Terdapat 2 macam dimensi vertical yaitu, dimensi vertical fisiologis (DVF) dan dimensi
vertical oklusal (DVO).
Dimensi vertical fisiologis (DVF) adalah jarak antara 2 titik (satu bagian tengah wajah
atau hidung, dan satu lagi pada bagian bawah wajah atau dagu) diukur ketika mandibula
dalam posisi istirahat fisiologis. Posisi istirahat fisiologis diartikan posisi rahang bawah saat
otot elevator dan depressor (otot membuka, menutup, dan memajukan mandibular) dalam
keadaan istirahat/fisiologis, tonus seimbang, dan kondilus dalam kedudukan fileks dalam fosa
glenoid. Dimensi vertical oklusi (DVO) adalah jarak antara 2 titik ketika kontak oklusi. Pada
saat DVF, gigi geligi rahang atas dan bawah tidak berkontak, sedangkan bibir atas dan bawah
dalam keadaan berkontal ringan. Pada saat DVO, gigi-gigi atas dan bawah berkontak
maksimum, bibir atas dan bawah berkontak wajar. Kedua DV ini dipengaruhi oleh perubahan
akibat kehilangan gigi dan jaringan pendukungnya.
Penentuan DVF seringkali sulit dilakukan, sehingga dapat menyebabkan kesalahan
dalam pembuatan gigi tiruan. Untuk mengurangi terjadinya kesalahan,tindakan pertama
adalah memposisikan pasien dalam keadaan rileks. Maka DVF dinyatakan merupakan titik
awal penentuan DVO. Selisih antara dimensi vertical saat gigi geligi beroklusi dan dimensi
vertical saat mandibular dalam keadaan istirahat disebut freeway space. Range dari freeway
space berkisar antara 2-4 mm.
Cara menentukan relasi vertikal
Ada beberapa cara untuk mengukur atau menentukan DVO antara lain secara langsung
maupun tidak langsung. Pengukuran secara langsung berarti dilakukan langsung pada wajah
atau mulut pasien. Yang termasuk dalam pengukuran DVO cara langsung adalah pengukuran
wajah, swallowing (penelanan), metode fonetik, metode taktil dan rumus Hayakawa. Secara
langsung :
1. Pengukuran wajah
Pengukuran wajah dapat digunakan untuk mengukur DVO dari pasien yang tidak bergigi.
Pengukuran ini umumnya dilakukan dengan alat ukur jangan sorong. Goodfriend dan
kemudian illis yang mempopulerkan teknik pengukuran DVF bahwa jarak dari pupil mata ke
sudut bibir dalah sama dengan jarak dari dasar hidung ke ujung dagu. Tiga pengukuran wajah
yang dianggap konstan selama hidup, yaitu : jarak dari tengah pupil mata ke garis yang
ditarik dari sudut bibir, jarak dari Glabella ke subnasion, dan jarak antara sudut mulut ketika
bibir istirahat. Dua dari tiga pengukuran ini akan sama dan terkadang ketiganya akan sama
satu sama lain
Metode yang sering digunakan di klinik adalah metode 2 titik. Pasien dengan posisi epala
tegak dan rileks di dental chair kemudian tetapkan 2 titik pengukuran pada garis tengahwajah.
Satu pada hidung dan satu lagi pada dagu. Titik ini dipilih pada daerah yang tidak mudah
bergerak akibat otot ekspresi. Alat yang digunakan pada metode pengukuran 2 titik adalah
jangkasorong dan Willis bite gange, karena mempunyai skala yang cocok. Walaupun
berdasarkan hasil penelitian Geerts GA, et al (2004), dinyatakan, bahwa pengukuran dengan
jangka lebih akurat daripa dengan Willis bite gange.
2. Swallowing (Penelanan)
Pada cara ini, pasien diinstruksikan melakukan gerakan menelan dengan rileks sampai
didapat garis dari bibir atas ke ujung dagu yang segaris dengan median wajah. Posisi tersebut
Metode Willis, jarak sudut mata ke komisura bibir = jarak dasar hidung ke ujung dagu
diukur sebagai DVF. Posisi pasien dalam keadaan ala-tragul line sejajar dengan lantai.
Namun prosedur ini sangat dipengaruhi temperature wax, kuantitas dan tekanan kunyah.
Instruksikan pasien untuk rileks. Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu
pasien. Intruksikan pasien untuk melakukan gerakan fungsional seperti menelan atau
membasahi bibir. Instruksikan pasien untuk merilekskan bahunya agar otot supra dan
infrahyoid ikut rileks
Ketika pasien telah menelan atau membasahi bibirnya, maka mandibular akan berada pada
posisi istirahat fisiologis sebelum bergeser ke posisi habitual rest, ukur secepatnya ketika
mandibular masih berada pada posisi istirahat fisiologis.
3. Metode Fonetik
Pengukuran ini berdasarkan closest speaking distance yaitu pada saat menghasilkan suara ‘ss’
atau ‘sh’, tidak adak kontak antar gigi. Posisi ini digunakan sebagai panduan memprediksi
DVO. Cara lain yang merupakan pengembangan metode ini adalah dengan pengucapan huruf
‘mmm’ sampai didapat kontak bibir atas dan bibir bawah dalam keadaan rileks. Penggunaan
closest speaking distance adalah dianggap paling akurat, mudah, dan praktis untuk
mendapatkan DVO.
4. Metode Taktil
Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu. Instruksikan pasien untuk
membuka mulutnya lebar lebar hingga merasa ada rasa tidak nyaman pada ototnya.
Instruksikan pasien untuk menutup mulutnya secara perlahan dan segera berhenti ketika
merasa ototnya telah rileks dan nyaman kembali. Hitung jarak dari titik acuan, bandingkan
dengan hasil pengukuran menggunakan metode menelan dan membasahi bibir, karena
metode ini dapat bervariasi antar individu karena persepsi rileks yang relatif, oleh sebab itu
metode ini memerlukan perbandingan.
5. Rumus Hayakawa
Pengukuran DVF secara tidak langsung dapat dengan rumus yang telah dikemukakan oleh
Hayakawa (1999), melalui pengukuran beberapa titik referensi pada wajah dan tangan, serta
disesuaikan dengan jenis kelamin pasien dan profil wajah pasien. Jika dimasukkan ke dalam
rumus Hayakawa maka akan di dapatkan besar DVF tersebut. Alat yang digunakan adalah
alat modifikasi Hayakawa dengan menggunakan lembaran plastic millimeter dan standar
penahan dagu.
Dalam kasus ini rekaman relasi rahang dibuat seluruhnya pada galengan gigit bila salah satu
rahang hanya mempunyai gigi anterior saja. Untuk kasus dengan diagnosa sindroma
kombinasi digunakan prinsip oklusi linear yang fungsinya untuk mengurangi beban tekanan
pada gigi anterior rahang atas dari gigi asli anterior rahang bawah.
Pembuatan bite rim dan penentuan relasi vertikal dan relasi horizontal
1. Bite rim RA mengikuti kesejajaran oklusal dengan gigi anterior RB
2. Tinggi biterim RB dibuat sama dengan tinggi gigi anterior rahang bawah
3. Relasi sentrik dicatat pada posisi vdr