.3. Mencatat reaksi yang terjadi sesaat setelah pencubitan sedang.
6.4. Setelah tenang, mencubit kembali dengan cubitan kuat pada salah satu jari
kaki belakangnya menggunakan pinset.
6.5. Mencatat reaksi yang terjadi sesaat setelah pencubitan kuat.
7. Mengamati reflek katak terhadap perbedaan intensitas atau konsentrasi, dengan cara:
7.1. Meyiapkan cuka pada wadah kecil, satu asam cuka yang telah dilakukan
pengenceran, satu tanpa pengenceran.
7.2. Mencelupkan salah satu kaki katak pada asam cuka yang telah dilakukan
pengenceran.
7.3. Mencatat reaksi katak dan lama waktu katak bereaksi dari kaki katak
dicelupkan.
7.4. Mencelupkan salah satu kaki katak pada asam cuka tanpa pengenceran.
7.5. Mencatat reaksi katak dan lama waktu katak bereaksi dari kaki katak
dicelupkan.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1. Data

Keseim- Mengang- Memutar Kondisi Gerakan Frekuen Kemam-


bangan kat papan kelopak spontan -si puan
papan mata napas berenang
Katak Normal Diam Normal; Normal Normal 96 kali Normal
normal Berusaha /menit
untuk dalam
posisi stabil
Katak Kaki belakang Diam Diam Normal Normal 84 kali Normal
inhibisi berusaha /menit
untuk berbalik
Tetapi kaki
depan yang
diikat tidak
berkontribusi

Untuk refleks sederhana, tidak ada reaksi pencubitan sedang. Ada reaksi untuk
pencubitan kuat, dengan reaksi anggota badan yang berlawanan.

Untuk rangsangan terhadap intensitas, tidak ada raeksi saat kaki katak spinal
dicelupkan ke dalam cuka yang dilakukan pengenceran. Untuk cuka tanpa pengenceran,
terdapat reaksi pada detik ke-5.

IV.2. Pembahasan

Mula mula, diamati reaksi pada katak normal untuk perbandingan. Keseimbangan,
kondisi kelopak mata, gerakan spontan, dan kemampuan berenang pada katak normal adalah
normal. Saat papan diputar, katak yang berada diatasnya berusaha untuk menstabilkan posisi,
ini berarti katak masih normal. Frekuensi napas katak didapatkan 96 kali/menit, yang dimana
frekuensi napas yang masih normal. Akan tetapi, saat diangkat papannya, katak diam, tidak
menunjukkan refleks yang semestinya. Reaksi katak yang diam saat diangkat papannya
kemungkinan dikarenakan katak dalam keadaan depresi, takut, atau tertekan akan kondisi
laboratorium yang penuh dengan peneliti.

Untuk katak inhibisi, banyak kondisi kelopak mata, gerakan spontan, dan kemampuan
berenang katak masih normal. Untuk keseimbangan, saat katak diletakkan pada
punggungnya, katak masih berusaha membalikkan diri. Akan tetapi, usaha katak untuk
membalikkan diri hanya dilakukan dengan kaki belakang, sedangkan kaki depan yang diikat
kuat dengan tali kasur tidak terlihat berkontribusi untuk membalikkan badan. Ini dapat
disebabkan karena beban tali yang berat dan ikatan yang kuat menghambat informasi dari
otak menuju kaki depan. Frekuensi napas katak berkurang menjadi 84 kali/menit.
Kemampuan katak inhibisi untuk berenang relatif normal. Katak inhibisi dapat berenang
hanya menggunakan kaki belakang tanpa bantuan kaki depan. Katak inhibisi tidak dapat
menggunakan kaki depan dengan baik karena kaki depan katak inhibisi diikat kuat dengan
tali kasur. Ikatan yang kuat menghambat saraf, perjalanan informasi dan respon dari otak
menuju kaki depan katak.

Katak spinal yang dijadikan preparat untuk refleks sederhana tidak menunjukan reaksi
untuk cubitan sedang. Sedangkan jika diberikan cubitan kuat, terjadi reaksi pada anggota
badan yang berlawanan; yang tidak diberikan cubitan. Reaksi ini disebut reaksi kontralateral.
Jika reaksi dihasilkan dari anggota badan yang sama dengan yang diberikan cubitan, reaksi
itu disebut reaksi homolateral. Katak tidak memberikan refleks terhadap cubitan sedang tetapi
memberikan reaksi terhadap cubitan kuat karena cubitan yang sedang tidak cukup kuat untuk
memberikan rangsangan. Meskipun katak spinal sudah mati, tetapi saraf pusat ,dimana untuk
refleks ini menggunakan saraf pusat sumsum tulang belakang, dan saraf saraf lainnya masih
dapat berfungsi sehingga katak masih dapat memberikan refleks.

Katak tidak memberikan reaksi saat kaki katak dicelupkan ke dalam cuka yang telah
diencerkan. Tetapi katak memberikan reaksi saat kaki katak dicelupkan ke dalam cuka yang
tidak diencerkan. Reaksinya terjadi setelah 5 detik. Ini dikarenakan cuka yang tidak
diencerkan memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Konsentrasi berbanding lurus dengan laju
reaksi; semakin tinggi konsentrasi, semakin cepat laju reaksi.
BAB V

PEUTUP

V.1. Kesimpulan

Katak inhibisi memiliki hambatan dalam bereaksi karena kaki depan yang diikat
dengan kuat sehingga menghambat saraf dan jalur informasi dari otak. Kaki depan katak yang
diikat tidak dapat berfungsi dengan baik. Selain dari itu, katak inhibisi memiliki organ lain
yang masih dapat berfungsi baik.

Katak spinal masih dapat memberikan reaksi gerak refleks saat jari kakinya diberi
cubitan kuat. Hal ini dikarenakan sumsum tulang belakang, pusat refleks, masih berfungsi.
Katak spinal juga memberikan reaksi jika kaki katak dicelupkan kedalam asam cuka yang
tidak diencerkan karena konsentrasi asam cuka lebih tinggi dibandingkan asam cuka yang
diencerkan. Reaksi yang diberikan adalah reaksi homolateral.
DAFTAR PUSTAKA

Chalik, Raimandus. 2016. Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta Selatan: Pusdik SDM
Kesehatan.

Merta; Syachruddin; Bachtiar; Kusmayanti. 2016. Perbandingan antara Frekwensi Denyut


Jantung Katak (Rana sp.) dengan Frekwensi Denyut Jantung Mencit (Mus musculus)
Berdasarkan Ruang Jantung. Mataram: Biota (vol 1)

Anda mungkin juga menyukai