Anda di halaman 1dari 9

Skenario 4

Penatalaksanaan Dislokasi Sendi Temporomandibula

Pasien laki-laki usia 65 tahun datang ke RSGM UNEJ dengan keluhan rahang tidak bisa dipakai
untuk menutup mulut. Istri penderita menceritakan bahwa kejadian ini berlangsung sejak pagi hari
saat penderita baru bangun tidur dan menguap. Kesulitan membuka mulut penderita sebenarnya
sering terjadi dan berulang terutama saat membuka mulut terlalu lebar maupun tertawa.
Pemeriksaan klinis terlihat mulut terbuka dengan jarak antar insisal 1 cm, maloklusi bilateral, tidak
bisa menutup mulut, palpasi di preaurikula kanan dan kiri sakit serta ada spasme otot.

STEP 1:
- Dislokasi sendi temporomandibular
Sendi temporomandibula merupakan struktur anatomis yang rumit karena berhubungan
dengan pengunyahan, penelanan, bicara dan postur kepala. Sendi ini terdiri dari prosesus
kondilus yang merupakan bagian bergerak dan berartikulasi dengan eminensia artikularis
yang membentuk aspek anterior dari fossa glenoidalis. Di antara struktur tulang tersebut
terdapat meniscus artikularis (diskus artikularis) yang terbentuk dari jaringan ikat fibrous
yang avaskuler dan tanpa persyarafan.
- Makloklusi bilateral
Suatu kelainan oklusi akibat gigi yang berjejal atau tumpang tindih pada dua bagian.
Keadaan maloklusi skeletal, RB kedepan daripada RA, sehingga menyebabkan crossbite
bilateral.
- Palpasi di preaurikula
Suatu daerah anatomis yang letaknya di depan aurikel (daun telinga).
- Spasme Otot
Kekejangan otot yang secara spontan dan terjadi dalam beberapa waktu. Ditandai dengan
otot-otot mengalami kontraksi dan pasien mengalami rasa sakit yang sangat, biasanya
ditangani dengan terapi jaw rest atau diberi obat relaksasi otot. Tidak hanya terjadi pada
seseorang yang memiliki aktivitas berlebih, namun juga bisa terjadi pada aktivitas ringan
yang terus menerus

STEP 2 :
1. Apa saja etiologi dislokasi sendi temporomandibular ?
Sumber Laporan Tutorial :
a. Initiating factor
Merupakan faktor yang menyebabkan timbulnya kelainan tersebut. Diantaranya
(Chisnoiu et al, 2015) :
 Maloklusi
Merupakan faktor yang paling sering meyebabkan kelainan TMJ. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa ada beberapa maloklusi yang menunjukkan
korelasi terhadap munculnya kelainan TMJ ; 1. Posterior cross-bite, 2.
Overjet/overbite lebih dari 5 mm, 3. Relasi sentries/ maksimum intercuspal
sliding lebih dari 2 mm, 4. Gigitan edge to edge, 5. Hubungan sagital klas III, 6.
Anterior open bite.
 Perawatan orthodontic
 Bruxism
 Makrotrauma dan mikrotrauma
Makrotrauma , merupakan trauma yang disebabkan oleh gaya yang dating
tiba0tiba dan menyebabkan perubahan structural, contohnya : kecelakaan yang
mengenai rahang, Iatrogenik, open mouth trauma, da close mouth trauma.
Mikrotrauma, merupakan trauma yang disebabkan oleh gaya yang lebih
ringan yang terjadi terus menerus atau berulang pada struktur sendi sehingga
dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan timbulnya perubahan yang
bersifat adaptif dan/atau degenerative pada TMJ.
 Faktor buruknya kesehatan dan defisiensi nutrisi
 Faktor psikologis
Seperti stress, ketegangan mental, kecemasan, atau depresi dapat menjadi
penyebab maupun faktor predisposisi TMJ.
b. Predisposing Factor
Merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko pengebangan kelainan TMJ. Terdiri
dari proses patofisiologis, psikologis atau structural yang mengubah system
pengunyahan dan menyebabkan peningkatan risiko TMD. Faktor predisposisi lain
adalah hormonal, beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita memiliki resiko 4
kali lebih besar daripada laki-laki mengalami kejadian TMD. Hal ini terjadi karena
adanya reseptor estrogen pada wanita yang dapat berkontribusi pada degenerasi
homeostasis kartilago dan menginduksi aktivitas metalloproteinase (MMP) yang dapat
menurunkan makromolekul matriks kartilago pada TMJ (Chisnoiu et al, 2015).
c. Perpetuating Factor
Merupakan faktor yang dapat menganggu proses penyembuhan TMD dan
meningkatkan keparahan TMD (Chisnoiu et al, 2015).
 Faktor kebiasaan buruk, seperti : bruxism, grinding, clenching.
 Faktor social, mempengaruhi respon terhadap rasa sakit.
 Faktor emosional, seperti depresi dan kecemasan
 Faktor kognitif.

Sumber Pertama :

Etiologi :

- Pasien yang mempunyai fossa mandibular yang dangkal serta condylus yang tidak
berkembang dengan baik
- Anatomi yang abnormal serta kerusakan dari stabilisasi ligament yang akan mempunyai
kecenderungan untuk terjadi kembali (rekuren)
- Membuka mulut yang terlalu lebar atau terlalu lama
- Adanya riwayat trauma mandibula, biasanya disertai dengan multiple trauma.
- Kelemahan kapsuler yang dihubungkan dengan subluksasi kronis
- Diskoordinasi otot-otot karena pemakaian obat-obatan atau gangguan neurologis

Faktor Presdisposisi :

- Kelemahan ligamen, kapsul dan kelainan otot


Kapsul dan ligamen yang kendor dapat terjadi dari penyembuhan yang tidak adekuat
setelah trauma, hipermobiliti dan dari penyakit sendi degeneratif
- Kelainan oklusal dan hilangnya dimensi vertikal
- Trauma akibat jatuh
- Kecelakaan lalu lintas, kecelakaan rumah tangga, kekerasan,
- Membuka mulut yang berlebihan saat menguap, tertawa, bernyanyi, membuka mulut
berkepanjangan dari prosedur lisan dan THT, membuka mulut secara kuat dari prosedur
anestesi dan endoskopi memberikan kontribusi sekitar 40%

2. Bagaimana mekanisme terjadinya kesulitan menutup mulut pada pasien?

Fungsi normal merupakan interfase antara prosesus condylaris dan discus yang
merupakan tempat gerak engsel yang dimungkinkan terutama oleh perlekatan diskus pada
prosesus condylaris melalui ligamen diskus. Stabilitas tambahan dari diskus diberikan oleh
gerakan resi prokal (berbalasan) lapisan superior zona bilaminar yang melawan tarikan dari
muskulus pterigoideus lateralis superior. M.pterigoideus lateralis superior ini bersifat pasif
dan kontraksi pada penutupan paksa. Kontraksi M.pterigoideus lateralis inferior terjadi
selama pergerakan membuka mulut dan mengakibatkan pergeseran prosesus kondilaris ke
arah anterior. Komponen prosesus kondilaris atau diskus bergerak berlawanan dengan
tonjolan fossa sebagai suatu sendi dengan pergerakan bebas atau translasi.

Dislokasi misalnya luksasi terjadi bila kapsul dan ligamen temporomandibula


mengalami gangguan sehingga memungkinkan prosesus kondilaris untuk bergerak lebih
kedepan dari eminensia artikularis dan ke superior saat membuka mulut. Kontraksi otot
dan spasme yang terjadi selanjutnya akan mengunci prosesus kondilaris dalam posisi ini,
sehingga menyebabkan terhalangnya gerakan menutup. Dislokasi dapat terjadi satu sisi
atau dua sisi dan kadang terjadi secara spontan bila mulut terbuka lebar, misalnya saat
menguap.

3. Apa saja Klasifikasi dislokasi sendi temporomandibular ?


Jenis dislokasi dibedakan berdasarkan letak condylus relatif terhadap fossa
articularis tulang temporal:
a. Dislokasi Anterior
Perubahan posisi condylus menjadi anterior terhadap fossa articularis tulang
temporal. Dislokasi anterior biasanya terjadi akibat interupsi pada sekuens normal
kontraksi otot saat mulut tertutup setelah membuka dengan ekstrim. Muskulus masseter
dan temporalis mengangkat mandibula sebelum muskulus pterygoid lateral berelaksasi,
mengakibatkan condylus mandibularis tertarik ke anterior ke tonjolan tulang dan keluar
dari fossa temporalis. Spasme muskulus masseter, temporalis, dan pterygoid
menyebabkan trismus dan menahan condylus tidak dapat kembali ke fossa temporalis.
Dislokasi anterior adalah yang paling umum dan terjadi karena perpindahan dari
kondilus anterior ke artikular eminensia tulang temporal. Dislokasi anterior biasanya
tambahan dalam urutan aksi normal otot saat mulut menutup dari pembukaan ekstrim.
Otot masseter dan otot temporalis mengelevasi mandibula sebelum otot pterygoideus
lateralis rileks sehingga kondilus mandibula ditarik keluar dari fosa glenoid dan
anterior ke puncak tulang. Kekejangan otot masseter, temporalis dan otot pterygoideus
menyebabkan trismus dan menahan kondilus kembali ke fossa glenoid
Dislokasi jenis ini dapat terjadi unilateral atau bilateral.
Dislokasi anterior dapat dibedakan :
- Dislokasi Akut
Dislokasi anterior yang akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik,
namun biasanya disebabkan oleh pembukaan mulut yang berlebihan seperti
menguap, anestesi umum, ekstraksi gigi, muntah, atau kejang, dislokasi ini juga
dapat terjadi setelah prosedur endoskopik.
Pergeseran kondilus ke anterior eminensia artikularis dan terpisah
seluruhnya dari permukaan artikulasi serta terkunci pada posisi tersebut. Kejadian
dislokasi akut cukup sering dan terjadi spontan setelah suatu trauma atau berkaitan
dengan penyakitpenyakit psikiatri dan terapi obat. Dislokasi akut membutuhkan
reposisi manual mandibula segera untuk mencegah terjadinya spasme otot yang
progresif. Kejadian ini dapat terjadi pada saat menguap, muntah, tertawa, atau
usaha-usaha mastikasi yang kuat
- Dislokasi kronik rekuren
Dislokasi kronik rekuren disebabkan oleh mekanisme yang sama pada
pasien akut dengan faktor risiko seperti fossa mandibularis yang dangkal
(kongenital), kehilangan kapsul sendi akibat riwayat disloasi sebelumnya, atau
sindrom hipermobilitas, sedangkan dislokasi kronik terjadi akibat dislokasi TMJ
yang tidak ditangani sehingga condylus tetap berada dalam posisinya yang salah
dalam waktu lama, biasanya pada kasus ini dibutuhkan reduksi terbuka.
Dislokasi rekuren kronik juga dapat terjadi pada penderita epilepsi, distropi
miotonik dan sindroma Ehlers-Danlos. Istilah ‘kronik’, ‘rekuren kronik’ atau
‘habitual’ sebaiknya diberikan untuk dislokasi episodik yang berulang.
Dislokasi kronis berulang terjadi pada orang-orang dengan kebiasaan
membuka mulut yang lebar biasanya terjadi secara spontan dan direduksi
tergantung pada tingkat perubahan morfologi sendi temporomandibular dan
struktur yang berdekatan. Ketika artikular eminensia memanjang, dislokasi sulit
untuk direduksi. Hal ini terjadi biasanya pada pasien dengan hipoplasia eminensia,
fossa sempit, kapsul longgar, gangguan kolagen, kondilus kecil, sindrom
hipermobilitas, oromandibulardystonias dan penggunaan obat neuroleptik tampilan
polos TMJ terutama pada transcranio-oblique, kontras CT scan, i-CAT scan dan
MRI, tomografi digital linear dan rotasi polos, artroskopi sendi berguna untuk
menilai posisi kepala kondilus dan meniskus dalam kaitannya dengan fossa
glenoid, proses mastoid, piring timpani dan artikular eminensia. Alat baru termasuk
sistem Dolphin yang mengimpor foto wajah 2D (bungkus wajah) gambar
stereografik 3D digunakan untuk meningkatkan simulasi pengobatan.1
- Dislokasi kronik.
Bentuk kronik meliputi rekuren, habitual dan yang sudah menetap lama
(‘long standing’). ‘long standing’ dapat diberikan untuk kasus dislokasi yang telah
menetap lama dalam periode waktu lebih dari satu bulan dan dislokasi ini biasanya
belum terdiagnosa sebelumnya
Pemanjangan artikular eminensia dapat mencegah pergeseran kebelakang
dalam posisi normal di fossa glenoid, dalam hal ini, dislokasi kronis
berkepanjangan dengan pembentukan pseudojoint baru dengan berbagai derajat
gerakan dan pasien tersebut memiliki masalah dengan kesulitan dalam menutup
mulut (kunci terbuka) dan maloklusi di mana ada prognatisme mandibula dengan
gigitan anterior
Dislokasi kronik terjadi akibat dislokasi TMJ yang tidak ditangani sehingga
condylus tetap berada dalam posisinya yang salah dalam waktu lama. Biasanya
dibutuhkan reduksi terbuka
b. Dislokasi Posterior
Dislokasi posterior yang biasanya terjadi akibat trauma fisik langsung pada dagu
dan Condylus mandibula tertekan ke posterior ke arah mastoid. Jejas pada meatus
acusticus externum akibat condylus dapat terjadi pada dislokasi tipe ini
Dislokasi posterior biasanya terjadi karena adanya pukulan langsung ke dagu.
Kondilus mandibula didorong ke posterior menuju mastoid. Cedera pada saluran
pendengaran eksternal dari puncak condylar dapat terjadi dari jenis cedera.
c. Dislokasi Superior
Dislokasi superior dimana pada dislokasi jenis ini terjadi akibat trauma fisik
langsung pada mulut yang sedang berada dalam posisi terbuka. Sudut mandibula pada
posisi ini menjadi predisposisi pergeseran condylus ke arah superior dan dapat
mengakibatkan kelumpuhan nervus fasialis, kontusio serebri, atau gangguan
pendengaran
Dislokasi superior, juga disebut dislokasi pusat, dapat terjadi dari pukulan langsung
ke mulut setengah terbuka. Sudut mandibula dalam posisi ini menjadi kecil dan bulat
,salah satu faktoe predeposisi adalah batas kepala kondilus migrasi ke atas kondilus.
Hal ini dapat mengakibatkan fraktur fossa glenoid dan dislokasi kondilius mandibula
ke dasar tengkorak tengah
Jenis dislokasi ini dapat berupa cedera saraf wajah, hematoma intrakranial, memar
otak, kebocoran cairan serebrospinal, dan kerusakan pada saraf kranial kedelapan
mengakibatkan ketulian. Dislokasi medial yang kedua dislokasi anterior . Avrahami et
la mendokumentasikan 11 kasus dislokasi medial dan menyatakan bahwa hal tersebut
terjadi karena tarikan berkelanjutan dari otot pterygoideus lateral pada kondilus dari
sisi yang terkena
d. Dislokasi Lateral
Dislokasi lateral biasanya terkait dengan fraktur mandibula diman condylus
bergeser ke arah lateral dan superior serta sering dapat dipalpasi pada permukaan
temporal kepala.
Dislokasi lateral biasanya berhubungan dengan fraktur mandibula. Kasus ini bisa
terjadi pada tipe I (subluksasi) atau tipe II (luksasi). Tipe II di subklasifikasikan
menjadi tiga bentuk, tergantung pada durasi dan manajemen yang dilakukan. Kepala
condylar bermigrasi ke lateral dan superior dan sering teraba di temporal space
4. Bagaimana Prosedur tatalaksana dislokasi senditemporomandibular ?
Tahapan dalam prosedur ini yaitu:
- Operator berada didepan pasien, letakkan ibu jari pada daerah retromolar pad (di
belakang gigi molar terakhir) pada kedua sisi mandibula dan jari jari yang lain
memegang permukaan bawah dari mandibula perlu diperhatikan disini bahwa operator
harus melindungi jari jarinya dari gigitan pasien secara tiba tiba saat mandibula
direposisi yaitu dengan cara membungkus kedua ibu jari dengan kassa
- Berikan tekanan pada gigi-gigi molar rahang bawah untuk membebaskan kondilus
dariposisi terkunci didepan eminensia artikulare, dorong mandibula kebelakang untuk
mengembalikan keposisi anatominya, reposisi yang berhasil ditandai dengan gigi-gigi
kembali beroklusi dengan cepat karena spasme dari otot masseter, pemasangan head
bandage.
- Pasien diinstruksikan untuk tidak membuka mulut terlalu lebar, head bandage
dipertahankan selama tiga hari untuk mencegah redislokasi.
- Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme yang berat dari
otot masseter dan pterygoid.
- Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan jari pada gigi molar bawah yang
menekan mandibula ke bawah untuk menarik otot levator dan selanjutnya ke belakang
untuk meletakkan kembali kondilus di dalam fosa
a. Perawatan yang diberikan pada kasus dislokasi akut.
Perawatan dengan metode Hipokrates dengan bantuan anestesi umum, 1 kasus
diberikan perawatan dengan menggunakan sebuah pengait untuk mengaplikasikan
tekanan tarik pada takik sigmoid, sementara 1 kasus diberikan perawatan dengan
menggunakan arch bars dan pita elastis untuk mengaplikasikan tekanan tarik elastik
eksternal. Dibantu dengan open reduction menggunakan elevator Bristow.Vertikal-
oblique ramus osteotomy digunakan untuk mengatasi prognati dan gigitan
terbuka/gigitan silangpada 9 kasus , 1 kasus menggunakan osteotomy inverted L dan
1 kasus menggunakan sagital osteotomy split
b. Perawatan yang Diberikan untuk Kasus Dislokasi kronis
Jumlah kasus yang dirawat menggunakan capsuloraphy kimia dengan bahan
sclerosing dan plasma kaya platelet tidak dapat dipastikan, 9 kasus diberikan
perawatan dengan menggunakan darah autologous dalam ruang sendi superior dan 9
kasus dengan injeksi ke dalam ruang dan jaringan pericapsular. Sementara itu tidak
ditemukan kasus dislokasi kronis yang diberikan perawatan dengan capsulorrhaphy
bedah dan lipatan untuk kapsul longgar dan ligamen. condylotomy yang rendah
dilakukan pada 2 kasus dengan tujuan untuk memungkinkan terjadinya pergerakan
bebas, sementara 4 kasus diberikan perawatan condylotomy terbuka. 15 kasus
diberikan perawatan myotomy pterygoideus lateralis melalui pendekatan intraoral
c. Perawatan yang Diberikan pada Kasus Dislokasi Rekuren Kronik
Dislokasi kronis diberikan perawatan eminectomy yang bertujuan untuk
memperpendek artikular dan memungkinkan gerakan terbatas/reduksi
spontanterhadap condylar. Eminoplasty menggunakan miniplates dilakukan pada 24
pasien dan sekrup digunakan dalam 3 kasus. 4 Sebanyak 20% kasus yang diatasi
dengan menggunakan skrup menimbulkan berbagai masalah seperti nyeri dan resorpsi
pada kepala condylar dan eminensia.Augmentasi dari ketingguan eminensia dengan
menggunakan eminoplasty implan tulang dilakukan pada beberapa pasien, 4 pasien
menerima tindakan eminoplasty interposisional (inlay) tanpa pemasangan kawat dan
plating , dan sebanyak 60 pasien diberikan perawatan eminoplasty dengan implant
onlay pada eminensia. Modifikasi mini invasive eminektomi dan relokasi otot
pterigoid lateral dilakukan pada 1 kasus. Prosedur yang sama dilakukan pada kedua
sisi masing masing kasus bilateral baik padakasus dislokasi kronik maupun dislokasi
rekuren, Sebagian besar kasus dilakukan evaluasi setiap 2-5 tahun dan komplikasi
terutama ditemukan pada pasienyang melakukan eminoplasti dengansekrup. Pasien
dengan autologous darah disuntikkan di sekitar jaringan pericapsular dan ke dalam
ruang sendi superior memiliki tingkat kekambuhan lebih rendah dibandingkan dengan
pasien yang mendaatkan suntukan pada ruang sendi saja

Lima metode dasar bedah telah dianjurkan untuk perawatan dislokasi mandibula rekuren
A. Mengencangkan mekanis
B. Kapsul,mengikat bagian sendi atau mandibula ke struktur yang terfiksasi
C. Membuat hambatan mekanis pada jalur kondilus
D. Menghilangkan hambatan jalur kondilus
E. Mengurangi tarikan otot

Penatalaksanaan dislokasi mandibula dapat dilakukan dengan reposisi manual, tanpa pembedahan,
dan dengan pembedahan terutama pada dislokasi yang bersifat rekuren dengan kemungkinan
terjadi redislokasi sangat besar. Cara lain untuk yang rekuren adalah dengan menyuntikkan intra
artikular larutan sklerosing.

5. Bagaimana KIE yang diberikan kepada pasien yang mengalami TMD?

a. Memberikan motivasi: menjelaskan penyebab dan diharapkan dapat memotivasi untuk


sembuh. Dan untuk menghindari kelainan tersebut.

b. Edukasi: instruksi mengistirahatkan rahang

c. Mouth night guard: pada pasien yang bruxism

6. Bagaimana diagnose dislokasi TMD ?


A. Anamnesa

Dari anamnesa perlu diketahui riwayat apakah pasien sering merasa tidak nyaman pada

rahang setelah gerakan membuka mulut yang lebar, misalnya saat berteriak. Keadaan

ini kadang disertai dengan ketidak-mampuan untuk menutup mulut serta adanya rasa

sakit. Dapat pula diketahui apakah pasien mempunyai riwayat benturan pada rahang

yang tanpa disadarinya telah terjadi perubahan posisi condylus. Kecuali pada keadaan
fraktur pada condylus dan disertai dengan fraktur multipel dimana penderita datang

dengan tanda-tanda klinis adanya trauma pada wajah atau rahang. Hal yang perlu untuk

diketahui apakah pasien sebelumnya pernah mengalami keadaan seperti ini yang

merupakan suatu petunjuk adanya suatu dislokasi yang rekuren.1

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan ini tergantung pada lamanya dislokasi, apakah terjadinya bersamaan

dengan suatu fraktur dan dislokasinya bilateral atau unilateral.1

1. Dislokasi Unilateral

Mandibula miring dan pada bagian yang terkena lebih kebawah posisinya,

biasanya disertai pembengkakan, lunak jika ditekan serta dengan palpasi

kelainannya terjadi di sekitar sendi TMJ. Gigi-gigi tidak dapat dioklusikan, baik

secara pasif maupun aktif.

2. Dislokasi Bilateral

Jika dislokasi terjadi pada kedua condylus mandibula, pasien akan terlihat

prognati dan terdapat pembengkakan bilateral serta lunak jika ditekan pada

kedua sisi TMJ. Gigi-gigi tidak dapat dioklusikan baik aktif maupun pasif,

karena adanya hambatan mekanis. Biasanya spasme otot masetter bilateral

dapat teraba. Pada keadaan yang disertai dengan fraktur pada basis condylus,

akan menyebabkan mandibula meluncur ke depan, dan akan menyebabkan rasa

sakit yang lebih hebat disbanding dengan dislokasi yang biasa.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Roentgen konvensional mandibula, dari gambaran bilateral oblique, terlihat

posisi condylus berada di anterior eminensia artikulare


2. Foto panoramik dangat akurat mendeteksi fraktur mandibula dan letak dislokasi

3. CT scan atau MRI yang dapat menunjukkan dislokasi namun tidak diindikasikan

pada kasus-kasus sederhana

DAFTAR PUSTAKA

Septadina Seta Indri. 2015. Prinsip Penatalaksanaan Dislokasi Sendi Temporomandibular.


Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Palembang: MKS, Th. 47, No. 1

Anda mungkin juga menyukai