Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PEMICU 4

EDENTULUS PENUH

“Problema Kakek dan Cucu”

Oleh:

Kelompok 3

Fasilitator :

Essie Octiara, drg., Sp.KGA

Ika Andryas,drg.,MSc

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
Ketua : Christitania Br Ginting (170600139)
Sekretaris : Lutfiah Nanda (170600140)

Anggota kelompok :
 Aisha Anindita (170600021)
 Maharani Syahnia Putri (170600022)
 Meidina Putri Harahap (170600023)
 Caterine Audrey Tarigan (170600024)
 Rahmadiana Lubis (170600025)
 Indri Safitri Harahap (170600026)
 Aminah Aprillia Lubis (170600027)
 Cindy Audria Pratiwi (170600028)
 Eskarisa Br Ginting (170600029)
 Lucyana Rusida (170600030)
 Jessica Chandra (170600131)
 NindhaSitiMoudy (170600132)
 Emie N Sitorus (170600133)
 Chandra Halim (170600134)
 Sally Cynthiana (170600135)
 Christy (170600136)
 TisyaMaulidia (170600137)
 Elizabeth Sihite (170600138)
 Wan Sufiyya (150600235)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meskipun wajah hanya mewakili sebagian kecil dari permukaan tubuh, wajah dapat mewujudkan
identitas sosial kita dan merupakan salah satu hal utama dalam komunikasi interpersonal.
Penampilan wajah yang menyimpang dari konsep daya tarik yang dapat diterima secara budaya
telah terbukti tidak menguntungkan bagi individu. Perubahan negatif dalam penampilan wajah
sering dianggap dapat merubah karakteristik dari individu itu sendiri. Oleh karena itu perawatan
prostodontik tidak hanya mengelola bagaimana prinsip biomekanik pada rongga mulut, namun
juga estetik yang dapat diharapkan oleh pasien. Filosofi dalam perawatan prostodontik adalah
selain mengganti suatu yang hilang, tapi juga melestarikan apa yang ada. Hal InI dimaksud
bahwa dalam melakukan perawatan sebaiknya praktisi atau drg dapat mempertimbangkan
banyak hal dalam melakukan perawatan prostodontik.

1.2. Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Problema Kakek dan Cucu

Penyusun: Syafrinani, drg., Sp.Pros(K), Essie Octiara, drg., Sp.KGA, Ika Andryas,drg.,MSc

Tanggal: Rabu / 15 April 2020

Jam: 07.00 – 09.00 Wib

Skenario 1

Seorang Kakek berusia 67 tahun datang ke dokter gigi bersama cucu laki – lakinya yang berusia
6tahun. Kakek tersebut datang dengan keluhan adanya rasa sakit dan perih bila menggunakan
gigi palsu rahang atasnya seharian. Hasil anamnesis diperoleh bahwa kakek tersebut tidak pernah
memakai gigi palsu rahang bawah karena beberapa gigi depan sudah dicabut sehingga gigi
palsunya menjadi longgar dan gusi menjadi sakit. Kakek tersebut menderita penyakit hipertensi
dan mengonsumsi amlodipine selama 5 tahun terakhir dan sering terbangun tengah malam untuk
minum karena rasa haus.
Pemeriksaan intra oral :

Pemeriksaan rongga mulut :


 Gigi 33 dan 43 mengalami karies servikal dengan kedalaman karies profunda
pulpaterbuka.
 Linggir posterior rahang bawah kanan dan kiri datar.
 Edentulus penuh rahang atas dengan mukosa tipis dan saliva kental.
A. Pemeriksaan gigi tiruan :
 Retensi dan Stabilisasi gigi tiruan RA baik
 Retensi dan stabilisasi gigi tiruan rahang bawah (-)
B. Pemeriksaan Radiologi :
 Gigi 33 dan 43; karies profunda pulpa terbuka; tidak ada kelainan pada daerah
periapikal; rasio mahkota dan akar 1:2

Skenario 2:

kakek juga mengeluhkan beberapa gigi cucunya tidak tumbuh.

Hasil pemeriksaan klinis diperoleh :

Rambut dan alis anak tipis dan halus, berwarna pirang. Tinggi wajah pendek, bibir tampak
menonjol. Wajah terlihat prominen supra orbital ridge, frontal bossing, dahi terlihat lebar,
saddlenose. Beberapa gigi telah erupsi sedangkan gigi lainnya tidak ada.
BAB II

PEMBAHASAN

Skenario 1

1. Jelaskan faktor penyebab rasa sakit dan perih pada mukosa rahang atas pada pasien
tersebut!
jawab :

Rasa sakit dan perih pada mukosa rahang atas yang dirasakan pasien disebabkan oleh keadaan
rongga mulut pasien yang kering akibat xerostomia. Xerostomia merupakan salah satu bentuk
kelainan sekresi saliva yang mengalami penurunan volume dari keadaan normal sehingga terjadi
hiposalivasi. Apabila produksi saliva kurang dari 20 ml/ hari dan berlangsung dalam waktu yang
lama maka keadaan ini disebut xerostomia.
Xerostomia ini menimbulkan masalah dalam hal retensi gigi tiruan. Mukosa mulut pasien
menjadi kering akibat laju alir saliva yang berkurang, sehingga lebih rentan terhadap iritasi dan
stimulus mekanik. Akibatnya, ketika pasien menggunakan gigi tiruan seharian dan melakukan
aktivitas seperti mengunyah, maka mukosa pasien yang kering menjadi lebih beresiko
mengalami iritasi sebabtidak adanya saliva sebagai lubrikan dan bantalan yang akan mencegah
gesekan (friksi) antara basis gigi tiruan dan mukosa, serta dapat mengganggu daya adaptasi
pasien dalam menggunakan gigi tiruannya. Inilah yang menyebabkan pasien merasa sakit pada
mukosa rahang atasnya.Oleh karena itu, faktor penyebab xerostomia pada pasien adalah:

a. Obat hipertensi : amlodipine


Pasien pada kasus diketahui mengidap penyakit hipertensi dan rutin mengonsumsi obat
antihipertensi golongan calcium channel blockers yaitu amlodipine selama 5 tahun terakhir.
Amlodipine sendiri sudah banyak dilaporkan memiliki efek samping yang dapat berpengaruh
terhadap sistemik maupun rongga mulut seperti penurunan lajur alir saliva. Laju aliran saliva
yang terganggu dapat menyebabkan xerostomia. Amlodipine merupakan golongan obat
antihipertensi CCB (calcium channel blockers) yang bekerja dengan cara menghambat
influks kalsium pada otot polos pembuluh darah dan miokard. Kalsium merupakan unsur
organik saliva. Bila influks kalsium pada otot pembuluh darah dihambat, maka secara tidak
langsung akan memengaruhi saliva dengan cara mengubah keseimbangan cairan dan
elektrolit atau dengan memengaruhi aliran darah ke kelenjar saliva. Lama penggunaan obat
juga sangat memengaruhi penurunan laju aliran saliva disebabkan oleh farmakodinamik obat
yang menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard, sehinga
curah jantung menurun dan volume plasma juga berkurang, sehingga terjadi penurunan laju
aliran saliva.1,2

2. Jelaskan jenis gigi tiruan pada rahang atas dan rahang bawah yang direncanakan pada
pasien tersebut!
jawab :

Rahang Atas
Gigi tiruan yang akan dibuatkan pada RA adalah gigi tiruan lengkap sederhana dengan tambahan
reservoir saliva. Indikasi GTL reservoir saliva adalah :
- Individu yang seluruh giginya telah tanggal atau dicabut pada satu rahang atau keduanya
- Pasien dengan keadaan mulut yang baik
- Pasien dengan kondisi fisik yang baik
- Resorbsi tulang berlebihan
- Adanya keadaan xerostomia yang irreversibel
Berdasarkan indikasi diatas, maka pasien sesuai untuk dibuatkan gigi tiruan lengkap yang baru
dimana RA pasien sudah dalam keadaan edentulus penuh. Selain itu, pasien juga mengalami
xerostomia yang irreversibel, maka diperlukam tambahan reservoir saliva/penampung saliva
buatan pada gigi tiruan rahang atasnya.3,4
Rahang Bawah
Gigi tiruan yang akan dibuatkan pada RB adalah gigi tiruan overdenture. Menurut Glossary of
Prosthodontic, Overdenture adalah gigi tiruan lepasan yang menutupi dan bersandar pada satu
atau lebih gigi asli atau akar gigi. Overdenture yang akan dibuatkan adalah overdenture dengan
coping logam.3,4
Indikasi gigi tiruan overdenture, yaitu3,4
- Masih terdapat satu atau dua gigi asli atau akar gigi
- Pasien dengan oral hygine yang baik
- Pasien dengan xerostomia
- Pasien dengan linggir alveolus yang sangat rendah, yang membuat retensi sukar diperoleh
- Pasien dengan kondisi fisik dan mental yang mampu mendapatkan perawatan
Alasan memilih : Pasien pada skenario memenuhi indikasi untuk dibuatkannya gigi tiruan
overdenture. Pasien masih memiliki 2 gigi asli yakni 33 dan 43 yang masih dapat dilakukan
perawatan konservasi, tidak adanya mobiliti dan kelainan jaringan periodontal, serta rasio akar :
mahkota adalah 1:2 yang menunjukkan bahwa gigi ini dapat dijadikan gigi penyangga.
Selain itu, linggir alveolar RB nya juga datar sehingga perlu retensi yang cukup, dan saliva
pasien yang kental. Pembuatan overdenture ini juga bertujuan mempertahankan gigi asli untuk
memperlambat resorpsi linggir alveolar dengan mempertahankan rangsangan proprioceptive nya.
Tentunya perlu dilakukan perawatan pendahuluan dulu sebelumnya, agar rongga mulut siap
untuk dibuatkan overdenture.

3. Jelaskan perawatan pendahuluan yang harus dilakukan pada pasien tersebut ?

jawab :

1) Mengeliminasi infeksi
Sumber infeksi seperti ulser nekrotik, periodontal gigi yang lemah, dan gigi non vital harus
dihilangkan. Maka, harus dilakukan prosedur Perawatan Saluran Akar (PSA) pada gigi
33 dan 43 yang mengalami karies servikal dengan kedalaman karies profunda pulpa
terbuka untuk menghilangkan sumber infeksi.Setelah itu gigi penyangga tersebut dibuatkan
copping berbentuk dome-shape agar gigi penyangga tersebut lebih kuat terhadap tekanan
dan mengurangi terjadinya resiko karies sekunder.5
2) Tissue conditioning
- Menginstruksikan pasien untuk tidak menggunakan gigi tiruannya yang lama
setidaknya 72 jam sebelum memulai perawatan yang baru.
- Pada kasus dijelaskan bahwa retensi dan stabilisasi gigi tiruan masih baik. Akan tetapi
paien merasakan ada rasa sakit dan perih bila menggunakan gigi tiruan atas nya seharian.
Oleh karena itu, kita dapat melakukan relining.5
Prosedur:
1. Persiapan gigi tiruan: sesuaikan area yang tidak cekat lagi dengan bur carbide,
bersihkan, lalu cuci. Sediakan ruangan agar tissue conditioner dapat diaplikasikan
dengan ketebalan 1 mm.
2. Aduk bahan dengan perbandingan 1:1 (atau sesuai intruksi pabrik) selama 30-60 detik.
3. Aplikasikan pada permukaan anatomis GTP.Kemudian, dudukan pada mulut
pasien.Kemudian buang sisa-sisa bahan tersebut.
4. Basuh saliva yang terdapat di GTL dengan air mengalir kemudian keringkan.
5. Aplikasikan coating agent, kemudian keringkan dengan air syringe atau dibiarkan
selama 4-5 menit.
Catatan: Apabila pasien masih merasakan sakit, maka lakukan pengecekan kembali pada GTL.
Jika masalah yang ditimbulkan mempunyai derajat minimal – sedang, maka kita dapat
melakukan reline. Akan tetapi apabila derajat perubahannya sedang-berat kita dapat melakukan
rebase.
3) Nutritional counseling
Untuk perawatan xerostomianya, pasien dirujuk terlebih dahulu ke dokter Sp.PD untuk
mengganti obat yang masih memiliki efek kerja yang sama tetapi tidak menimbulkan
hiposalivasi. Selain itu, kita dapat memberi zat perangsang saliva seperti zat asam, zat manis,
atau mentol.5
Pasien memiliki saliva yang kental, maka untuk mengatasinya kita dapat memberikan saliva
pengganti bagi pasien, agar mukosanya selalu basah dan mukosa tidak mudah untuk teriritasi.
Selain itu, dokter gigi juga dapat meminta dokter spesialis penyakit dalam pasien untuk
mengganti obat amlodipine nya dengan antihipertensi yang lain, karena salah satu faktor
penyebab yang menyebabkan saliva kental adalah konsumsi obat amlodipine oleh pasien. Hal
ini juga akan membantu penyembuhan dari mukosa yang teriritasi.3
4. Jelaskan prosedur pembuatan gigi tiruan pada rahang atas dan rahang bawah pada
kasus tersebut ?
jawab :

Prosedur pembuatan GTL dengan tambahan reservoir saliva pada RA, yaitu 6,7
1) Sebelum melakukan tindakan pencetakan, pastikan bahwa mukosa pasien sudah sembuh
dari iritasi. Pencetakan tidak boleh dilakukan saat mukosa pasien masih ter-iritasi karena
akan menyebabkan rasa tidak nyaman dan sakit pada pasien.

2) Lakukan pencetakan anatomis untuk membuat model studi

Sebelum pencetakan, sendok cetak dicobakan terlebih dahulu dan dipilih yang paling sesuai
dengan ukuran rahang pasien. Pencetakan dengan menggunakan bahan cetak irreversible
hydrocolloid (alginat) Setelah selesai, cetakan tersebut dicor sebanyak dua kali dengan gips stone
sehingga diperoleh model studi dan model kerja. Model studi disimpan untuk dipelajari
sedangkan model kerja untuk membuat sendok cetak individual. Struktur pembatas dan
pendukung seperti papilla insisivus, torus palatinus, frenulum, vestibulum, dll harus tercetak
dengan baik.

(Gbr 1: Posisi operator saat melakukan pencetakan anatomis)

3) Membuat sendok cetak fisiologis/individual RA

Sendok cetak individu dibuat berdasarkan model anatomis/studi. Bahan yang digunakan
adalah selfcured acrylic. Sendok cetak yang dibuat adalah yang dengan spacer. Pinggiran
sendok cetak tidak boleh tajam, permukaannya harus halus dan tidak boleh berporeus.
Maka harus dilakukan tindakan polishing dan finishing yang baik.

- Pada model kerja digambarkan batas antara jaringan bergerak dengan tidak
bergerak lalu batas-batas sendok cetak individual ditentukan ±2 mm lebih  pendek
dari batas jaringan bergerak-tidak bergerak agar tersedia ruang yang cukup untuk
memanipulasi bahan pembentuk tepi.
- Ambil selembar shellac base plate, panaskan diatas api spiritus sampai menjadi
lunak Shellac base plate yang sudah lunak diletakkan diatas model kerja.
- Untuk rahang atas penekanan dimulai dari tengah-tengah palatum ke arah prosesus
alveolaris sampai menutupi batas yang telah di gambar.
- Untuk rahang bawah, penekanan shellac yang lunak dimulai dari seluruh prosesus
alveolaris ke arah labial, bukal dan lingual sampai menutupi batas yang telah
dibuat.
- Kelebihan shellac dipotong dengan menggunakan gunting dan pisau malam saat
masih dalam keadaan lunak sesuai dengan batas yang telah digambar.
- Selanjutnya dibuat pegangan dan lubang-lubang berdiameter 1-2 mm dgn jarak
antar lubang 5 mm. pada sendok cetak individual. Lubang-lubang ini untuk
mengalirkan bahan cetak yang berlebih sehingga mengurangi tekanan sewaktu
mencetak.
4) Melakukan border molding
Border molding adalah pembentukan area tepi cetakan dengan manipulasi fungsional dari
jaringan lunak untuk menduplikasi bentuk dan ukuran vestibulum.
- menggunakan greenstick compound (Peri compound border moulding impression)
material,yang dipanaskan. di atas lampu spirtus
- setelah itu rendam di dalam air selama beberapa detik agar  pasien tidak merasakan
panas dari greenstick yang sudah dilunakkan dan agar greenstick tidak terlalu cair.
- Greenstick ditambahkan sedikit demi sedikit pada tepi luar sendok cetak individual.
Ketika sendok cetak individual yang sudah diletakkan greenstick compound berada di
dalam mulut, pasien diinstruksikan untuk melakukan gerakan fisiologis.
- Pada rahang atas, membuka mulut dan menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke
kiri serta ke depan untuk membentuk hamular notch dan sayap  bukalis. Selanjutnya
untuk daerah frenulum bukalis, pipi dan bibir pasien ditarik ke luar, ke belakang, ke
depan dan ke bawah. Untuk daerah sayap labial, bibir ditarik ke depan dan ke bawah
serta penarikan bibir atas ke depan untuk daerah frenulum labialis. Untuk membentuk
daerah posterior palatum durum yang merupakan batas antara palatum molle dan
palatum durum pasien diinstruksikan untuk mengucapkan “ah”.  
- Pada rahang bawah, untuk membentuk tepi sayap distolingual dan daerah buccal
shelf, maka setelah Greenstick dilunakkan, dan sendok cetak telah dimasukkan ke
dalam mulut pasien, kemudian pasien diminta untuk membuka mulut kemudian
menutup mulut untuk mengaktifkan otot masseter. Kemudian, untuk membentuk
daerah distolingual dan postmylohyoid  maka pasien diinstruksikan untuk
menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan serta ke posterior  palatum durum.
Frenulum lingual dibentuk dengan menginstruksikan kepada  pasien untuk
meletakkan ujung lidahnya ke bagian anterior palatum dan ke bibir atas. Selanjutnya,
daerah sayap labial dibentuk dengan memberikan instruksi yang sama dengan
instruksi border moulding rahang atas.

(Gbr 2: Contoh border molding pada sendok cetak)

5) Melakukan pencetakan fisiologi untuk membuat model kerja.


Teknik yang digunakan pencetakan mukokompresi, bahan yang digunakan adalah
elastomer. Pasien diinstruksikan untuk tegak agar bahan cetak tidak mengalir ke belakang.
Teknik mencetak rahang atas maupun bawah yaitu sendok cetak ditekan pada bagian
posterior kemudian lanjutkan penekanan di bagian anterior. Penekanan dilakukan hingga
dapat dirasakan berkontak dengan mukosa di mulut pasien. Setelah selesai mencetak,
cetakan negatif tadi dicor dengan menggunakan gips stone sehingga diperoleh model positif
cetakan fisiologis. Selanjutnya model positif tersebut diserahkan ke tekniker untuk
pembuatan basis dan galengan gigit
6) Pembuatan base plate
Pembuatan Base plate untuk rahang atas dan rahang bawah pada prinsipnya sama.
a. Gambar disain gigitiruan penuh yang akan dibuat pada model kerja. Perhatikan batas-
batas anatomical landmark rahang atas dan rahang bawah.
b. Tentukan garis tengah model, dengan cara:
Garis tengah rahang atas ditarik melalui:
· Frenulum labialis superior
· Titik tengah antara kedua povea palatini
· Titik tengah antara tonjol rugae palatina dan tengah-tengah papila insisivum.
Garis tengah rahang bawah ditarik melalui:
· Frenulum labialis inferior
· Titik tengah jarak tepi lingual prosesus alveolaris posterior.
c. Tentukan area post dam / posterior palatal seal
Area post dam adalah daerah jaringan lunak yang merupakan batas pertemuan
antara palatum mole dengan palatum durum . Area ini dapat menjadi tambahan retensi
bagi basis gigi tiruan rahang atas pada tepi posterior selama masih dalam batas-batas
fisiologis (basis netral/ tidak terlalu menekan) Outline post dam berbeda-beda pada
pasien tergantung klasifikasi bentuk palatum molle, serta lebar dan kedalaman tahanan
jaringan. Cara pembuatan post dam:
· Gambar midline pada model
· Gambar garis batas posterior yaitu daerah vibrating line yang terletak pada 1- 2 mm di
belakang fovea palatina dan melalui kedua hamular notch
· Lakukan pengerokan dengan lekron dari posterior ke anterior, membentuk tepi yang
landai di sebelah anterior mengikuti bentuk anatomis permukaan model.
d. Model kerja dibasahi dengan air.
e. Ambil selembar malam merah/ wax, panaskan diatas api spiritus sampai menjadi lunak
f. Malam merah/ wax yang sudah lunak diletakkan diatas model kerja dan ditekankan
mulai bagian palatum dengan batas-batas sesuai dengan desain. Untuk rahang bawah, agar
malam lebih mudah dilekukkan sesuai dengan lengkung rahang dapat dibuat belahan pada
lembaran malam.
g. Tekuk kelebihan malam pada tepi baseplate pada area yang berbatasan dengan
mucobuco fold, sehingga terbentuk peripheria seal dengan tebal 0,5 mm dan lebar 0,5
mm sepanjang tepian base plate yang menghadap mucobucofold.
h. Dilakukan pemotongan sesuai dengan desain pada model kerja, semua frenulum harus
bebas dan ketebalan malam merata 1,5 – 2 mm untuk daerah tepi 2 - 3 mm
7) Pembuatan bite rim
Prosedur untuk rahang atas dan rahang bawah sama, buatlah RA terlebih dahulu.
a. Ambil selembar modelling wax, dilunakkan diatas api spiritus pada satu sisi kemudian
digulung
b. Dilunakkan lagi untuk sisi berikutnya dan digulung. Dibuat 4 sampai 5 gulungan,
berbentuk silinder
c. Gulungan malam yang berbentuk silinder dibentuk tapal kuda
Cara meletakkan Bite rim diatas Base plate :
Gulungan wax diletakkan diatas base plate sesuai dengan garis alveolar ridge kemudian
tepi wax dipanaskan dan direkatkan dengan proc. Alveolaris. Sudut bite rim terhadap
base plate dibuat 80o – 85o terhadap dataran oklusal.
Ukuran Bite rim rahang atas :
Anterior + basis :
Tinggi : 12 - 14 mm Lebar : 4 – 6 mm
Posterior + basis:
Tinggi : 10-12 mm Lebar : 6 – 8 mm
Bagian posterior pada occlusal dibagi dua oleh garis alveolar ridge menjadi :
Bagian buccal : 4 mm Bagian palatinal : 2 mm
Ukuran Bite rim rahang bawah :
Anterior + basis :
Tinggi : 9 - 10 mm Lebar : 4 - 6 mm
Posterior + basis:
Tinggi : 9 - 10 mm Lebar : 6 – 8 mm
Bagian posterior pada occlusal dibagi dua oleh garis alveolar ridge menjadi :
Bagian buccal : 3 mm Bagian lingual: 3 mm

Syarat posisi galangan gigit:


 Rahang atas:
A. Bagian anterior permukaan labial galangan gigit terletak 8 – 10 mm di depan titik tengah
papila insisivum,
B. Permukaan oklusal dibuat datar sejajar permukaan lantai. Dicek dengan menggunakan
glass plate.
C. Pelekatan dan bentuk galangan gigit disempurnakan hingga tidak terlihat batas antara
galangan dan lempeng gigit.
 Rahang bawah:
A. Bagian Anterior tidak melampaui tepi sayap labial lempeng ke arah anterior.
B. Tinggi galangan gigit posterior rahang bawah sejajar dengan basis
model atau 1/2 - 1/3 atas retromolar pad dengan panjang sampai kira-kira 5 mm di depan
retromolar pad.
C. Pelekatan dan bentuk galangan gigit disempurnakan hingga tidak terlihat batas antara
galangan dan lempeng gigit.
8) Pencatatan hubungan rahang
Pada tahap ini akan dibuat basis gigi tiruan dan oklusal rim. Konsep oklusi
yang digunakan adalah Lingualized Occlusion.

(Gbr 3: Contoh pembuatan basis dan oklusal rim)


9) Fiksasi galangan gigi dan pemasangan model di artikulator
Cara Kerja fiksasi :
1. Tandai garis tengah bite rim sesuai dengan garis tengah model.
2. Pastikan bite rim RA dan RB dapat berkontak dengan baik (seluruh permukaanaklusal bite
rim RA dan RB berkontak.
3. Agar tidak berubah posisinya, maka dikerjakan fiksasi pada kedua galangan gigit
sebanyak 4 buah menggunakan isi staples yang telah dipanaskan, yaitu 2 buah disisi kiri
dan 2 buah disisi kanan (P1 dan M1).

10) Pemilihan anasir gigi tiruan

Saat melakukan penyusunan anasir, sebaiknya disusun terlebih dahulu anasir gigi pada
rahang bawah, baru kemudian rahang atas.
11) Wax Conturing
waxing adalah membentuk dasar dari gigi tiruan malam sedemikian rupa sehingga dapat
menyeimbangkan dengan anatomis gusi dan jaringan lunak mulut.
12) Mencoba dan memeriksa kembali trial denture
Merupakan pemasangan awal gigi tiruan yang telah diwaxing untuk menentukan kecekatan,
estetik, dan hubungan rahang atas dan rahang bawah. Tujuannya adalah untuk melihat estetik,
kenyamanan, fonetik, dan oklusi.
13) Penanaman dalam cuvet (flasking), membuang wax (wax elimination), pengisian akrilik
(packing), dan pemasakan akrilik (curing)
Flasking merupakan proses penanaman model pada cuvet dengan menggunakan gips
kemudian dilakukan packing, yakni proses pencampuran monomer dan polimer resinakrilik atau
pengisian akrilik pada mol space pencampuran bahan monomer polimer tergantung hot curing
apa yang digunakan yang mempunyai ratio curing dari pabrik. Setelah bahan hut curing diaduk,
masukan dan letakan kedalam mol space pada bagian sekitar gigi dengan cara menekankan
dengan jari dan batasi dengan plastik basah dan kedua bagian flask tersebut dipress perlahan,
kemudian press dibuka dan rapikan sisa – sisa bahan hot curing yang berlebih (lakukan untuk
rahang atas dan bawah) dan lakukan pengepresan terakhir dan lakukan proses curing (dimasak).
14) Mengeluarkan model dari “flask” dan memasang kembali pada model articulator
Deflasking adalah membuka atau melepaskan gigi tiruan dari cuvet dan mol space dengan
cara membuka gips yang mengeras dari cuvet, gergaji dan patahkan dinding stone dan
dilanjutkan dengan reparasi, yakni suatu tindakan perbaikan atau pembetulan dari gigi tiruan
dengan tujuan memperbaiki kelainan, kerusakan, kecekatan, retensi dan stabilisasi. Sebelum
melakukan reparasi perlu diadakannya pemeriksaan terlebih dahulu terhadap gigi tiruan yang
akan diperbaiki, mencari sebab-sebabnya, sehingga dapat menentukan bagian mana yang akan di
reparasi dan langkah awal yang akan di kerjakan.
15) Menghaluskan dan mengkilatkan (polishing) gigi tiruan penuh
Proses akhir yakni pemolesan, adalah penghalusan dan pengkilapan gigi tiruan tanpa
mengubah konturnya, sehingga gigi tiruan Full prothesa mendapatkan hasil yang maksimal.
16) Pembuatan reservoir saliva
Setelah dilakukan proses try-in, penampungan dibuat dengan ketebalan modeling wax 2 mm,
disesuaikan pada permukaan palatal gigi tirua rahang atas. Wax di pertengahan palatal dikerok ,
tepi wax yang tersisa dibentuk menjadi tepi penampungan.
17) Pemasangan GTL

(Gbr 5: Contoh hasil GTL dengan reservoir saliva)

Prosedur pembuatan Overdenture pada RB, yaitu6,7


Pembuatan overdenture prinsipnya sama dengan pembuatan gigi tiruan lengkap
sederhana. Perbedannya hanya pada persiapan gigi penyangga dan hubungan antara permukaan
anatomi gigi tiruan dan permukaan gigi penyangga.
a) Lakukan pencetakan anatomis untuk membuat model studi
Pencetakan dilakukan dengan menggunakan sendok cetak pabrikan dan bahan alginate.
b) Pencetakan gigi penyangga
Pencetakan dilakukan untuk memperoleh coping logam. Dilakukan dengan teknik one
step menggunakan sendok cetak pabrikan dan bahan cetak monofase dan light body
polyvinylsiloxane.

c) Pembuatan coping logam


Cetakan gigi penyangga dikirim ke laboratorium untuk dibuatkan coping logam. Setelah
coping selesai dibuat, lakukan pasang percobaan terlebih dahulu untuk mengevaluasi kedudukan
koping pada gigi penyangga serta batas akhiran koping.
d) Setelah itu, semenkan short coping ke gigi penyangga dengan menggunakan bahan Glass
Ionomer cement luting cement.

e) Membuat sendok cetak fisiologis/individual RA


Sendok cetak fisiologis yang dipilih adalah dengan spacer satu lembar wax dan 4 buah
stopper.
f) Melakukan border molding
Digunakan bahan green stick compound.
g) Melakukan pencetakan fisiologi.
Pada skenario dikatakan bahwa pasien memiliki linggir yang datar. Teknik yang
digunakan teknik dinamik dengan closedmouth/fungsional. Pada teknik ini, pasien sendiri yang
melakukan pergerakan rongga mulut agar didapatkan cetakan yang detail, dan operator hanya
membantu menginstruksikan. Bahan cetak yang digunakan elastomer.
h) Pencatatan hubungan rahang.
Pada tahap ini akan dibuat basis gigi tiruan dengan bahan resin akrilik polimerisasi panas,
dan membuat oklusal rim.
i) Pemasangan model di artikulator

j) Pemilihan anasir gigi tiruan

k) Penyusunan gigi anasir

l) Penyelesaian akhir dan melakukan try-in pada pasien.

m) Pemasangan Overdenture
5. Apakah konsep oklusi yang paling tepat pada kasus ini dan jelaskan alasannya!
jawab :

Konsep oklusi yang dapat digunakan pada pasien ini adalah lingualized occlusion. Oklusi
lingualized adalah bentuk oklusi gigi tiruan dimana cusp lingual maksila berartikulasi dengan
permukaan oklusal mandibula ketika mandibula berada pada posisi sentrik kerja dan tidak kerja.
Salah satu indikasi dari konsep oklusi ini adalah pada pasien dengan resobsi tulang yang parah.
Seperti pada kasus, pasien memiliki linggir alveolar yang datar di rahang bawah kiri dan kanan,
maka konsep ini dapat digunakan. Oklusi lingualized ini memungkinkan penetrasi yang baik
terhadap bolus makanan dan dapat mengurangi
pergerakan pengunyahan secara lateral. Oleh karena ini oklusi ini diharapkan dapat memenuhi
stabilitas dan retensi tambahan selama gerakan mastikasi. Konsep oklusi ini juga memberikan
nilai estetik yang baik.8

6. Apakah jenis anasir gigi tiruan yang digunakan pada kasus di atas dan bagaimanakah
cara penyusunannya ? Jelaskan !

Pada kasus ini, konsep oklusi yang dapat digunakan pada kasus in adalah lingualized
occlusion. Pilihan anasir gigi yang dapat digunakan pada konsep ini adalah gigi anatomis pada
rahang atas dan non anatomis pada rahang bawah.
a) Gigi anatomis pada rahang atas
Gigi anatomis adalah gigi dengan bentuk anatomis yang nyata, dimana tonjol-tonjol dari
gigi berbentuk jelas. Inklinasi dari tonjol gigi 20-30 derajat. Kelebihan penggunaan gigi anatomis
adalah estetik yang baik dapat dicapai, effisiensi pengunyahan baik, dan adanya interdigitating
cusp yang membantu di dalam menentukan penutupan rahang.
b) Gigi non anatomis pada rahang bawah
Gigi non anatomis adalah gigi dengan bentuk anatomis yang tidak nyata dan tonjol gigi
mempunyai lereng cusp yang datar. Inklinasi dari tonjol gigi adalah 10-15 derajat. Keuntungan
dari penggunaan gigi non anatomis ini adalah dapat menahan beban pengunyahan yang baik,
penyusunan gigi lebih mudah dilakukan dan pasien lebih mudah menyesuaikan diri pada
perubahan-perubahan yang terjadi di residual ridge.9
Daerah Panduan Penentuan Daerah Panduan
Penentuan daerah panduan pada model fisiologis
Papila Insisivum ke garis median Garis median rahang atas terletak pada
bagian anterior pada setiap sisi 8-10 mm
dalam kondisi resopsi sedang yang normal
Papila Insisivum ke gigi kaninus Gigi kaninus rahang atas terletak pada garis
melewati bagian distal dari papilla
insisivum; berdasarkan lengkung rahang
Linggir sisa alveolar pada gigi premolar Resorpsi terjadi secara vertikal pada daerah
rahang atas ini. Gigi premolar rahang bawah terletak
pada linggir dalam penentuan lebar
lengkung, bentuk dan ruang untuk lidah
Ketinggian retromolar pad pada bagian Dataran oklusal pada bagian posterior
mandibula rahang membagi dua bagian retromolar pad
untuk mendapatkan posisi yang terbaik bagi
penempatan bolus dan retensi bagi gigi
tiruan oleh otot-otot lidah
Lebar retromolar pad pada bagian Gigi posterior rahang bawah terletak dalam
mandibula bentuk segitiga dari bagian gigi kaninus ke
lebar bagian retromolar pad
Daerah panduan pada oklusal rim sewaktu pencatatan
Kontur labial dibentuk untuk Bentuk lengkung, mempertahankan posisi
mempertahankan posisi bibir bibir, kontur fasial
Vertikal dimensi sedang pada sulkus gigi Gigi diposisiskan secara vertical supaya
kaninus bermula pada rahang atas dengan proporsi gigi atas dan bawah berada dalam
22 mm dan pada rahang bawah dengan 18 posisi normal ketika bibir atas dan bawah
mm terpisah sewaktu pernapasan mulut
Triming dilakukan supaya vertikal dimensi yang baik dapat tercapai
Dataran oklusi anterior lateral sejajar Garis senyum pada bagian anterior dan
dengan pupil mata posisi gigi kaninus
Garis median sewaktu senyum dan sewaktu Posisi simetris dari gigi insisisvus sentralis
bibir terpisah dalam posisi istirahat rahang atas
Tinggi dan lebar garis senyum Visibilitas gigi anterior dan gingiva

Penyusunan gigi anterior rahang bawah10


Insisivus Sentralis Rahang Insisivus Lateralis Rahang Kaninus Rahang Bawah
Bawah Bawah
Permukaan insisal melewati Gigi insisivus lateralis rahang Tempatkan ½ dari tepi insisal
dataran oklusal 1-2 mm bawah diposisikan di sebelah kaninus, simetris dengan
gigi insisivus sentralis rahang insisivus lateralis dan sentralis
bawah dengan aksis sejajar
dengan linggir sisa
Permukaan insisal sedikit Insisal edge harus sama tinggi Posisikan ujung insisal
lebih ke labial dengan oklusal rim setinggi dengan insisivus
lateralis dan sentralis
Penyusunan ini menciptakan Lanjutkan jarak overjet gigi Servikalgigi sedikit menonjol
panduan insisal rahang bawah insisivus lateralis rahang dan miring ke distal
bawah dan insisivus lateralis
rahang atas sebesar 1-2 mm
Setelah gigi disesuaikan
dengan posisi idealnya, rotasi,
spacing dan tilting gigi dapat
diubah untuk mendapatkan
tampilan alami sesuai
keinginan pasien
Sejajar dengan garis vertikal Sejajar dengan garis vertikal Membentuk sudut 150 dari
bidang vertikal

Penyusunan gigi anterior rahang atas10

Insisivus Sentralis Rahang Insisivus Lateralis Rahang Kaninus Rahang Atas


Atas Atas
Letakkan wax kecil pada Posisikan gigi insisivus Tempatkan kaninus maksila
servikal gigi, tempatkan gigi lateralis rahang atas di sebelah sedemikian supaya setengah
tersebut diatas linggir alveolis gigi insisivus sentralis rahang bagian anterior tepi insisal
pada record base atas dengan bagian servikal berada simetris dengan
sedikit tertekan kebagian insisivus sentralis dan lateralis
palatal sambil melengkung sekitar
kontur labial oklusal rim
Panjang axis gigi harus sedikit Insisal edge disusun simetris Servikal gigi harus menonjol
divergen pada setiap sisi di dengan insisivus sentralis dan dan miring sedikit ke distal
midline dengan oklusal rim anterior
yang tersisa
Fiksasi posisi gigi tersebut Ujung insisal kaninus harus
dengan wax menggunakan berada 0.5 mm dibawah
spatula oklusal bawah
Reposisi sesuai tampilan
alamiah pasien
0
Sumbu miring 5 terhadap Sumbu lebih miring daripada Sumbu hamper sejajar dengan
midline insisivus sentralis midline

Penyusunan Gigi Posterior11

- Kunci utama penyusunan posisi anasir gigi tiruan posterior adalah pasien tidak akan
menggigit lidah dan otot pipi ketika mengunyah.
- Neutral zone adalah tempat dokter membangun sebuah oklusi gigi tiruan, terkhususnya
untuk gigi tiruan rahang bawah.
- Titik referensi ditengah retromolar pad akan ditempatkan dataran oklusal rahang bawah
sama tinggi dan lebarnya dengan gigi geligi alami.
- Tinggi dari dataran oklusal posterior adalah panjang dari kontak distal kaninus rahang
bawah ke titik tengah retromolar pad secara bilateral.
- Apabila dataran oklusal terlalu tinggi, pasien akan kesulitan menggunakan gigi tiruan dan
apabila terlalu rendah, gigi rahang atas akan terlalu terlihat dan gigi rahang bawah tidak
terlihat.
- Untuk stabilitas gigi tiruan rahang bawah, kontak gigi harus berada pada area dimana
linggir yang resorpsi sejajar dengan dataran oklusal
Untuk konsep lingualized occlusion¸ gigi posterior disusun dengan tonjol lingual rahang
atas berkontak dengan tonjol gigi posterior rahang bawah.
Hanya cusp lingual dari gigi posterior dan gigi tiruan maksila yang dapat membuat
kontak pada relasi sentrik pada fossa sentralis posterior mandibula. Cusp bukal tidak
berkontak. Hanya ada satu “centric stop” antara gigi rahang atas dan antagonisnya.
Produk (skenario 2)

1. Interpretasikan gambaran ronsen foto panoramic pada kasus ini. Berdasarkan


gambaran klinis kuku anak, apakah kuku anak mengalami kelainan?

 Area 1 (gigi-geligi)
- Missing teeth : 54, 53, 52, 51, 61, 62, 63, 75,74, 73, 72, 71, 81, 82, 83, 84, 85.
- Persistensi : -
- Impaksi : -
- Kondisi mahkota-akar : terlihat erupsi pada gigi 11 dan 21 mencapai setengah
mahkota dan terjadi pembentukan akar sampai 1/3 servikal, resorpsi akar
fisiologis gigi 64
- Kondisi crest alveolar-furkasi : normal
- Kondisi periapikal : normal
 Area 2 (maksila-sinus-nasal) : TAK
 Area 3 (mandibula)
- Foramen mental : normal.
- Kanalis mandibularis : belum terlihat jelas (masih dalam masa pertumbuhan)
 Area 4 (TMJ)
- Head of condyle : normal (oval).
- Posisi : berada di fossa glenoidalis (simetris)
 Area 5 (ramus-os-vertebtate) : TAK

Sedangkan pada kuku pasien, tidak mengalami kelainan.

2. Apakah diagnosa yang dialami anak tersebut dan jelaskan klasifikasinya!


Ektodermal displasia adalah penyakit herediter dengan karakteristik displasia kongenital
dari satu atau lebih struktur ectodermal dengan triad klasik yaitu hipohidrosis. hipotrikosis dan
hipodonsia. Hipotrikosis, adanya defek pada rambut dan alis mata, hipohidrosis yaitu
berkurangnya jumlah kelenjar keringat, dan hipodonsia atau anodonsia parsial, tidak dijumpai
satu atau beberapa gigi dalam rongga mulut. Ektodermal displasia pertama kali dilaporkan pada
tahun 1792 oleh Perabo dan Charies Darwin yang menemukan pada keluarga Indian. Displasia
ektodermal dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dari segala ras dan etnis. DE
memiliki beberapa tipe, tapi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu tipe hidrotik (fungsi
kelenjar keringat masih normal) dan hipohidrotik (disertai penurunan fungsi kelenjar keringat).

Manifestasi klinis DE tergantung dari struktur atau bagian tubuh yang terlibat, yaitu :

 Pada keterlibatan rambut dapat berupa pertumbuhan rambut yang jarang, rambut dapat
terlihat tipis dan mudah rapuh, alis mata jarang atau tidak ada, bulu mata bisa normal,
jarang atau sama sekali tidak ada. Terlihat pada kasus bahwa rambut dan alis anak tipis
dan halus.
 Pada keterlibatan gigi dapat ditandai dengan absensi atau abnormalitas pertumbuhan gigi.
Pertumbuhan gigi juga dapat terhambat, biasanya gigi primer muncul setelah 6 bulan
sampai 1 tahun lebih lama dibanding anak sebayanya. Gigi sulung dan gigi permanen bisa
tidak tumbuh atau hanya tumbuh beberapa. Bentuk gigi seri dan atau taring seperti baji.
Pertumbuhan gigi biasanya terlambat dan cenderung berukuran kecil dan jarak antar gigi
lebar. Alveolar ridges hipoplasi sehingga menyebabkan bibir terlihat menonjol. Dapat
diketahui pada kasus, bahwa terlihat hanya beberapa gigi desidui yang tumbuh, yaitu gigi
55, 64, dan 65, dan bibir anak menonjol.
 Pada kelainan kuku dapat memberikan tanda seperti tidak adanya lempeng kuku,
pertumbuhan lempeng kuku yang terhambat, lempeng kuku menjadi distrofi, rapuh, dan
berwarna kepucatan. Namun dilihat pada gambar di atas, kuku anak tersebut nomal.
 Karakteristik skelelal kraniofasial menunjukkan gambaran fasial yang khas yaitu, tinggi
muka bawah dan pertumbuhan antero-posterior berkurang, sehingga basis cranium menjadi
kecil. Sehingga pada wajah akan terlihat yaitu dahi lebar, tulang hidung datar, dan adanya
frontal bossing. Hal ini sesuai pada kasus bahwa wajah terlihat prominen supraorbital
ridge, frontal bossing, dahi terlihat lebar, saddle nose.13
Freire-Maia membuat sistem klasifikasi dengan melibatkan berbagai struktur yang berasal dari
lapisan ektoderm menjadi beberapa sub-grup, yaitu :14

 Sub-grup 1 : rambut (trikodisplasia).
 Sub-grup 2 : gigi (odontodisplasia).
 Sub-grup 3 : kuku (onikodisplasia).
 Sub-grup 4 : kelenjar keringat (dishidrosis).
 Sub-grup 5 : malformasi organ atau jaringan lain yang berasal dari lapisan ektoderm.

Pembagian di atas dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu :

 Tipe A : kelainan sekurang-kurangnya dua sub-grup di antara sub-grup 1 sampai 4


 Tipe B : kelainan sekurang-kurangnya satu sub-grup di antara sub-grup 1 sampai 4,
ditambah sub grup 5.

Berdasarkan kasus di atas, maka anak tersebut termasuk tipe A sub-grup 1 dan 2.

3. Apakah diagnosa kelainan tumbuh kembang dari gigi anak pada kasus di atas ?

Diagnosa kelainan tumbuh kembang dari gigi anak pada kasus di atas adalah oligodontia.
Oligodontia adalah kelainan jumlah gigi berupa tidak terdapatnya gigi lebih dari enam, baik pada
rahang atas atau bawah. Dimana pada pasien yang berusia 6 tahun dari gambaran ronsen
panoramik diketahui bahwa anak hanya memiliki gigi 55, 64, 65, 11, dan 21 pada rahang atas,
sedangkan tidak terdapat satupun gigi pada rahang bawah. Ektodermal displasia adalah penyakit
herediter yang mempunyai gejala klinis dan geentik yang heterogen dengan tiga ciri khas (triad
klasik) yaitu hipohidrosis, hipotrikosis, dan hipodonsia. Pada anak yang menderita sindrom
ektodermal displasia, biasanya pertumbuhan tulang sedikit terganggu, hal ini disebabkan oleh
salah satunya karena tidak terdapatnya benih gigi yang dapat merangsang pertumbuhan tulang
rahang. 15

4. Apakah kelainan tumbuh kembang tersebut merupakan penyakit keturunan dan


jelaskan etiologinya

Kelainan ektodermal displasia merupakan penyakit keturunan karena merupakan kelainan


herediter yang berbentuk dominan autosomal maupun resesif x-linked. Kelainan ektodermal
displasia sering terjadi pada laki-laki. Ektodermal displasia terjadi akibat defek perkembangan
struktur ektodermal masa embrionik dan diturunkan pada penderita sebagai sifat resesif bentuk
x-linked dimana gen diwariskan pada anak laki laki, sedangkan pada anak perempuan sebagai
pembawa sifat (carrier) tetapi dapat juga muncul sebagai sindroma lengkap dengan ekspresi
minimal seperti gigi dengan bentuk konus ataupun hipodontia dan keringat yang berkurang. Pada
perempuan yang tidak mewarisi gen tersebut mempunyai kecenderungan menurunkan kelainan
ini kepada anak laki-laki mereka sebanyak 50%. Ektodermal displasia dapat terjadi pada
keluarga tanpa riwayat penyakit ini sebelumnya karena adanya mutasi gen.

Etiologi displasia ektodermal:

- Displasia ektodermal terkait x-linked (sindrom EDA atau Christ-siemens-Touraine)


disebabkan oleh mutasi pada EDA yang menyandikan protein ektodisplastin, ligan
terlarut yang mengaktifkan jalur sinyal NF-kappa B dan JNK-fos / c-jun.
- Ektodermal displasia, yang merupakan kelainan autosom dominan disebabkan oleh
mutasi pada GJB yang mengkodekan connexin 30 (komponen gap junction antar sel).
- Autosomal dominan dan autosomal recessive ektodermal displasia disebabkan oleh
mutasi pada gen DL yang mengkode untuk reseptor EDA.17

5. Jelaskan rencana perawatan, waktu kontrol, dan tindakan yang dilakukan pada
saat kontrol pada anak tersebut!

Rencana perawatan yang akan dilakukan pada pasien anak tersebut adalah pembuatan gigi
tiruan gigi tiruan sebagian lepasan untuk rahang atas karena gigi pada rahang atas masih sehat
dan gigi tiruan lengkap pada rahang bawah. Gigi yang akan dijadikan penyangga adalah gigi
55,64, dan 65 yang memiliki akar ganda sehingga retensi menjadi maksimum.

Waktu kontrol dan yang di lakukan pada saat kontrol, yaitu :

 Satu hari setelah pemasangan untuk melihat rasa sakit, trauma karena pemakaian gigi tiruan.
Kalau misalnya pasien merasa sakit, maka keesokan harinya harus datang lagi untuk melihat
kembali apakah masih ada rasa sakit atau tidak.
 Satu minggu setelah pemasangan, untuk melihat pemakaian gigi tiruan dan kebersihan mulut
pasien.
 Setelah itu kontrol rutin 2-3 bulan sekali untuk melihat bagaimana cara pasien membersihkan
dan memelihara gigi tiruannya, pemberian flour untuk sisa gigi, melihat apakah ada gigi
permanen yang erupsi, kalau terlihat ada gigi yang erupsi maka lakukan rekonstruksi pada
bagian gigi tiruannya.
 Usia 6 tahun (molar 1 permanen erupsi), usia 9-10 tahun (premolar 2 erupsi), usia 14 tahun
(molar 2 erupsi) = untuk mengganti gigi tiruan karena terjadi pertumbuhan rahang pada usia
di atas sehingga gigi tiruan menjadi tidak stabil lagi.18

BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Dalam menangani kasus edentulous baik sebagian maupun penuh tidak terlepas dari
anamnesis dan diagnose yang tepat dari dokter gigi. Anamnesis diperlukan untuk
mengetahui riwayat pasien dengan berbagai latar belakang kesehatan yang berbeda-beda.
Sebagai dokter gigi harus mampu menggali informasi yang baik dan lengkap untuk
menunjang keberhasilan dari perawatan yang diberikan. Edukasi dan komunikasi yang
baik juga penting diberikan agar pasien dapat menjaga keadaan rongga mulutnya tetap
sehat baik terdapat gigi asli maupun gigi tiruan, terutama komunikasi dengan pasien
lansia atau berusia tua. Komunikasi yang baik juga dapat menghilangkan rasa cemas atau
kekhawatirean yang berlebihan pada pasien dengan pengalaman yang buruk ke dokter
gigi sebelumnya maupun pengalaman orang lain yang ia dengar. Perawatan prostodontik
yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan rongga mulut pasien dan
didiskusikan bersama perawatan yang mana yang terbaik bagi pasien.

DAFTAR PUSAKA

1. Ristevska I, Armata RS, D’Ambrosio C. Xerostomia: Understanding the Diagnosis and


the Treatment of Dry Mouth. J Fam Med Dis Prev 2015; 1: 1-4.
2. Wotulo FG, Wowor PM, Aurelia SR. Perbedaan Laju Aliran Saliva pada Pengguna Obat
Antihipertensi Amlodipin dan Kaptopril di Kelurahan Tumobui Kota Kotamobagu. Jurnal
e-GiGi 2018; 6: 39-42.
3. Pridana S, Syafrinani. Overdenture sebagai perawatan prostodontik preventif : Laporan
kasus. J Syiah Kuala Dentistry Society 2017; 2(2): 85-89
4. Nasution ID, Ariyani, Chairunnisa R, Andryas I. Buku Ajar Gigi Tiruan Lengkap
Sederhana. Medan: Ikatan Prostodonsia Indonesia (IPROSI) Cabang Medan. 2020: 81-84
5. Zarb GA, Hobkrik JA, Eckert SE, Jacob RF. Prosthodontic Treatment for Edentulous
Patients:Complete Dentures and Implant-Supported Prostheses 13th ed. Elsevier Inc.
2013: 77-79
6. Kamath R, Sarandha, Thomas S, Sachdeva B. Lingualized Occlusion : An Emerging
Treatment Paradigm for Complete Denture Therapy : A Review Article. J of Medic and
Dental Science Research 2015; 2(3):06-09
7. Nasution ID, Ariyani, Chairunnisa R, Andryas I. Buku Ajar Gigi Tiruan Lengkap
Sederhana. Medan: Ikatan Prostodonsia Indonesia (IPROSI) Cabang Medan. 2020: 126-8
8. Prasad K, dkk. Enchancing Stability: A Review Of Various Occlusal Schemes in
Complete Denture Prothesis. J Health Science 2013; 3(2): 105-112
9. Nasution ID, Ariyani, Chairunnisa R, Andryas I. Buku Ajar Gigi Tiruan Lengkap
Sederhana. Medan: Ikatan Prostodonsia Indonesia (IPROSI) Cabang Medan. 2020: 137-
140
10. Kamath R, Sarandha, Thomas S, Sachdeva B, “Lingualized Occlusion : An Emerging
Treatment Paradigm for Complete Denture Ttherapy : Aa Review Article”, Journal of
Medical and Dental Science Research 2015; Vol. 2(3):06-09
11. Kamath R, Sarandha, Thomas S, Sachdeva B. Lingualized Occlusion : An Emerging
Treatment Paradigm for Complete Denture Therapy : A Review Article. J of Medic and
Dental Science Research 2015; 2(3):06-09
12. Lynham A. Panoramic Radiographic Survey of Hypodontia in Australian Defence Force
Recruits. J Dent Australian 2012; 35(1): 19-22.
13. Sasmita IP, Rusyati LM. Displasia Ectodermal Tipe Hipohidrotik pada Seorang Anak
Bayi Tiga Tahun. Intisari Sains Medis 2019; 10(2): 368-374.
14. Evelin PN, Hadinegoro SR, Boediardja SA. Displasia Ektodermal Hipohidrotik. Sari
Pediatri 2003; 5(3): 131-136.
15. Nazemisalman B, Darvish S, Vahabi S. Oligodontia Management in Patients
with Ektodermal Displasia Syndrome. Periodon Prosthodon 2018; 4(1): 1-4.
16. Dewi SRP. Rehabilitasi Pasien Gigi Tiruan Penuh dengan Ektodermal Displasia (Laporan
Kasus). JKGUI 2003; 10 (Ed Khusus): 57-6.
17. Srivastava VK. Ektodermal Displasia: A Case Report. Int J Clin Pediatr Dent 2011; 4(3):
269–70.
18. Shojaepour R, Mohammad F. Ectodermal Dysplasia with Oligdontia : A Rare Case –
Rehabilitation by Prosthetic Management. Acta Scientific Dental Sciences 2019; 3(8):
12-14.

Anda mungkin juga menyukai