Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN TUTORIAL BLOK 15

PERAWATAN PENYAKIT KELAINAN GIGI

Skenario 2

Dosen pembimbing tutorial:

Dr. drg. Sri Hernawati, M.Kes

Disusun oleh Tutorial 15 :

1. Cita Kalaning Redja ( 191610101171 )


2. Isrofatullaily ( 191610101172 )
3. Khanun Nailufar ( 191610101173 )
4. Muhammad Fernando Akbarsyah ( 191610101174 )
5. Manta Fany ( 191610101175 )
6. Nabila Fauziyah Dewanto ( 191610101176 )
7. Afriz Yuda Purnama .N ( 191610101177 )
8. Agung Erdiyanto A.D.S ( 191610101178 )
9. Muhammad Firman Hidayat ( 191610101179 )
10. Dhara Ananda Karyudi ( 191610101180 )

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis hanturkan ke-hadirat Tuhan YME, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya lah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena
itu, sudah sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atau segala berkah dan rahmat-Nya sehingga laporan tutorial ke
empat blok “Perawatan Penyakit Kelainan Gigi” ini dapat selesai
2. Dosen Pembimbing tutorial Dr. drg. Sri Hernawati, M.Kes yang telah memberi masukan
yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didaptkan.
3. Teman-teman satu kelompok yang telah berpartisipasi dalam pembelajaran dan penyusunan
laporan.

Penulis sadar dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhir kata penulis ucapkan terima
kasih.

Jember, 4 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................................4
1.1. Latar belakang...........................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
2.1 Skenario.......................................................................................................................................5
2.2 Step 1 mengklarifikasi istilah (clarifying unfamiliar terms).........................................................5
2.3 step 2 menetapkan permasalahan (problem definition)................................................................5
2.4 Step 3 menganalisis masalah (brainstorming)..............................................................................5
2.5 Step 4 peta konsep (mind mapping)...........................................................................................11
2.6 Step 5 menentukan tujuan belajar (learning object)...................................................................11
2.7 Step 6 belajar mandiri (self study )............................................................................................12
2.8 Step 7 pembahasan tujuan belajar ( pembahasan learning object)..............................................12
BAB III......................................................................................................................................................45
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................45
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................46
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Glass ionomer cement (GIC) adalah salah satu bahan restorasi yang digunakan
dalam dunia kedokteran gigi, pertama kali dikembangkan oleh Wilson dan Kent pada
tahun 1971 pada saat mereka mengembangkan semen silikat karena tingginya permintaan
untuk material alternatif pengganti amalgam dalam beberapa dekade terakhir. Glass
ionomer cement terdiri dari bubuk semen kaca fluoroaluminosilikat dan larutan asam
poliakrilat dimana kombinasi dari kedua bahan ini dapat menggabungkan kekerasan,
kepadatan, dan kemampuan untuk melepaskan fluoride dari bubuk kaca silikat dengan
biokompatibilitas dan sifat adhesif dari asam poliakrilat (Kramer N, 2001; Fransisconi,
2008).
Keuntungan GIC yaitu pelepasan fluoride dari semen silikat, sedangkan semen
polikarboksilat mempunyai kemampuan melekat secara kimia pada struktur gigi
(Meizarini, 2005). Fluoride dalam kandungan GIC memiliki kemampuan antikariogenik.
Indikasi penggunaan GIC untuk perawatan gigi anak yang mempunyai resiko karies
tinggi dan pada dewasa digunakan restorasi untuk kelas III dan V (Tanga, 2016). Selain
memiliki banyak kelebihan glass ionomer cement juga memiliki berbagai kelemahan
seperti sifatnya yang rapuh, daya tahan terhadap fraktur yang 3 rendah, dan ketahanan
terhadap keausan yang rendah apabila diletakkan pada permukaan oklusal. Kegagalan
perlekatan yang terjadi pada restorasi glass ionomer cement bukan merupakan kegagalan
ikatan kimiawi antara bahan restorasi dengan struktur gigi, namun merupakan kegagalan
kohesifitas antar partikel semen dalam restorasi, ini menggambarkan sifat adhesif yang
baik dari glass ionomer cement (Yilmas Y, 2006; Fransisconi, 2008)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Seorang wanita umur 19 tahun datang ke tempat praktek dokter gigi mengeluh
gigi bawah kanan berlubang Pasien menginginkan untuk dilakukan penambalan sewarna
gigi. Hasil pemeriksaan klinis tampak gigi 16 karies media klas I Black, tes vitalitas
positif, tes perkusi dan tekanan negatif, tidak ada kegoyangan, dan gigi masih bisa
dipertahankan. Diagnosa gigi 16 adalah pulpitis reversible dan dapat dilakukan
penumpatan dengan bahan Semen Ionomer Kaca (SIK).

2.2 Step 1 mengklarifikasi istilah (clarifying unfamiliar terms)


1. Karies media kelas satu black
 Merupakan karies yang sudah mencapai enamel dan setengah dentin dan sudah
mencapai pit dan fissure pada oklusal
2. Semen ionomer kaca
 Yang dapat digunakan untuk restorasi kavitas tekanan rendah dengan warna yang
sama pada gigi
 Bahan tambal sewarna gigi komponen utama liquid gabungan air dan pilyacid dan
bubuk berupa flouro ionomer silicat glass

2.3 step 2 menetapkan permasalahan (problem definition)


1. Apa saja Sifat SIK ?
2. Apa Definisi dan klasifikasi dari SIK ?
3. Apa saja Kelebihan dan kekurangan SIK ?
4. Apa saja Indikasi dan kontraindikasi penumpatan dengan SIK ?
5. Bagaimana dasar pertimbangan untuk restorasi gigi setelah perawatan endodontik?
6. Bagaimana prosedur penumpatan dengan menggunakan SIK?

2.4 Step 3 menganalisis masalah (brainstorming)


1. Apa saja Sifat SIK ?
 Sifat fisis, SIK memiliki thermal ekspansi dengan dentin dan enamel memiliki
daya tahan tinggi terhadap abrasi. Sifat mekanis, kompasive strength, hardness,.
Sifat kimia, perlekatan ikatan kimia ion kalsium dari jaringan gigi dan ion COOH
dari semen ionomer kaca. Ikatan dengan enamel dua kali lebih besar daripada
ikatannya dengan dentin. Dengan sifat ini maka kebocoran tepi tambalan dapat
dikurangi.kebocoran dpt dikurangi.
 adhesive, artinya berdaya lekat yang baik terhadap struktur hidroksiapat dentin
dan email sehingga digunakan untuk bahan restoratif.
 Warna Semen ionomer kaca memiliki warna yang hampir mirip dengan gigi asli
terutama dengan dentin.

2. Apa Definisi dan klasifikasi dari SIK ?


 Definisi
Semen ionomer kaca adalah bahan tambal sewarna gigi yang komponen utamanya
terdiri dari likuid yang merupakan gabungan air dengan polyacid (Asam poliakrilat,
maleat, itakonat, tartarat) dan bubuk berupa fluoroaluminosilicate glass
 Klasifikasi
a. Type I- Lutting semen ionomer kaca
jenis yangs erring digunakan karena adaptasi baik dengan pulpa dpt
melepaskan fluor biasanya indikasi untuk bahan mahkota, gigi tiruan cekat
dan endodontik.
b. Type II- Restorative semen ionomer kaca
1) Type IIa : Restorasi estetik digunakan untuk gigi anterior dan memiliki
daya tahan kekuatan rendah (pada kasus karies klas III dan V).
2) Type IIb : Restorasi material biasanya digunaka untuk gigi posterior dan
memiliki daya tahan kekuatan lebih tinggi
c. Type III-Linning and basement
sebagai pelindung pulpa untuk base untuk menggantikan dentin dan
diaplikasikan lebih tebal dengan kadar bubuk yang lebih tinggi
d. Type IV- Fissure sealents,
memiliki konsistensi cair
e. Type VI- Core bulid up
braket ortondi menggunakan resin komposit juga bisa menggunakan SIK
f. Tipe V- Semen ortho
Pada saat ini, braket ortodonti paling banyak menggunakan bahan resin
komposit. Namun SIK juga memiliki kelebihan tertentu. SIK memiliki ikatan
langsung ke jaringan gigi oleh interaksi ion Polyacrylate dan kristal
hidroksiapatit
g. Tipe VI- Core build up
SIK dijadikan pilihan untuk pembuatan core karena kemudahannya dalam
adhesi, fluor yang dihasilkan, dan baik dalam koefisien ekspansi termal.
Namun demikian, banyak yang menganggap SIK tidak cukup kuat untuk
menopang inti (core).
h. Type VII - Fluoride releas  Fluoride releasing
SIK konvensional menghasilkan fluorida lima kali lebih ban menghasilkan
fluorida lima kali lebih banyak daripa yak daripada kompomer dan 21 kali
lebih da kompomer dan 21 kali lebih  banyak  banyak dari resin dari resin
komposit d komposit dalam waktu alam waktu 12 bulan. Jumlah bulan.
Jumlah fluorida yang fluorida yang dihasilkan, dihasilkan, selama 24 jam
periode satu t selama 24 jam periode satu tahun setelah pengobatan ahun
setelah pengobatan, adalah lima sampai enam ka , adalah lima sampai enam
kali lebih tinggidari kompomer atau komposit yang mengandung fluor.
i. Type VIII - ART ( atraumatic restora  atraumatic restorative technique tive
technique)
Teknik ini menggunakan alatalat tangan sederhana (seperti pahat dan
excavator) untuk menerobos enamel dan menghapus karies sebanyak
mungkin. Ketika karies dibersihkan,rongga yang tersisa direstorasi dengan
menggunakan SIK viskositas tinggi.
j. Type IX - Deciduous tee  Deciduous teeth restoration
Restorasi gigi susu berbeda dari restorasi di gigi permanen karena
kekuatan kunyahdan usia gigi. SIK untuk melepaskan fluor dan untuk
menggantikan jaringan keras gigi, serta memerlukan waktu yang cepat dalam
mengisi kavitas.
 Komponen utama
a. Semen ionomer konvensional,
b. Resin modifiend glass ionomer cement
c. Metal reinvert glass ionomer, adanya penamapahan bubuk campuran perak
amalgam untuk menambah kekuatan

3. Apa saja Kelebihan dan kekurangan SIK ?


 Kelebihan:
a. Antibakteri
b. mudah dimanipulasi
c. perlekatan baik dengan enamel dan dentin
d. baik untuk restorasi dengan tekanan ringan
e. sifat fisik nya stabil, dapat mengisi pit dan fissure di oklusal
f. estetis karena sewarna dengan warna gigi
g. adhesive berdaya lekat baik dengan dentin dan enamel
h. tidak iritatif terhadap pulpa, mengandung ion flour untuk mencegah karies,
 kekurangan
a. Lebih kurang estetis
b. working time pendek dengan setting time yang Panjang
c. mudah frakture
d. retensi terhadap abrasive turun
e. Bersifat porus sulit untuk dipoles
f. translusensi nya rendah dibanding resin komposit.

4. Apa saja Indikasi dan kontraindikasi penumpatan dengan SIK ?


 Indikasi
a. Untuk restorasi anterior, digunakan untuk karies tipe I, bahan restorasi gigi
desidui
b. SIK dianjurkan dengan pasien dengan akries tinggi, restorasi lesi kelas lima
dan resi servikal, digunakan untuk base,cement dan restorative, untuk karies
kelas tiga
c. Pasien yang memiliki pit dan fissure yang dalam
d. Restorasi pada lesi erosi atau abrasi tanpa peparasi kavitas
e. Penutupan atau penumpatan pit dan fissure oklusal
f. Restorasi gigi decidui
g. Restorasi lesi kelas V dan lesi karies bagian servikal
h. SIK juga dianjurkan untuk pasien yang beresiko karies tinggi
i. SIK digunakan sebagai bahan semen, base dan restoratif
j. Restorasi karies kelas III, diutamakan yang pembukaannya dari lingaul atau
palatinal belum melibatkan bagian labialnya
 Kontraindikasi
a. Kavitas –kavitas yang ketebalannya kurang
b. Kavitas-kavitas yang terletak pada daerah yang menerima tekanan tinggi
c. Lesi karies klas IV atau fraktur insisal karena saat ini formulanya masih
kurang kuat dan lebih peka terhadap keausan dibandingkan dengan resin
komposit
d. Lesi yang melibatkan area luas pada email labial yang mengutamakan factor
estetika
e. Semen glass ionomer tidak dianjurkan digunakan pada cavitas yang dalam
tanpa menggunakan pelapis kalsium hidroksida. Walaupun semen glass
ionomer tidak berbahaya bagi pulpa, beberapa penelitian menunjukkan
terjadinya patologi pulpa akibat aplikasi semen glass ionomer
f. Lesi erosi yang dangkal, karena duktilitas semen glass ionomer yang rendah
sehingga dapat bertahan lama.
g. Semen glass ionomer tidak dapat digunakan bilamana control atas kekeringan
daerah kerja tidak terjamin, misalnya pada pasien yang hipersaliva, semen
sangat peka terhadap hidrasi dan dehidrasi. Masuk atau keluarnya cairan
kedaaan dari dalam semen yang sedang mengeras akan sangat mempengaruhi
kekuatannya
h. Restorasi kelas IV dimana sering mendapat tekanan yang cukup besar
sehingga memerlukan bahan yang kuat
i. SIK tidak dianjurkan pada kavitas dalam, SIK tidak dapat digunakan pada
pasien hipersaliva,
j. Tidak dianjurkan pada pasien dengan alergi resin dan tidak dapat digabung
bonding agent
5. Bagaimana dasar pertimbangan untuk restorasi gigi setelah perawatan endodontik?
Banyaknya jaringan yang tersisa untuk memepengaruhi resistensi gigi, fungsi gigi
posterior harus menggunakan bahan lebih kuat, posisis gigi untuk gigi anterior harus
memiliki nilai estesis yang tinggi, morfologi saluran akar

6. Bagaimana prosedur penumpatan dengan menggunakan SIK?


 Prosedur penumpatan:
1) Isolasi daerah kerja
2) Preparasi kavitas dengan menggambil bagian dentin yang mengalami karies
gigi.
3) Dibersihkan, irigasi dan dikeringkan
4) selanjutnya melakukan pemilihan warna sesuai dengan warna gigi yang akan
di restorasi
5) Oleskan cavity conditioner selama 10 detik ke dalam kavitas yang telah di
preparasi, bilas dan keringkan dengan semprotan udara. Hal ini bertujuan
untuk menghilangkan smear layer. Denti condotioner yang digunakan
contohnya adalah menggunakan asam poliaklirik, jangan diaplikasikan lebih
dari 20 detik karena dapat menimbulkan adanya proses demineralisasi dentin
6) Melakukan irigasi dan di keringkan namun dalam kondisi kavitas masih
lembab
7) Proses manipulasi GIC
8) Rasio powder dan liquid sesuai dengan aturan dari aturan pabrik
9) Glass pallate harus dalam kondisi kering dan bersih
10) Serbuk dibagi menjadi dua, 1 bagian dicampur dengan liquid, dengan cara
mencampurkan bubuk ke dalam liquid , diaduk sampai konsistensi milky,
sisanya di mixing dan dan dilakukan waktu total 45-60 detik tergantuk dari
aturan pabrik
11) Pencampuran dilakukan dengan cara melipat. Pengadukan harus selesai dalam
waktu 40 detik
12) Konsistensi adonan terlihat kental dan berkilat dan dapat melekat ke struktur
gigi.
13) Semen harus digunakan dengan secepatnya karena memiliki working timenya
2 menit, menggunakan ball applicator
14) Bentuk permukaan sesuai dengan antomi gigi.
15) oleskan varnish pada permukaan restorasi.

2.5 Step 4 peta konsep (mind mapping)

Kavitas

Restorasi

Bahan Restorasi SIK

Indikasi dan Kelebihan dan


Sifat SIK Kontraindikasi Kekurangan Klasifikasi SIK

Prosedur Penumpatan
SIK

Evaluasi Perawatan
2.6 Step 5 menentukan tujuan belajar (learning object)
1. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan
pengertian,komposisi,syarat dan sifat SIK.
2. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan klasifikasi dari SIK.
3. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan kelebihan dan
kekurangan SIK.
4. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan mengenai indikasi dan
kontraindikasi SIK.
5. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan prosedur tumpatan
dengan SIK(meliputi alat, bahan dan urutan).
6. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan evaluasi pasca
perawatan

2.7 Step 6 belajar mandiri (self study )

2.8 Step 7 pembahasan tujuan belajar ( pembahasan learning object)

1. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan


pengertian,komposisi,syarat dan sifat SIK.
 Definisi
Bahan SIK yang pertama kali diperkenalkan pada bidang kedokteran gigi
oleh Wilson dan Kent tahun 1972.Mereka menggabungkan keunggulan sifat
translusen dan pelepasan ion fuor dari semen silikat serta biokompatibilitas dan
sifat adhesif dari semen polikarboksilat. SIK pada awalnya hanya diindikasikan
untuk restorasi karies servikal atau lesi abrasi karena tekanan mekanis yang
rendah. SIK terus mengalami perbaikan dalam beberapa sifat fsik dan mekanik
dalam upaya untuk memperluas aplikasi SIK dalam bidang kedokteran
gigi.Terdapat beberapa jenis SIK berdasarkan penggunaannya, tipe I untuk
material perekat, tipe II untuk material restorasi dan tipe III untuk basis atau
pelapis. SIK tipe II secara umum mempunyai sifat lebih keras dan kuat
dibandingkan tipe I, karena mempunyai rasio bubuk terhadap cairan lebih tinggi.
Material ini amat berguna dalam merawat pasien gigi anak yang mempunyai
risiko karies tinggi karena melepas fuor dan estetik dapat diterima, juga untuk
restorasi kelas III dan V pada dewasa.

Semen ionomer kaca adalah bahan restorasi yang paling akhir berkembang
dan mempunyai sifat perlekatan yang baik. Semen ini melekat pada enamel dan
dentin melalui ikatan kimia Semen ionomer kaca sering disebut dengan ASPA
(Alumine Silicate and polyacrylic acid ). Reaksi yang terbentuk dari Semen
ionomer kaca adalah reaksi antara alumina silikat kaca dalam bentuk powder
dengan asam poliakrilik sebagai liquid. Selain sebagai bahan restorasi, Semen
ionomer kaca dapat digunakansebagai bahan perekat, bahan pengisi untuk
restorasi gigi anterior dan posterior, pelapiskavitas, penutup pit dan fisur, bonding
agent pada resin komposit, serta sebagai semen adhesif pada perawatan
ortodontik.. Kekurangan SIK jika dibandingkan dengan bahan tumpatan lain
adalah kurang estestik, sulit dipolish, dan mempunyai sifat brittle

Bahan SIK memiliki sifat adhesif dan mampu melepaskan ion fluor.Pada
SIK terdapat 10 hingga 23% ion fluor.Ion fluor terletak di dalam matriks yang
dilepaskan dari bubuk kaca pada saat pencampuran bubuk dan cairan. Bubuk dan
cairan dari SIK bercampur, reaksi setting dimulai dengan pelepasan ion fluor dari
bubuk dengan ion kalsium dan aluminium untuk membangun matriks semen
sebagai ion, garam dan gel. Pada SIK yang baru saja setting memiliki kandungan
fluor lebih banyak daripada kandungan fluor di gigi. Hal ini menyebabkan
terjadinya difusi ion fluor dari SIK ke gigi dengan membentuk kristal
fluoroapatite untuk membantu gigi melawan proses terjadinya karies gigi.Bahan
restoratif yang memiliki kemampuan pelepasan ion fluor dapat mengurangi
terjadinya demineralisasi gigi di sekitar restorasi. Bahan restorasi SIK
menunjukkan efektivitas yang lebih besar daripada bahan restorasi berbasis resin.
Ion fluor mampu mengurangi demineralisasi email dengan mengubah
hidroksiapatit dalam gugus email menjadi fluorapatit yang lebih tahan terhadap
asam. Pelepasan ion fluor dari bahan restorasi dipengaruhi oleh faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik, salah satu dari faktor ekstrinsiknya adalah pH.

 Komposisi
a. Powder
Komposisi bubuknya terdiri dari kuarsa (SiO2), alumina (Al2O3),
aluminium fluorida (AlF3), kalsium fluorida (CaF2), natrium fluorida (NaF),
kriolit (Na3AlF6), dan aluminium fosfat (AlPO4), yang digabung dengan cara
dipanaskan hingga suhu 1100–1500°C sehingga membentuk kaca yang
homogen dengan bentuk ikatan SiO2Al2O3CaF2Na3AlF6AlPO4.Untuk
memberikan sifat radiopak maka ditambahkan lantanum oksida (La2O3) dan
stronsium oksida (SrO).

b. Liquid
Cairannya mengandung 40-50% larutan 2:1 kopolimer asam akrilik-asam
itakonik atau kopolimer asam maleik/ asam akrilik. Asam itakonik atau asam
maleik meningkatkan reaktivitas cairan, mengurangi kekentalan, dan
mengurangi kecenderungan menjadi gel. Penambahan komponen asam
tartarik untuk memudahkan pelepasan ion dari bubuk kaca, memperbaiki
karakteristik manipulasi, meningkatkan waktu manipulasi, dan memperpendek
waktu pengerasan.

 Syarat

a. Tidak beracun dan tidak mengiritasi pulpa serta jaringan yang lain

b. Tidak mudah larut dalam saliva

c. Sifat mekanis

d. Melindungi pulpa dari iritasi

e. Sifat optis mempunyai warna serupa warna gigi


f. Dapat melekat baik pada enamel, dentin, porselen, akrilik, alloy, tetapi tidak
lengket pada alat K.G.

g. Bakteriostatik

h. Tidak mengurangi sensitivitas dentin

i. Sifat rheological yaitu Kekentalan yang rendah (sesuai denga kebutuhan) dan
ketebalan selapis tipis (Film thickness)

 Sifat
Imbibisi dan Sineresis
Semen Ionomer Kaca merupakan suatu bahan restorasi yang bersifat
sangat peka terhadap kondisi lembab atau kering. Bahan ini dapat mengalami
imbibisi atau penyerapan air yang dapat menyebabkan matriks semen ionomer
kaca menjadi rusak atau tidak dapat bereaksi. Sebaliknya sineresis atau
kehilangan air karena penguapan cairan yang terjadi dapat menyebabkan
restorasi ini retak dengan dinding kavitas gigi (kebocoran tepi). Imbibisi dan
sineresisi SIK dapat dicegah dengan cara pemberian pelindung permukaan
restorasi berupa vaseline, varnish, cat kuku bening atau flowable resin
(Rizzante, dkk.,2015)

2. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan klasifikasi dari SIK.


Klasifikasi Semen Ionomer Kaca
Berdasarkan aplikasi klinisnya, SIK diklasifikasikan menjadi (Menurut Wilson
dan Mclean (1988)):
a. Tipe I : Lutting cement
semen ionomer kaca tipe I digunakan sebagai bahan perekat (Lutting cement)
dalam perawatan inlay, mahkota buatan, gigi tiruan sebgaian tetap, piranti
orthodonsia, dan perawatan endodonsia (Rizzante, dkk., 2015). Beberapa contoh
produk tipe ini adalah GC Fuji I, GC Fuji CEM dan GC Fuji Plus. GC Fuji I telah
digunakan sejak 25 tahun yang lalu dalam bentuk bubuk dan cairan yang terpisah,
namun saat ini juga tersedia dalam bentuk kapsul, sehingga proses manipulasi
lebih cepat. GC Fuji CEM dan GC Fuji Plus merupakan contoh semen ionomer
tipe I yang terbuat dari resin modified Glass ionomer. GC fuji CEM digunakan
sebagai bahan lutting pada gigi tiruan Porcelain fused to metal (PFM), sedangkan
GC fuji Plus digunakan sebagai bahan lutting pada ceramic inlay. Manfaat kedua
bahan ini sama dengan Fuji GIC 1, bahkan lebuh unggul karena ketebalan lutting
yang lebih rendah dari Fuji GC I.

Gambar 2.1 Bahan Glass Ionomer Cement tipe I


Sumber: Sulastri S, 2017
Sifat dan manfaat:
Untuk melekatkan indirect (crown, inlay), paling baik untuk merekatkan
restorasi berbahan dasar logam pada permukaan dalam. Dapat beradaptasi
dengan baik dengan pulpa dan jaringan gigi sehingga mengurangi resiko
sensitifitas setelah pengerjaan, pelekatan sempurna dan memberi penutupan
tepi yang sempurna. Membutuhkan waktu pengerjaan yang cukup panjang,
hasil pencampuran yang memudahkan dalam aplikasi sehingga dapat
melekatkan sekaligus banyak crown. SIK tipe ini memiliki ukuran partikel
yang kecil, mudah ditempatkan dalam restorasi, cepat mengeras atau memiliki
waktu setting yang cepat. radiopasitas sempurna, melepaskan flouride dalam
jangka waktu yang lama, sehingga gigi tidak linu dan tahan terhadap karies,
serta memiliki sifat adhesif sehingga dapat meminimalkan terjadinya
kebocoran tepi. (Sulastri S, 2017).
b. Tipe II
Semen ionomer kaca tipe II digunakan sebagai bahan restorasi. Beberapa
contoh produk tipe ini adalah GC Fuji II dan GC Fuji IX. GC Fuji II diindikasikan
sebagai bahan restorasi untuk karies gigi anterior atau kelas III, kelas V, dan
karies permukaan akar. GC Fuji kelas II tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan
yang terpisah mauoun menjadu satu dalam bentuk kapsul. Kebocoran tipe pada
bahan ini sangat minimal, karena secara klinis Fuji II dapat melakukan ikatan
yang kuat dengan dentin dan enamel, memiliki koefisien termal yang sama
dengan dentin dan enamel, serta tidal mudah larut dalam air (Nakao, 2016).
a) Tipe II.1: Restorative aesthethic
Untuk restorasi estetik dengan beban oklusal yang minimal, ratio
bubu/cairan adalah 2,5:1, kebanyakan bersifat radiolusen, memiliki
reaksi pengerasan yang panjang yang dapat mengakibatkan kehilangan
cairan atau kontaminasi cairan paling tidak selama 24 jam setelah
pengaplikasian sehingga memerlukan lapisan pelindung (diberi cocoa
butter atau dilapisi bonding agent).
b) Tipe II.2: Reinforced cement
Tipe ini diberi tambahan AD-Sn atau Ag-Pd, dan GIC yang
diperkuat pada tumpatan yang tidak terlalu mementingkan estetika
namun memerlukan pengerasan yang cepat dan sifat-sifat yang tinggi
misalnya untuk tambalan posterior dan konponen ini, bersifat
radiopak, mengeras dengan cepat, namun masih rawan mengalami
dehidrasi pada dua minggu setelah aplikasi. (Sulistian, A, 2016)
Gambar 2.2 two powder-liquid type II restorative GICs. A, Twobottle system
for hand mixing. B, Capsule for trituration (GC Fuji Triage capsule).
Sumber: Anusavice, et al., 2013. Phillips’ Science of Dental
Materials.ed ke-12: Elsevier.

c. Tipe III : Lining cement


Semen Ionomer kaca tipe III atau basis, digunakan sebagai material
pelapisan standar di bawah semua material restoratif, adhesif ke dentin dan
enamel, mengelurkan flour, dapat dietsa dengan ortofosfat 37 % seperti enamil,
reaksi pengerasan cepat, resistensi terhadap penyerapan air terjadi lebih awal.
Ratio bubuk. cairan anatara 1,5 :1 atau 3:1. Beberapa contoh produk tipe ini
adalah GC Fuji II, GC fuji IX, GC Fuji Lining dan GC Fuji Filling LC.
d. Tipe IV : Pit dan fissure sealant
Diaplikasikan pada permukaan oklusal gigi untuk menutup pit dan fissure.
Sebagai sealant yang bertindak sebagai agen kimia dan mekanis yang melepaskan
flour sehingga dapat berfungsi sebagai perawatan profilaksis dan mencegah karies
gigi. Kandungan sodium flouride yang menyebabkan aksi awal yang lebih cepat
dan calsium flouride memberi aksi yang lebih lama dan dalam polimeisasi sinar,
tingkat perlekatan tinggi, mudah mengalir sehingga dapat menutup pit dan fissure
serta mengandung folur sehingga mencegah terjadinya karies.

Gambar 2.3 Bahan Fissure Sealant


Sumber: Sulastri S, 2017

Komposisi:
Bisphenol A Glycidyl methacrylate 35,6%, methacrylate groups, B.H.T,
silicium dioxide, sodium fluoride, calcium fluoride, catalyst.
e. Tipe V: Luting for orthodontic purpose
SIK tipe ini dapat digunakan sebagai braket ortodhontikn namun bahan
yang paling sering digunakan adalah bahan resin komposit. Namun SIK memiliki
beberapa kelebihan diantaranya adalah memiliki ikatan langsung ke jaringan gigi
yaitu melalui interaksi ion Plyacrylate dan kristal hisroksi apatiti, dengan
demikian dapat menghindari etsa asam. Selain itu juga SIK memiliki efek
antikarogenik yang dapat melepaskan flour (Powers, 2008).
f. Tipe VI: Core build up material
SIK digunakan sebagai inti atau core didasarkan karena kemudahan SIK
dalam penempatan, adhesi, flour yang dihasilkan dan baik dalam koefesien
termal. SIK ini diperkuat dengan bahan logam yang bertujuan untuk memperluat
gigi dan mencegah fraktru akar ketiksa saluran akar terlalu melebar. Namun
demikian, banyak yang menganggap SIK tidak cukup kuat untuk menopang inti
(core). Maka direkomendasikan bahwa gigi harus memiliki minimal dua dinding
utuh jika menggunakan SIK (Powers, 2008).
g. Tipe VII : High flouride releasing commad
Hasil dari satu percobaan, dengan salah satu tindak lanjut periode
terpanjang, menemukan bahwa SIK konvensional menghasilkan fluorida lima kali
lebih banyak daripada kompomer dan 21 kali lebih banyak dari resin komposit
dalam waktu 12 bulan. Jumlah fluorida yang dihasilkan, selama 24 jam periode
satu tahun setelah pengobatan, adalah lima sampai enam kali lebih tinggi dari
kompomer atau komposit yang mengandung fluor (Craig, 2004).
h. Tipe VIII : Atraumatic restorative treatment
Atraumatic restorative tratment merupakan suatu metode atau prosedur
penumpatan di bidang konservasi gigi dengan cara membuang jaringan karies gigi
hanya membersihkan dan menumpat dengan bahan tumpat yang bersifat adhesif.
ART ini merupakan metode manajemen karies yang dikembangkan untuk
digunakan di negar-negara dimana tenaga terampil gigi dan fasilitas terbatas
namun kebutuhan penduduk tinggi. Bahan yang digunakan untuk restorasi ini
adalah GIC. Peralatan untuk ART sangat sederhana, tidak memerlukan instalasi
air, dan instalasi listrik khusus, baik dental chair dan dental unit. Konsep dari
ART ini adalah meminimalkan invasi dan mengurangi trauma pada gigi. Pada
beberapa negara salah satu Indonesia telah melakukan studi sesuai dengan
pedoamn WHO dengan menggunakan bahan tumpat GIC Fuji IX untuk
melakukan prosedur ART. Fuji IX merupakan bahan tambal glass ionomer
cement yang dikembangkan secara khusus untuk mengembangkan teknik ART
dengan kekuatan tekan yang lebih besar dan ketahanan pemakaian lebih baik yang
memungkinkan dipakai pada gigi belakang. Bahan tumapatan ini memiliki
kelemahan tidak bisa digunakan untuk diagnosis karies kelas dua. Penumpatan
ART-GIC dapat menjadi salah satu alternatif sebagai uapaya preventif dan kuratif
untuk daerah dengan alokasi pendanaan terbatas dan prevalensi karies tinggi
(Agtini M.D, 2010).

Gambar 2.4 GC Fuji IX


Sumber: Sulastri S, 2017
i. Tipe IX: Pediatric Glass Ionomer cements
Pada awal tahun 1977, disarankan bahwa semen ionomer kaca dapat
memberikan keuntungan restoratif bahan dalam gigi susu karena kemampuan SIK
untuk melepaskan fluor dan untuk menggantikan jaringan keras gigi, serta
memerlukan waktu yang cepat dalam mengisi kavitas. Hal ini dapat dijadikan
keuntungan dalam merawat gigi pada anak-anak. Namun, masih diperlukan
tinjauanklinis lebih lanjut (Craig, 2004)

Klasifikasi Semen Ionomer Kaca berdasarkan bahan pengisinya,


dikelompokkan menjadi:
a. Semen Ionomer Kaca Generasi I (Conventional glass ionomer cements)
Glass Ionomer Cement (GIC) konvensional pertama sekali diperkenalkan
oleh Wilson dan Kent pada tahun 1972. SIK konvensional terdiri dari bubuk dan
cairan yang terpisah. Komponen glass dan flouride berada di dalam bubuk,
sedangkan komponen asam berada di dalam cairan. Beberapa produk semen
ionomer kaca yang termasuk kedalam klasifikasi ini adalah produk yang memiliki
setting time lama, tidak begitu reaktif, dan sangat sensitif terhadap kondisi lembab
dan kering, serta tidak begitu translusen (Khorousih dan Fatema, 2013). SIK
konvensional memiliki tingkat kerentanan kontaminasi cairan yang tinggi di awal
setting time material tersebut akibat silica hydrogel yang terbentuk pada adonan
SIK selama proses manipulasi. Silica hydrogel merupakan suatu molekul yang
mudah larut apabila terjadi kontak dengan cairan. SIK konvensional juga
memiliki kekurangan yakni brittle dan mudah terkikis apabila terpapar cairan
asam sehingga menyebabkan kekasaran permukaan.
b. Semen Ionomer Kaca Generasi II (warter hardening)
Semen ionomer kaca generasi II terdiri dari bubuk semen ionomer kaca
yang dapat setting seketika ketika dicampurkan dengan air atau larutan asam
tartarat. Air digunakan sebagai pelarut bubuk karena di dadalam bubuk semen
ionomer kaca tersebut terkandung asam poliaklirat. Air berfungsi untuk
mengurangi sifat asam poliaklirat yang mudah menguap dan sangat kental.
c. Resin Modifide Glass Ionomer Cement
Resin Modifide Glass Ionomer Cement ini merupakan suatu
pengembangan dari SIK konvensional untuk mengatasi kekurangan yang ada
pada SIK konvensional. Semen ionomer kaca ini dimodifikasi dengan
penambahan bahan matriks resin (HEMA dan inisiator) di dalam cairan semen
ionomer kaca (asam poliaklirat). Kandungan dari RM-GIC terdiri dari komponen
cairan yang terdiri dari asam poliaklirat, HEMA, dan asam poliaklirat yang
dimodifikasi dengan metaklirat. Sedangkan komponen bubuknya terdiri dari
partikel kaca fluroaluminosilikat dari GIC konvensional ditambah dengan
inisiator seperti camphorquinone untuk pengawetan ringan.
Aplikasi RM-GIC contohnya dalah untul liner, fissue sealant, base
materials, core builds, restoratif, bahan adehsif untuk braket othodontic, bahan
perbaikan untuk inti amalgam atau cusp yang rusak.
Kelebihan dari SIK jenis ini adalah sifatnya yang lebih tahan terhadap
kontaminasi air pada tahap awal berlangsungnya setting time dari SIK
konvensional. Hal ini disebabkan oleh adanya komponen dari resin yaitu
hidroxyethylmethacrylate (HEMA) yang memberikan bersifat hidrofilik kepada
material RMGIC, namun selain keuntungan yang telah disebutkan sebelumnya,
adanya resin dalam komposisi GIC juga menyebabkan terjadinya shrinkage pada
GIC selama tahapan polimerisasi oleh cahaya selama proses setting (Devara dkk,
2016).

Gambar 2.5 GIC yang dimodifikasi resin. A dan B, Sistem cairan bubuk dua
botol. C, Photac Fil Aplikasi Cepat. D, GC Fuji Plus Kapsul. E, Ketac Nano;
sistem paste-paste menggunakan pencampuran statis.

d. High-viscosity Glass Ionomer


Semen ionomer kaca pada kelompok ini terdiri dari perbandingan bubuk
dan cairan yang tinggi. Bahan ini sangat kental dan cepat dalam reaksi settingnya
karena ukuran bahan pengisi lebih kecil dibandingkan dengan pengisi semen
ionomer kaca tipe lainnya. Tipe ini sering digunakan sebagai bahan Atraumatic
Restorative Teratment.
Gambar 2.6 Dua GIC dengan viskositas tinggi. Ketac Molar Aplicap (kiri), GC
Kapsul Fuji IX (kanan).
Sumber: Anusavice, et al., 2013. Phillips’ Science of Dental Materials.ed ke-12:
Elsevier.
e. Tri Care Glass Ionomer cement
Semen ionomer kaca modifikasi ini terdiri dari partikel kaca silicate,
sodium florida dan monomer yang dimodifikasi polyacid tanpa air. Bahan ini
sangat sensitif terhadap cairan, sehingga biasanya disimpan didalam kantong anti
air.
f. Metal Reinforced Glass Ionomer Cement
Metal Reinforced Glass Ionomer Cement pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1977. Penambahan bubuk campuran perak-amalgam pada bahan
konvensional bertujuan untuk meningkatkan kekuatan fisik semen dan
memberikan radiopasitas. Partikel perak dilelehkan menjadi serpihan-serpihan
seperti kaca dan sejumlah produk kemudian muncul dimana kandungan campuran
amalgam telah ditetapkan untuk memperbaiki keluhan sampai tingkat yang
dikatakan menghasilkan sifat mekanis optimum untuk metal-reinforced glass
ionomer cement.

Pada umumnya, Semen Ionomer Kaca diklasifikasikan menjadi empat tipe dasar,
yaitu:
a. Semen Ionomer Kaca Konvesional
Semen Ionomer Kaca Konvesional pertama kali diperkenalkan pada tahun
1972 oleh Wilsondan Kent. Berasal dari asam polyalkenoat cair seperti asam
polyacrilic dan komponen kaca fluoroaluminosilikat. Saat bubuk dan cairan di
campur terjadi reaksi asam basa kemudian asam polyalkenoat mengalami
percepatan hingga terjadi pengentalan sampai semen mengeras.
b. Semen Ionomer Hybrid (juga disebut sebagai semen ionomer kaca yang
dimodifikasi resin yang dicured secara kimia atau sinar atau Ionomer kaca dual-
cured).
Komponen bubuk terdiri dari partikel kaca ion-leachable
fluoroaluminosilicate dan inisiator untuk light curing atau chemical curing.
Komponen cairan biasanya terdiri dari air dan asam polyacrylic atau bisa juga
menggunakan asam polyacrilyc yang sudah dimodifikasi dengan monomer
methacrylate dan hydroxyethyl methacrylate. Karakteristik dari penanganan
ionomer kaca hibrid telah diatur sehingga mereka bisa digunakan sebagai
liners atau bases.
Mekanisme pengikatan terhadap struktur gigi dari semen ini sama
dengan ionomer kaca konvensional. Diharapkan, adanya aktifitas ionik yang lebih
sedikit karena adanya pengurangan dari asam karboksilat dari cairan ionomer
kaca dengan modifikasi resin. Akan tetapi, bagaimanapun juga kekuatan ikat pada
struktur gigi bisa lebih tinggi dari semen ionomer kaca konvensional. Bila
dibandingkan dengan ionomer kaca konvensional, maka ionomer kaca
denganmodifikasi resin dapat memperlihatkan kekuatan ikat yang lebih tinggi
kepada komposit berbasis resin.

c. Semen Ionomer I-Cure


Terdiri dari partikel kaca silicate, sodium florida dan monomer yang
dimodifikasi polyacid tanpa air. Bahan ini sangat sensitif terhadap cairan,
sehingga biasanya disimpan didalam kantong anti air.

d. Semen Ionomer yang diperkuat dengan metal


Semen ini tidak tahan terhadap keausan penggunaan dibandingkan bahan
restorasi estetik lainnya, seperti komposit dan keramik. Terdapat dua metode
modifikasi yang telah dilakukan. Metode I adalah mencampurkan bubuk logam
yang sudah di campurkan amalgam yang berpartikel sferis dengan bubuk glass
ionomer tipe II. Semen ini biasa disebut dengan gabungan logam campur perak.
Metode II adalah mencampur bubuk kaca dengan partikel perak dengan
menggunakan teknik pemenasan yang tinggi. Semen ini disebut sebagai cermet.
Dimana, mikrograf skening electron dari bubuk cermet menunjukan partikel-
partikel bubuk perak melekat ke permukaan dari partikel-partikel bubuk semen.
Semen ini mengeras dengan cepat sehingga dapat menerima tindakan
penyelesaian dalam waktu yang relative singkat. Namun, karena rendahnya
kekuatan terhadap fraktur dan sifatnya yang rapuh, bahan ini sebaiknya tidak
digunakan jika bagian yang akan menggunakan semen adalah lebih besar 40%
dari keseluruhan.

3. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan kelebihan dan


kekurangan SIK.
 Kelebihan.
a. Berikatan adhesi
Semen glass-ionomer berikatan secara kimia dengan gigi struktur dengan
ikatan ion. Meskipun relatif lemah dibandingkan dengan kekuatan ikatan
mekanis perekat berbasis resin, semen glass-ionomer akan terikat pada suara
dan (sedikit lebih sedikit) kuat) terhadap struktur gigi yang terkena karies (Lenzi
dkk)
b. Lapisan pertukaran ion dan formasi fluorapat
Lapisan pertukaran ion antara glass-ionomer semen dan dentin sebenarnya
meluas lebih jauh ke dalam struktur gigi dan ionomer kaca semen dari yang
pertama kali diamati. Electron Probe Mikroanalysis (EPMA) telah menunjukkan
penetrasi lebih dari 75 µm ion kalsium dan fosfor menjadi glass-ionomer semen
dan fluorida, strontium dan aluminium ion ke dentin, setelah dua minggu
menempatkan overlay glass-ionomer auto cure (Knight et al. 2007a). Hal ini
dapat mendalilkan bahwa kedalaman dan jumlah pertukaran ion dapat
diharapkan untuk meningkat lebih jauh dari waktu ke waktu. Penetrasi dari Ion
fluoride ke dalam dentin memfasilitasi transformasi apatit berkarbonasi menjadi
fluorapatite
c. Melepaskan fluoride
Studi EPMA telah menunjukkan secara in vitro bahwa fluoride dilepaskan
dari semen glass-ionomer ke dalam dentin dan mampu melakukan
demineralisasi menembus jauh ke dalam dentin di bawahnya pada konsentrasi
sekitar 5000 ppm fluorida berair konsentrasi serendah 600 ppm telah terbukti
menghambat fluoride-resistant bakteri mutan Streptococcus.
d. Remineralisasi
Penetrasi strontium, kalsium dan fluorida dari semen glass-ionomer ke
dalam dentin menunjukkan bahwa ion-ion ini tersedia untuk membantu
remineralisasi setiap dentin demineralisasi yang tersisa di luar antarmuka
restoratif. Kombinasi cairan tubulus dentin dan penetrasi ion dari semen
ionomer kaca auto-cure menjadi dentin demineralisasi menciptakan lingkungan
yang menjadi predisposisi pembentukan fluorapatite dan peningkatan kekerasan
struktur gigi demineralisasi
e. Proteksi marginal karies
Baik auto-cure maupun resin semen glass-ionomer yang dimodifikasi
melindungi margin restorasi dari karies hingga kedalaman 0,25 mm sedangkan
resin komposit tidak bisa.
f. Biokompabilitas gingiva
Survei pengamatan klinis dari sekelompok dokter gigi menemukan bahwa
inflamasi gingiva yang berhubungan dengan restorasi semen glass-ionomer
jarang terlihat, padahal sering terlihat dengan restorasi resin komposit
g. Countouring
Tidak seperti resin komposit, amalgam atau tidak langsung restorasi,
ionomer kaca relatif lunak dan mudah dikontur dengan instrumen kecepatan
rendah atau tinggi, terutama di akses yang sulit daerah atau pada margin serviks.
h. Estetik
Estetika semen glassionomer auto-cure yang lebih baru mendekati estetika
resin dimodifikasi semen glass-ionomer. Estetika semen glass-ionomer
memenuhi pasien mereka persyaratan.
 Kekurangan.
a. Ketahanan Aus
Ketahanan aus yang rendah dari glass-ionomer semen sering digunakan
sebagai alasan untuk mengecualikannya sebagai bahan restorasi oklusal.
Sedangkan keausan permukaan resin-modified glass-ionomer cement secara
klinis signifikan, sementara itu restorative semen glass-ionomer auto-cure
memiliki catatan yang sangat baik dari keausan oklusal yang rendah dan
marginal integritas, asalkan mereka tidak ditempatkan di atas permukaan
oklusal yang melibatkan pemberhentian sentris.
b. Penyangga Asam Oral
Semen glass-ionomer bertindak sebagai penyangga perubahan dalam pH
oral yang akan menyebabkan degradasi lambat mereka di daerah di mana air
liur tidak dapat mencuci asam mulut jauh. Hal ini dapat mengakibatkan
permukaan semen glassionomer terdegradasi dan hilang
c. Residual HEMA (2-Hydroxyethylmethacrylate)
Restorasi resin-modified glass-ionomer (RMGIC) memiliki estetika yang
relatif baik. Namun, mereka harus dibatasi pada restorasi dangkal, jauh dari
beban oklusal karena memiliki resistensi, keausan yang buruk mis. dalam
restorasi servikal.
Selanjutnya, bahan-bahan ini cukup buram dibandingkan dengan resin
komposit, dan ada penetrasi cahaya yang terbatas ke dasar RMGIC restorasi
selama foto-curing yang dapat meninggalkan HEMA tidak terpolimerisasi yang
tersisa di antarmuka restoratif. Ini mempengaruhi penyerapan air dari gigi ke
dalam restorasi dan penetrasi HEMA yang tidak terpolimerisasi dari restorasi ke
dalam tubulus dentin dan akhirnya ke pulpa.

4. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan mengenai indikasi dan


kontraindikasi SIK.
 Indikasi

a. Lesi erosi servikal

SIK memiliki kemampuan untuk melekatkan secara kimiawi dengan


dentin sehingga menyebabkan SIK saat ini menjadi pilihan utama dalam
merestorasi lesi erosi servikal. Bahan ini juga memiliki kekerasan yang cukup
untuk menahan abrasi akibat sikat gigi.

b. SIK sebagai bahan perekat atau luting (luting agent)

SIK ini memiliki beberapa keunggulan seperti ikatannya dengan dentin,


aktivitas kariostatik, flow yang lebih baik, kelarutan yang lebih rendah dan
kekuatan yang lebih besar maka sebagai luting agent semen ini diindikasikan
untuk pasien dengan frekuensi karies tinggi atau pasien dengan resesi ginggiva
yang mememrlukan kekuatan dan aktifitas kariostatik misalnya pada pemakai
mahkota tiruan ataupun gigi tiruan jembatan.

c. SIK sebagai base atau liner di bawah tambalan resin komposit

Bahan ini berikatan secara mikromekanik dengan komposit resin melalui


etsa asam dan member perlekatan tepi yang baik. Perkembangan dentin bonding
agents yang dapat member perlekatan yang baik antara dentin dan resin hanya
dapat digunakan pada lesi erosi servikal. Bila kavitasnya dalam atau luas,
bonding sering kali gagal. Untuk memperbaiki mekanisme bonding dan
melindungi pulpa dari iritasi, SIK digunakan sebagaibahan sub bonding

d. SIK sebagai base pada restorasi amalgam

SIK sebagai base yang berikatan secara kimiawi di bawah restorasi


amalgam mempunyai kerapatan tepi yang kurang baik sehingga dengan adanya
base glass ionomer dapat mencegah karies sekunder terutama pada pasien
dengan insidens karies yang tinggi. Dalam keadaan sperti ini, proksimal box
diisi dengan semen cermet sampai ke dalam 2 mm dan sisanya diisi amalgam.
e. SIK digunakan untuk meletakkan orthodontic brackets

pada pasien muda yang cenderung mengalami karies melalui etsa asam
pada email. Dengan adanya perlepasan fluor maka SIK dapat mengurangi white
spot yang umumnya nampak disekeliling orthondontic brackets.

f. SIK sebagai fissure sealant

karena adanya pelepasan fluor. Prosedur ini memerlukan perluasan fissure


sebelum SIK diaplikasikan.

g. SIK yang diperkuat dengan logam

seperti semen cermet dapat digunakan untuk membangun inti mahkota


pada gigi yang telah mengalami kerusakan mahota yang parah.

h. Untuk karies proksimal gigi anterior, karies permukaan halus (sisi bukal atau
lingual)

i. Untuk pasien yang menginginkan warna mendekati dengan gigi asli

j. Digunakan pada gigi anterior dan posterior

k. Restorasi gigi susu. Penggunaan SIK pada gigi decidui sangat berguna dalam
mencegah terjadinya karies rekuren dan melindungi email gigi permanen.

l. Untuk perawatan dengan segera pasien yang mengalami trauma fraktur. Dalam
hal ini semen menyekat kembali dentin yang terbuk dalam waktu yang singkat

m. Restorasi lesi karies kelas V

n. Restorasi lesi karies kelas III, diutamakan yang pembukaannya dari lingual atau
palatinal belum melibatkan bagian labial.
o. Penutupan / penumpatan pit dan fisura oklusal.
 Kontraindikasi
Kontraindikasi pengunaan bahan restorasi SIK antara lain adalah sebagai berikut.
(Garg, 2017; Sikri, 2017)

a. Semen SIK tidak dianjurkan digunakan pada kavitas yang dalam tanpa
menggunakan pelapis kalsium hidroksida. Walaupun SIK tidak berbahaya bagi
pulpa, beberapa penelitian menunjukkan terjadinya patologi pulpa akibat
aplikasi SIK.
b. SIK tidak dapat digunakan bilamana kontrol atas kekeringan daerah kerja tidak
terjamin, misalnya pada pasien yang hipersaliva, semen sangat peka terhadap
hidrasi dan dehidrasi. Masuk atau keluarnya cairan keadaan dari dalam semen
yang sedang mengeras akan sangat mempengaruhi kekuatannya.
c. Tidak pada lesi melibatkan area luas pada email labial gigi karena
mengutamakan estetika.
d. Restorasi pengganti amalgam (karena tidak dapat digunakan untuk gigi yang
mendapat beban oklusal yang tinggi).
e. Restorasi karies klas 2, 4 dan 6, dibandingkan dengan resin, SIK lebih rendah
nilai estetiknya.
f. Area yang menerima beban oklusal tinggi (Karies klas IV, klas I, klas II).
Karena ketika menerima beban oklusal kuat mudah fraktur (SIK lebih kuat
berikatan dengan enamel daripada dentin).
g. Digunakan sebagai veneers (karena kekuatan dan warnanya kurang).
h. Kehilangan daerah tonjol/cups

5. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan prosedur tumpatan


dengan SIK(meliputi alat, bahan dan urutan).
 Alat dan bahan
Alat dan Bahan
Alat
a. Rubberdam : mengisolasi daerah kerja, mencegah debris dan bahan kimia
masuk ke dalam mulut
a.
b. Basic Instrument (kaca mulut, sonde, pinset, ekskavator).
c. Kaca mulut: untuk menarik pipi sehingga cotton roll bisa dimasukkan ke
vestibulum, membantu penglihatan dan memantulkan cahaya ke daerah kerja.
d. Sonde: berfungsi sebagai alat pengaduk dalam manipulasi liner, mengecek hasil
preparasi
e. Pinset berkerat: Berfungsi untuk menjepit kapas dan cotton roll

f. Excavator: Alat untuk mengambil jaringan karies, membuang lebihan bahan


tumpatan, alat untuk manipulasi CaOH2. Terdapat dua jenis ujung pada alat,
terdapat excavator dengan ujung cekungan kecil, ada yang besar dan panjang.

g. Ball applicator: berfungsi untuk mengaplikasikan liner dan mengaduk dalam


manipulasi liner
h. Plastis Filling Instrument : Untuk Mengambil dan membawa bahan tambalan
sementara, silikat, semen phosfat dari lempeng kaca kedalam kavita dan untuk
membentuk tambalan diatas pada bagian buccal/lingual/palatinal/aproximal.

a.

i. Bur Preparasi (Round, Fissure, Inverted Cone)


Terdiri dari 3 macam :
- Bur Round : Untuk membuat tempat masuk waktu preparasi kavita

- Bur Fissure : Untuk melebarkan dinding kavita waktu membuat


preparasi

- Bur Inverted Cone: Untuk meratakan dasar kavita dan untuk


membuat retensi berupa undercut pada kavita

j. Saliva ejector : Berfungsi untuk mengisolasi daerah kerja dengan cara


menghisap saliva
k. Dappen Disk / glass : tempat alkohol / betadine

l. Matriks Retainer
Matrix
- Untuk dua permukaaan (Ivory) : Sebagai dinding sementara pada
waktu penambalan kelas dua, untuk dua permukaan. Contohnya :
MO dan Do
- Untuk tiga permukaan (Universal/Toffle Mire)

m. Agate Spatel : Untuk mengaduk bahan tambalan silikat glassionomer


n. Mixing Slab : Tempat mengaduk fletcher, semen phosfat dan silikat

o. Mixing Pad : Tempat diperlukan pada pengadukan glass ionomer. Ada dua jenis
mixing pad: Glass slab dan paper pad yang disposable.

p. Finishing Strip : Untuk Mempoles tumpatan silikat

Bahan
a. Liquid dan Powder GIC : Sebagai bahan tambalan Glass Ionomer.
b. Dentin Conditioner : Bahan perekat/ pembuka pori pori pada tumpatan glass
ionomer.

c. Vaselin : untuk menjaga tumpatan agar tidak terkontaminasi dengan saliva.

d. Cocoa Butter : Bahan poles tumpat pada glass ionomer/GI.


e. Varnish : Untuk membuat tambalan sewarna dengan gigi menjadi mengkilat.

f. Celluloid Strip : Sebagai dinding sementara pada waktu penambalan silikat.

g. Artikulating Paper : Untuk menandai daerah kontak gigi yang saling berhadapan
dan untuk memeriksa ketinggian atau kelebihan bahan tambalan.
h. Cotton Roll : Untuk membatasi jumlah saliva atau air ludah pada saat penambalan
gigi.

i. Cotton Pellet : untuk membersihkan kavitas.

 Prinsip preparasi

Adapun prinsip dari preparasi gigi pada GIC meliputi 7 prinsip yaitu:
a. Outline form
Yaitu garis terluar dari hasil preparasi kavitas yang terdapat di permukaan
gigi. Untuk kelas III mengambil jaringan karies yang disertai pembuatan
dovetail dengan cara mengambil sedikit jaringan sehat sekitarnya. Untuk kelas
V sendiri mengambil jaringan karies disertai pengambilan sedikit jaringan sehat
biasanya berbentuk seperti ginjal.
a. Resistance form 
Merupakan bentuk dan penempatan dinding kavitas pada kedudukan yang
tepat sehingga rstorasi dan jaringan gigi yang masih sehat dan berfungsi sebagai
tempat penahan dapat bekerja sama dalam menahan tekanan tanpa
menimbulkan fraktur.
b. Retention form 
bentuk dari preparasi kavitas yang tahan terhadap pergeseran atau
hilangnya restorasi dari gaya dorong dan daya angkat. Kebutuhan retensi
berhubungan dengan jenis material restorasi yang digunakan, prinsip
dari retention form bermacam-macam tergantung dari bahan material yang
digunakan. Restorasi Glass Ionomer Cement (GIC) melekat di dalam gigi oleh
ikatan kimiawi yang timbul antara material dan gigi yang dikondisikan.
c. Removal of caries 
merupakan Pembuangan jaringan karies dentin dan debris-debris pada
dinding kavitas . Karies tidak boleh ditinggalkan didalam kavitas. Sebeb jika
terjadi kebocoran bakteri yang tinggal didalam kavitas akan terjadi aktif dan
dapat menimbulkan gejala sakit dan masalah endodontik
d. Finishing of the enamel wall 
merupakan  Suatu tindakan yang dilakukan untuk membentuk dinding
enamel margin yang halus dan rata agar mendapatkan kontak marginal serta
adaptasi tumpatan yang baik. Penghalusan dinding dan dasar kavitas
menggunakan fine finishing bur sampai halus dan rata. Pada kunjungan
berikutnya penghalusan akhir bisa dilakukan dengan menggunakan bur batu
putih (white stone), bur tungsten carbide dan karet abrasif dengan kecepatan
rendah.
e. Convenience form 
Biasanya dilakukan dengan cara membentuk kavitas sedemikian rupa
untuk mempermudah pengerjaan kavitas dan memasukkan bahan tumpatan
ke \dalam kavitas. Convenience form dapat diperoleh dengan cara :
- Memperluas preparasi kavitas
-  Pemilihan alat yg dapat memudahkan pekerjaan
- Pemasangan separator mekanis untuk retraksi gingiva.
f. Toilet of the cavity
merupakan tindakan terakhir dari prinsip preparasi kavitas yang bertujuan
untuk membersihkan kavitas dari debris. Kavitas dibersihkan dengan air hangat,
menggunakan cleanser cavity atau aquadest.

 Manipulasi GIC
Untuk mencapai restorasi yang tahan lama dan prostesis yang tetap kuat, kondisi-
kondisi untuk SIK berikut harus dipenuhi: (1) permukaan gigi yang disiapkan harus
bersih dan kering, (2) konsistensi campuran semen harus memungkinkan untuk
dapat melapisi seluruh permukaan yang bergelombang dan dudukan prostesis, (3) semen yang
berlebih harus dikeluarkan pada waktu yang tepat, (4) permukaan harus selesai tanpa
pengeringan yang berlebihan, dan (5) perlindungan permukaan restorasi harus
dipastikan untuk mencegah retak atau disolusi. Kondisi-kondisi ini serupa untuk
aplikasi luting, tetapi tidak dibutuhkan finishing permukaan (Anusavice, 2009).
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
A. Prosedur pengadukannya bubuk dan cairan dan dilakukan dengan cepat
selama 30-60 detik tergantung produk dan konsistensi adonan yang
didapat. Seperti semua semen lain, sifat semen ionomer kaca tipe
I sangat dipengaruhi oleh faktor manipulasi. Rasio bubuk yang
dianjurkan tergantung merknya, tetapi umumnya berkisar antara 1,25-1,5
gram bubuk per 1 ml cairan.
B. Perbandingan powder/liquid, biasanya berkisar 1,3-1,35 :1, pencampuran
harus cepat, gigi seabaiknya diisolasi dahulu agar tidak lembab, untuk
proteksi pulpa sebaiknya menggunakan calcium hydroxide bila
ketebalan dentin <0,5 mm, kemudian varnish digunakan untuk
melindungi semen dari keadaan yang lembab setelah semen selesai
diaplikasikan.
C. Retensi tuangan dapat diperbaiki jika permukaan bagian dalamnya
dibersihkan. Penyemenan harus dilakukan sebelum semen kehilangan
kilapnya, ionomer kaca menjadi rapuh(mudah patah)begitu mengeras.
Setelah mengeras ,kelebihan semen dapat dibuang dengan cara
mencungkil atau mematahkan semen menjauh dari tepi restorasi.
Kelebihan semen perlu dijaga agar tidak melekat ke permukaan gigi atau
protesa.semen ini sangat peka terhadap kontaminasi air selama
pengerasan. Karena itu tepi restorasi harus dilapisi untuk melindungi
semen dari kontak yang terlalu dini dengan cairan.
D. Setting time dapat diperpanjang dengan cara menggunakan cold glass slab
pada saat mencampur bubuk dan cairan. Akan tetapi hal ini akan
menyebabkan compressive srength dari GIC menurun. .(Van Noort, 2007)
E. Mekanisme perekatan antara GIC dengan dentin atau enamel melibatkan
ion polyacrylate dari GIC dengan struktur apatit pengganti kalsium dan
ion phosphat sehingga menghasilkan intermediate layer dari polyacrylate,
ion phosphat dan kalsium atau dapat langsung melekat pada kalsium dari
struktur apatit gigi.
F. Kekuatan perlekatan GIC kurang baik jika dibandingkan dengan semen
zinc polyacrylate yang mungkin disebabkan oleh sensitivitas GIC
terhadap kelembaban selama setting. Oleh karena itu, diberikan acidic
cleaning agent dan larutan FeCl3 untuk meningkatkan perlekatan pada
dentin.. (Craig, 1992) GIC mengalami ekspansi jika dalam keadaan yang
basah (lembab), dan akan mengkerut dalam keadaan yang terlalu kering.
GIC mengalami perubahan dimensi jika berada pada lingkunagn dengan
kelembaban relatif sebesar 80%. (Chartlon) Glass ionomer cement dapat
menempel dengan baik pada enamel, stainless steel, tin oxide – plated
platinum dan gold alloy.
 Reaksi pengerasan GIC
a. Reaksi setting dari GIC konvensional
dibagi menjadi tiga tahap berdasarkan hubungannya dengan air. Tahap
pertama, yaitu reaksi awal, merupakan tahap yang sensitif terhadap air. Tahapan
ini berlangsung sekitar 20-30 menit pertama, dan 5 menit pertama merupakan
tahap yang paling penting dalam proses setting dari GIC, dimana pada periode
ini berlangsung setting awal. Tahap kedua, yaitu kelanjutan reaksi setting,
merupakan tahap yang stabil di dalam air, berlangsung sejak tahap pertama
selesai sampai sekitar 4 bulan pertama. Pada tahap ini reaksi setting GIC akan
berlanjut dan stabil di dalam lingkungan berair. Tahap ketiga, yaitu tahap akhir
reaksi setting, merupakan tahap yang stabil di dalam air dan udara, berlangsung
setelah tahap kedua selesai. Salah satu kekurangan dari GIC konvensional
adalah memiliki tingkat penyerapan air yang tinggi saat terjadinya reaksi awal.
( Gopikrishna,2013)
b. Reaksi Setting GIC
Setting dari GIC terdiri dari 3 fase, yaitu fase pelepasan ion, fase hydrogel
dan fase polysalt gel. Fase pelepasan ion terjadi ketika bubuk dan cairan
pertama kali dicampurkan. Larutan encer dari polyacid copolymer dan
akselerator tartaric acid memecah bubuk ion-leachable aluminofluoro-silicate
dan melarutkan permukaan luar kaca. Ion hidrogen dari polyacid copolymer dan
tartaric acid menyebabkan pelepasan dari kation logam, seperti Ca2+ dan Al3+,
dari permukaan luar kaca, yang kemudian bereaksi dengan ion fluor untuk
membentuk kompleks CaF2, AlF2-, dan AlF2-. Pada tahap awal dari fase ini,
GIC akan melekat pada struktur gigi. GIC terlihat licin dan mengkilap hasil dari
matriks yang belum bereaksi. Pada tahap lanjut dari fase ini, material akan
kehilangan kilauannya, karena matriks bebas yang ada telah bereaksi dengan
kaca. (Garg, 2017)
Fase kedua adalah fase hydrogel. Fase ini terjadi lima sampai sepuluh
menit setelah pencampuran, menyebabkan terjadinya initial set. Selama fase ini
ion kalsium positif akan dilepaskan lebih cepat dan bereaksi dengan rantai
polyacrilic acid untuk membentuk ikatan silang. Fase hydrogel ini menurunkan
mobilitas dari rantai polimer, menyebabkan gelasi awal dari matriks ionomer.
Pada tahap ini, GIC akan terlihat kaku dan opak. (Garg, 2017)
Fase terakhir adalah fase polysalt gel. Pada fase ini material mencapai
final set. Matriks mengalami proses maturasi ketika ion aluminum yang
dilepaskan lebih lambat, membentuk polysalt hydrogel yang mengelilingi bahan
pengisi kaca yang belum bereaksi. Pada tahap ini GIC akan terlihat lebih seperti
gigi. (Garg, 2017)

 Prosedur perawatan

1. Preparasi kavitas untuk membuat akses ke jaringan karies di enamel dan dentin
dengan menggunakan bur high speed, yaitu round bur, yang dimasukkan
perlahan hingga mencapai kedalaman karies.

2. Irigasi kavitas, kemudian dikeringkan dengan cotton pellet, kemudian


pemeriksaan visual, apakah masih ada jaringan karies yang belum terangkat.
Jika masih, lakukan kembali pengangkatan jaringan karies dengan
menggunakan round bur.

3. Pembuatan retensi dengan menggunakan bur fissure yang dimiringkan untuk


membentuk kavitas yang sedikit mengecil (konvergen) ke oklusal.

4. Kavitas diisolasi dari kontaminasi saliva. Jika dentin terbuka selama preparasi,
dianjurkan memberikan semen pelapis untuk perlindungan pulpa dari iritan
bakteri.

5. Pemberian cavity lining (Ca(OH)2) kemudian dentine kondisioner yang


berfungsi menghilangkan smear layer dan dapat meningkatkan bonding GIC ke
dentin.

6. Tuangkan bubuk dan liquid GIC di atas paper pad dan aduk dengan spatula
agate dengan gerakan melipat. Bubuk ditambahkan sedikit demi sedikit ke
liquid, diaduk sampai mencapai konsistensi dempul yang teksturnya halus.
7. Campuran semen ini diaplikasikan kedalam kavitas secepat mungkin sampai
seluruh kavitas terisi.

8. Kelebihan tumpatan dikurangi dan dibentuk anatomi giginya dengan


menggunakan carver.

9. Tumpatan diberi pelindung yaitu varnish.

6. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan evaluasi pasca


perawatan

 Tingkat keberhasilan perawatan dilihat dari:


Ada tidaknya retensi, kesesuaian warna, marginal fiscoloration, mrginal
adaption, karies sekunder, tekstur permukaanya, bentuk anatomi, lepas tidaknya
tumpatan sensitivitas setelah tindakan operatif, fraktur pada gigi restorasi,
perubahan warna dan garis hitam dan adanya kebocoran tepi (Restia, M., & Septi,
M.,2016. Kebocoran tepi merupakan penyebab mayor terjadinya kegagalan
restorasi (Bollu, dkk, 2016). Kebocoran tepi adalah celah mikro yang terbentuk di
antara permukaan bahan restorasi dan dinding kavitas, sehingga debris, makanan
dan saliva masuk ke dalam celah mikro tersebut, dan akhirnya menyebabkan
suatu kegagalan restorasi (Kinasih, C. P, 2016).
Kebocoran tepi dapat terjadi karena pengerutan bahan restorasi akibat
ikatan yang lemah antara bahan restorasi dan permukaan kavitas.Lingkungan di
sekitar restorasi juga dapat menyebabkan kebocoran tepi. Kebocoran tepi yang
besar cenderung terjadi di sekitar restorasi yang menerima tekanan yang besar dan
tekanan oklusal yang berat. Bentuk lingkungan lainnya adalah terdapat saliva,
mikroorganisme dan berbagai macam makanan/minuman yang juga dapat
mempengaruhi pembentukan kebocoran tepi. Selama ini kebocoran tepi pada
restorasi SIK dicegah dengan cara pemberian bahan pelindung pada permukaan
restorasi seperti vaselin, varnish dan flowable resin. Dampak dari kebocoran tepi
anatar lain bahan restorasi dan dinding kavitas dapat mejadi tempat masuknya
asam, bakteri, enzim, cairan dan iom-ion. Kondisi tersebut dapat menyebabkan
terbentuknya karies sekunder dan apabila kondisi tersebut terus berlanjut dapat
menyebablan iritasi pulpa hingga timbul rasa sakit. Selain itu kebocoran tepi juga
dapat menyebabkan terjadinya staining/perubahan warna pada daerah tepi
restorasi. (Hamouda, dkk, 2011 dalam Kinasih, C. P, 2016)
 Pasca perawatan
KIE termasuk suatu pembahasan yang terdapat dalam Undang-Undang
tentang kesehatan yaitu UU No. 36 tahun 2009, penyuluhan kesehatan
diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan
kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya
kesehatan.
KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) merupakan skill yang diperlukan
praktisi kesehatan terkhusus di sini adalah seorang dokter gigi.

a. Komunikasi : anamnesa, memberi tahu pasien tentang rencana perawatan


b. Informasi : menginformasikan pasien tentang penyakit, prognosis, harga
c. Edukasi : post prosedur, dental health education (DHE), berkunjung ke
dokter gigi minimal 6 bulan sekali.
Berikut KIE yang dapat diberikan pasca perawatan menurut skenario :
a. Satu jam pertama jangan makan dan minum
b. Sampaikan jika 24 jam berikutnya akan dilakukan polishing, diharap
datang kembali ke dokter gigi
c. Tanyakan apakah seperti terasa ada benda asing yang rasanya tidak enak,
ada rasa mengganjal atau tidak, dapat dicek menggunakan articulating
papper
d. Sampaikan jika hal tersebut butuh waktu untuk adaptasi
e. Bisa terjadi hipersalivasi
f. Jangan menggunakan gigi yang baru direstorasi untuk makan terlebih
dahulu di 30-60 menit pertama (agar tidak terjadi delay setting dan
warnanya tidak menjadi buram)
g. Disampaikan pada pasien untuk menjaga oral hygiene
h. Apabila merasa sakit atau tumpatan lepas bisa datang ke dokter gigi
kembali

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Semen ionomer kaca adalah bahan restorasi yang paling akhir berkembang dan
mempunyai sifat perlekatan yang baik. Semen ini melekat pada enamel dan dentin
melalui ikatan kimia.Semen ionomer kaca sering disebut dengan ASPA (Alumine Silicate
and polyacrylic acid ). ifat signifikan dari glass ionomer adalah adhesi dengan
struktur gigi, pelepasan fluorida dalam jangka waktu yang lama, efek minimal
terhadap pulpa, biokompatibel, memiliki koefisien ekspansi termal yang lebih
kurang sama dengan struktur gigi, sewarna gigi, dan toksisitas yang rendah.
Namun, peka terhadap dehidrasi dini pada proses pengerasan, khususnya semen
konvensional, dan rapuh/brittle sehingga tidak cocok digunakan pada daerah
yang menerima tekanan. Dilihat dari sifat ini, semen ionomer kaca dapat digunakan
sebagai bahan fisur sealant, restorasi proksimal anterior, restorasi servikal (baik
karies dan non-karies), pada gigi sulung, sebagai pelapis dan semen perekat, dan
sebagai bahan band ortodontik dan braket. Disamping keuntungannya, semen
ionomer kaca memiliki beberapa kelemahan seperti waktu kerja pendek, brittleness,
ketahanan terhadap fraktur rendah, daya tahan rendah terhadap pemakaian, rentan
terhadap kontaminasi uap atau dehidrasi selama tahap awal reaksi setting jika
dibandingkan dengan amalgam dan bahan resin komposit modern

Daftar Pustaka

Kenneth J, Anusavice,. Shen, Chiayi. H. Ralph Rawls. 2013. Phillips’ science of dental
materials 12th ed. China: Elsevier Inc.

Garg, N., Garg, A. 2017. Textbook of Preclinical Conservative Dentistry. 2nd ed. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers.

Sikri, V. K. 2017. Textbook of Operative Dentistry. 4th ed. New Delhi : CBS Publishers &
Distributors Pvt Ltd.

Gopikrishna, Velayutham. (2013). Preclinical Manual of Conservative Dentistry - Elsevier.

Anang,D,dkk.,2015. Jurnal e Gigi (eG), vol.3 No 2.Penggunaan Bahan Tumpatan di RS Gigi dan
Mulut PSPDG FK –UNSRAT.
Sulastri, Siti. 2017. Dental Material. Pusat Pendidikan Suber Daya Manusia Kesehatan :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Anusavice, Kenneth J. 2004. Phillips : Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Edisi 10.
Indonesia: Jakarta. EGC.

Craig R.G. 1992. Dental Materials: Properties and Manipulation. St Louis: Mosby

Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Materials. 3 rd Ed. United Kingdom: Mosby
Elsevier

Sidhu, S. K. (Ed.). (2015). Glass-ionomers in dentistry. Springer.

Anusavice, K.J., Chiayi, S., Rawls, H.R. 2013. Phillips’ Science of Dental Materials.ed ke-12:
Elsevier.

Hayari, Kemala. 2017. Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin sebagai Bahan Restorasi. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan

Sulistian, A. SIFAT DAYA SERAP DAN KEHILANGAN BERAT GLASS IONOMER


DENGAN TAMBAHAN 0, 04 WT% BIOACTIVE GLASS NANO SILICA DARI ABU
AMPAS TEBU PADA SALIVA BUATAN.

Agtini M.D. 2010 Efektifitas Pencegahan Karies Dengan Atraumatic Restorative Treatment Dan
Tumpatan Glass Ionomer Cement Dalam Pengendalian Karies di Beberapa Negara.
Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 1 Tahun2010.

Sulastri Siti. 2017. Dental Material. Bahan Ajar Keperawatn Gigi. PPSDM Kemenkes NKRI.

Kinasih, C. P. (2016). Pemanfaatan bioactive glass nano silica dari abu ampas tebu sebagai
remineralizing agent untuk meminimalkan kebocoran tepi semen ionomer kaca.
Powers, JM., Wataha, JC. 2008. Dental Materials: Properties and Manipulation 9th edition.
Missouri : Mosby.

Restia, M., & Septi, M. 2016. EVALUASI KEBERHASILAN TUMPATAN KLAS I, II, III, IV
GV BLACK DENGAN BAHAN RESIN KOMPOSIT DAN SEMEN IONOMER
KACA.

Devara, Aditya Rama, Cecilia GJ Lunardhi, and Tamara Yuanita. "Perbedaan Kebocoran Tepi
antara GIC Konvensional dan Resin Modified GIC pada Restorasi Kelas V (Difference
on Microleakage of Conventional GIC and Resin Modified GIC in Class V
Restoration)." Conservative Dentistry Journal 6.2 (2016): 77-81.

Diansari, V., Ningsih, D. S., & Moulinda, C. (2016). Evaluasi kekasaran permukaan glass
ionomer cement (GIC) konvensional setelah perendaman dalam minuman
berkarbonasi. Cakradonya Dental Journal, 8(2).

Rizzante,F.F.P.,Rafel S.C., Juliana F.S.B., GiseleM.C.,Carla C.G.Adilson Y. F. 2015. Indication


and Restorative Techniques for Glass Ionomer Cements. RSBO.Vo.12 (1):79-87

Batubara, F. 2011. Klasifikasi dan Evaluasi Klinis GIC. Medan: USU.

K. Ulla Athiyah. 2016. Kelarutan Semen Ionomer Kaca Tipe II Setelah Di-Coating dengan
Varnish dan Cocoa Butter. Universitas Sumatera Utara.

Hadiati, Fitri W. 2014. Restorasi Semen Ionomer Kaca. Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata
Kediri.

Anda mungkin juga menyukai