Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PEMICU 2 BLOK 20

EDENTULUS PENUH

“Kok Jadi Sering Sakit dan Berdengung


Kuping Saya Dok?”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2020/2021
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 3

Ketua : Nindha Siti Moudy (170600132)


Sekretaris : Lutfiah Nanda (170600140)
Anggota kelompok :
 Aisha Anindita (170600021)
 Maharani Syahnia Putri (170600022)
 Meidina Putri Harahap (170600023)
 Caterine Audrey Tarigan (170600024)
 Rahmadiana Lubis (170600025)
 Indri Safitri Harahap (170600026)
 Aminah Aprillia Lubis (170600027)
 Cindy Audria Pratiwi (170600028)
 Eskarisa Br Ginting (170600029)
 Lucyana Rusida (170600030)
 Jessica Chandra (170600131)
 Emie N Sitorus (170600133)
 Chandra Halim (170600134)
 Sally Cynthiana (170600135)
 Christy (170600136)
 Tisya Maulidia (170600137)
 Elizabeth Sihite (170600138)
 Christitania Br Ginting (170600139)
 Wan Sufiyya (150600235)

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meskipun wajah hanya mewakili sebagian kecil dari permukaan tubuh, wajah dapat
mewujudkan identitas sosial kita dan merupakan salah satu hal utama dalam komunikasi
interpersonal. Penampilan wajah yang menyimpang dari konsep daya tarik yang dapat
diterima secara budaya telah terbukti tidak menguntungkan bagi individu. Perubahan
negatif dalam penampilan wajah sering dianggap dapat merubah karakteristik dari
individu itu sendiri. Oleh karena itu perawatan prostodontik tidak hanya mengelola
bagaimana prinsip biomekanik pada rongga mulut, namun juga estetik yang dapat
diharapkan oleh pasien.
Filosofi dalam perawatan prostodontik adalah selain mengganti suatu yang hilang,
tapi juga melestarikan apa yang ada. Hal InI dimaksud bahwa dalam melakukan
perawatan sebaiknya praktisi atau drg dapat mempertimbangkan banyak hal dalam
melakukan perawatan prostodontik.

1.2 Deskripsi Topik


Nama Pemicu : “ Kok jadi sering sakit dan berdengung kuping saya dok..? ”
Penyusun : Prof. Slamat Tarigan, drg., MS., PhD., Ricca
Chairunnisa,drg.,Sp.Pros(K).,
DR. Ameta, Primasari, drg., MDSc., M.Kes., Sp.PMM
Hari/Tanggal : Rabu / 01 April 2020
Jam : 07.00 – 09.00 Wib
Seorang perempuan berusia 61 tahun, datang ke klinik Prostodonsia Rumah Sakit
Gigi dan Mulut USU atas rujukan dari dokter spesialis THT dengan keluhan sering
mengalami sakit kepala, telinga berdengung, dan nyeri di sekitar telinga sejak beberapa
bulan yang lalu. Berdasarkan anamnesis, pasien telah kehilangan seluruh gigi sejak 2
tahun yang lalu. Pasien merasa dagunya semakin maju ke depan dan wajahnya terlihat
lebih tua dari umurnya sehingga merasa tidak percaya diri. Pasien tidak ingin
menggunakan gigi tiruan karena berdasarkan pengalaman beberapa temannya, gigi tiruan
yang dipakai tidak nyaman dan mahal. Pasien juga merasa kurang yakin gigi tiruan dapat
mengatasi keluhan utamanya.

2
Pemeriksaan klinis:
1. Ekstra Oral:
o Profil wajah cekung
o Rahang bawah terlihat lebih maju ke depan saat menutup mulut
o TMJ : krepitasi + , nyeri +
o Sudut mulut terlihat turun
2. Intra Oral:
o Edentulus RA dan RB
o Lengkung rahang RB terlihat lebih besar daripada RA
o Lidah relatif besar
Pemeriksaan rontgen foto: kondilus telah mengalami erosi

Learning issue:
1. Pengaruh kehilangan gigi terhadap perubahan jaringan rongga mulut dan sekitarnya
serta sistem stomagtonasi.
2. Dampak aging terhadap perubahan karakter pasien lansia.
3. Kelainan Sendi Tempotomandibular.

3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan etiologi dan mekanisme terjadinya sakit kepala, telinga berdengung
dan nyeri di sekitar telinga yang dirasakan oleh pasien tersebut !
Etiologi:
Proses penuaan dan kehilangan gigi secara keseluruhan dalam waktu yang lama
dan tidak segera digantikan yang menyebabkan terjadinya kelainan
temporomandibular. Sakit kepala, telinga berdengung ( tinnitus ) dan nyeri di
sekitar telinga yang dirasakan oleh pasien terjadi karena adanya kelainan
temporomandibular 1
Mekanisme:
Secara embriologi atau anatomical terdapat hubungan fungsional antara TMJ
dengan telinga tengah (middle ear). Struktur dari persatuan antara dua daerah
anatomi ini disebut dengan discomalleolar ligament atau Pinto’s Ligament yang
akan menghubungan antara medial retrodiscal dari TMJ dan malleus dari telinga
tengah.2 Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang erat dan saling
berdekatan antara satu sama lain sehingga jika terjadi ketegangan atau perubahan
dari keadaan ligament ini yang mengarah kepada abnormalnya pembukaan mulut
dan tekanan pada saat mastikasi oleh TMJ maka pada saat membuka dan menutup
mulut, mempengaruhi kepada disfungsi dari telinga tengah juga, yang ditandai
dengan adanya telinga yang berdengung hingga resiko gangguan pendengaran.
1
Keadaan ini sering disebut dengan costen syndrome. Hal ini dapat dikaitkan
dengan kasus dimana pasien sudah 2 tahun edentulous dan tidak menggantikan
giginya yang hilang dengan memakai gigi tiruan maka beban kunyah dari proses
mastikasi akan di tanggung seluruhnya oleh TMJ, sehingga keadaan TMJ dapat
terjadi erosi, telinga berdengung dan pusing pada kepala.

2. Jelaskan etiologi dan mekanisme wajah pasien terlihat lebih tua !


Etiologi :
Proses penuaan dan penurunan vertikal dimensi wajah ( Lower Face Height :
VDO)

4
Mekanisme :3,4

Proses Penuaan Kehilangan Gigi

Terjadina penurunan elastisitas pada Menyebabkan hilangnya struktur


kulit, vaskularisasi menurun. orofacial, seperti jaringan tulang,
sistem persarafan, reseptor dan otot-
Hal ini terjadi karena pada lansia sel otot.
pembentuk serat kolagen akan berkurang
sementara pembentukan sel kolagen yang selain itu, kehilangan gigi juga
baru menjadi lebih lambat. mengakibatkan resorbsinya tulang
alveolar.
Selain itu, proses menua menyebabkan
tulang dan otot menjadi atrofi, jaringan tulang alveolar yang resorpsi
lunak dibawah kulit menipis. menyebabkan penurunan dimensi
vertikal wajah.
kulit akan kehilangan daya kenyal, dan
akan menjadi berkerut. Wajah akan terlihat lebih cekung dan
lebih tua

Sebagai contoh, senyum pada lansia


kelihatan lebih lebar secara transversal Selain itu, kehilangan gigi depan juga
dan mengecil secara vertikal. Hal ini mempengaruhi estetik, karena bibir
menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang sudah tidak didukung oleh gigi.
massa otot orbicularis oris pada bibir
sehingga kemampuan otot ketika lansia
senyum semakin berkurang dan terlihat Sudut bibir akan menurun hingga
lebih tua. mengakibatkan labiomental fold ( Smile Line)
pasien semakin dalam sehingga pasien
tampak lebih tua

Pasien akan mengalami lost appereance


sehingga penampilannya menjadi lebih
buruk dan terlihat lebih tua.

3. Jelaskan etiologi dan mekanisme lengkung RB terlihat lebih besar daripada


RA !
Etiologi:
Penyebab lengkung RB terlihat lebih besar dari lengkung RA adalah karena
terdapat perbedaan arah resorpsi linggir alveolar pada rahang atas dan rahang
bawah.

5
Mekanisme:
Resorpsi tulang alveolar terjadi setelah pencabutan gigi terutama pada tahun
pertama. Tingkat kecepatan resorpsi lingir alveolar berbeda antara rahang atas
dengan rahang bawah, dengan perbandingan rata-rata 1:4. Kecepatan resorpsi
rahang bawah lebih besar daripada rahang atas. Resorpsi pada lingir alveolar
bagian anterior rahang atas cenderung ke arah belakang dan ke atas dengan tingkat
kehilangan tulang yang cukup progresif. Pada bagian posterior rahang atas
resorpsi cenderung ke arah atas dan ke dalam sehingga lingir alveolar mengecil
secara progresif. Sedangkan lingir alveolar rahang bawah anterior dan posterior
mengalami resorpsi ke arah depan dan bawah. Kondisi ini menyebabkan lengkung
rahang atas seperti berada dalam kurungan lengkung rahang bawah karena rahang
bawah menjadi lebih prognati (terlihat lebih besar) pada kondisi edentulus yang
telah berlangsung lama, sehingga terjadi hubungan rahang pseudo klas III.5

4. Jelaskan kemungkinan penyebab lidah yang relatif besar !


Pada keadaan normal, lidah akan terdukung posisi nya oleh gigi geligi , terutama
gigi geligi rahang bawah. Pada keadaan kehilangan gigi geligi, lidah dapat
membesar sebagai akibat dari kehilangan gigi yang tidak digantikan sehingga
lidah digunakaan dalam proses pengunyahan. Kehilangan gigi mengakibatkan
pasien menghancurkan makanan kearah linggir alveolar dan palatum dengan
menggunakan lidah.
Sama seperti otot yang lain, peningkatan fungsi akan menyebabkan peningkatan
tonisitas muscular sehingga terjadinya pembesaran lidah. Selain itu, dalam posisi
istirahat, lidah akan cenderung memposisikan dirinya pada daerah yang kosong,
karena pada kasus ini sudah tidak ada lagi gigi, sehingga lidah akan menjadi lebih
membesar.6
 Lidah yang besar  hipotonus: Lindah bisa kembali normal dengan
prosedur yang tepat.
 Lidah besar  hipertonus: dalam beberapa kasus akan dilakukan operasi
namun biasanya pasien adalah seorang lansia maka banyak pertimbangan
yang harus dipikirkan, termasuk penyakit sistemik. Dalam hal ini maka
dapat dilakukan pencetakan khusus yaitu dengan teknik pencetakan
neutral zone. Lidah yang besar dapat teratasi setelah pengisian gigi tiruan.

6
- Teknik Pencetakan Neutral Zone7
Neutral zone adalah daerah yang pergerakan pipi, bibir dan lidah dalam
keadaan seimbang. Pada zona ini gigi-gigi alami berada tepat pada posisinya
tempat gigi artifisial sebaiknya diposisikan. Area ini akan didapat dengan
teknik pencetakan neutral zone.
Posisi gigi artifisial tepat pada pencetakan ini.

Prosedur pencetakan:
Prosedur pencetakan yaitu pada cetakan atas
dan bawah dibuat bite rim atas dan sendok cetak bawah dibuat khusus.
Sendok cetak bawah dibuat dari akrilik, tanpa pegangan, dengan kawat yang
ditempatkan di bagian atas lengkung. Hal ini berfungsi untuk menambah retensi
dari bahan cetak.

(kawat yang di tempatkan pada sendok cetak bawah)


Bite rim atas dibuat dengan catatan normal untuk gigi tiruan lengkap. Sendok
cetak bawah ditempatkan di dalam mulut. Dua pilar oklusal dibuat dari akrilik self
cured atau compound. Tinggi pilar disesuaikan dengan freeway space yang
direkomendasikan.

(Kiri pilar pada sendok cetak RB, Kanan sendok cetak RA dan RB di dalam mulut pasien)

7
(Viscogel)

(Gigi artifisial disusun pada daerah neutral zone)


Cetakan lalu difiksasi dengan dental plaster. Viscogel kemudian digantikan
dengan malam, gigi-gigi artifisial disusun pada daerah neutral zone. Gigi tiruan
yang dihasilkan akan lebih nyaman, stabil, dan retentif karena letaknya tidak
terganggu oleh pergerakan pipi, bibir dan lidah.

5. Jelaskan cara pemeriksaan TMJ untuk menegakkan diagnosis kelainan TMJ


(temporomandibular disorders)!
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis:8-11
a. Anamnesis
Tujuannya untuk identifikasi pasien dengan tanda dan gejala subklinis dimana
pasien mungkin tidak berhubungan dengan gangguan yang diderita, namun
umumnya terkait dengan gangguan fungsional sistem pengunyahan
(contohnya sakit kepala, telinga seperti pada kasus).
Klinisi dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut pada pasien untuk
mengidentifikasi gangguan fungsional:7
1. Apakah kesulitan atau merasa nyeri saat membuka mulut (misalnya saat
menguap) ?
2. Apakah merasa kesulitan atau nyeri saat mengunyah, berbicara, atau
menggerakkan rahang?
3. Apakah sendi rahang mengeluarkan suara berisik ?
4. Apakah sering merasa rahang kaku, kencang, atau lelah ?
5. Adakah merasa nyeri di dalam / di sekitar telinga, pada pelipis, atau pipi ?
6. Adakah sakit kepala, sakit leher, atau sakit gigi yang berulang ?
7. Pernahkah mengalami trauma kepala, leher, atau rahang akhir-akhir ini ?

8
8. Pernahkah mengalami perubahan saat menggigit akhir-akhir ini?
9. Pernahkah berobat untuk nyeri wajah atau masalah sendi rahang yang
sulit dijelaskan ?
b. Pemeriksaan fisik pada TMJ:
1. Inspeksi
Untuk melihat ada atau tidaknya kelainan pada TMJ. Perhatikan gigi, sendi
rahang, dan otot pada wajah serta kepala dan wajah. Perhatikan juga
pergerakan saat membuka dan menutup mulut, apakah pasien menggerakkan
mulutnya dengan nyaman selama berbicara atau pasien seperti menjaga
gerakan dari mandibulanya.
2. Palpasi
Untuk mengetahui kesimetrisan pergerakan sendi dan ada atau tidaknya
rasa nyeri saat di lakukan palpasi. palpasi dilakukan pada:
- Temporalis muscle : anterior, media, posterior
- Masseter muscle
- Lateral pterygoid muscle
- Medial ptrerygoid muscle
- Digastric muscle
- Sternodeidomastoid muscle
- Trapezus muscle
- Palpasi TMJ dilakukan pada saat proses membuka dan menutup mulut
- Pada gerakan membuka mulut, palpasi dilakukan tepat di bawah os
zygomaticus, di anterior dari proc. condylaris mandibulae

9
- Pada gerakan menutup mulut, palpasi dilakukan melalui anterior tragus
di dalam meatus acusticus externus. Rasakan apakah ada gerakan dari
arah anterior yang merupakan aspek posterior condylus

- Lakukan pula palpasi pada otot-otot pengunyahan dengan cara meraba


melalui origo menuju insersionya
- Musculus temporalis diraba bilateral mulai dari ototnya pada regio
temporal hingga tendon pada proc. coronoideus. Saat meraba, pasien
diminta sedikit membuka mulut
- Musculus masseter dapat diraba di bawah arcus zygomaticus hingga
angulus mandibulae
- Tanyakan pada pasien apakah ada nyeri saat operator melakukan
perabaan pada otot mastikasi (pada kasus pasien mengalami nyeri (+)
pada TMJ)
3. Auskultasi
Untuk mendengarkan suara yang tidak normal saat pembukaan dan
penutupan mandibula dengan menggunakan stetoskop. Pemeriksaan ini
dapat menggunakan light digital palpation atau menggunakan stetoskop.
Pada pemeriksaan standar TMJ dokter gigi menggunakan stetoskop untuk
mendeteksi adanya bunyi TMJ. Skenario hasil pemeriksaan fisik krepitasi
+.
4. Range of motion of mandible
Ukur jarak interinsisal maksimal pada saat membuka mulut. Jarak normal
berkisar 36-38 mm namun dapat bervariasi mulai dari 30-67 mm
tergantung usia dan jenis kelamin. Cara mudah: minta pasien untuk
meletakkan buku jari telunjuk dan jari tengah di antara insisivus atas dan
bawah. Skenario hasil pemeriksaan fisik pasien nyeri +.

10
Tanda gangguan sendi temporomandibula didapat dari pemeriksaan fisik
berdasarkan Dysfunction index (Di).10

c. Pemeriksaan radiografis panoramik


Radiografi panoramik merupakan prosedur ekstraoral sederhana yang
memperlihatkan gamabaran rahang atas dan rahang bawah pada satu film.
Teknik radiografi panoramik dapat memberikan gambaran seluruh struktur
gigi dengan jaringan pendukung rahang, termasuk kondilus. Radiografi
panoramik telah banyak digunakan dalam beberapa penelitian untuk

11
menentukan kondilus normal atau tidak. Skenario hasil pemeriksaan rontgen
foto yaitu kondilus telah mengalami erosi. Kondilus yang erosi yaitu
tergerusnya sebagian daerah kepala kondilus disertai penurunan densitas pada
daerah tersebut.

6. Jelaskan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi keluhan TMJ


pasien tersebut!
 Fase I: Paliatif, Kausatif, Adjunctive.12
- Paliatif: menyingkirkan atau menghilangkan nyeri atau memperbaiki fungsi.
Seperti: obat-obatan, kompres dingin, menghindari makanan liat
- Kausatif: menghindari faktor penyebab dengan inerposisi diskus dan
mengurangi spasme otot.
Seperti: Splint oklusal
- Adjunctive
Seperti: fisioterapi, konselling
 Fase II: Defenitif
 Memperbaiki oklusi dengan prosedur non bedah yaitu dengan membuatkan
gigi tiruan lengkap pada rahang atas dan rahang bawah pasien.

7. Jelaskan tipe apakah watak/ karakter pasien tersebut ?


Tingkah laku pasien diatas menunjukkan bahwa wataknya adalah tipe indifferent
mind. Sikap pasien yang tidak menggunakan gigi tiruan selama 2 tahun
menunjukkan sikapnya yang tak perduli terhadap penampilannya, hingga akhirnya
terjadi perubahan pada struktur lainnya. Pasien juga mengatakan bahwa ia tidak
ingin menggunakan gigi tiruan karena berdasarkan pengalaman beberapa
temannya, gigi tiruan yang dipakai tidak nyaman dan mahal menunjukkan
sikapnya yang labil/mudah terpengaruh oleh orang lain(social factors). Sementara
sikapnya yang merasa kurang yakin gigi tiruan dapat mengatasi keluhan utamanya
menunjukkan bahwa ia tidak sadar akan pentingnya gigi tiruan dan merasa
pemasangan gigi tiruan adalah suatu hal yang tidak perlu. semua sikap ini sangat
mengarah kepada indifferent mind.

12
Indifferent mind(Acuh):
 Pasien tidak peduli akan penampilan dan makanan yang dikonsumsinya
 Menurutnya, pemasangan gigi tiruan adalah suatu hal yang tidak perlu
 Biasanya pasien datang atas dorongan dari orang lain, sehingga dapat
bersifat apatis, tidak tertarik dan motivasinya kurang
 Pasien tidak memperhatikan instruksi, tidak kooperatif, dan cenderung
menyalahkan drg untuk kesehatan gigi dan mulut yang buruk.
 Prognosis biasanya kurang baik sehingga diperlukan motivasi dan edukasi
yang baik dari awal perawatan oleh drg.13

8. Bagaimanakah teknik komunikasi yang paling tepat pada pasien tersebut ?


Teknik komunikasinya adalah setara – modern dimana bicara sesama orang
dewasa. Sampaikan pada pasien efek apa yang akan terjadi apabila ia meneruskan
kebiasaan tidak merawat gigi serta m empertahankan kondisi gigi sekarang tanpa
gigi tiruan. Jelaskan kelebihan dari penggunaan gigi tiruan dari sisi kesehatan dan
artistik. Hati-hati dalam bertindak karena umumnya prognosis kurang baik.
Berikan edukasi perlahan tentang prosedur, keadaan pasien, efeknya, dan
lainnya.14

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam menangani kasus edentulous baik sebagian maupun penuh tidak terlepas dari
anamnesis dan diagnose yang tepat dari dokter gigi. Anamnesis diperlukan untuk
mengetahui riwayat pasien dengan berbagai latar belakang kesehatan yang berbeda-beda.
Sebagai dokter gigi harus mampu menggali informasi yang baik dan lengkap untuk
menunjang keberhasilan dari perawatan yang diberikan. Edukasi dan komunikasi yang
baik juga penting diberikan agar pasien dapat menjaga keadaan rongga mulutnya tetap
sehat baik terdapat gigi asli maupun gigi tiruan, terutama komunikasi dengan pasien
lansia atau berusia tua. Komunikasi yang baik juga dapat menghilangkan rasa cemas atau
kekhawatirean yang berlebihan pada pasien dengan pengalaman yang buruk ke dokter
gigi sebelumnya maupun pengalaman orang lain yang ia dengar. Perawatan prostodontik
yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan rongga mulut pasien dan
didiskusikan bersama perawatan yang mana yang terbaik bagi pasien.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Macedo et al. Association between Ear Fullness, Earache, and Temporomandibular


Joint Disorders in the Elderly. Int Arch Otorhinolaryngol 2014;18:383–386.
2. Bordoni B. International Journal Of COPD. Costen’s Syndrom. 2019: 14: 457-459.
3. Primasari A. Proses Penuaan dari Aspek Kedokteran Gigi. Ed 2. Medan. USU Press.
2008. 120-2.
4. Singh H, et al. Problems Faced by Complete Denture Wearing Elderly People Living in
Jammu District. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2014; 8 (12): 25-7.
5. Adenan A, Sumarsongko T. Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan Anterior pada Linggir
Pasien yang Resorpsi. Dentofasial 2012; 11(2): 100-104.
6. K Rajehswari,dkk. Evaluating of Resting Tongue Position in recentlyb Extracted and
Long Term completely Edentulus Patient : A Prospective Intreventional study. Journal
of clinical and Diagnostic Research : 2017 vol 11 (4) : 61-63.
7. Muchtar M, Habar ID. Functional impression technique for making complete denture.
Makassar Dent J 2019; 8(1): 16-21
8. Suhartini. Kelainan pada Temporomandibular Joint TMJ. Stomagtonatic JKG Unej
2011; 8(2): 78-85.
9. Gulve N,dkk. Examination of Temporomandibular Joint-A Review Journal of Applied
Dental and Medical Science 2016; 2(1): 145-152.
10. Gulve N,dkk. Examination of Temporomandibular Joint-A Review Journal of Applied
Dental and Medical Science 2016; 2(1): 145-152.
11. Hiltunen K. Temporomandibular Disorders in The Elderly: A 5 Year Follow-Up of
Sign and Symptoms of TMD [dissertation]. Finlandia: University of Helsinki; 2004.
p.5;11-32.
12. Suhartini. Kelainan pada Temporomandibular Joint (TMJ). Stogmatognatic J.K.G.
Unej. 2011; 8(2): 78-85.
13. Choudhary S, Kumar A, Arora H. Correlation of patient’s mental attitude with age, sex,
and educational level: A survey. Eur J Dent 2016; 10(1):23-28.
14. Bahan Ajar.

15

Anda mungkin juga menyukai