Anda di halaman 1dari 2

METODE ASAM ASPARTAT

Penentuan usia menggunakan metode rasemisasi asam aspartat pertama kali dijelaskan pada tahun
1975 oleh Helfman dan Bada dan sampai sekarang semakin marak digunakan. Protein pada semua
spesies mulai dari bakteri sampai manusia dibentuk dari 20 asam amino yang sama dan tidak
berubah selama evolusi. Suatu asam amino a terdiri dari gugus amino, gugus karboksil, atom H dan
gugus R tertentu yang semuanya terikat pada atom karbon a. Atom karbon ini disebut a karena
bersebelahan dengan gugus karboksil (asam), Gugus R menyatakan rantai samping. Susunan
tetrahedral dari empat gugus yang berbeda terhadap atom karbon a menyebabkan asam amino
mempunyai aktivitas optik yang mempunyai dua bentuk bayangan cermin disebut isomer L dan
isomer D.1

Organisme hanya mensintesis asam amino-L, yang digabungkan dalam molekul protein. Akan tetapi,
setelah suatu organisme mati, populasi asam amino simetri kirinya (bentuk L) secara perlahan-lahan
diubah, yang mengakibatkan suatu campuran asam amino bentuk L dan D. Proses ini disebut
rasemisasi. Rasemisasi merupakan proses natural yang pada akhirnya mengkonversi secara optikal
komposisi aktif menjadi campuran rasemik. Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa suhu 25°
dalam periode 100,000 tahun diperlukan sebelum seluruh L-asam amino berubah secara lengkap
menjadi D-asam amino. Dengan mengetahui berlangsungnya laju kimia ini dapat ditentukan berapa
lama organisme tersebut telah mati .2

Dari semua asam amino, asam aspartat memiliki kecepatan rasemisasi paling besar sehingga paling
banyak dipakai dalam praktek forensik. Perubahan asam amino bentuk L menjadi bentuk D
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu, kelembaban, pH, dan lain lain. Karena adanya
perubahan bentuk yang kontinu dan degradasi dari asam amino, jaringan dengan kecepatan
metabolisme yang rendah lebih bagus dalam mengidentifikasi usia daripada jaringan dengan
kecepatan metabolisme yang cepat. Dalam hal ini, gigi merupakan jaringan yang paling baik
digunakan dalam mengidentifikasi usia karena pada kasus post mortem yang memiliki interval
kematian yang panjang, gigi masih dapat digunakan .3

Tahun 1985, Origano et el melaporkan kegunaan asam aspartat pada bidang gigi forensic untuk
menentukan usia pada saat meninggal. Tahun 1990, Ritz dkk melaporkan bahwa banyaknya asam
aspartat pada dentin dapat digunakan untuk menentukan saat kematian dan menyimpulkan kalau
metode ini dapat memberikan penentuan umur yang lebih akurat dibanding parameter umur
Ketelitian metode ini adalah 3-4 tahun dari usia yang nya .4

Metode pemeriksaan asam aspartat pada gigi

 Pemotongan gigi setebal 1 mm menggunakan mesin pemotong berkecepatan rendah


 Pembersihan dari seluruh jaringan lunak dan ditempatkan di desikator dalam waktu
minimal 1 minggu. Proses ini menfasilitasi pemisahan enamel dari dentin yang ada
didalamnya, karena enamel bisa dipotong dari gigi yang terdesikasi dengan mortar
dan stamper, dimana dentin dan cementum biasanya akan tetap intak.
 Karies atau fragmen yang berwarna lain dibuang.
 Dentin dicuci menggunakan gelombang ultrasonik pada 0.2 m hel, kemudian dengan
air sulingan sebanyak tiga kali, etanol, dan etil eter selama 5 menit.
 Potongan dentin kemudian ditumbuk kemudian sebanyak 10 mg bubuk. digunakan
untuk menentukan rasio rasemisasi.
 Asam aspartat bentuk d dan bentuk I diukur dengan gas kromatografi menggunakan
gelas kapiler setelah dilakukan hidrolisis dan derivatisasi .5

Untuk penentuan usia digunakan persamaan linear sebagai berikut :

1 = (In[(1 + DL)/(1-DL.)]. - In[(1+D/LY (1-D 1)]}/2k

Ket :

k = first order kinetic

t = usia sesungguhnya

D = Asam aspartat bentuk D yang diukur dengan gas kromatografi

L = Asam aspartat bentuk L yang diukur dengan gas kromatografi .6

REFERENSI :
1. (Murray RK, et al. Harper's Biochemistry 25" ed. Appleton & Lange. America 2000: 48-62)
2. (Helfman P. M., Bada J. L. (1975) Aspartic acid racemization in tooth enamel from living
humans. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A 72, 2891-2894)
3. (Alkass K, Buchholz B, Ohtani S, Yamamoto T, Druid H, Spalding KL. Age estimation in Forense
Science, Application of Combined Aspartic Acid Racemization and Radiocarbon Analysis.
2010; 9(5) 1022-1030)
4. (Helfman P. M., Bada J. L. (1975) Aspartic acid racemization in tooth enamel from living
humans. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A 72, 2891-2894)
5. (Ohtani S, Yamamoto T. (2005) Strategy for the estimation of chronological age using the
aspartic acid racemization method with special reference to coefficient of correlation
between D/L ratios and ages. J. Forensic Sci 50, 1020-1027)
6. (Ohtani S., Yamamoto T. (2010) Age estimation by amino acid racemization in human teeth:
five case studies. J. Forensic Sci, in press)

Anda mungkin juga menyukai