Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KEPANITERAAN

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK


SPACE MAINTAINER

DISUSUN OLEH:

1. Muhammad Al - Fatih 13/345646/KG/9436

2. Laxmi Widyaningsih 13/345730/KG/9452

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. drg. Iwa Sutardjo R.S, S.U., Sp.KGA(K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena telah memberikan banyak

karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kepaniteraan Bagian Ilmu

Kedokteran Gigi Anak dengan tema Space Maintainer. Laporan ini merupakan salah satu

prasyarat/requirement di kepaniteraan Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada.

Laporan ini terselesaikan dengan baik atas bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu

penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. drg. Iwa Sutardjo, R.S., S.U., Sp.KGA(K), selaku dokter pembimbing yang

telah memberikan waktunya untuk mengoreksi dan memberikan masukan serta ilmu

kepada penulis selama penyusunan laporan ini.

2. Seluruh dosen Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Gadjah Mada yang telah membantu dalam kelancaran proses pembuatan

laporan ini

Dalam penulisan laporan ini, penulis sadar masih terdapat kekurangan, oleh karena itu

penulis sangat terbuka atas kritik dan saran demi menyempurnakan laporan ini. Semoga

dengan penulisan laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 17 Juni 2019

Penulis
I. PENDAHULUAN

Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak mulai kelahiran hingga

dewasa. Perubahan dari gigi desidui menjadi gigi permanen merupakan suatu fenomena

kompleks yang mengandung adaptasi fisiologis oklusi yang bervariasi. Periode pergantian

dari gigi ini berpengaruh pada beberapa faktor seperti pada faktor fungsional, estetik dan

oklusi, apabila rangkaian ini terganggu maka akan muncul beberapa masalah yang akan

mempengaruhi perkembangan oklusi dan gigi permanen. Ketika gangguan tersebut muncul,

tindakan perbaikan yang diperlukan yaitu memulihkan proses normal dari perkembangan

oklusi (Clarice, 2013).

Gigi desidui memiliki peran yang utuh dalam perkembangan oklusi. Keberadaan gigi

desidui dibutuhkan untuk pertumbuhan normal rahang sehingga dapat berfungsi secara

normal dan posisi serta oklusi gigi permanen yang normal. Gigi desidui menempati dan

mempertahankan ruangan dalam lengkung gigi untuk gigi permanen dan berperan dalam

menuntun gigi-gigi permanen selama erupsi (Kemps dan Walters, 2003). Oleh karena itu,

semakin dini gigi desidui dicabut maka semakin besar kemungkinan terjadinya pergeseran

gigi. Pencabutan dini pada gigi desidui yang belum saatnya tanggal dapat menyebabkan

premature yang dapat mempengaruhi tahap perkembangan oklusal gigi-geligi (Kharbanda,

1994).

Pencabutan gigi yang tidak direncanakan pada periode gigi sulung dan gigi bercampur

dapat menimbulkan kerugian yaitu kehilangan ruang yang dapat menimbulkan maloklusi,

menurunnya fungsi pengunyahan (terutama gigi posterior), gangguan perkembangan bicara

terutama gigi anterior (Budiyanti, 2006). Premature loss gigi desidui dapat menyebabkan

gangguan berupa: migrasi gigi yang masih ada, terganggunya erupsi gigi permanen,

mengganggu fungsi fonetik dan mengganggu penampilan estetik wajah (Phulari, 2011).
Salah satu usaha preventif untuk mencegah terjadinya dampak buruk yang

diakibatkan oleh premature loss pada gigi desidui adalah dengan menggunakan alat space

maintainer. Space maintainer yang paling baik adalah gigi desidui itu sendiri, sehingga harus

dilakukan usaha mempertahankan gigi desidui dalam rongga mulut, tetapi jika tidak

memungkinkan maka perlu dibuatkan space maintainer buatan. Namun, apabila terjadi

kekurangan ruang atau terjadi mesial drifting pada celah yang mengalami premature loss

maka digunakan alat space regainer untuk mendapatkan ruang kembali (Andlaw dan Rock,

1992).
II. TINJAUAN

PUSTAKA

A. Premature Loss dan Space Loss

Kehilangan gigi desidui secara dini atau disebut dengan premature loss dapat

menyebabkan terjadinya penutupan ruang dengan pergerakan ke mesial dari gigi posterior

atau pemindahan ke lingual gigi anterior (Brauer, 1959). Premature loss merupakan

kondisi gigi desidui yang tanggal sebelum gigi permanen penggantinya siap untuk erupsi

(Rashmi dan Durgesh, 2011). Premature loss gigi desidui pada kuadran anterior atau

posterior menyebabkan gigi sebelahnya mengalami tipping atau migrasi ke daerah

edentulous. Hal ini menyebabkan berkurangnya panjang lengkung gigi. Apabila

pergeserah terjadi lebih dari panjang daripada Leeway space maka dapat mengakibatkan

kurangnya ruang untuk erupsi gigi premolar, sehingga terjadi maloklusi dan

mengakibatkan malposisi gigi individu (Ahal dan Singh, 2015).

Premature loss pada gigi desidui dapat terjadi akibat adanya karies, erupsi ektopik

atau trauma yang menyebabkan pergerakan gigi desidui atau permanen yang tidak

diinginkan dan berkurangnya panjang lengkung. Kurangnya panjang lengkung dapat

berakibat meningkatnya keparahan gigi berjejal, rotasi, erupsi ektopik, crossbite, overjet

dan overbite yang berlebihan serta hubungan molar yang kurang baik. Premature loss gigi

desidui tipe apapun berpotensi menyebabkan berkurangnya ruang untuk menampung gigi

permanen yang akan menggantikannya (Mitchell, 2013).

Ruang dalam lengkung gigi merupakan kombinasi dimensi segmen kanan dan kiri

bukal serta segmen kanan dan kiri insisivus. Pada pengaturan ruang umumnya hanya

difokuskan pada segmen rahang di depan gigi molar pertama permanen, karena segmen

tersebut merupakan bagian yang ditempati oleh lengkung gigi desidui yang akan
digantikan oleh gigi permanen. Space loss atau yang disebut juga arch-length loss

dihasilkan oleh pemendekan segmen manapun dalam lengkung tersebut (Stewart, dkk.,

1982). Space loss dapat juga diartikan sebagai hilangnya daerah kosong dalam lengkung

gigi ketika satu gigi hilang karena dicabut atau hilang karena tidak tumbuh akibat

pergerakan gigi desidui ke ruang tersebut (Harty dan Ogston, 1995).

Beberapa faktor gigi desidui mengalami pergeseran ke mesial atau distal adalah:

a. Jenis gigi desidui yang hilang

Gigi molar kedua susu yang bersebelahan dengan molar pertama permanen

merupakan gigi susu yang sering mengalami karies karena gigi tersebut mempunyai

daerah morfologik yang memudahkan retensi plak dan berkembangnya karies

(Kennedy, 1992). Tindakan pencabutan gigi kaninus atau gigi molar desidui dapat

mengakibatkan pergerakan gigi ke mesial atau distal dari gigi di sebelahnya ke ruang

yang ditinggalkan akibat tindakan pencabutan gigi tersebut. Kehilangan molar desidui

kedua adalah masalah yang serius karena menyebabkan pergeseran molar pertama

permanen ke arah mesial. Pergerakan gigi molar pertama permanen ke mesial

memperkecil ruangan yang diperlukan untuk erupsi premolar permanen, sehingga

menyebabkan gigi berjejal. Kehilangan gigi molar pertama desidui dapat

menyebabkan pergeseran gigi ke mesial atau distal gigi sebelahnya (ke arah ruang

yang kosong). Kehilangan gigi kaninus desidui menyebabkan gigi insisivus permanen

bergeser ke arah distal, meskipun kemungkinannya adalah kecil. Ditambah lagi

pergerakan gigi ke arah distal ke ruang yang kosong setelah pencabutan unilateral gigi

desidui dapat menyebabkan garis vertikal rahang atas dan garis tengah rahang bawah

mengalami perubahan garis tengah (Andlaw dan Rock, 1992).

b. Derajat crowding
Besar dan kecepatan pergeseran berhubungan langsung dengan derajat

crowding pada lengkung gigi. Pada lengkung yang tidak berjejal mungkin terdapat

pergerakan atau tidak ada pergerakan sama sekali, tetapi pada lengkung yang berjejal-

jejal, gigi-gigi sekitarnya dengan cepat bergerak ke arah ruang yang terjadi akibat

pencabutan gigi (Andlaw dan Rock, 1992).

c. Usia pasien

Pencabutan atau hilangnya gigi desidui lebih awal memungkinkan terjadinya

pergeseran gigi-gigi. Semakin awal usia pasien kehilangan gigi desidui dari usia

erupsi gigi permanennya, semakin besar kemungkinan terjadinya pergeseran gigi

permanen. Jika molar desidui dicabut sebelum molar pertama permanen erupsi, maka

pergerakan ke mesial dari molar pertama permanen tidak bisa dihindari, walaupun

pada lengkung rahang yang tidak berjejal (Andlaw dan Rock, 1992).

Menurut Mc Donald dkk (1987) terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan

sebelum melakukan perawatan setelah terjadinya premature loss:

1. Waktu kehilangan gigi

Biasanya pergeseran gigi terjadi setelah 6 bulan pertama setelah pencabutan. Jika

gigi susu dicabut dan ada indikasi perlunya pemeliharaan ruangan merupakan hal

terbaik untuk memasangkan space maintainer secepat mungkin setelah pencabutan.

Jika gigi telah dicabut berbulan-bulan dan penutupan ruangan telah terjadi, maka space

maintainer dapat dibuatkan untuk mencegah keadaan yang lebih parah. Juga dapat

dibuat space regainer yang berguna untuk memperoleh kembali ruangan yang hilang

untuk erupsi gigi penggantinya.

2. Usia gigi pasien

Waktu erupsi rata-rata gigi pasien tidak berpengaruh dalam pembuatan space
maintainer, karena waktu erupsi gigi setiap pasien bervariasi.

3. Ketebalan tulang yang menutupi gigi yang belum erupsi

Prediksi erupsi gigi berdasarkan perkembangan akar dan pengaruh waktu

hilangnya gigi susu tidak dapat diandalkan jika tulang yang menutupi gigi permanen

mengalami kerusakan akibat infeksi. Keadaan ini dapat menyebabkan gigi permanen

erupsi lebih cepat, bahkan dengan perkembangan akar yang minimum. Jika kehilangan

tulang terjadi sebelum ¾ akar gigi permanen terbentuk sebaiknya dokter gigi

menganjurkan pemakaian space maintainer dan menjelaskan pada orang tua pasien

bahwa space maintainer diperlukan. Begitu juga bila terdapat tulang yang menutupi

mahkota, maka dapat diprediksikan bahwa erupsi gigi permanen tidak akan terjadi

dalam beberapa bulan sehingga space maintainer dapat diindikasikan.

B. Perkembangan Maksila dan Mandibula

Tulang rahang atas (os maxilla) berasal dari Branchial Arch I bagian atas disebut

pula Processus Maxillaris. Pusat ossifikasi terletak pasda percabangan N. infra orbitalis

menjadi N. alveolaris superior anterior dan N. alveolaris superior medius. Kemudian

proses ossifikasinya berlanjut mula-mula ke arah posterior membentuk Processus

Zygomaticus Ossis Maxillaris, kemudian ke arah Caudal membentuk Processus

Alveolaris Ossis Maxillaris dan ke arah medial membentuk Processus Palatinus Ossis

Maxillaris. Selama proses pertumbuhan dan perkembangan tersebut, di bagian pusat

ossifikasinya membentuk Corpus Maxillia, hingga terbentuklah Os Maxilla yang lengkap.

(Prekumar, 2011)

Tulang rahang bawah (os mandibula) berasal dari Branchial Arch I bawah atau

mandibula Arch dan disebut pula Processus Mandibularis. Mula-mula dibentuk tulang
rawan Meckel di bagian lingual Processus Mandibularis. Pertumbuhan dan perkembangan

tulang Meckel ini berada dekat dengan pembentukan N. Mandibularis. Pada saat N.

Mandibularis dibentuk mencapai 1/3 dorsal tulang rawan Meckel, kemudian bercabang

menjadi N. Alveolaris inferior ke arah anterior dan bercabang lagi menjadi N.Mentalis

dan N. Incisivus, di lateral percabangan inilah jaringan ikat pada fibrosa mengalami

ossifikasi (minggu ke-7). Pusat ossifikasinya sekitar foramen Mentale. Kemudian

pertumbuhan dan perkembangan posterior membentuk ramus mandibulae hingga

terbentuk mandibula yang lengkap, sedang tulang rawan Meckle menghilang. (Prekumar,

2011)

C. Space maintainer

Space mantainer adalah alat yang digunakan untuk mempertahankan lebar mesiodistal

dari gigi desidui yang mengalami premature loss, menggantikan fungsi yang hilang akibat

dari premature loss dari gigi desidui, mempertahankan lengkung gigi setelah premature loss

gigi desidui dan memfasilitasi erupsi gigi permanen yang normal pada area yang tepat

(Tilakraj, 2003). Alat ini bersifat pasif dalam menjaga jarak mesiodistal ruangan akibat

pencabutan desidui terlalu dini dan memelihara gerak fungsional gigi serta mencegah

pergeseran ke mesial gigi molar pertama permanen. Alat ini akan dilepas apabila sudah tidak
dipergunakan lagi untuk menghindari terhalangnya erupsi gigi permanen di bawahnya

(Andlaw dan Rock, 1992).

Space maintainer diindikasi apabila tekanan yang diberikan pada gigi tidak seimbang

dan analisis ruang mengindikasikan bahwa ruang untuk gigi penggantinya kemungkinan tidak

cukup. Penutupan ruang secara maksimal terjadi antara 6 bulan setelah pencabutan gigi.

Maka dari itu, alat space maintainer disarankan untuk diinsersi secepat mungkin pasca

kehilangan gigi desidui. Gigi premolar yang akan erupsi biasanya membutuhkan 4-5 bulan

untuk bergerak melalui 1 mm tulang yang seperti diukur pada radiograf (Rao, 2012).

Kontraindikasi penggunaan space maintainer, antara lain tidak terdapat tulang alveolar

yang menutup mahkota gigi tetap yang akan erupsi, kekurangan ruang untuk erupsi gigi

permanen, ruangan yang berlebihan untuk gigi tetapnya erupsi, kekurangan ruang yang

sangat banyak sehingga memerlukan tindakan pencabutan dan perawatan orthodontik dan

gigi permanen penggantinya tidak ada. Pada beberapa keadaan penggunaan space maintainer

tidak diindikasikan pada anak, yaitu jika gigi yang tanggal sebelum waktunya adalah gigi

insisivus desidui, maka pemasangan space maintainer tidak perlu karena pertumbuhan daerah

ini ke arah transversal sangat cepat dan pergeseran gigi-gigi kaninus ke arah mesial hampir

tidak ada (Brauer, 1959; Rao, 2012).

Menurut Rao (2012) pembuatan alat space maintainer harus memenuhi syarat-syarat

seperti berikut :

a. Harus mempertahankan dimensi proksimal yang diiginkan disebabkan oleh

kehilangan gigi

b. Harus bersifat fungsional

c. Tidak boleh mengganggu erupsi gigi yang beroklusi

d. Tidak boleh mengganggu erupsi pengganti gigi permanen

e. Tidak boleh mengganggu bicara, mastikasi atau gerakan fungsional mandibular


f. Harus sederhana dan kuat

g. Tidak boleh memberi tekanan yang lebih di gigi sebelah

h. Mudah dibersihkan

i. Tidak membatasi pertumbuhan dan fungsi normal

Space maintainer menurut Heinrichsen diklasifikasikan menjadi dua yaitu fixed space

maintainer dan removable space maintainer. Removable space maintainer adalah space

maintainer yang dapat dilepas dan dipasang sendiri oleh pasien. Indikasi removable space

maintainer yaitu premature loss dari gigi molar desidui atau seri dimana

kekurangan lengkung akan diantisipasi. Kontra indikasi removable space maintainer pasien

alergi terhadap resin akrilik dan pasien tidak kooperatif dan diketahui beberapa gigi akan

erupsi setelah alat dipasang. Keuntungan penggunaan removable space maintainer antara

lain: alat dan gigi dapat dibersihkan dengan mudah, dapat menjaga vertikal dimensi, dapat

dikombinasikan dengan tindakan preventif yang lain, dapat dipakai setengah hari sehingga

memungkinkan terjadinya sirkulasi darah pada jaringan lunak, dapat dibuat dengan mudah

dan estetis, dapat menstimulasi erupsi gigi permanen, tidak memerlukan bands, pemeriksaan

gigi dapat dengan mudah dilakukan, dan dapat meciptakan ruang untuk erupsi gigi tanpa

harus membuat alat baru. Kerugian penggunaan removable space maintainer antara lain: ada

kemungkinan alat hilang, dapat patah, pasien tidak mau memakai alat, dapat menahan

pertumbuhan rahang ke lateral apabila klamer tidak pas, dan dapat mengiritasi jaringan lunak

(Rao, 2012).

D. Space Regainer

Kehilangan ruang dapat terjadi akibat dari pergerakan gigi molar atau incisivus

permanen karena premature loss dari gigi decidui molar atau caninus. Kehilangan ruang
tersebut dapat dikembalikan dengan menggunakan alat space regainer (Tilakraj, 2003).

Space regainer merupakan plat aktif yang digunakan untuk memperoleh kembali ruangan

yang telah menyempit pada lengkung gigi.. Besarnya ruang yang dapat dikembalikan per

kuadran adalah sekitar 2 mm jika bilateral dan 3 mm bila unilateral. Tujuan dari space

regainer adalah mengembalikan ruang yang hilang dan membantu gigi permanen pengganti

erupsi pada posisi yang tepat. Perawatan space regainer dilakukan sampai gigi permanen

pengganti erupsi sempurna (Premkumar, 2015).

Space regainer perlu dipertimbangkan pemakainya apabila terjadi space loss atau

penyempitan ruang. Beberapa hal penyebab terjadinya space loss dalam lengkung yang

paling sering menurut Andlaw dan Rock (1992) adalah:

1. Gigi desidui dengan karies proksimal

2. Gigi yang erupsi ektopik

3. Perubahan dalam urutan erupsi

4. Gigi molar desidui yang ankilosis

5. Impaksi gigi

6. Transposisi gigi

7. Hilangnya gigi molar desidui tanpa disertai dengan management space yang tepat

8. Missing teeth

9. Resorpsi akar gigi molar desidui yang abnormal

10. Erupsi gigi permanen terlalu dini atau terlambat

11. Morfologi gigi yang abnormal

Indikasi pemakaian alat space regainer adalah premature loss gigi molar desidui yang

mengakibatkan terjadinya kekurangan ruang erupsi gigi permanen. Kontraindikasi

pemakaian alat space regainer, antara lain :

1. Apabila ruang yang akan terjadi akibat premature loss gigi desidui cukup atau lebih
bagi ruang erupsi gigi pengganti

2. Apabila dilakukan pencabutan untuk pencarian ruang pada perawatan ortodontik

3. Apabila gigi pengganti tidak ada dan penutupan ruang diinginkan

4. Pasien alergi terhadap akrilik

5. Pasien tidak kooperatif

Syarat-syarat pembuatan space regainer, antara lain :

1. Terdapat kekurangan ruang mesio-distal untuk erupsi gigi permanen pengganti

2. Mampu menciptakan jarak mesio-distal

3. Erupsi gigi antagonis tidak terganggu

4. Erupsi gigi permanen tidak terganggu

5. Tidak mengganggu fungsi bicara, pengunyahan, dan pergerakan mandibula

6. Bentuk sederhana, mudah dalam perawatan, dan mudah untuk dibersihkan

Alat space regainer memiliki beberapa kerugian yaitu dapat mengiritasi jaringan lunak

di sekitarnya dan dapat menghambat pertumbuhan rahang ke arah lateral. Sasaran intervensi

terhadap space loss dengan space regainer adalah pemulihan lebar dan perimeter lengkung

serta memperbaiki posisi erupsi gigi permanen penggantinya. Space regainer harus dipakai

dan dikontrol terus sampai gigi permanen disebelahnya erupsi sempurna atau sampai

diawalinya perawatan ortodontik (Kuswandari dkk, 2007).

E. Analisis Gigi Bercampur

Analisis gigi bercampur merupakan metode untuk memprediksi keadaan gigi saat

dewasa dengan tujuan untuk menentukan jumlah ruang yang tersedia pada rahang untuk

erupsi gigi permanen. Model gigi dan radiograf merupakan elemen penting untuk melakukan
analisis gigi bercampur. Untuk melakukan analisis ini pertama-tama dibutuhkan pengukuran

panjang lengkung rahang dan lebar mesiodistal gigi incisivus permanen mandibula.

1. Pengukuran panjang lengkung rahang

Cara konvensional untuk menentukan panjang lengkung rahang adalah dengan

melakukan pengukuran langsung pada model studi. Kawat tembaga diadaptasikan dari

bagian mesial molar satu permanen mengikuti bentuk lengkung gigi hingga bagian

distal gigi molar kedua desidui kontralateral. Kawat dibentuk sesuai dengan lengkung

ideal dan tidak mengikuti bentuk lengkung gigi yang malposisi. Perhitungan perkiraan

jumlah ruang yang dibutuhkan untuk tumbuhnya gigi permanen pengganti dilakukan

ketika panjang lengkung ideal telah didapatkan,. Terdapat dua metode yang dapat

dilakukan untuk melakukan perhitungan ini yaitu:

a. Menggunakan radiograf yang dapat menunjang adanya perbesaran

b. Menggunakan rumus perhitungan ukuran gigi

Kedua metode ini berdasarkan hubungan antara pengukuran mesiodistal gigi

incisivus permanen mandibular dengan dua premolar dan caninus permanen.

Perbedaan nilai antara panjang lengkung dan ukuran gigi akan mengindikasikan

jumlah ruang yang tersedia yang akan membantu dalam menentukan rencana

interseptive dan/atau preventive space management (Cameron dan Richard, 2013).

2. Analisis Nance

Metode ini didasarkan atas hubungan relatif antara lebar mesiodistal kelompok

gigi tertentu, yang dipilih adalah gigi III, IV, V dan kelompok gigi penggantinya yaitu

gigi 3,4,5. Nance menemukan adanya perbedaan ukuran lebar III,IV,V dengan 3,4,5.

Selisih tersebut disebut Lee Way Space.

Lee way space RA = (III + IV + V) – (3 + 4 + 5) = 0,9 satu sisi


Lee way space RB = (III + IV + V) – (3 + 4 + 5) = 1,7 satu sisi

Prosedur metode ini adalah:

a. Menyiapkan model, kemudian ukurlah lebar mesiodistal III,IV,V

b. Menyiapkan foto roentgen 3,4,5 dan ukurlah (koreksi efek pembesaran dengan

metode Huckaba

c. Membandingkan 3,4,5 dengan jumlah III, IV,V (McDonald dkk., 2004).

3. Analisa Moyers

Analisis Moyers menggunakan gigi geligi dari segmen bukal insisivus rahang

bawah. Pengukuran ruang dapat dilakukan setelah erupsi gigi-geligi insisivus rahang

bawah permanen. Untuk menentukan cukupnya panjang lengkung maka jumlah dari

ruang yang tersedia untuk erupsi gigi pengganti setelah gigi- geligi insisivus tumbuh

sempurna dilakukan pengukuran pada model studi. Lebar mesio distal dari setiap gigi-

geligi insisivus permanen rahang bawah dijumlahkan, lalu digunakan daftar

probabilitas pada tabel Moyers untuk memperkirakan berapa banyak ruang yang

dibutuhkan untuk erupsi gigi kaninus, premolar satu, dan premolar dua berdasarkan

jumlah lebar mesio distal gigi insisivus rahang bawah dengan presentase 75% (Singh,

2007).

Analisis Moyers banyak dianjurkan karena mempunyai kesalahan sistematik yang

minimal. Metode ini juga dapat dilakukan secara cepat, tidak memerlukan alat-alat

khusus ataupun radiografi dan dapat dilaksanakan pemula karena tidak memerlukan

keahlian khusus. Walaupun pengukuran dan perhitungan dilakukan pada model, tetapi

mempunyai tingkat ketepatan yang baik di dalam mulut. Metode ini juga dapat
dilakukan untuk menganalisis keadaan pada kedua lengkung rahang (Muthu dan

Sivakumar, 2009).

4. Metode Huckaba

Metode ini digunakan untuk memperkirakan besarnya gigi yang belum erupsi

dengan menggunakan radiograf (Muthu dan Sivakumar, 2009).

Rumus : B = A x B’

A’

Keterangan : B = besar gigi yang belum erupsi

B’= besar gigi yang belum erupsi dalam ro’

A = besar gigi yang sudah erupsi

A’= besar gigi yang sudah erupsi dalam ro’

5. Metode Johnson dan Tanaka

Merupakan metode yang menggunakan jumlah keempat gigi insisivus rahang

bawah dalam memprediksi ukuran mesiodistal gigi kaninus dan premolar permanen.

Metode ini tidak menggunakan tabel probabilitas seperti metode Moyers. Metode ini

sangat sederhana dan dianggap memiliki keakuratan yang cukup baik dengan tingkat

kesalahan yang kecil.

Metode ini merupakan perkembangan dari metode Moyers untuk memprediksi

lebar mesiodistal gigi kaninus permanen dan premolar yang akan erupsi.

Perkiraan lebar mesiodistal kaninus dan premolar permanen mandibula dalam

satu kuadran :
Perkiraan lebar mesiodistal kaninus dan premolar permanen maksila dalam satu

kuadran:

Setelah melakukan analisis ruang dan panjang lengkung, dapat diketahui derajat

crowding lengkung gigi. Menurut Andlaw dan Rock (1992), gigi dapat digolongkan

sebagai salah satu dari tipe berikut :

1. Gigi tidak berjejal dengan kelebihan ruang

Ciri-cirinya adalah terdapat spacing di antara gigi-gigi insisivus; ruang yang

tersedia dalam lengkung rahang melebihi ruang yang diperlukan untuk gigi-gigi

yang belum erupsi.

2. Gigi tidak berjejal dengan ruangan cukup

Ciri-cirinya adalah kontak normal di antara gigi-gigi insisivus; ruang yang

tersedia dalam lengkung sama dengan ruang yang diperlukan untuk gigi-gigi yang

belum erupsi.

3. Crowding ringan

Ciri-cirinya adalah sedikit overlap pada gigi-gigi insisivus; ruang yang tersedia

dalam lengkung rahang kurang sampai 4 mm dari yang diperlukan untuk gigi-gigi

yang belum erupsi.

4. Crowding berat

Ciri-cirinya adalah overlap rotasi atau pergeseran gigi-gigi insisivus; ruang yang

tersedia dalam lengkung rahang kurang melebihi 4 mm dari yang diperlukan

untuk gigi-gigi yang belum erupsi.


III. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nomor Rekam Medis : 207985

Tanggal pemeriksaan : 13 Juni 2019

Nama pasien : Mohammad Wixcel Bagas

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl lahir : Sleman, 16 Agustus 2008

Umur : 10 tahun 9 bulan

Nama orang tua : Winarti

Alamat : Paingan RT 05 RW 05 Maguwoharjo Depok Sleman

Yogyakarta

B. Pemeriksaan Subjektif

Motivasi: Pasien datang atas dorongan dari orangtua yang ingin memeriksakan gigi

anaknya yang belum tumbuh disaat gigi susunya sudah tanggal

Keluhan Utama (CC) :

Pasien mengeluhkan gigi susu belakang kiri bawah sudah tanggal namun belum ada gigi

penggantinya

Kedaaan Sakit Sekarang (PI) :

Gigi susu tanggal sekitar 2 tahun lalu, saat ini gigi pengganti belum tumbuh

Riwayat Gigi (PDH) :


Pasien menumpatkan gigi-giginya 1 bulan lalu

Riwayat Kesehatan Umum (PMH) :

 Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik

 Pasien tidak pernah rawat inap

 Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan, dan cuaca

 Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan

Riwayat Kesehatan Keluarga (FH) :

1. Umum:

Ayah : tidak dicurigai menderita penyakit sistemik

Ibu : tidak dicurigai menderita penyakit sistemik

2. Gigi:

Ayah : susunan gigi rapi

Ibu : susunan gigi rapi

Pencegahan Penyakit Gigi

1. Menyikat gigi : 2 kali sehari (mandi pagi dan sore)

2. Topikal aplikasi fluor : tidak

3. Tablet fluor : tidak

4. Kumur-kumur : tidak

C. Pemeriksaan Objektif

Keadaan umum : sehat jasmani dan rohani

Penampilan : kooperatif dan komunikatif

Berat badan : 25 kg

Tinggi badan : 131 cm

Pemeriksaan luar mulut :


Bentuk muka : persegi, normal, simetris

Bibir : normal, inkompeten, simetris

Pipi : normal, simetris

Kelenjar limfe : normal, tidak teraba

Lain-lain :-

Pemeriksaan dalam mulut :

Jaringan lunak:

Mukosa : normal, sehat

Lidah : normal, sehat

Gusi : normal, sehat

Langit-langit : normal, sehat

Dasar mulut : normal, sehat

Jaringan Keras:

Oklusi : Kelas I Angle (kiri)

Kelas II Angle (kanan)

Overjet : 9,64 mm

Overbite : 7,4 mm

X X X X X X X
X X X X X X X X X X

Keterangan: : Gigi belum erupsi Ʃ : Gigi goyah O : Karies


X : Gigi sudah dicabut/tanggal V : Gigi tinggal akar

D. Analisis Foto Muka

Tampak Depan Tampak Samping

Wajah : Persegi, simetris, tidak ada kelainan

Profil muka : Cembung normal

E. Analisis Model Studi

Foto Model Studi


Rahang atas Rahang bawah

F. Diagnosis gigi geligi

16 = Terdapat fissure yang dalam pada permuaan oklusal.

Dx/ Deep fissure

TP: Fissure sealant

55 = Terdapat kavitas pada permukaan oklusal dan palatal dengan kedalaman dentin

Sondasi: - Perkusi: - Palpasi: - CE: +

Dx/ Karies dentin dengan insensitif dentin

TP : Opdent

65 = Terdapat kavitas pada permukaan oklusal dan palatal dengan kedalaman dentin

Sondasi: - Perkusi: - Palpasi: - CE: +

Dx/ Karies dentin dengan insensitif dentin

TP : Opdent

26 = Terdapat fissure yang dalam pada permuaan oklusal.

Dx/ Deep fissure

TP : Fissure sealant

36 = Terdapat kavitas pada permukaan oklusal dan dengan kedalaman email


Sondasi: - Perkusi: - Palpasi: - CE: +

Dx/ Karies email

TP: Opdent

75 = Terdapat gigi yang tanggal sebelum waktunya dengan kekurangan ruang

Dx/ Premature loss

TP: Space maintainer

33 = Terdapat gigi yang permukaan mesialnya berputar ke arah labial

Dx/ Mesiolabiotorsiversi

TP: Orto

42 = Terdapat gigi yang permukaan mesialnya berputar ke arah labial

Dx/ Mesiolabiotorsiversi

TP: Orto

43 = Terdapat gigi yang permukaan mesialnya berputar ke arah labial

Dx/ Mesiolabiotorsiversi

TP: Orto

44 = Terdapat gigi yang permukaan distalnya berputar ke arah labial

Dx/ Distolabiotorsiversi

TP: Orto
46 = Terdapat kavitas pada permukaan oklusal dengan kedalaman dentin

Sondasi: - Perkusi: - Palpasi: - CE: +

Dx/ Karies dentin dengan insensitif dentin

TP: Opdent

RENCANA PERAWATAN

1. Opdent

2. Fissure sealant

3. TAF

4. Space maintainer

5. Kontrol
IV. ANALISIS GIGI GELIGI

A. Lengkung Gigi

Rahang atas : Bentuk a. Round b. Elips c. Square d. V shaped e. Parabola

a. Simetri b. Asimetri

Rahang bawah : Bentuk a. Round b. Elips c. Square d. V shaped e. Parabola

a. Simetri b. Asimetri

B. Space antar gigi

Rahang atas : tidak ada

Rahang bawah : ada , pada distal 31, mesial 41, distal 43

C. Anomali Gigi

a. Jumlah b. Bentuk c. Struktur (Tidak ada kelainan)

D. Oklusi

Anterior

a. Normal b. Open bite c. Deep bite d. Cross bite

Over bite : 7,4 mm Overjet : 9,64 mm

Midline : Rahang atas : a. Straight b. Deviasi ( ke kiri / kanan ; .....mm)


Rahang bawah : a. Straight b. Deviasi ( ke kiri / kanan ; .... mm)

Posterior

a. Normal b. Open bite c. Deep bite d. Cross bite

Terminal Plane : kanan :- kiri : -

Gigi Molar satu permanen : a. Erupsi penuh b. Erupsi sebagian

Kelas Angle : kanan : kelas II Angle

kiri : Kelas I Angle

E. Analisis gigi bercampur (gig permanen)

11,1 7,7 7,2 8,8 8,8 6,9 7,6 11,2

10,8 6,58 6,5 7,4 6,5 5,6 5,4 6,3 7,1 7,2 11,3

Jumlah mesiodistal gigi 32 31 41 42 adalah 23,8 mm

F. Determinasi Lengkung

Lengkung Ideal

Rahang Atas Rahang Bawah

Keterangan :

Lengkung awal : Hitam


Lengkung ideal : Merah

Panjang Perimeter Lengkung Ideal

Perimeter Lengkung Ideal RA

Kanan : 41,60 mm

Kiri : 42,18 mm

Perimeter Lengkung Ideal RB

Kanan : 34,90 mm

Kiri : 32,84 mm

1. Metode Moyers

Pengukuran dan perhitungan jumlah mesiodistal 32 31 41 42

Lebar mesio distal gigi 32 adalah 6,3 mm

Lebar mesio distal gigi 31 adalah 5,4 mm

Lebar mesio distal gigi 41 adalah 5,6 mm

Lebar mesio distal gigi 42 adalah 6,5 mm

Jumlah mesiodistal gigi 32 31 41 42 adalah 23,80 mm

Perhitungan jumlah ruang yang dibutuhkan untuk erupsi gigi 345 RB

Tabel Moyers 75 % untuk jumlah mesiodistal 23,5 mm adalah 22,5 mm

Tabel Moyers 75 % untuk jumlah mesiodistal 24 mm adalah 22,8 mm

0,3

23,50 23,80 24,00

0,5

Tabel Moyers 75%


x

22,50 y 22,80

0,3

Penghitungan :

0,3 = 0,5

x 0,3

x = 0,18

Kebutuhan ruang erupsi untuk rahang bawah menurut Tabel Moyers (y) adalah

22,50 mm + 0,18 mm = 22,68 mm

Rahang Bawah (Kanan)

 Ruang yang tersedia untuk erupsi gigi 43, 44 dan 45 (mesial 46 ke mesial 43) :

Panjang lengkung ideal RB kanan – (Mesiodistal 41 dan 42) = 34,90 mm – 12,1 mm

=,8 mm

 Ruang yang dibutuhkan untuk erupsi gigi 43, 44 dan 45 menurut Moyers = 22,68 mm

Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi 43, 44, dan 45 sebesar – 2,88 mm

Rahang Bawah (Kiri)

 Ruang yang tersedia untuk erupsi gigi 33, 34 dan 35 (mesial 36 ke mesial 33) :

Panjang lengkung ideal RB kiri – (Mesiodistal 31 dan 32) = 29,88 mm – 11,7 mm =

18,18 mm

 Ruang yang dibutuhkan untuk erupsi gigi 33, 34 dan 35 menurut Moyers = 22,68 mm
Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi 33, 34, dan 35 sebesar -4,5 mm

Kesimpulan Metode Moyers

1) Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi 33, 34, 35 sebesar -4,5 mm

space regainer

2) Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi 43, 44, 45 sebesar -2,88mm

space regainer

2. Metode Johnson dan Tanaka

Perkiraan Lebar Mesiodistal Kaninus dan Premolar Permanen Rahang bawah

𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑜𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 31 32 41 42 23,8


+ 10,5 𝑚𝑚 = + 10,5 𝑚𝑚 = 𝟐𝟐, 𝟒 𝒎𝒎
2 2

Rahang Bawah (Kanan)

 Ruang yang tersedia untuk erupsi gigi 43, 44 dan 45 (mesial 46 ke mesial 43) :

Panjang lengkung ideal RB kanan – (Mesiodistal 41 dan 42) = 31,90 mm – 12,1 mm

= 19,8 mm

 Ruang yang dibutuhkan untuk erupsi gigi 43, 44, dan 45 menurut Johnson dan Tanaka

= 22,4 mm

Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi 43, 44, dan 45 sebesar -2,6 mm

Rahang Bawah (Kiri)

 Ruang yang tersedia untuk erupsi gigi 33, 34 dan 35 (mesial 36 ke mesial 33) :

Panjang lengkung ideal RB kiri – (Mesiodistal 31 dan 32) =29,88 mm – 11,7 mm =

18,18 mm
 Ruang yang dibutuhkan untuk erupsi gigi 33, 34, dan 35 menurut Johnson dan Tanaka

=22,4 mm

Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi 33, 34, dan 35 sebesar -4,22 mm

Kesimpulan Metode Johnson dan Tanaka:

3) Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi 33, 34, 35sebesar -4,22 mm

space regainer

4) Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi 43, 44, 45sebesar -2,6mm

space regainer

Metode Huckaba

B = A x B’

A’

B = Ukuran gigi dalam mulut yang belum erupsi

A = Ukuran gigi pada model studi

A’ = Ukuran gigi yang sudah erupsi dalam rontgen foto

B’ = Ukuran gigi dalam rontgen foto yang belum erupsi

Rahang Bawah Kanan

Rahang Bawah Kiri

Ukuran gigi 35 yang akan erupsi adalah :

B = Ukuran gigi 36 pada model studi x B’ (35)

Ukuran gigi 36 pada radiograf

B = 11,74 x 6,90 mm= 7,10 mm

11,42
Ukuran gigi 34 (B’) yang akan erupsi adalah :

B = 11,74 x 5,98 mm= 6,14 mm

11,42

Ukuran gigi 33 (B’) yang akan erupsi adalah :

B = 11,74 x 6,80 mm= 6,99 mm

11,42

Pada rahang bawah sisi kiri :

Ruang yang tersedia untuk erupsi gigi 33, 34, dan 35 (dari model studi) adalah 19,1 mm

Perhitungan untuk gigi erupsi menurut Huckaba adalah sebesar 20,23 mm

Terdapat diskrepansi ruang untuk erupsi gigi permanen 33, 34, 35 sebesar -1,13 mm

Kesimpulan Metode Huckaba:

Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi geligi 33, 34, 35 sebesar 1,13 mm  space

regainer

Terdapat kekurangan ruang untuk erupsi gigi geligi 43, 44, 45 sebesar ….. space

regainer

Kesimpulan Analisis

Berdasarkan analisis menggunakan metode Huckaba, metode Moyers dan metode

Johnson-Tanaka ditemukan kekurangan ruang untuk erupsi gigi geligi permanen 33 34 35

sehingga menjadi indikasi pemakaian space regainer. Menurut Rahardjo (2008) dan

Rahardjo (2009) pertumbuhan rahang atas dan rahang bawah pada laki-laki berhenti pada

usia sekitar 17 tahun. Pertumbuhan mandibula berlanjut secara stabil dengan rata-rata
peningkatan tinggi rahang 1-2 mm per tahun dan panjang badan 2-3 mm per tahun

(Srivastava, 2011). Berdasarkan hal tersebut diperkirakan rahang bawah masih akan tumbuh

dan berkembang hingga sebelum memasuki masa pubertas, sehingga tidak diperlukan alat

space regainer melainkan cukup dengan alat space maintainer.

G. Analisis Foto OPG

Kelengkapan Gigi Permanen

17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27

47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37

Keterangan:

= Belum erupsi
Kelainan yang ada: tidak ada kelainan

Desain Alat

Keterangan:

a. Arrow pin clasp (Ø 0,7 mm)

b. Buccal tube

c. Anasir gigi

d. Plat resin akrilik

Prosedur Perawatan

1. Rencana Perawatan:

a. Edukasi pasien dan informed consent

b. Pencetakan model RA dan RB pasien

c. Insersi space maintainer dan edukasi pasien

d. Kontrol

2. Jalannya Perawatan:

a. Edukasi pasien dan informed consent

Pasien diberi penjelasan mengenai prosedur dan rencana perawatan

yang akan dilakukan. Pasien dan orangtuanya diberi penjelasan mengenai

biaya, lama perawatan, banyak kunjungan yang diperlukan, kemungkinan


yang dapat terjadi selama perawatan, dan hal lain yang mempengaruhi

perawatan.

b. Pencetakan model RA dan RB pasien

c. Insersi space maintainer dan Edukasi pasien

Insersi space maintainer

Saat insersi, alat harus diperiksa ada/tidaknya bagian plat akrilik yang

menekan atau melukai jaringan lunak di rongga mulut. Labial arch dan C

klamer diperiksa agar tidak menyebabkan traumatik oklusi atau trauma pada

mukosa rongga mulut serta diperhatikan retensinya.

Edukasi

Pasien dimotivasi untuk selalu memakai dan menjaga kebersihan alat.

Pasien dan orang tua pasien diminta untuk memperhatikan ruang kosong

pada lengkung gigi pasien, apakah bertambah besar atau kecil dan

memperhatikan apakah gigi pengganti sudah mulai tumbuh atau belum.

Operator memberi motivasi kepada pasien untuk datang kontrol pada waktu

yang telah ditentukan.

d. Kontrol

Kontrol dilakukan pada:

Hari ke-2 pemakaian alat

Dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif. Pemeriksaan subjektif

meliputi keluhan pasien tentang alat yang dipakai. Hal-hal lain yang

penting untuk ditanyakan :

- apakah pasien sudah merasa nyaman saat memakai alat


- apakah pasien kesulitan saat memakai dan melepas alat

- apakah alat tersebut selalu dipakai oleh pasien

- apakah alat dapat digunakan pasien saat makan

Pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan:

- jaringan lunak (adakah gingiva/mukosa yang terkena

trauma/iritasi akibat pemakaian alat),

- retensi dan stabilisasi alat

- traumatik oklusi yang ditimbulkan akibat pemakaian alat

(diperiksa dengan articulating paper)

Hari ke-12 pemakaian alat

Dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif. Pemeriksaan subjektif

meliputi keluhan pasien tentang alat yang dipakainya. Hal-hal lain yang

penting untuk ditanyakan antara lain adalah:

- apakah alat tersebut selalu dipakai oleh pasien

- apakah pasien kesulitan saat memakai dan melepas alat

- apakah pasien sudah merasa nyaman saat memakai alat

- apakah alat dapat digunakan pasien saat makan

Pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan:

- jaringan lunak (adakah gingiva/mukosa yang terkena

trauma/iritasi akibat pemakaian alat),

- retensi dan stabilisasi alat

- traumatik oklusi yang ditimbulkan akibat pemakaian alat

(diperiksa dengan articulating paper)


- adanya penambahan atau pengurangan ruang bagi gigi yang akan

erupsi

- mulai erupsinya gigi permanen

Hari ke-30 pemakaian alat

Pada kontrol hari ke-30, dilakukan pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan

objektif. Pemeriksaan subjektif meliputi keluhan pasien tentang alat yang

dipakainya. Hal-hal lain yang penting untuk ditanyakan antara lain:

- apakah alat tersebut selalu dipakai oleh pasien

- apakah pasien kesulitan saat memakai dan melepas alat

- apakah pasien sudah merasa nyaman saat memakai alat

- apakah alat dapat digunakan pasien saat makan.

Pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan jaringan lunak (adakah

gingiva/mukosa yang terkena trauma/iritasi akibat pemakaian alat), retensi

dan stabilisasi alat, oklusi traumatik yang ditimbulkan akibat pemakaian alat

(diperiksa dengan articulating paper).


V. PROGNOSIS

Prognosis pada kasus ini adalah baik, karena:

1. Pasien kooperatif dan komunikatif

2. Kebersihan dan kesehatan rongga mulut baik

3. Orang tua pasien ikut mendukung dan memberi dukungan pada anak sehingga

diperkirakan perawatan akan berjalan lancar dan berhasil.


DAFTAR PUSTAKA

Andlaw, R.J dan Rock, W.P., 1992, Perawatan Gigi Anak (terj), ed. 2, Widya Medika,

Jakarta.

Brauer, J.C., 1959, Space maintenance in Brauer J.C. et al., Dentistry for Children, ed. 4, Mc

Graw Hill Book, New York.

Budiyanti, E.A., 2006, Perawatan Endodontik pada Anak, EGC, Jakarta

Cameron, A.C.dan Richard, P. W., 2013, Handbook of Pediatric Dentistry, Mosby Elsevier,

Canberra.

Clarice, S., 2013, Management of Premature Primary Tooth Loss in The Child Patient, CDA

Journal, 41(8): 612-6.

Harty, F. J dan Ogston, R., 1995, Kamus Kedokteran Gigi (terj.), EGC, Jakarta.

Kemp, J. dan Walters, C., 2003, Gigi si Kecil, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Kennedy, D.B., 1992, Konservasi Gigi Anak (terj.), ed. 3, EGC, Jakarta.

Kharbanda, O.P., 1994, A Study Of The Etiological Factors Associated With The

Development of malocclusion, J.Dent. Child.

Kuswandari, S., Ratinah, S.B.S, Jatmiko, I.S., Kusumawardani, P., 2007, Bahan Ajar Ilmu

Kedokteran Gigi Anak II, FKG UGM, Yogyakarta.

Mc.Donald, R.E dan Avery, D.R., 1994 Dentistry for The Child and Adolescent, Sixth

edition, Mosby, St.Louis.

Mitchell, L., 2013, Introduction to Orthodontics, Oxford University Press, UK.

Muthu, M.S. dan Sivakumar, N., 2009, Pediatric Dentistry: Principles and Practice, Reed

Elsevier India, New Delhi


Phulari, B. J., 2011, Orthodontics Principles and Practice, Jaypee, New Delhi.

Premkumar, S., 2015, Textbook of Orthodontics, Reed Elsevier India, New Delhi.

Rao, A., 2012, Principles and Practice of Pedodontics Third Edition, Jaypee, New Delhi.

Raharjo,P., 2009,Ortodonti Dasar,Airlangga University Press (AUP), Surabaya.

Raharjo,P., 2012,Ortodonti Dasar, Edisi ke-2, Pusat Penerbitan dan Pencetakan Unair

(AUP), Surabaya

Rashmi, G.S., Durgesh, B.H., 2011, Local Etiological Factors of Malocclusion, in Phulari,

B.S., (ed.): Orthodontics: Principles and Pactice, Jaypee Brothers Medical Publisher,

New Delhi

Singh, G., 2007, Texbook of orthodontics 2 ed., Jaypee Brothers Medical Publisher, New

Delhi.

Srivastava, V.K., 2011, Modern Pediatric Dentistry, Jaypee Brothers Medical Publishers,

New Delhi

Tilakraj, T. N., 2003, Essentials of Pedodontics, Jaypee, New Delhi.

Anda mungkin juga menyukai