Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan
mandibula, yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari
gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system,
skeletal system dan muscular system. Oklusi gigi geligi bukanlah merupakan keadaan yang
statis selama mandibula bergerak, sehingga ada bermacam-macam bentuk oklusi, misalnya :
sentrik, eksentrik, habitual, supra-infra, mesial distal, lingual. dsb. Dikenal dua macam istilah
oklusi yaitu :
1. Oklusi ideal adalah merupakan suatu konsep teoritis oklusi yang sukar atau bahkan tidak
mungkin terdapat pada manusia.
2. Oklusi normal adalah suatu hubungan yang dapat diterima oleh gigi geligi pada rahang sama
dan rahang yang berlawanan, apabila gigi dikontakan dan kondilus berada dalam fosa
glenoidea.
Selain itu istilah maloklusi, yaitu yang menyangkut hal-hal diluar oklusi normal. Pada
oklusi normal masih memungkinkan adanya beberapa variasi dari oklusi ideal yang secara
fungsi maupun estetik masih dapat diterima/memuaskan. Ada 2 tahap oklusi pada manusia :
1. Perkembangan gigi geligi susu.
2. Perkembangan gigi geligi permanen (rssm.iwarp.com).
Oklusi berasal dari kata occludere yang mempunyai arti mendekatkan dua permukaan
yang berhadapan sampai kedua pemukaan tersebut saling kontak. Secara teoritis, oklusi
didefinisikan sebagai kontak antara gigi-geligi yang saling berhadapan secara langsung (tanpa
perantara) dalam suatu hubungan biologis yang dinamis antara semua komponen sistem
stomato-gnatik terhadap permukaan gigi-geligi yang berkontak dalam keadaan berfungsi
berkontak dalam keadaan berfungsi.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa oklusi bukanlah merupakan
suatu proses statik yang hanya dapat diketahui bila seseorang penutup mulut sampai gigi
geliginya dalam keadaan kontak. Tetapi, kita harus pula memahami bahwa selain faktor gigigeligi masih ada faktor lain yang ikut terlibat dalam proses tersebut. Beberapa ahli
menyatakan bahwa oklusi dibentuk oleh suatu sistem struktur yang terintegrasi antara sistem
otot-otot mastikasi dan sistem neuromuskuler sendi temporomadibular dan gigi-geligi
(Hamzah, Zahseni; dkk).
Dari aspek sejarah perkembangannya, dikenal tiga konsep dasar oklusi yang sejauh ini
diajarkan dalam pendidikan kedokteran gigi.
Pertama, konsep oklusi seimbang (balanced occlusion) yang menyatakan suatu oklusi baik
atau normal, bila hubungan antara kontak geligi bawah dan geligi atas memberikan tekanan
yang seimbang pada kedua rahang, baik dalam kedudukan sentrik maupun eksentrik.
Kedua, konsep oklusi morfologik (morphologic occlusion) yang penganutnya menilai baikburuknya oklusi melalui hubungan antar geligi bawah dengan lawannya dirahang atas pada
saat geligi tersebut berkontak.
Ketiga, konsep oklusi dinamik/individual/fungsional (dinamic)/individual/functional
occlusion). Oklusi yang baik atau normal harus dilihat dari segi keserasian antara komponenkomponen yang berperan dalam proses terjadinya kontak antar geligi tadi. Komponenkomponen ini antara lain ialah geligi dan jaringan ini antara lain ialah geligi dan jaringan
penyangganya, otot-otot mastikasi dan sistem neuromuskularnya, serta sendi temporo
mandibula. Bila semua struktur tersebut berada dalam keadaan sehat dan mampu
menjalankan fungsinya dengan baik, maka oklusi tersebut dikatakan normal (Gunadi,
Haryanto A; dkk).
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Bentuk korona gigi berkembang dengan normal dengan perbandingan yang tepat antara
dimensi mesio-distal atau buko-lingual
Tulang, otot, jaringan disekitar gigi anatomis mempunyai perbandingan yang normal
Semua bagian yang membentuk gigi geligi geometris dan anatomis, satu dan secara
bersama-sama memenuhi hubungan yang tertentu
Gigi geligi terhadap mandibula dan cranium mempunyai hubungan geometris dan anatomis
yang tertentu
Karena gigi dapat mengalami atrisi akibat fungsi pengunyahan, maka bentuk gigi ideal
jarang dijumpai. Oklusi ini jarang ditemukan pada gigi geligi asli yang belum diperbaiki.
Oklusi Normal
Leory Johnson menggambarkan oklusi normal sebagai suatu kondisi oklusi yang berfungsi
secara harmonis dengan proses metabolic untuk mempertahankan struktur penyangga gigi
dan rahang berada dalam keadaan sehat. Oklusi dikatakan normal jika:
Susunan gigi di dalam lengkung gigi teratur dengan baik
Gigi dengan kontak proksimal
Hubungan seimbang antara gigi dan tulang rahang terhadap cranium dan muscular di
sekitarnya
Kurva spee normal
Ketika gigi berada dalam kontak oklusal, terdapat maksimal interdigitasi dan minimal
overbite dan overjet
Cusp mesio-bukal molar 1 maksila berada di groove mesio-bukal molar 1 mandibula dan
cusp disto-bukal molar 1 maksila berada di embrasure antara molar 1 dan 2 mandibla dan
seluruh jaringan periodontal secara harmonis dengan kepala dan wajah.
Klasifikasi dari Oklusi Gigi Geligi
Klasifikasi berikut berdasarkan pada klasifikasi Edward Angle (1899) walaupun
berbeda dalam beberapa aspek yang penting. Ini adalah klasifikasi dari hubungan anteroposterior lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak melibatkan hubungan lateral serta
vertikal, gigi berjejal dan malposisi lokal dari gigi-gigi.
1. Kelas 1
Hubungan ideal yang bisa ditolerir. Ini adalah hubungan antero-posterior yang
sedemikian rupa, dengan gigi-gigi berada pada posisi yang tepat di lengkung rahang, ujung
gigi kaninus atas berada pada bidang vertikal yang sama seperti ujung distal gigi kaninus
bawah. Gigi-gigi premolar atas berinterdigitasi dengan cara yang sama dengan gigi-gigi
premolar bawah, dan tonjol antero-bukal dari molar pertama atas tetap beroklusi dengan alur
(groove) bukal dari molar pertama bawah tetap. Jika insisivus berada pada inklinasi yang
tepat, overjet inisisal adalah sebesar 3 mm.
2.
Kelas 2
Pada hubungan kelas 2, lengkung gigi bawah terletak lebih posterior daripada
lengkung gigi atas dibandingkan pada hubungan kelas 1. Karena itulah, keadaan ini kadang
disebut sebagai hubungan postnormal. Ada dua tipe hubungan kelas 2 yang umum
dijumpai, dan karena itu, dikelompokkan menjadi dua divisi:
3.
Kelas 3
Pada hubungan kelas 3, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior terhadap lengkung
gigi atas dibandingkan pada hubungan kelas 1. Oleh karena itu, hubungan ini kadang-kadang
disebut juga sebagai hubungan prenormal.
Ada dua tipe utama dari hubungan kelas 3. Yang pertama, biasanya disebut kelas
3 sejati, dimana rahang bawah berpindah dari posisi istirahat ke oklusi kelas 3 pada saat
penutupan normal. Pada tipe yang kedua, gigi-gigi insisivus terletak sedemikian rupa
sehingga gerak menutup mandibula menyebabkan insisivus bawah berkontak dengan
insisivus atas sebelum mencapai oklusi sentrik. Oleh karena itu, mandibula akan bergerak ke
depan pada penutupan translokasi, menuju ke posisi interkuspal. Tipe hubungan semacam ini
biasanya disebut kelas 3 postural atau kelas 3 dengan pergeseran.
Graf Von Spee menggambarkan kelengkungan permukaan oklusal gigi dari ujung caninus
mandibula yang berjalan posterior mengikuti cusp bukal gigi posterior mandibula. Kurva ini
berada dalam bidang sagital saja. Efek dari Kurva Spee ditentukan dengan membandingkan
bidang tiap gigi dalam kurva dengan jalur putaran condycle. Lebih menyimpang bidang tiap
gigi dari arah jalur putaran condycle, semakin besar tinggi puncak. Lebih sejajar bidang tiap
gigi dari jalur putaran condycle, semakin pendek tinggi puncak.
Kedalaman kurva Spee dan kurva kompensasi merupakan hal yang penting dalam
prosedur perawatan. Kurva Spee dapat dijadikan referensi dalam merekonstruksi oklusal pada
kasus kehilangan gigi posterior sebagian atau seluruhnya. Tujuan utama yang paling penting
adalah dalam hal ini untuk mendapatkan stabilitas gigi tiruan. Perlu diperhatikan jika pada
pasien yang telah mengalami penurunan dimensi vertical, maka pembuatan cusp gigi yang
tajam dengan kurva yang datar adalah kontraindikasi karena dapat mengurangi freeway
space. Pembuatan cups yang tajam, dalam, dan curam yang tidak mengikuti kurva spee dalam
bentuk fisiologis yang sebelumnya mengakibatkan pengaruh traumatik pada jaringan
penyangga sehingga jaringan periodontal dan tulang resopsi, dan kehilangan lebih lanjut pada
gigi sisa.
2.
Variasi genetik
Perkembangan gigi-geligi secara acak
Adanya gigi-gigi supernumerary
Otot-otot dan jaringan sekitar rongga mulut
Kebiasaan
Trauma
Kesimpulan
1. Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula.
2. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan muscular
system.
3. Kurva kompensasi adalah hubungan antara satu lengkungan pada rahang dengan
lengkungan lain yang dikompensasi.
Daftar Pustaka
Klasifikasi angel
Class I
Class II
Cusp mesiobukal m1 permanen maksila menutupiu antara cusp mesio bukal M1 mandibula
permanen dan aspek distal dari P1 mandibula. Juga mesiolingual cusp M1 permanen maksila
menutupi mesiolingual cusp dari M1 permanen mandibula.
Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi dan 1 subdivisi berdasarkan angulasi
labiolingual dari maksila, yaitu ;
Class II divisi I
Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus maksila labio version.
Class II divisi II
Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila mendekati normal secara
anteroposterior atau secara ringan dalam linguoversion sedangakan I2 maksila tipped secara
labial atau mesial.
Class II sbdivisi
Saat relasi kelas II molar, terjadi oada satu sisi pada lengkung dental.
Class III
Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkuna maksila dengan cusp
mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada ruang interdental di antara ruang distal dari
cusp distal pada M1 permanen mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial m2 mandibula.
Class III terbagi 2, yaitu :
Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak serupa, disini mandibula bergesar
ke anterior dengan fossa gleroid dengan kontak premature gigi atau beberapa alas an lainnya
ketika rahang berada pada oklusi sentrik.
Klasifikasi dewey, yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III
Tipe 2
Tipe 3
Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I mandibula. ( anterior cross bite
).
Tipe 4
M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam jajaran normal
bite posterior ).
Tipe 5
M kea rah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian mesial gigi tersebut,
hilangnya M susu lebih awal dan P2 ).
( cross
( contoh
Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada jajaran yang normal, tetapi oklusi
di anterior terjadi edge to edge.
Tipe 2
I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang terletak kea rah lingual ).
Tipe 3
Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross bite pada I maksila yang
crowding dan lengkung mandibula perkembangannya baik dan lurus.
Neutroklusi
Distoklusi
Mesioklusi
Mesioversi
Distoversi
Lingouversi
labioversi
Infraversi
Supraversi
Axiversi
Torsiversi
Transversi
Klasifikasi Bennette
Klasifikasi ini berdasarkan etiologinya:
Kelas 1
Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal.
Kelas II
Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah satu lengkung sesuai
kerusakan perkembangan tulang.
Kelas III
Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah satu lengkung dan
kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan tulang.
Klasifikasi Simons
Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap wajah dan kranial
dalam tiga bidang ruang:
Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata- telinga ditentukan dengan menggambarkan
garis lurus hingga margin tulang secara langsung di bawah pupil mata hingga ke margin atas
meatus eksternal auditory (derajat di ats tragus telinga). Digunakan untuk mengklasifikasi
maloklusi dalam bidang vertikal.
Attraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal menunjukkan
suatu attraksi (mendekati).
Abstraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal menunjukkan
suatu abstraksi (menjauhi).
rotraksi
Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.
Retraksi
Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.
Kontraksi
Distraksi (menjauhi)
Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih dari normal.
Klasifikasi Skeletal
Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur lapisan skeletal.
Kelas 1 Skeletal
Maloklusi ini dimana semata-mata dental dengan tulang wajah dan rahang harmoni dengan
satu yang lain dan dengan posisi istirahat kepala. Profilnya orthognatic.
Kelas 1 dental ditentukan berdasarkan maloklusi dental :
divisi I
Malrelasi lokal insisor, caninus , dan premolar.
divisi II
Protrusi insisor maksila
divisi III
Lingouversi insisor maksila
divisi IV
protrusi bimaksilari
kelas II Skeletal
divisi I
lengkung dental maksila dalam batas sempit dengan crowding pada regio caninus, crossbite
bisa saja ada ketinggian wajah vertikal menurun. Gigi anterior maksila protrusif dan profilnya
retrognatic.
divisi II
merupakan pertumbuhan berlebih mandibula dengan sudut mandibula yang tumpul. Profilnya
prognatic pada mandibula.3
Pada maloklusi kelas 1, relasi antar molar pertama normal, tetapi garis oklusi gigi-gigi di
daerah depan dari molar pertama tersebut tidak tepat.
Pada maloklusi kelas 2, tampak molar pertama bawah tampak lebih belakang dari pada
molar atasnya sehingga relasi tidak lagi normal. Kondisi ini merupakan overbite / gigitan
berlebih.
Pada maloklusi kelas 3 ini merupakan kebalikan dari Kelas 2, yaitu molar pertama atas yang
tampak lebih belakang daripada molar pertama bawah. Kondisi ini merupakan underbite atau
terkadang disebut gigitan terbalik.
a.
klas I
b. faktor yang berpengaruh (bad habit)
c. pemeriksaan
d. pencegahan
e. perawatan
klas II
divisi 1
a. etiologi : herediter, bad habit
- faktor yang berpengaruh (bad habit)
b. syarat,ciri,karakteristikpemeriksaan
radiografi, analisa model study,..............
c. pencegahan
menghilangkan bad habit spt menghisap jempol, edukasi
d. perawatan
LI
divisi 2
a. etiologi
LI
b. syarat, ciri
gigi anterior retrusif
c. pemeriksaan = idem
d. pencegahan = sesuai etiologi
e. perawatan
subdivisi
LI
-
klas III
pseudoklas III
a. etiologi
b. ciri
mandibula bergeser ke anterior dengan fossa glenoid.....
subdivisi
LI