Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FAAL

SISTEM SARAF
( GERAK REFLEKS )

NAMA : JAUZA HASNA ROUDHOTULJANNAH


NIM : J2A020004
TANGGAL PRAKTIKUM : 27 NOVEMBER 2020

TAHUN AJARAN 2020/ 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
METODE DAN HASIL PRAKTIKUM

 METODE
ALAT-ALAT
1. Martil refleks
2. Kapas
3. Akuades

CARA KERJA
Salah satu anggota kelompok ditunjuk sebagai probandus. Catat data
probandus pada lembar kerja.
1. Refleks lutut
a) Probandus duduk bertumpang kaki (kaki kanan di atas) dan mengalihkan
perhatiannya ke sekeliling.
b) Penguji memukul ligamentum patellae kaki kanan (kaki yang tertumpang
di atas) dengan martil refleks.
c) Amati gerak refleks yang terjadi, catatlah hasilnya pada lembar kerja.

2. Refleks tumit
a) Probandus berdiri dengan kaki kiri dibengkokkan dan diletakkan pada
kursi. Probandus mengalihkan perhatiannya ke sekeliling.
b) Penguji memukul tendo Achilles kaki kiri (yang dibengkokkan) dengan
martil refleks.
c) Amati dan catat gerak refleks yang terjadi.

3. Refleks bisep
a) Lengan kanan probandusdiluruskan secara pasif dan diletakkan di atas
meja. Probandusmengalihkan perhatiannya ke sekeliling.
b) Penguji memukul tendo m. Bisep brakii lengan tersebut dengan martil
refleks.
c) Amati dan catat gerak refleks yang terjadi

4. Refleks trisep
a) Lengan kiri probandus dibengkokkan secara pasif. Alihkan
perhatianprobandus ke sekelilingnya.
b) Penguji memukul tendo m. Trisep brakii lengan tersebut dengan martil
refleks.
c) Amati dan catat gerak refleks yang terjadi.

5. Refleks mengejap mata


a) Probandus membuka kedua matanya dan mengarahkan pandangannya ke
titik yang jauh.
b) Penguji menyentuh permukaan kornea mata kanandengan ujung kapas
yang telah dibasahi dengan akuades.
c) Amati dan catat gerak refleks yang terjadi

 HASIL PRAKTIKUM
A B C D
Refleks Mendekati Mendekati Mendekati Mendekati
Lutut rangsangan rangsangan rangsangan rangsangan
Reflek Mendekati Mendekati Mendekati Mendekati
Tumit rangsangan rangsangan rangsangan rangsangan
Refleks Mendekati Mendekati Mendekati Mendekati
Bisep rangsangan rangsangan rangsangan rangsangan
Refleks Menjauhi Menjauhi Menjauhi Menjauhi
Trisep rangsangan rangsangan rangsangan rangsangan
Refleks Berkedip Berkedip Berkedip Berkedip
mengejap mata
PEMBAHASAN
( KAJIAN TEORI DAN ANALISIS HASIL )

 KAJIAN TEORI
Sistem saraf merupakan sistem yang bersifat unik dalam hal proses
berpikir dan fungsi pengaturan yang sangat kompleks yang dapat
dilakukannya. Sistem ini setiap menit menerima berjutajuta informasi yang
berasal dari bermacam-macam saraf sensorik dan organ sensorik, kemudian
mengintegrasikan semuanya untuk menentukan respons tubuh.(Johnson et
al., 2012)
Sistem saraf merupakan salah satu dari dua sistem regulatorik utama
tubuh; yang lain adalah sistem endokrin. Ketiga jenis fungsional dasar neuron
(neuron aferen, neuron eferen dan antarneuron) membentuk jalinan interaktif
komplekes sel peka ransang. Sembilan puluh persen sel sistem saraf adalah
sel glia yang tidak peka rangsang, sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari
otak dan medula spinalis, menerima masukan tentang lingkungan eksternal
dan internal dari neuron aferen. SSP menyortir dan mengolah masukan ini
memalui interneuron dan kemudian memulai arahan yang sesuai di neuron
eferen, yang membawa perintah ke kelenjar atau otot untuk melaksanakan
respons yang diinginkan, yaitu beberapa jenis sekresi dan pergerakan.
Berbagai aktivitas yang di kontrol oleh saraf ini ditunjukan untuk
mempertahankan homeostasis. Pada umumnya sistem saraf bekerja melalui
sinyal listrik (potensial aksi) dan pelepsan neurontransmiter untuk
mengontrol respons cepat pada tubuh.(Sherwood, 2013)
Refleks
Refleks adalah setiap respons yang terjadi secara otomatis tanpa upaya
sadar. Terdapat dua jenis refleks: (1) refleks sederhana, atau dasar, yaitu
respons inheren tanpa dipelajari, misalnya menarik tangan dari benda panas
yang membakar; dan (2) refleks didapat, atau terkondisi, yang terjadi karena
latihan dan belajar, misalnya seorang pemain piano yang menekan tuts
tertentu setelah melihat sebuah lambang nada di buku lagunya. Musisi
tersebut mernbaca musik dan memainkannya secara otomatis, tetapi hanya
setelah latihan yang cukup intens.
Lengkung Refleks
Lengkung refleks Jalur saraf yang terlibat dalam melaksanakan
aktivitas refleks dikenal sebagai lengkung refleks, yang biasanya mencakup
lima komponen dasar:
1. Reseptor sensorik
2. Jalur aferen
3. Pusat integrasi
4. Jalur eferen
5. Efektor
Reseptor sensorik (disingkat reseptor) berespons terhadap rangsangan,
yaitu perubahan fisik atau kimiawi yang dapat dideteksi di dalam lingkungan
reseptor. Sebagai respons terhadap rangsangan tersebut, reseptor
menghasilkan potensial aksi yang dipancarkan oleh jalur aferen ke pusat
integrasi (biasanya adalah SSP ) untuk diolah. Korda spinalis dan batang otak
mengintegrasikan refleks-refleks dasar, sementara pusat-pusat yang lebih
tinggi di otak memproses refleks didapat. Pusat integrasi memproses semua
informasi yang tersedia baginya dari reseptor ini, serta dari semua masukan
lain, kemudian "mengambil keputusan" mengenai respons yang sesuai.
Instruksi dari pusat integrasi ini disalurkan melalui jalur eferen ke efektor—
otot atau kelenjar—yang melaksanakan respons yang diinginkan. Tidak
seperti perilaku sadar, yaitu ketika terdapat sejumlah kemungkinan respons,
respons refleks dapat diprediksi, karena jalurnya selalu sama.
Refleks Regang
Refleks spinal dasar adalah refleks yang diintegrasikan oleh korda
spinalis; yaitu, semua komponen yang diperlukan untuk menghubungkan
masukan aferen ke respons eferen terdapat di dalam korda spinalis. Refleks
yang paling sederhana adalah refleks regang, yaitu ketika neuron aferen yang
berasal dari reseptor yang mendeteksi regangan pada otot rangka berujung
secara langsung pada neuron eferen yang menyarafi otot rangka yang sama
untuk menyebabkannya berkontraksi dan melawan regangan. Pada refleks ini,
pusat integrasi adalah sinaps tunggal yang terdapat pada medula spinalis di
antara jalur aferen dan eferen. Keluaran sistem ini (apakah otot rangkanya
berkontraksi atau tidak sebagai respons terhadap regangan pasif) bergantung
pada tingkat penjumlahan EPSP pada badan sel neuron eferen yang berasal
dari frekuensi masukan aferen (ditentukan oleh tingkat regangan yang
dideteksi oleh reseptor).
Refleks Lucut
Ketika seseorang menyentuh kompor panas (atau menerima
rangsangan nyeri lainnya), refleks lucut terpicu untuk menarik tangan dari
rangsang yang menimbulkan nyeri (Gambar 5-31). Kulit memiliki berbagai
reseptor untuk rasa hangat, dingin, sentuhan ringan, tekanan, dan nyeri.
Meskipun semua informasi dikirim ke SSP melalui potensial aksi, SSP dapat
membedakan antara berbagai rangsangan karena reseptor dan, dengan
demikian, jalur aferen yang diaktifkan oleh rangsangan yang berbeda juga
berbeda. Jika suatu reseptor dirangsang cukup kuat sehingga reseptor tersebut
mencapai ambang, terbentuk potensial aksi di neuron aferen. Semakin kuat
rangsangan, semakin tinggi frekuensi potensial aksi yang dihasilkan dan
dikirim ke SSP.

Aktivitas Refleks Lain


Kerja refleks spinal tidak terbatas pada respons motorik di sisi tubuh
yang mendapat rangsangan. Misalnya seseorang menginjak bara api dan
bukan menyentuh benda panas dengan tangannya. Akan terpicu suatu
lengkung refleks untuk menarik kaki yang cedera dari rangsangan nyeri,
sementara tungkai kontralateral secara bersamaan bersiap untuk mendadak
menerima semua beban tubuh sehingga yang bersangkutan tidak kehilangan
keseimbangan atau jatuh . Menekuknya lutut ekstremitas yang cedera tanpa
adanya rintangan dilaksanakan secara simultan oleh stimulasi refleks otototot
yang menekuk lutut dan inhibisi otot-otot yang meluruskan lutut. Respons ini
adalah khas refleks lucut. Pada saat yang sama, ekstensi lutut tungkai
kontralateral tanpa halangan dilaksanakan oleh pengaktifan jalur-jalur yang
menyeberang ke sisi kontralateral korda spinalis untuk secara refleks
merangsang otot-otot ekstensor lutut ini dan menghambat otot-otot
fleksornya.
Refleks ekstensor menyilang ini memastikan bahwa tungkai
kontralateral akan berada dalam posisi siap menahan beban tubuh sewaktu
tungkai yang cedera ditarik menjauhi rangsangan. Selain refleks protektif
(misalnya reeks lucut) dan refleks postur sederhana (misalnya refleks
ekstensor menyilang), refleks spinal dasar juga memerantarai pengosongan
organ-organ panggul (misalnya, berkemih). Semua refleks spinal dapat secara
sengaja dikalahkan paling tidak secara temporer oleh pusat-pusat yang lebih
tinggi di otak. Tidak semua aktivitas refleks melibatkan lengkung refleks
yang jelas, meskipun prinsip dasar suatu refleks (yaitu, respons otomatis
terhadap suatu perubahan yang terdeteksi) tetap berlaku. Jalur-jalur untuk
respons yang tidak disadari menyimpang dari refleks yang khas dalam dua
cara umum:
1. Respons setidaknya diperantarai oleh hormon. Suatu refleks tertentu
mungkin diperantarai hanya oleh neuron atau hormon atau mungkin
melibatkan jalur yang menggunakan keduanya.
2. Respons lokal yang tidak melibatkan saraf atau horrnon. Sebagai contoh,
pembuluh darah pada otot yang sedang aktif berdilatasi karena perubahan
metabolik lokal sehingga aliran darah meningkat untuk mengimbangi
kebutuhan metabolik otot yang aktif tersebut.(Sherwood, 2013)
 ANALISIS HASIL
Dari hasil yang diperoleh didapatkan hasil yaang tidak ada perbedaan
terhadap 4 probandus, sebagai berikut :

 Pemeriksaan refleks Lutut :


Pada pemeriksaan refleks lutut pada semua probandus (probandus A-D)
didapatkan hasil dalam kategori normal karena terdapat refleks atau
kontraksi yang mengakibatkan lutut mendekati rangsangan.
 Pemeriksaan refleks tumit :
Pada pemeriksaan refleks tumit pada semua probandus (probandus A-D)
didapatkan hasil dalam kategori normal karena terdapat refleks atau
kontraksi yang mengakibatkan tumit mendekati rangsangan.
 Pemeriksaan refleks Bisep :
Pada pemeriksaan refleks bisep pada semua probandus (probandus A-D)
didapatkan hasil dalam kategori normal karena terdapat refleks atau
kontraksi yang mengakibatkan bisep mendekati rangsangan.
 Pemeriksaan refleks trisep :
Pada pemeriksaan refleks trissep pada semua probandus (probandus A-D)
didapatkan hasil dalam kategori normal karena terdapat refleks atau
kontraksi yang mengakibatkan trisep menjauhi rangsangan.
 Pemeriksaan refleks mengejap mata :
Pada pemeriksaan refleksmengejap mata pada semua probandus
(probandus A-D) didapatkan hasil dalam kategori normal karena terdapat
refleks atau kontraksi yang mengakibatkan mata ikut berkedip saat di
sentuh atau dirangsang.
 Komponen pada lengkung refleks/reflex arc beserta fungsinya
1. Jalur aferen, SST mendeteksi, menyandikan, dan mentransmisikan sinyal
perifer ke SSP, karena itu menginformasikan SSP tentang lingkungan
internal dan eksternal. Masukan aferen ini ke pusat pengontrol di SSP
sangat penting dalam mempertahankan homeostasis. Untuk membuat
penyesuaian yang sesuai pada organ efektor melalui keluaran eferen, SSP
harus mengetahui apa yang sedang terjadi. Masukan aferen juga digunakan
untuk merencanakan tindakan volunter yang tidak berhubungan dengan
homeostasis.
2. Reseptor sensorik (disingkat reseptor) berespons terhadap rangsangan,
yaitu perubahan fisik atau kimiawi yang dapat dideteksi di dalam
lingkungan reseptor. Sebagai respons terhadap rangsangan tersebut,
reseptor menghasilkan potensial aksi yang dipancarkan oleh jalur aferen ke
pusat integrasi (biasanya adalah SSP) untuk diolah.
3. Pusat integrasi, memproses semua informasi yang tersedia baginya dari
reseptor ini, serta dari semua masukan lain, kemudian "mengambil
keputusan" mengenai respons yang sesuai.
4. Jalur eferen, menerima intruksi dari pusat integrasi mengenai respons yang
sesuai.
5. Efektor, otot atau kelenjar—yang melaksanakan respons yang diinginkan.
(Sherwood, 2014)

 Refleks monosimpatik dan refleks polisimpatik

Refleks regang adalah suatu refleks monosinaptik ("satu sinaps")


karena satu-satunya sinaps pada lengkung refleks adalah yang berada di
antara neuron aferen dan neuron eferen. Semua refleks lainnya bersifat
polisinaptik ("banyak sinaps") karena terdapat antarneuron pada jalur refleks
sehingga terdapat sejumlah sinaps. Refleks lucut adalah contoh refleks
spinal dasar polisinaptik. (Sherwood, 2013) Arc refleks yang paling
sederhana adalah busur dengan satu sinaps antara neuron aferen dan eferen,
dan refleks yang terjadi di dalamnya disebut refleks monosinaptik. Busur
refleks di mana interneuron berada di antara neuron aferen dan eferen
disebut refleks polisinaptik. (Barret et al., 2016)
Gerak refleks monosinaptik disebut juga sebagai gerak refleks
sederhana. Disebut monosinaptik, sebab informasi rangsang yang masuk ke
neuron sensori hanya melompati satu sinaptik, untuk bisa langsung sampai
neuron motorik yang kemudian akan meneruskan informasi ini ke otot.
Gerak refleks polisnaptik disebut juga sebagai gerak refleks
kompleks. Jika pada monosinaptik, pesan atau stimuli hanya melompat satu
kali untuk sampai ke neuron motorik, pada polisnaptik, neuron harus
melompat lebih dari satu kali.Sebab, dari neuron sensorik, pesan tidak
langsung menuju ke neuron motorik, tapi harus melalui interneuron terlebih
dahulu, maupun neuron-neuron lainnya.
 Skala uji refleks(0-4)
A. 4+ sangat cepat, hiperaktif dengan gerakan klonus (osilasi berirama
antara gerakan fleksi dan eksistensi)
B. 3+ lebih cepat daripada rata-rata (mungkin menunjukkan penyakit
namun tidak selalu demikian)
C. 2+ rata-rata (normal)
D. 1+ sedikit berkurang (normal rendah)
E. 0 tidak ada refleks (Lilah, 2012)
 Perjalanan terjadinya refleks muntah, refleks rahang, dan refleks
mengunyah (termasuk perjalanan impuls sarafnya dari reseptor
sampai efektor)
1. Refleks muntah dapat dipicu oleh sinyal aferen ke pusat muntah dari
sejumlah reseptor di seluruh tubuh. Kausa muntah mencakup yang berikut:
a. Stimulasi taktil (sentuh) di bagian belakang tenggorok, yang merupakan
salah satu rangsangan paling kuat. Sebagai contoh, memasukkan jari
tangan ke belakang tenggorokan atau bahkan keberadaan penekan lidah
atau instrumen gigi di bagian belakang mulut sudah cukup untuk
merangsang sebagian orang tersedak atau bahkan muntah.
b. Iritasi atau peregangan lambung dan duodenum.
c. Peringkatan tekanan intrakranium, misalnya yang disebabkan oleh
perdarahan otak. Karena itu, muntah setelah cedera kepala dianggap
sebagai tanda buruk; hal ini mengisyaratkan pembengkakan atau
perdarahan di dalam rongga kranium.
d. Rotasi atau akselerasi kepala yang menyebabkan pusing hergoyang,
misalnya mabuk perjalanan.
e. Bahan kimia, termasuk obat atau bahan berbahaya yang memicu muntah
(yaitu, emetik) dengan bekerja pada bagian atas saluran cerna atau dengan
merangsang kemoreseptor di chemoreceptor trigger zone khusus di
sampirig pusat muntah di otak. Sebagai contoh, obat kemoterapi yang
digunakan untuk mengobati kanker sering menyebabkan muntah dengan
bekerja pada chernoreceptor trigger zane.
f. Muntah psikogenik akibat faktor emosi, termasuk yang menyertai
pemandangan atau bau yang memuaikan serta kecemasan, Seperti saat
sebelum diperiksa.(Sherwood, 2014)
Efek muntah Pada muntah yang berlebihan, tubuh mengalami kehilangan
banyak cairan dan asam yang secara normal akan direabsorpsi. Penurunan
volume plasma yang terjadi dapat menyebabkan dehidrasi dan masalah
sirkulasi, dan kehilangan asam dari lambung dapat menyeliabkan alkalosis
metabolik.(Sherwood, 2014)
2. Refleks rahang atau refleks masseter
Refleks regangan yang digunakan untuk menguji status saraf
trigeminal pasien ( saraf kranial V) dan untuk membantu membedakan
kompresi korda serviks atas dari lesi yang berada di atas foramen magnum
. The mandibula -atau rahang bawah-disadap pada sudut ke bawah tepat di
bawah bibir di dagu sementara mulut diadakan sedikit terbuka. Sebagai
tanggapan, otot masseter akan menyentak mandibula ke atas. Biasanya
refleks ini tidak ada atau sangat sedikit. Namun, pada individu dengan lesi
neuron motorik atas, refleks sentakan rahang bisa sangat jelas.
Refleks sentakan rahang dapat diklasifikasikan sebagai refleks
regangan dinamis. Seperti kebanyakan refleks lainnya, respons terhadap
rangsangan adalah monosinaptik , dengan neuron sensorik dari nukleus
mesencephalic trigeminal mengirimkan akson ke nukleus motoric
trigeminal, yang pada gilirannya menginervasi masseter . Refleks ini
digunakan untuk menilai integritas neuron motorik atas yang
memproyeksikan ke nukleus motorik trigeminal. Baik aspek sensorik dan
motorik refleks ini melalui CN V.(Hall, 2011)
3. Refleks mengunyah,
Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik
saraf kranial kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam
batang otak. Perangsangan daerah retikularis spesifik pada pusat
pengecapan di batang otak akan menimbulkan gerakan mengunyah yang
ritmis. Demikian pula, perangsangan area di hipotalamus, amigdala, dan
bahkan di korteks serebri dekat area sensoris untuk pengecapan dan
penghidu sering kali dapat menimbulkan gerakan mengunyah.
Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh suatu ref leks
mengunyah. Adanya bolus makanan di dalam mulut pada awalnya
menimbulkan inhibisi refleks otot-otot pengunyahan, yang menyebabkan
rahang bawah turun ke bawah. Penurunan ini kemudian menimbulkan
refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi
rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang
menimbulkan pengatupan gigi geligi, tetapi juga menekan bolus pada
mukosa mulut, yang menghambat otot-otot rahang bawah sekali lagi,
menyebabkan rahang bawah turun dan kembali rebound pada saat yang
lain, dan ini terjadi berulang-ulang.
Mengunyah penting untuk pencernaan semua makanan, tetapi
terutama sekali untuk sebagian besar buah-buahan dan sayur-sayuran
mentah karena mereka mempunyai membran selulosa yang tidak dapat
dicerna. Membran ini melingkupi bagian-bagian zat nutrisi sehingga harus
diuraikan sebelum makanan dapat dicerna. Selain itu, mengunyah akan
membantu pencernaan makanan untuk alasan sederhana berikut:
Enzimenzim pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel makanan;
sehingga, kecepatan pencernaan seluruhnya bergantung pada area
permukaan total yang terpapar dengan sekresi pencernaan. Selain itu,
menggiling makanan hingga menjadi partikel-partikel dengan konsistensi
sangat halus akan mencegah ekskoriasi traktus gastrointestinal dan
meningkatkan kemudahan pengosongan makanan dari lambung ke dalam
usus halus, kemudian ke semua segmen usus berikutnya.(Hall, 2011)
KESIMPULAN
1. Refleks adalah setiap respons yang terjadi secara otomatis tanpa upaya sadar.
Terdapat dua jenis refleks yaitu refleks sederhana atau dasar dan refleks
didapat atau terkondisi.
2. Jalur saraf yang terlibat dalam melaksanakan aktivitas refleks dikenal sebagai
lengkung refleks, yang biasanya mencakup lima komponen dasar: reseptor
sensorik, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen, efektor.
3. Refleks regang adalah suatu refleks monosinaptik ("satu sinaps") karena
satu-satunya sinaps pada lengkung refleks adalah yang berada di antara
neuron aferen dan neuron eferen. Semua refleks lainnya bersifat polisinaptik
("banyak sinaps") karena terdapat antarneuron pada jalur refleks sehingga
terdapat sejumlah sinaps. Refleks lucut adalah contoh refleks spinal dasar
polisinaptik.
DAFTAR PUSTAKA
Barret, K. E. et al. (2016) Ganong,Wf - Review of Medical Physiology. 25th ed,
Deutsche Medizinische Wochenschrift. 25th ed. New york: LANGE medical
book.
Johnson, M. I. et al. (2012) BATES’ GUIDE TO PHYSICAL EXAMINATION &
HISTORY TAKING. 8ed ed, Journal of Chemical Information and Modeling.
8ed ed. Edited by L. W. & Wilkins. USA: Arrangement with Lippincott
Williams & Wilkins Inc.
Lilah, P. N. (2012) “Mekanisme Gerak Refleks,” Jurnal Ilmiah, 1(2), pp. 22–
72.
Sherwood, L. (2013) Introduction To Human Physiology, International Edition.
8th ed. Edited by S. Alexander. Australia: Yolanda Cossio.

Anda mungkin juga menyukai