Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS MODEL GTL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memenuhi Tugas


Klinik Junior Prostodonti Semester VIII

Oleh :
Kelompok 3A

Dosen Pembimbing :

drg. Okmes Fadriyanti, Sp. Pros


drg. Widya Puspitasari, MDSc
drg. Resa Ferdina, MARS
drg. Ricky Amran, MARS

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2019

1
NAMA:

Ketua : Heni Tarida (15-014)

Sekretaris : Yulia Reza Rahman (15-015)

Penyaji : Hamdy Lisfrizal (15-013)

Moderator : Septika Cahyani (15-012)

Anggota : Athika Yurasepti (15-016)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah laporan tugas sebagai

salah satu syarat guna memenuhi proses pembelajaran di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Baiturrahmah.

Dalam kesempatan ini dengan tulus dan segala kerendahan hati penulis

menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya khususnya kepada yang

terhormat Bapak dan Ibu selaku pembimbing laporan tugas makalah dalam

memberikan bimbingan, waktu, perhatian, saran-saran serta dukungan sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya

kepada kita semua dan semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat

memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang

memerlukan.

Padang, 3 Juli 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar .............................................................................................. 3
Daftar Isi ....................................................................................................... 4

BAB I
PENDAHULUAN
....................................................................................................................................
5
1.1 Latar
Belakang
....................................................................................................................................
5
1.2 Rumusan
Masalah
....................................................................................................................................
5
1.3
Tujuan
....................................................................................................................................
6

BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
....................................................................................................................................
7
2.1 Pengertian
GTL
....................................................................................................................................
7
2.2 Pemeriksaan Pasien
GTL
....................................................................................................................................
7
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi
GTL
....................................................................................................................................
13
2.4 Kondisi Pasien
Lansia
....................................................................................................................................
13
2.5 Pengaruh Penuaan pada Kondisi
RM
....................................................................................................................................
16

4
2.6 Penanganan Kasus
Flabby
....................................................................................................................................
19
2.7 Penanganan Kasus Linggir
Datar
....................................................................................................................................
26
2.8 Penanganan Kasus
Eksostosis
....................................................................................................................................
31
2.9 Prosedur Klinis dan Laboratoris
GTL
....................................................................................................................................
31

BAB III
PEMBAHASAN
....................................................................................................................................
34
3.1
Kasus
....................................................................................................................................
34
3.2
Diagnosis
....................................................................................................................................
40
3.3 Rencana
Perawatan
....................................................................................................................................
40
3.4
Prognosis
....................................................................................................................................
41

BAB IV
PENUTUP
....................................................................................................................................
42
Kesimpulan
....................................................................................................................................
42

5
DAFTAR
PUSTAKA
....................................................................................................................................
43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehilangan gigi merupakan salah satu masalah yang banyak di jumpai

masyarakat, baik karena penyakit periodontal, maupun masalah-masalah yang

lainnya. Kehilangan gigi menimbulkan banyak masalah, baik masalah estetik,

fonetik, maupun mastikasi seseorang. Hal ini yang menyebabkan penggunaan

gigitiruan merupakan hal yang sangat penting (Suhartiningtiyas,2014).

Kehilangan gigi bukan tidak mungkin terjadi pada semua gigi dalam satu

rahang. Hal ini menunjukkan bahwa, Gigi Tiruan Sebagian Lepasan tidak lagi di

indikasikan untuk pasien dengan keluhan seperti itu. Menurut Glossary of

Prosthodontic, gigi tiruan penuh adalah gigi tiruan lepasan yang menggantikan

seluruh gigi geligi asli dan struktur pendukungnya baik pada maksila maupun

mandibula (Rahmayani dkk,2013).

6
Selain itu, pada scenario ini, ada dijelaskan mengenai pasien yang memiliki

keluhan bahwa gigi tiruannya longgar dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini

menunjukkan adanya permasalahan. Di makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut

mengenai hal-hal yang lebih lanjut tentang gigi tiruan, khususnya gigi tiruan penuh.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pemeriksaan yang dilakukan pada model tersebut?

2. Apakah diagnosis berdasarkan model tersebut?

3. Apakah rencana perawatan berdasarkan model tersebut?

4. Apakah prognosis berdasarkan model tersebut?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan model tersebut

2. Untuk mengetahui diagnosis berdasarkan model tersebut

3. Untuk mengetahui rencana perawatan berdasarkan model tersebut

4. Untuk mengetahui prognosis berdasarkan model tersebut

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gigi Tiruan Lengkap

Gigi tiruan lengkap/ gigi tiruan penuh/ complete denture adalah gigi tiruan

yang menggantikan semua kehilangan gigi baik rahang atas maupun rahang bawah,

yang didukung oleh mukosa, jaringan ikat, dan tulang (Kuntjoro, 2010).

8
2.2 Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien meliputi:

1. Pemeriksaan subjektif

2. Pemeriksaan objektif

3. Pemeriksaan penunjang

Dimana pada pemeriksaan objektif termasuk pemeriksaan ekstraoral dan

intraoral pasien (Birnbaum, 2009).

2.2.1 Pemeriksaan Subjektif

Pemeriksaan subjektif berguna untuk mengetahui lingkungan pasien,

penyakit yang diderita, ada atau tidaknya alergi obat dan mencegah penyakit

menular. Pemeriksaan subjektif meliputi: pengisian kartu status; anamnesa,

yaitu garis besar kesehatan umum pasien, ada atau tidaknya penyakit sistemik,

tindakan pengobatan yang akan dilakukan (Birnbaum, 2009).

Ketentuan baku pada pemeriksaan subjektif harus memiliki:

1. Identitas pasien

- Nama :-

- Alamat :-

- Pekerjaan : -

- Jenis kelamin: -

9
- Usia: -

2. Keluhan pasien

- Keluhan utama: -

-Keluhan tambahan: -

3. Riwayat dental

4. Riwayat penyakit sistemik

5. Riwayat penyakit keluarga

6. Riwayat alergi

2.2.2 Pemeriksaan Objektif

2.2.2.1 Pemeriksaan Ekstraoral

a. Sikap mental pasien (psikologis pasien)

Dr. Milus House berdasarkan pengalaman klinisnya, mengklasifikasikan

sikap mental pasien yang membuat gigitiruan menjadi empat kategori,

yaitu philosophic, indifferent, exacting dan hysterical. Sikap mental

pasien merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam

mendiagnosa pasien. Dokter gigi harus mampu mengerti dan memahami

sikap pasien yang akan dilakukan perawatan. Untuk mengatasi sikap

mental pasien pada dasarnya dokter gigi harus melakukan perawatan

dengan penuh simpati, kesabaran dan bersikap empati terhadap pasien

untuk mencapai keberhasilan perawatan prostodontik yang dilakukan.

10
Klas I: Filosofi (kooperatif), pasien sepenuhnya percaya pada dokter

dan datang atas keinginan pasien

Klas II: Exacting, pasien kurang percaya atau ragu dengan

kemampuan dokter, karena ingin gigi tiruan yang sempurna, biasanya

pasien yang sudah pernah dibuatkan gigi tiruan.

Klas III: hysterical, pasien beranggapan semua yang dilakukan dokter

salah, dan sebaiknya pasien dikendalikan dengan tegas oleh dokter

b. profil muka pasien

c. Bentuk wajah

Gambar 13. Bentuk wajah (Itjingningsih, 2015)

Profil wajah (Itjingningsih, 2015)

11
d. mata

e. Hidung

f. Telinga

g. Bibir

h. Kelenjar limfe

- kiri

- kanan

i. Temporomandibula Joint dan nodus limfatik

Kanan :-

Kiri :-

Pemeriksaan TMJ dilakukan dengan:

A. Auskultasi

Menggunakan stetoskop mendengar adanya krepitasi atau kliking pada

area depan telinga yang akan diperiksa. Selanjutnya di instruksikan pasien

membuka dan menutup mulut.

B. Palpasi

Cara 1: dengan palpasi bimanual pada area depan telinga kanan dan

kiri selanjutnya instruksikan pasieb untuk membuka dan menutup mulut.

Periksa kelancaran pergerakan TMJ. Palpasi dilakukan pada beberapa area,

12
yaitu: palpasi pada anterior muskulus temporalis, meatus akustikus

eksternus, muskulus masseter, muskulus splenius capity.

Pemperiksaan TMJ

13
Pemeriksaan klinis nodus limfatik

Sebaiknya nodus limfatik diperiksa secara ekstraoral, bimanual, dan

palpasi yang dilakukan dari arah belakang pasien:

Bagian leher dibiarkan terbuka dengan meminta pasien melonggarkan

bajunya. Leher tidak perlu dipanjangkan, karena otot sternomastoideus

harus dalam posisi relaks. Dengan menggunakan ujung jari, bawa kelenjar

ke arah struktur yang lebih keras.

C. Inspeksi

Secara ekstraoral dengan melihat midline pada rahang pasien dengan

menginstruksikan pasien untuk membuka dan menutup mulut.

Kemungkinan faktor etiologi terjadinya deviasi rahang pada kasus tersebut

adalah kebiasaan mengunyah satu sisi mungkin pasien pernah mengalami

infeksi pada gigi terdahulunya dan adanya penyakit degeneratif pada TMJ

2.2.2.2 Pemeriksaan Intraoral

a. Kebersihan mulut

b. Frekuensi karies

c. Perawatan sebelumnya

d. Edentolus pada rahang atas atau rahang bawah

e. Kedalaman vestibulum

f. Frenulum pada rahang atas dan bawah

g. Linggir sisa

14
h. Hubungan linggir sisa atau rahang

i. Palatum

j. Bentuk lidah

k. Konsistensi saliva

l. Tahanan jaringan: Flabby/rendah/tinggi

m. Pemeriksaan gigi tiruan lama

2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Gigi Tiruang Lengkap

2.3.1 Indikasi Gigi Tiruan Lengkap

1. Pasien edentulus

2. Gigi yang tersisa tidak dapat dipertahankan

3. Gigi yang tersisa tidak dapat mendukung gigi tiruan sebagian, dan tidak

ada alternatif yang tersedia

4. Pasien menolak rekomendasi alternatif perawatan

(MacEntee, 2014)

2.3.2 Kontraindikasi Gigi Tiruan Lengkap

1. Ada alternatif perawatan lain

2. Kelainan mental/ fisikal yang menyebabkan gangguan kemampuan

pasien untuk kooperatif selama pembuatan gigi tiruan dan selama

penggunaan gigi tiruan.

3. Pasien hipersensitif terhadap material gigi tiruan

15
4. Tidak tertarik sama sekali menggunakan gigi tiruan

2.4 Kondisi pada Pasien Edentulus

2.4.1 Perubahan Tinggi Wajah

Waktu masa pemberhentian pertumbuhan skeletal biasanya terjadi pada usia

20 hingga 25 tahun, pertumbuhan dan remodeling pada tulang rangka terus

berlanjut ke masa dewasa dan pentingnya untuk perubahan dimensi tulang rangka

wajah. Hal ini dilaporkan bahwa secara morfologi tinggi wajah bertambah dengan

usia seseorang dalam proses pertumbuhan gigi secara utuh (Zarb, 2013).

Perubahan morfologi pada maksila dan mandibula terjadi perlahan-lahan dari

periode per tahun dan tergantung pada keseimbangan aktivitas osteoblas dan

osteoklas. Permukaan artikular pada sendi temporomandibular juga terlibat, dan

pada sisi ini pertumbuhan dan remodeling dimediasi melalui aktivitas proliferatif

pada tulang kartilago. Perubahan morfologi tinggi wajah atau bentuk tulang rahang

karena kehilangan gigi yang berdampak pada sendi temporomandibular. Resorpsi

yang terjadi pada linggir sisa pendukung gigi tiruan lengkap dan akbiat

pengurangan ini berdampak pada dimensi vertikal oklusal, cenderung

menyebabkan penurunan tinggi total wajah dan mengakibatkan protrusif mandibula

(Damayanti, 2009).

Konsep relasi sentrik antara rahang atas dan rahang bawah merupakan faktor

utama dalam prostodontik terutama dalam menentukan oklusi. Relasi sentrik

merupakan posisi mandibula relatif lebih posterior dibandingkan maksila pada

dimensi vertikal. Hal ini sangat membantu dalam rujukan atau poin awal untuk

16
menetapkan relasi rahang dalam berbagai perawatan prostodontik, terutama dalam

pembuatan gigi tiruan lengkap. Sementara itu juga diakui bahwa pada gigi asli,

fungsi gigi saat berkontak pada posisi mandibula sedikit ke anterior dalam relasi

sentrik, dan posisi seperti ini disebut sebbagai oklusi sentrik. Pengurangan gigi asli

membuat ketidakmungkinan didapatnya posisi oklusi sentrik pada pasien edentulus,

oleh karena itu tidak bisa digunakan sebuah basis untuk membentuk oklusal pada

gigi tiruan lengkap (Zarb, 2013).

2.4.2 Perubahan Sendi Temporomandibular

Banyaknya penjelasan terhadap fungsi TMJ mencerminkan adanya berbagai

metode penelitian yang digunakan untuk mempelajarinya. Fisiologi dasar

hubungan antara kondilus, kaput sendi, dan fossa glenoid tampaknya dipertahankan

selama kontak oklusi maksimal dan selama semua gerakan dipandu oleh elemen

oklusal. Oleh karena itu secara logis dokter gigi harus berusaha untuk memelihara

atau memulihkan relasi fisiologi ketika merawata seorang pasien dengan gigi tiruan

lengkap (MacEntee, 2014).

Dilaporkan bahwa gangguan efisiensi sebagai hasil dari kehilangan gigi

sebagian, perawatan prostodontik yang tidak tepat, atau memang ketiadaan yang

dapat mempengaruhi temporomandibular disorder. Proses keterlibatan perubahan

sendi menyebabkan ketidakseimbangan antara adaptasi dan hasil penurunan

aktivitas sendi (Zarb, 2013).

2.4.3 Perubahan Estetis

Dalam kebanyakan budaya sangan diinginkan untuk tampil menjadi

selayaknya dan secara sosial jelas bahwa kehilangan gigi dianggap hal yang tidak

17
dapat diterima. Lagi pula keadaan edentulus khususnya berkaitan dengan usia tua

dan bahkan ketika dirawat dengan efektif ditekankan kepada pasien bahwa

perawatan yangn dilakukan dapat memajukan umur mereka. Kebiasaan ini

mendarah daging, dimana hal ini bersifat umum pada pasien edentulus yang

memiliki ketakuan yang besar ketika mereka terlihat tanpa gigi tiruan bahkan

keluarga terdekat mereka itu sendiri (Zarb, 2013).

Perawatan dengan gigi tiruan lengkap, dengan kemampuan potensial

memodifikasi kontur wajah, bisa meningkatkan harapan penampilan berubah

secara signifikan, terkadang dengan membayangkan keuntungan terhadap

hubungan interpersonal pasien dan prospek terhadap karir (MacEntee, 2014).

2.5 Pengaruh Penuaan pada Lansia Terhadap Keadaan Rongga Mulut

Pembuatan gigi tiruan pada pasien lansia harus mempertimbangkan perubahan-

perubahan fisiologis dalam rongga mulut yaitu:

a. Perubahan Mukosa Mulut

Mukosa mulut manusia dilapisi oleh sel epitel yang berfungsi terutama sebagai

barier terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungan dalam dan luar mulut.

Pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan,

berkurangnya keratinisasi, berkurangnya kapiler dan suplai darah, penebalan

serabut kolagen pada lamina propia (Darmayanti, 2009).

Akibatnya secara klinis mukosa mulut memperlihatkan kondisi yang

menjadi lebih pucat, tipis kering, dengan proses penyembuhan yang melambat. Hal

ini menyebabkan mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap tekanan

ataupun gesekan, yang diperparah dengan berkurangnya aliran saliva (Zarb, 2013).

18
b. Perubahan Ukuran Lengkung Rahang

Kebanyakan proses penuaan disertai dengan perubahan-perubahan

osteoporosis pada tulangnya. Penelitian pada inklinasi aksial gigi pada tengkorak

manusia yang kemudian diikuti oleh hilangnya gigi, merupakan salah satu

pertimbangan dari awal berkurangnya tinggi tulang alveolar (MacEntee, 2014).

Umumnya gigi-gigi rahang atas arahnya ke bawah dan keluar, maka

pengurangan tulangnya pada umumnya juga terjadi ke arah atas dan dalam. Karena

itu lempeng kortikalis tulang bagian luar lebih tipis daripada bagian dalam.

Resorbsi bagian luar lempeng kortikalis tulang berjalan lebih banyak dan lebih

cepat. Dengan demikian, lengkung maksila akan berkurang menjadi lebih kecil

dalam seluruh dimensi dan juga permukaan landasan gigi menjadi berkurang (Zarb,

2013).

Pada rahang bawah, inklinasi gigi anterior umumnya ke atas dan ke depan dari

bidang oklusal, sedangkan gigi-gigi posterior lebih vertikal atau sedikit miring ke

arah lingual. Permukaan luar lempeng kortikalis tulang lebih tebal dari permukaan

lingual, kecuali pada daerah molar, juga tepi bawah mandibula merupakan lapisan

kortikalis yang paling tebal. Sehingga arah tanggul gigitan pada mandibula terlihat

lebih ke lingual dan ke bawah pada daerah anterior dan ke bukal pada daerah

posterior. Resorbsi pada tulang alveolar mandibula terjadi ke arah bawah dan

belakang, kemudian ke depan. Terjadi perubahan-perubahan pada otot sekitar mulut,

hubungan jarak antara mandibula dan maksila serta perubahan ruangan dari posisi

mandibula dan maksila (Damayanti, 2009).

19
c. Resorbsi Linggir Alveolar

Tulang akan mengalami resorbsi dimana atropi selalu berlebihan. Resorbsi

yang berlebihan dari tulang alveolar mandibula menyebabkan foramen mentale

mendekati puncak linggir alveolar. Puncak tulang alveolar yang mengalami

resorbsi berbentuk konkaf atau datar dengan akhir seperti ujung pisau. Resorbsi

berlebihan pada puncak tulang alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang datar

akibat hilangnya lapisan kortikalis tulang. Resorbsi linggir yang berlebihan dan

berkelanjutan merupakan masalah karena menyebabkan fungsi gigi tiruan lengkap

kurang baik dan terjadinya ketidakseimbangan oklusi. Faktor resiko utama

terjadinya resorbsi ini adalah tingkat kehilangan tulang sebelumnya, gaya oklusal

berlebihan selama pengunyahan dan bruxism(Damayanti, 2009).

20
Resorbsi residual alveolar ridge sudah banyak dikemukakan dalam teori-teori

dan hasil penelitian. Resorbsi pada rahang bawah besarnya 4 kali rahang atas.

Menurut Atwood, kecepatan resorbsi tulang alveolar bervariasi antar individu.

Resorbsi paling besar terjadi pada enam bulan pertama sesudah pencabutan gigi

anterior atas dan bawah. Pada rahang atas, sesudah 3 tahun, resorbsi sangat kecil

dibandingkan rahang bawah (Damayanti, 2009).

d. Perubahan Aliran Saliva

Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva untuk mempertahankan

kesehatan mulut. Pertambahan usia menyebabkan perubahan dan kemunduran

fungsi kelenjar saliva. Bukti terakhir menunjukkan bahwa penuaan itu sendiri tidak

menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Mekipun demikian, banyak pasien lansia

menerima pengobatan atau mengalami penyakit sistemik yang juga mempengaruhi

fungsi saliva dan mungkin mengarah pada mulut kering (serostomia).

Berkurangnya fungsi pengecapan juga cenderung menambah masalah pada

pemakaian gigi tiruan (Zarb, 2013).

Pengurangan aliran saliva akan mengganggu retensi gigi tiruan, karena

mengurangi ikatan adhesi saliva diantara dasar gigi tiruan dan jaringan lunak dan

21
menyebabkan iritasi mukosa. Keadaan ini menyebabkan kemampuan pemakaian

gigi tiruan berkurang sehingga kemampuan mengunyah berkurang, kecekatan gigi

tiruan berkurang, kepekaan pasien terhadap gesekan-gesekan dari gigi tiruan

bertambah (Zarb, 2013).

2.6 Perawatan Linggir Flabby Tissue

(Damayanti, 2009)

Penelitian Kelly tentang “sindrom kombinasi” melalui hasil observasi pada

enam pasien selama tiga tahun. Setiap pasien memakai gigitiruan penuh rahang atas

yang berantagonis dengan gigi alami rahang bawah dan gigitiruan sebagian lepasan

dengan perluasan distal. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa terjadinya

22
resorpsi tulang alveolar pada anterior rahang atas, pembesaran tuberositas dan

resorpsi tulang di bawah basis gigitiruan rahang bawah (Siwan&Koesmaningati,

2014).

Prevalensi terjadinya mukosa flabby bervariasi, diperkirakan sekitar 24%

terjadi pada rahang atas tidak bergigi, dan sekitar 5% pada rahang bawah tidak

bergigi. Pada pasien tidak bergigi paling sering ditemukan pada regio anterior baik

rahang atas maupun rahang bawah (Siwan&Koesmaningati, 2014).

Secara umum, ada tiga cara penanggulangan ridge yang flabby, yaitu

pembuangan jaringan flabby dengan pembedahan dan dilanjutkan dengan cara

konvensional, gigitiruan dukungan implan baik cekat maupun lepasan, dan cara

konvensional tanpa pembedahan (Siwan&Koesmaningati, 2014).

1. Pembedahan

Keuntungan dengan cara pembedahan adalah dapat menciptakan daerah

jaringan pendukung yang baik, sehingga dapat meningkatkan stabilitas gigitiruan.

Akan tetapi, pilihan perawatan dengan pembedahan, harus mempertimbangkan

kesehatan umum pasien, terutama pasien usia lanjut dengan berbagai penyakit

sistemik. Kontraindikasi perawatan dengan pembedahan ini adalah sisa tulang

alveolar yang sedikit atau tidak ada sama sekali. Ada pendapat yang mengatakan

bahwa daerah ridge yang flabby ini memiliki efek pelindung karena mengurangi

trauma pada tulang di bawahnya (Siwan&Koesmaningati, 2014).

23
(Gambaran Klinis Pasca Bedah, Damayanti 2009).

Jaringan yang bergerak sering membutuhkan penempatan gigitiruan dengan

bantuan denture base material, yang dapat meningkatkan ketebalan (bulk) dan berat

gigitiruan. Retensi juga berkurang karena hilangnya kedalaman sulkus secara

signifikan yang fungsinya untuk membantu border seal. Pendapat secara

konvensional, mengatakan bahwa walaupun ridge flabby memberikan retensi yang

tidak memenuhi syarat bagi gigitiruan, tetapi lebih diperlukan dibanding tidak ada

ridge sama sekali (Damayanti, 2009).

2. Gigitiruan dukungan implan

Dapat melalui gigitiruan cekat maupun overdenture dukungan implan.

Gigitiruan jenis ini memberikan keuntungan lebih terhadap masalah-masalah yang

terjadi dengan cara pembuatan konvensional. Alternatif ini dapat meningkatkan

stabilitas, retensi dan fungsi dalam mulut. Bila dibandingkan overdenture dukungan

implan terhadap gigitiruan cekat, overdenture lebih ekonomis dan pembedahan

biasanya lebih mudah karena dibutuhkan jumlah implan yang lebih sedikit

(Ireland&Robert, 2014).

24
Implan pada rahang atas, dengan prevalensi ridge yang flabby lebih tinggi,

keberhasilannya tidak sebaik rahang bawah. Tingkat keberhasilan implan pada

maksila diperkirakan sekitar 78,7%. Dalam hal ini, dapat digunakan implan yang

lebih pendek dengan vaskularisasi yang tinggi, volume rendah densitas tulang yang

rendah. Biaya yang diperlukan pada restorasi tipe ini sangat besar dan waktunya

cukup lama. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah pembedahannya,

ketidaknyamanan dan kesehatan umum pasien, dan risiko-risiko komplikasi bedah

atau kegagalan implan (Siwan&Koesmaningati, 2014).

3. Cara konvensional tanpa pembedahan

Tekanan yang diberikan pada pencetakan konvensional terhadap pergerakan

jaringan fibrosa yang tidak terkontrol dapat menyebabkan distorsi pada hasil

cetakan di area pendukung gigitiruan yang bergerak. Jaringan lunak yang bergerak

pada saat pencetakan cenderung tertekan dan kembali ke bentuk asal, sehingga

pembuatan gigitiruan penuh dengan pencetakan seperti ini tidak akan berkontak

akurat pada jaringan lunak yang bergerak. Hal ini menyebabkan kehilangan retensi,

stabilitas, ketidaknyaman dan ketidakharmonisan oklusal gigitiruan (Fadriyanti,

2009).

Pencetakan untuk gigitiruan penuh dapat dilakukan pada kondisi jaringan

mukosa saat istirahat maupun dalam posisi bergerak.4 Beberapa prinsip dasar

pencetakan untuk pembuatan gigitiruan penuh yang harus dipenuhi, diantaranya

penutupan area yang komplit, kedap perifer, valve seal tanpa mengganggu gerakan

fungsional, adaptasi jaringan yang akurat tanpa trauma (Siwan&Koesmaningati,

2014).

25
Secara umum, semua teknik pencetakan untuk pembuatan gigitiruan penuh

dikategorikan menjadi teknik mukostatik (non-displacive), teknik mukokompresi

(displacive), dan teknik selective pressure (pada kondisi jaringan mukosa

pendukung yang bergerak dan tidak bergerak) (Itjingningsih, 2015).

Teknik pencetakan mukostatik mencatat daerah pendukung gigitiruan yang

tidak bergerak pada saat istirahat. Oleh karena resultan gigitiruan lebih rapat

beradaptasi ke jaringan pendukung pada saat istirahat, maka secara teoritis lebih

retentif. Namun, tekanan oklusal tidak tersebar merata ke jaringan pendukung.

Sedangkan, teknik pencetakan mukokompresi menekan jaringan pendukung

(Siwan&Koesmaningati, 2014).

Tekanan oklusal akan tersebar lebih merata pada jaringan pendukung. Dalam

literatur yang membahas tentang teknik pencetakan yang paling sesuai untuk

gigitiruan penuh, dikemukakan tidak ada indikasi suatu teknik pencetakan dapat

memberikan hasil jangka panjang yang lebih baik dibanding teknik yang lain.

Dalam praktek, kebanyakan teknik pencetakan untuk gigitiruan konvensional

menggunakan teknik selective pressure. Jika sendok cetak perorangan yang

berkontak rapat dan bahan cetak yang viskositas tinggi digunakan, jaringan lunak

di daerah garis getar palatum terkompresi, sementara mukosa yang berkontak rapat

pada palatum keras tidak terkompresi (Itjingningsih, 2015).

Jika jaringan flabby tertekan pada saat pencetakan konvensional, maka jaringan

flabby akan cenderung berubah posisinya. Oleh karena itu, suatu teknik pencetakan

dibutuhkan akan mengkompresi jaringan yang tidak flabby untuk mendapatkan

dukungan yang optimal, dan pada saat bersamaan, tidak akan menggerakkan

26
jaringan flabby. Ada beberapa teknik pencetakan dilakukan saat kondisi jaringan di

bawah tekanan pengunyahan, selain itu ada juga yang dilakukan saat kondisi

jaringan tidak bergerak, dan ada teknik yang mencetak daerah tertentu yang lebih

menekan dibanding daerah lain (Siwan&Koesmaningati, 2014).

4. Teknik penekanan (pressure technique)

Teknik penekanan atau closed mouth dilakukan untuk mencetak tepi-tepi

gigitiruan yang diperoleh dalam keadaan berfungsi. Teknik ini berasumsi bahwa

beban oklusal saat pencetakan sebanding dengan beban oklusal saat berfungsi.

Alasannya karena gerakan jaringan dalam rongga mulut dicetak sama seperti

gerakan aktivitas normal harian seperti saat menelan, batuk, makan, dan bicara

(Siwan&Koesmaningati, 2014).

Pada teknik penekanan, dudukan galengan gigit yang baik diperlukan, lebih

baik tanpa elemen gigi karena gerakan tonjol oklusal akan mengganggu permukaan

cetakan. Kontak yang rata pada permukaan oklusal galengan gigit bertujuan untuk

mencegah distorsi permukaan jaringan pada cetakan. Galengan gigit dibuatkan dari

model pendahuluan. Bahan cetak dimasukkan ke basis galengan gigit yang

berkontak dengan jaringan. Pasien menutup mulutnya dan menggerakkan rahang

melalui gerakan fungsional untuk membentuk cetakan akhir (Fadriyanti, 2009).

Kelemahan dari prosedur ini adalah gigitiruan dalam keadaan berfungsi hanya

dalam jangka waktu yang pendek setiap hari. Gigitiruan yang dibuat dengan cara

pencetakan ini akan sangat cekat saat pengunyahan, tetapi tidak bisa beradaptasi

baik pada jaringan saat pasien tidak mengunyah (Zarb, 2012).

5. Teknik tanpa penekanan (nonpressure technique)

27
Teknik tanpa penekanan atau teknik mukostatik berpendapat bahwa tegangan

permukaan interfasial merupakan satu-satunya cara yang signifikan dalam

memberikan kecekatan pada gigitiruan penuh. Pencetakan sebaiknya hanya

menutupi area rongga mulut yang membran mukosanya melekat erat pada struktur

tulang di bawahnya. Mukosa tidak boleh dikompresi, karena dapat terjadi distorsi.

Oleh karena mukosa lebih dominan komposisinya adalah air, teknik ini digunakan

berdasarkan teori hukum Pascal bahwa cairan akan memberikan tekanan ke semua

arah secara bersamaan. Hanya tekanan besar yang akan menekan jaringan, dan

tekanan yang diberikan ke mukosa akan didistribusikan secara merata ke seluruh

dukungan tulang di bawahnya.

Gigitiruan yang dibuat dari teknik mukostatik biasanya memiliki tepi sayap

(flange) yang lebih pendek. Tepi sayap ini berfungsi hanya untuk menjaga

gigitiruan bergerak ke arah lateral. Oleh karena teknik pencetakan tanpa penekanan

bertujuan untuk menghasilkan detail mukosa pada posisi istirahat, bahan cetaknya

harus lebih lunak dibandingkan mukosa yang terlunak. Tidak ada medium separasi

yang digunakan sebelum mengecor cetakan atau pada tahap akhir pembuatan

gigitiruan. Basis metal, yang perubahan dimensinya lebih kecil dibandingkan basis

resin akrilik selama pembuatan (processing), digunakan untuk mendapatkan

adaptasi basis gigitiruan yang lebih baik (Zarb, 2012).

Beberapa kelemahan telah dikemukakan terhadap pencetakan dengan teknik

tanpa penekanan. Oleh karena beban yang jatuh ke gigitiruan tidak didistribusikan

seluas dudukan basis (basal seat), maka kesehatan jaringan dan retensi gigitiruan

akan terganggu. Gigitiruan dengan tanpa penekanan akan memberikan dukungan

yang tidak adekuat pada wajah pasien pada kasus resorpsi residual ridge yang parah

28
dan jumlah jaringan yang melekat pada tulang pendukung sedikit. Karena basis

gigitiruannya akan menjadi pendek, yang dibutuhkan untuk meletakkan elemen

gigitiruan di atas puncak residual ridge (Siwan&Koesmaningati, 2014).

6. Teknik penekanan selektif (selective pressure)

Teknik penekanan selektif mengkombinasikan prinsip dengan penekanan dan

dengan penekanan minimal. Jaringan pendukung yang tidak mendapat penekanan

(nonstress-bearing tissue) dicetak dengan penekanan minimal dan memberikan

penutupan yang maksimal dengan intervensi minimal terhadap kesehatan jaringan

di sekitarnya. Filosofi dari teknik penekanan selektif pada area tertentu secara alami

mendapatkan adaptasi yang lebih baik untuk menahan beban pengunyahan yang

berlebihan. Sebagai contoh, buccal shelf pada mandibula, yang terutama terdiri dari

tulang kortikal, lebih mampu menahan beban dan tekanan. Mengurangi tekanan

pada residual ridge mandibula, yang terdiri dari tulang cancellous, akan membantu

preservasi jaringan, karena tulang cancellous lebih rentan untuk menekan atropi.

Pada maksila, jaringan di bawah regio posterior palatal seal memiliki glandular dan

jaringan lunak di antara membran mukosa dan periosteum yang menutupi tulang.

Jaringan akan lebih mudah bergerak untuk mempertahankan kedap perifer dari

gigitiruan rahang atas (Siwan&Koesmaningati, 2014).

2.7 Penanganan Kasus Linggir Datar

Pada kasus rahang bawah dengan lingir datar karena mengalami resorbsi,

perlekatan otot-otot terletak pada puncak lingir sehingga dengan mudah

melepaskan gigi tiruan. Pembuatan gigi tiruan lengkap pada rahang bawah yang

berlingir datar mempunyai suatu masalah tersendiri dalam mencapai hasil yang baik

29
dan memuaskan. Kesulitan-kesulitan terutama ditemukan dalam memperoleh

retensi, stabilisasi dan dukungan gigi tiruan lengkap (Damayanti, 2009).

Pada kasus resorbsi lingir alveolar yang kontinyu, otot-otot wajah (bibir dan

pipi) akhirnya tidak ditopang dan cenderung untuk jatuh ke dalam rongga mulut

(collaps). Pada waktu yang bersamaan lidah membesar untuk mengisi ruang yang

sebelumnya ditempati oleh gigi dan tulang alveolar. Selanjutnya akan terbentuk

suatu ruangan di dalam rongga mulut pada pasien yang tidak bergigi yang disebut

ruangan gigi tiruan (Siwan&Koesmaningati, 2014).

Resorbsi lingir alveolar akan mengurangi jumlah perlekatan mukoperiosteum

pada tulang sehingga vestibulum bukal dan lingual berkurang. Perubahan-

perubahan ini mempersulit operator untuk membedakan batas-batas anatomis dan

fungsional dari rongga mulut (Damayanti, 2009).

Resorbsi tulang rahang bawah akan menyebabkan lingir menjadi datar karena

ikatan-ikatan otot berada pada puncak lingir. Kondisi-kondisi tersebut di atas sangat

berpengaruh terhadap gigi tiruan lengkap rahang bawah dimana dengan

berkurangnya vestibulum bukal dan lingual, operator sulit membedakan batas-batas

anatomis dan fungsional dari rongga mulut (Zarb, 2012).

30
Terdapat beberapa cara untuk mengatasi masalah pada rahang bawah dengan

lingir datar pada pembuatan gigi tiruan lengkap. Misalnya dengan melakukan

pendalaman sulkus lingual dan vestibuloplasty dengan metode operasi sehingga

didapatkan suatu bentuk lingir baru yang memberikan dukungan yang baik. Tetapi

seringkali kerugian diderita oleh pasien karena terjadi berbagai efek samping

setelah menjalani prosedur operasi yaitu post operative defiguration, anasthesia

dan neuralgia pains (Damayanti, 2009).

Selain vestibuloplasty juga dapat dibuat implant denture pada pasien dengan

lingir datar. Tetapi metode ini dilakukan pada pasien-pasien yang betul-betul

memenuhi indikasi baik lokal maupun umum. Disamping itu, tahap operasi yang

dilakukan pada proses pembuatan implan ini juga dapat menyebabkan berbagai

efek samping dan kegagalan, misalnya mental nerve traumatization dan fraktur

rahang (Zarb, 2012).

Melihat berbagai efek samping yang dapat terjadi pada metode yang telah

dijelaskan di atas, maka untuk mendapatkan suatu gigi tiruan lengkap rahang bawah

yang baik dan memuaskan dapat dilakukan suatu teknik pencetakan khusus dengan

memahami dan mencari berbagai kemungkinan retensi dari letak otot-otot sekitar

gigi tiruan (Siwan&Koesmaningati, 2014).

Pengaruh utama dari resorbsi lingir alveolar rahang bawah terhadap gigi tiruan

lengkap adalah retensi saat pemakaian gigi tiruan tersebut. Dimana bentuk tulang

lingirnya memberikan sedikit kemungkinan untuk retensi. Ikatan otot-otot yang

terletak pada puncak lingir menyebabkan daya melepaskan besar sekali (Damayanti,

2009).

31
Pengaruh terhadap retensi dan stabilisasi gigi tiruan seperti yang telah

dijelaskan diatas, sangat berkaitan dengan teknik pencetakan yang dilakukan.

Sebuah gigi tiruan yang baik akan mempunyai retensi yang baik bila dihasilkan dari

cetakan yang baik. Tetapi bentuk dan ukuran lingir mempengaruhi retensi dan

stabilisasi gigi tiruan lengkap. Dengan adanya perubahan-perubahan yang radikal

pada lengkung mandibula yang tidak bergigi akibat resorbsi maka teknik

pencetakan yang biasa dilakukan pada pembuatan gigi tiruan lengkap tidak akan

menghasilkan suatu hasil yang diharapkan. Ini merupakan suatu kesulitan tersendiri

dimana pada lingir rahang bawah yang datar harus dengan suatu teknik pencetakan

yang khusus untuk memperoleh hasil yang terbaik (Damayanti, 2009).

Teknik Pencetakan rahang bawah dengan linggir datar

Teknik pencetakan merupakan salah satu tahap yang sangat penting dalam

pembuatan gigi tiruan lengkap rahang bawah dengan lingir datar untuk

mendapatkan hasil yang baik. Dalam prosedur pencetakan ini, dapat dilakukan

dengan dua tahap, yang pertama yaitu pencetakan awal (preliminary impression)

dan pencetakan fungsional (secondary impression). Pencetakan fungsional

ditujukan untuk mencetak struktur jaringan pendukung dan membentuk tepi gigi

tiruan (peripheral border) yang dapat menutup pinggiran (border seal) dengan baik.

Keadaan ini memberikan retensi dan stabilisasi yang maksimal pada gigi tiruan.

Pencetakan pada lingir datar ini ditujukan untuk memanfaatkan semua

kemungkinan fiksasi jaringan baik aktif maupun pasif pada gigi tiruan

(Siwan&Koesmaningati, 2014).

32
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bentuk tulang pada pasien-pasien

dengan lingir datar kecil kemungkinannya untuk retensi dan stabilitas pada gigi

tiruan lengkap. Perlekatan otot terletak dekat dengan puncak lingir dan

menyebabkan efek melepaskan yang sangat besar pada gigi tiruan. Dengan alasan

ini, batas pergerakan otot dan ruang dimana gigi tiruan dapat diperluas tanpa

melepaskan gigi tiruan harus tercatat dengan akurat pada cetakan. Pencetakan

seperti ini bisa didapatkan dari metode pencetakan dinamik (Damayanti, 2009).

Pencetakan dinamik adalah suatu metode pencetakan yang dapat mencetak

daerah mukosa otot yang bergerak untuk perluasan gigi tiruan tanpa menyebabkan

pelepasan gigi tiruan tersebut. Keuntungan-keuntungan dari pencetakan dinamik

adalah :

1. Menghindarkan efek melepaskan oleh otot, pada bentuk batas gigi tiruan yang

tidak tepat.

2. Sebanyak mungkin memanfaatkan fiksasi jaringan aktif dan pasif pada gigi

tiruan.

Keuntungan-keuntungan ini merupakan hasil langsung dari bahan cetak yang

dibentuk oleh gerakan-gerakan fungsional dari otot dan perlekatan otot sepanjang

tepi landasan gigi tiruan. Pada pencetakan dinamik, cetakan dibentuk oleh aktivitas

fungsional otot dan perlekatan otot, maka unsur-unsur perkiraan seperti pada

metode konvensional dikurangi. Suatu perkiraan pada model yang harus dinilai

untuk mendapatkan perluasan yang tepat di sublingual seperti yang dikemukakan

oleh Schreinemokers, atau perkiraan penentuan panjang perluasan posterior dan

33
sayap lingual, seperti pada teknik mukosa tidak diperlukan pada teknik pencetakan

dinamik (Siwan&Koesmaningati, 2014).

2.8 Penatalaksanaan Eksostosis

Eksostosis adalah penonjolan tulang yang dapat terjadi pada rahang

baik pada mandibula maupun pada maksila. Eksostosis bukan merupakan

tumor tapi lesi dysplastic exophytic. Etiologi belum diketahui dengan pasti

tetapi beberapa para ahli menduga terjadi karena adanya proses inflamasi

pada tulang (Fragiskos, 2007).

Eksostosis pada gigi tiruan lengkap terdiri dari dua, yaitu:

dimanfaatkan (biasanya pada bahan gigi tiruan flexible) dan yang tidak

dimanfaatkan (biasanya pada bahan heat cure). Perawatan untuk eksostosis

yang tidak dimanfaatkan adalah tindakan bedah berupa alveolektomi, tetapi

untuk pasien kontraindikasi dapat dengan memodifikasi basis dengan

peninggian basis agar adanya space 0,5-1 mm.

2.9 Prosedur Klinis dan Laboratorium Pembuatan GTL

Prosedur klinik Prosedur laboratorium

1. Pemeriksaan dan Diagnosis (K I) 1. Model anatomis (K II)

2. Mencetak anatomis (K II) 2. Membuat sendok cetak fisiologis (K


II)
3. Border molding (K III)
3. Beading dan boxing (K III)
4. Try in sendok cetak perorangan (K
III) 4. Model kerja (K III)

5. Mencetak fisiologis (K III) 5. Pembuatan basis (K III)

34
6. Try in basis (K IV) 6. Pembuatan bite rim (K IV)

7. Try in bite rim (K V) 7. Transfer artikulator (K V)

8. Menentukan MMR 8. Penyusunan gigi (K V)


(MaxilloMandibular Relation) (K V)
9. Wax up (K V)
9. Try in penyusunan gigi (K V)
10. Packing akrilik dan polis (K V)
10. Insersi (K V)
11. Remonting artikulator (K V)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus

Seorang laki-laki usia 68 tahun datang ke RSGM ingin membuat gigi palsu.

Sebelumnya sudah memakai gigi palsu rahang atas tapi longgar saat bicara

dan rahang bawah tidak bisa digunakan lagi karena gigi sisa bagian depan

bawah yang goyang sudah dicabut. Pasien juga mengeluhkan rasa tidak

nyaman memakai gigi palsu karena akhir-akhir ini merasakan nyeri dan bunyi

klik pada sendi rahangnya saat buka tutup mulut sehingga efisiensi engunyah

berkurang. Pasien masih ragu apakah gigi tiruan yang baru dapat berfungsi

dengan baik karena tidak ada lagi gigi yang tinggal. Drg melakukan

pemeriksaan dengan menanyakan riwayat medis tentang gangguan sendi

rahang dilanjutkan pemeriksaan range of motion, didapatkan jarak mandibula

dan maksila sebesar 30 mm.

35
Analisis Model GTL (Gigi Tiruan Lengkap)

RAHANG BAWAH

36
RAHANG ATAS

3.1.1 Pembahasan

1. Pemeriksaan

 Pemeriksaan Subjektif

Nama : Pak Eka

Jenis Kelamin : laki-laki

Umur : 68 Tahun

Alamat : Maransi

Telepon : 0823-4187-5555

Keluhan Utama : Ingin dibuatkan gigi palsu

Tujuan pembuatan GTP : Fungsi bicara

Riwayat kesehatan umum :-

Riwayat Dental : Pernah menggunakan GTP (Gigi Tiruan

Penuh) RA&RB tahun yang lalu

Riwayat pemakaian GTP : longgar dan tidak nyaman dipakai

37
Sikap mental : exacting

 Pemeriksaan Objektif

1. Ekstra Oral

a. Bentuk wajah : persegi

b. Profil wajah : cekung

c. Proporsi dan simetris wajah : simetris

d. Mata : sama tinggi

e. Hidung : simetris

Pernafasan melalui hidung : lancar

f. Bibir atas dan bawah : tipis dan simetris

g. Warna kulit : kuning langsat

h. Kelainan/defek pada wajah : ada

i. Sendi rahang :

 Buka tutup : tidak ada deviasi

 Trismus : 30 mm

 Kanan : bunyi sejak 1 tahun

 Kiri : bunyi sejak 1 tahun

 Otot : sakit

j. Kelainan lain :-

2. Intra Oral

a. Saliva :

Kuantitas : normal

38
Kualitas : normal

b. Lidah :

Ukuran : normal

Mobilitas : normal

c. Refleks muntah : rendah

d. Vestibulum RA

Post.Kanan : dangkal

Post.Kiri : dangkal

Anterior : sedang

Vestibulum RB

Post.Kanan : dangkal

Post.Kiri : sedang

Anterior : sedang

e. Frenulum

 Rahang atas labialis: sedang

 Rahang atas bukalis kiri: sedang

 Rahang atas bukalis kanan: tinggi

 Rahang bawah labialis: sedang

 Rahang bawah bukalis kiri: rendah

 Rahang bawah bukalis kanan: rendah

 Rahang bawah lingualis: tinggi

39
f. Bentuk linggir sisa

 Rahang atas kanan anterior: normal

 Rahang atas kanan posterior: normal

 Rahang atas kiri anterior: normal

 Rahang atas kiri posterior: normal

 Rahang bawah kanan anterior: normal

 Rahang bawah kanan posterior: normal

 Rahang bawah kiri anterior: tajam

 Rahang bawah kiri posterior: tajam

g. Tinggi linggir sisa

 Rahang atas kanan anterior: sedang

 Rahang atas kanan posterior: rendah

 Rahang atas kiri anterior: sedang

 Rahang atas kiri posterior: rendah

 Rahang bawah kanan anterior: sedang

 Rahang bawah kanan posterior: rendah

 Rahang bawah kiri anterior: sedang

 Rahang bawah kiri posterior: sedang

h. Hubungan linggir sisa: RA/ RB Klas III

40
i. Bentuk penampang palatum: lengkung

j. Torus palatinus: besar

k. Torus mandibularis

 Kanan: tidak ada

 Kiri: tidak ada

l. Eksostosis: ada pada regio 1 dan 2

m. Retromylohyoid

 Kanan: dalam

 Kiri: dalam

n. Tuber maksilaris

 Kanan: besar

 Kiri: besar

o. Bentuk lengkung rahang :

 RA : persegi

 RB : segitiga

3.2 Diagnosis

Diagnosis berdasarkan model yaitu edentolus rahang atas dan rahang bawah

serta exostosis.

3.3 Rencana Perawatan

41
3.3.1 Rencana Perawatan Awal

Berdasarkan analisis model terdapat penonjoloan tulang yang tajam pada regio

1 dan 2 oleh karena itu sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan lengkap dilakukan

pembedahan yaitu alveolektomi

3.3.2 Rencana Perawatan Akhir

Rencana perawatan berdasarkan model adalah pembuatan gigi tiruan lengkap

konvensional, karena pasien tidak memiliki kelainan baik rongga mulut maupun

sistemik.

3.4 Prognosis

Prognosis terhadap model adalah sedang, karena berdasarkan model terjadiya

resorbsi linggir sisa pada bagian rahang bawah kanan posterior rendah . Prognosis

sangat berkaitan dengan sikap dan watak pasien, karena kooperatif atau tidaknya

pasien mempengaruhi prognosis dari perawatan.

42
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Dari penjelasan penggunaan gigi tiruan lengkap lepas berdasarkan kasus

yang telah dipaparkan diatas, maka dalam pelaksanaannya dibutuhkan kerjasama

antara pasien dan dokter gigi. Keterampilan yang tepat dari dokter gigi sebagai

operator dalam mengobservasi keadaan rongga mulut pasien merupakan suatu yang

harus dilakukan. Hal ini dikarenakan agar nantinya tidak terjadi kesalahan dalam

gigi tiruan yang telah dibuat. Model gigi tiruan yang akan dipasang tentu sangat

penting demi menunjang perbaikan fungsi dari gigi yang digantikan itu sendiri,

sehingga dalam hal ini sangat dibutuhkan pengetahuan dan kecermatan dalam

43
memilih jenis dari gigi tiruan agar pasien dapat menghindari kerusakan yang tidak

diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Zarb, dkk. 2012. Prosthodontic Treatment for Edentuolus Patients. Singapore :


Elsevier

Ireland, Robert. 2014. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC

Birbaum, Waren. 2009. Diagnosis Kelainan Dalam Mulut. Jakarta: EGC

Itjingningsih, WH. 2015. Geligi tiruan lengkap lepas. Jakarta : EGC

MacEntee, Michael I. 2014. The Complete Denture a Clinical Pathway, 2nd Edition.
Canada: Quentessence books

Fadriyanti, Okmes. 2009. Gigi tiruan lengkap. Padang : Universitas Baiturrahmah

44
Alveolaris rehabilitation to increase full denture retention and stability. Airlangga
University : department Prosthodontic. Dental Jurnal majalah kedokteran gigi
Vol.43 No 4, Desember 2010.

Langlais, Robert. 2015. Atlas berwarna Lesi mulut yang ditemukan Edisi : 4.
Jakarta : EGC

Perilaku pemakai gigi tiruan terhadap pemeliharaan kebersihan gigi tiruan lepasan.
Universitas Syah Kuala: Departemen Prostodonsia. Jurnal PDGI Vol. 62, No.
3, September-Desember l 2013, Hal. 83-88 | ISSN 0024-9548

Level of Denture Cleanliness Influences the Presence of Denture Stomatitis on


Maxillary Denture Bearing-Mucosa. University Sriwijaya : Department dental
material. Journal of Dentistry Indonesia 2014, Vol. 21, No. 2, 44-48

Damayanti, Lisda. 2009. perawatan pasien lansia dengan flat ridge/flabby tissue.
Bagian prostodontia. Bandung : Universitas Padjajaran

Siwan, Henni. 2014. mengatasi akibat pemakaian gigi tiruan lama dengan
pencetakan teknik windowing. Jakarta : Universitas Indonesia

45

Anda mungkin juga menyukai