Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN TUTORIAL BLOK 17

REKAM MEDIK DENTAL

Skenario 2

Dosen pembimbing tutorial:

drg. Swasthi Prasetyarini, M.Kes

Disusun oleh Tutorial 15 :

1. Cita Kalaning Redja ( 191610101171 )


2. Isrofatullaily ( 191610101172 )
3. Khanun Nailufar ( 191610101173 )
4. Muhammad Fernando Akbarsyah ( 191610101174 )
5. Manta Fany ( 191610101175 )
6. Nabila Fauziyah Dewanto ( 191610101176 )
7. Afriz Yuda Purnama .N ( 191610101177 )
8. Agung Erdiyanto A.D.S ( 191610101178 )
9. Muhammad Firman Hidayat ( 191610101179 )
10. Dhara Ananda Karyudi ( 191610101180 )

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis hanturkan ke-hadirat Tuhan YME, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya lah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena
itu, sudah sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atau segala berkah dan rahmat-Nya sehingga laporan tutorial ke
kedua blok “Rekam Medik Dental” ini dapat selesai.
2. Dosen Pembimbing tutorial drg. Swasthi Prasetyarini, M.Kes yang telah memberi masukan
yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didaptkan.
3. Teman-teman satu kelompok yang telah berpartisipasi dalam pembelajaran dan penyusunan
laporan.

Penulis sadar dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhir kata penulis ucapkan terima
kasih.

Jember, 23 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................................................3

BAB 1..............................................................................................................................................4

1.1. Latar belakang................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

2.1 Skenario............................................................................................................................5

2.2 Step 1 mengklarifikasi istilah (clarifying unfamiliar terms).............................................5

2.3 step 2 menetapkan permasalahan (problem definition)....................................................6

2.4 Step 3 menganalisis masalah (brainstorming)..................................................................7

2.5 Step 4 peta konsep (mind mapping)................................................................................15

2.6 Step 5 menentukan tujuan belajar (learning object)........................................................16

2.7 Step 6 belajar mandiri (self study ).................................................................................16

2.8 Step 7 pembahasan tujuan belajar ( pembahasan learning object)..................................16

BAB III..........................................................................................................................................43

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................43

Daftar Pustaka................................................................................................................................44
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Abses merupakan suatu proses supuratif yang terlokalisir. lnfeksi orofasial merupakan
suatu peradangan di rongga mulut dan jaringan sekitarnya yang berasal dan odontogenik
maupun non odontogenik. Abses merupakan infeksi yang gambaran utamanya berupa
pembentukan pus. Pus merupakan pertahanan efektif terhadap penjalaran infeksi dan
cenderung berpindah akibat pengaruh tekanan, gravitasi, panas lokal atau lapisan otot
dekat permukaan.
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi yangtertinggal
merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi perkembangbiakan bakteri.
Gigi dengan kondisi sisa akar yang memiliki kelainan pada periapikal yang bersifat
akut, sebaiknya dilakukan terapi medikasi terlebih dahulu, ekstraksi gigi yang
memiliki abses di daerah periapikalnya apabila dalam keadaan infeksi akut sebaiknya
dihilangkan dulu infeksinya kemudian dilakukan ekstraksi.
Prostodonsia adalah cabang kedokteran gigi yang mempelajari penggunaan prostesis gigi.
Prostodonsia meliputi diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi bagi gangguan gigi,
biasanya mencakup gigi terlepas atau gigi rusak parah, serta perawatan prostesis gigi.
Prostodonsia berhubungan dengan penggantian gigi yang hilang dan jaringan oral untuk
memulihkan dan menjaga bentuk lisan, fungsi, penampilan, dan kesehatan (Phoenix.,dkk
2008).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario
Diagnosis BM-Prosto
Pasien perempuan usia 57 tahun datang ke Bagian Bedah Mulut RSGM FKG Unej
dengan keluhan bengkak dan sakit pada pipi kiri atas sejak 2 hari yang lalu dan pasien
mempunyai riwayat diabetes melitus. Setelah dilakukan pemeriksaan subyektif, obyektif
dan pemeriksaan penunjang, dokter gigi mendiagnosis Fossa Canina Abscess et Causa
23, 24 Gangren Radic, dan gigi 25 dan 26 sisa akar. Selanjutnya dokter gigi
merencanakan tahapan perawatan; medikasi, ektraksi dan rujukan ke bagian
prostodonsia.

2.2 Step 1 Mengklarifikasi Istilah (Clarifying Unfamiliar Terms)


1. Fossa canina abcess et causa
 Fossa canina abses et causa merupakan perluasan infeksi yang berasal dari
gigi kaninus atas atau kadang-kadang dari gigi premolar dan insisif ke area
fossa canina.
 Fossa Canina adalah spasia kecil diantara otot levator labii superior dan
levator anguli oris. Pada scenario ini diakibatkan oleh gigi 23, 24
 Abses adalah sekumpulan pus/nanah dalam suatu rongga patologis yang
dibatasi/terlokalisir oleh suatu membran semu pyogenik. Fossa canina
menunjukkan lokasi dimana abses itu berada. Sehingga abses fossa canina
adalah sekumpulan pus dalam suatu rongga patologis yang dibatasi
membran semu patologis di dalam fossa canina.
2. Gangren radic
 Gangren radic merupakan keadaan gigi dimana yang bersisa tinggal akar,
bagian mahkots hingga ke servikal sudah hilang. Hal ini terjadi
dikarenakan adanya karies yang tdak terawat dan berlanjut hingga yang
tersisa hanya akar. Sisa akar kronik dapat mengakibatkan infeksi dan
jaringan pulpa yang telah mati dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri.
Gangren radic dapat disebabkan karies, trauma, maupun ekstraksi yang
tidak sempurna.Tanpa terjadi keluhan sakit, adanya perubahan warna
coklat keabuan, bersifat lesi periapikal asimtomati
 Pencabutan tidak sempurna juga sering menyebabkan gangren radiks. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain struktur gigi yang rapuh, akar
gigi yang bengkok,akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi
forceps yang kurang tepat dan tekanan yang berlebihan pada waktu
tindakan pencabutan. Gangren radics yang dibiarkan begitu saja tanpa
dapathilang sendiri karena teresorbsi oleh tubuh, atau dapat berkembang
menjadi abses, kista dan neoplasma. 
3. Medikasi
 Sebuah obat yang dipakai untuk mendiagnosa, merawat, atau mencegah
penyakit.
4. Prostodonsia
 Salah satu bidang spesialis kedokteran gigi yang terfokus pada perawatan
rehabiliatif, restorasi.
5. Ekstraksi
 Proses pengeluaran gigi dari tulang alveolar karena tidak dapat dilakukan
perawatan ataau tidak dapat dipertahakankan.
 Pencabutan gigi atau akar gigi tanpa ada rasa sakit, dan minimal trauma.

2.3 Step 2 Menetapkan Permasalahan (Problem Definition)


1. Bagaimana pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang sehingga dapat
mendiagnosis penyakit pada skenario?
2. Bagaimana prognosis pada skenario di atas?
3. Apa saja rencana perawatan yang dilakukan di klinik bedah mulut dan klinik
prostodonsi?
4. Bagaimana pengaruh riwayat penyakit sistemik pasien dengan rencana perawatan
yang akan dilakukan?
5. Mengapa perlu dilakukan rujukan pada klinik prostodonsia?
2.4 Step 3 Menganalisis Masalah (Brainstorming)
1. Bagaimana pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang sehingga dapat
mendiagnosis penyakit pada skenario?
 Pemeriksaan subjektif
Terdapat identitas pasien, anamnesin (keluhan utama atau keluhan
tambahan yang berhubungan dengan kondisi pasien), keadaan kesehatan
umum pasien (golongan darah, riwayat penyakit sistemik, dan riwayat
alergi), keadaan kesehatan gigi
 Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan Ekstra Oral
a. TMJ
Pemeriksaan TMJ dapat dilakukan dengan: pasien diinstruksikan
untuk membuka dan menutup mulut. Operator akan melakukan palpasi
di bagian depan tragus saat keadaan ini atau dapat juga dengan cara
memasukkan jari kelingking ke external auditory canal, diperiksa
apakah ada bunyi clicking atau pasien merasa nyeri. Selain itu juga
harus dievaluasi besar maksimal bukaan mulut pasien.
b. Kelenjar Ludah
Pemeriksaan fisik kelenjar ludah meliputi pemeriksaan
inspeksi dan palpasi kelenjar  ludah. Orifisium duktus
kelenjar parotis dan submandibula harus terlihat. Inspeksi
keadaan papilla untuk menentukan apakah ada aliran saliva. Ini
sebaiknya diperiksa dengan mengeringkan papilla dengan
kapas lidi dan mengamati aliran saliva yang dihasilkan dengan
melakukan tekanan eksternal pada masing-masing glandula.
Obstruksi terhadap aliran atau infiltrasi kelenjar akan
menyebabkan pembesaran kelenjar. Palpasi kelenjar parotis
dan submandibular dan periksa apakah ada pembesaran dan
nyeri tekan
c. Neuromuskuler
Pemeriksaan otot-otot mastikasi untuk melakukan palpasi pada
otot/musculus, maka teknik palpasi yang dilakukan tergantung dengan
otot mastikasi (pengunyahan).
Palpasi Otot/musculus :
 Palpasi masseter
Dilakukan secara bimanual, tangan yang satu (dengan satu jari)
di bagian intraoral. Jari diletakkan di kedua pipi dekat ramus
mandibular lalu pasien diminta untuk  melakukan gerakan
mengunyah
 Palpasi temporalis
Langsung pada region temporal dan meminta pasien untuk 
mengoklusikan gigi geliginya
 Palpasi pterygoid lateral
Dengan menempatkan jari sedikit di belakang tuberositas
maksila, pasien diminta untuk memajukkan dagu.
 Palpasi pterygoid medial
Palpasi secara intraoral pada bagian lingual pada ramus
mandibular 
d. Facial
Pemeriksaan bentuk wajah terdiri atas 3 pemeriksaan yaitu tipe
wajah, kesimetrisan wajah, dan profil wajah. Tipe wajah ada 3,
yaitu sempit, normal, dan lebar. Kesimetrisan wajah ada 2,
yaitu simetris bilateral dan asimetris. Dikatakan simetris
bilateral apabila wajah terbagi 2 sama lebar dan anatomisnya
sama jika ditarik garis median dari garis rambut ke titik
glabela, subnasion (perbatasan septum nasal dengan bibir
atas), dan menton. Profil wajah terbagi menjadi wajah
datar, cembung dan cekung. Untuk menentukan profil wajah,
tarik garis dari titik glabela, subnasion dan pogonion (dagu)
dan dilihat dari arah sagital.
Pemeriksaan objektif berupa, selama pemeriksaan operator harus peka
terhadap tanda tanda inflamasi berupa rubor, kolor, dolor, tumor, functiona
laessa :
1) Pemeriksaan kondisi umum pada pasien meliputi tinggi dan berat
badan, tekanan darah, respirasi, denyut nadi, pemeriksaan wajah,
kepala,dan leher
2) Palpasi ekstraoral apakah ada penonjolan pada ekstra oral, mengecek
konsistensi apakah ada fluktuasi atau tidak, dimana apabila ada
fluktuasi berarti terdapat akumulasi pus yang terlokalisir
3) Pemeriksaan intraoral dengan melihat apakah ada bentukan lesi
gangrene radiks pada area tertentu
4) Melakukan pemeriksaan jaringan periodontal meliputi warna,
konsistensi, perbesaran, dan lainnya.
5) Memeriksa kegoyangan gigi yang terlibat, tes perkusi dan vitalitas
gigi untuk mempertimbangkan rencana perawatan.
- Intra oral : visualisasi, pemeriksaan jaringan periodontal, gigi goyang,
dan dilakukan tes perkusi (untuk mengecek keadaan periapikal), tes
vitalitas, mukosa intra oral (mukosa gingiva terdapat lesi atau tidak,
mukosa alveolar pada lipatan mukosa apakah adanya edema atau tidak,
- Pemeriksaan gigi geligi
 Tes perkusi menjadi indikator yang baik untuk keadaan
periapikal. Respon positif menandakan adanya inflamasi
periodonsium. Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap
perkusi vertikal-oklusal menunjukkan adanya kelainan di bagian
periapikal yang disebabkan oleh lesi karies. Sedangkan gigi yang
memberikan respon nyeri terhadap perkusi horisontal-bukolingual
menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan periodontal.
 Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan
cara menggerakan sonde pada area oklusal atau insisal untuk
mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak. Adanya respon
nyeri yang diakibatkan sondasi pada gigi menunjukan adanya
vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa gigi.
 Probing untuk mengetahui kedalam pocket
 Tes mobilitas untuk mengetahui derajat kegoyangan gigi
 Tes vitalitas dapat berupa menggunakan tes thermal. Suatu respon
terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa memperhatikan
apakah pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon abnormal
terhadap panas biasanya menunjukkan adanya gangguan pulpa
atau periapikal yang memerlukan perawatan endodontik.
- Pemeriksaan vital sign : tekanan darah, respirasi, denyut nadi, suhu
tubuh, berat badan, dan tinggi badan.
 Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi foto panoramic
dan laboratorium mikrobiologi untuk menunjang penegakan diagnosis
dan rencana perawatan
- Pemeriksaan laboratori : pemeriksaan darah dan urine
- Pemeriksaan HPA (tidak perlu dilakukan)
- Radiografi periapikal unutk melihat kondisi periapikal pasien.
 Penegakan diagnosis berdasarkan Pemerikasaan obyektif, subjektif dan
penunjang :
- Berdasarkan keluhan pasien didapatkan pembengkakan pada area pipi
kiri dan pasien diketahui memiliki Riwayat penyakit diabetes meilitus.
- intra oral secara visual : Gangren radiks biasanya memiliki lesi
periapikal yang bersifat kronis dengan tidak ada gejala
ataupun eksaserbasi akut akibat infeksi sekunder yang
mengakibatkan rasa sakit. Terdapat sisa akar pada gigi 23, 24, 25,
26. Pemeriksaan mukosa intra oral yang khas berupa hilangnya lipatan
nasolabial dan terkadang lipatan mukobukal dan edema infraorbital
terasa sakit saat dilakukan palpasi dan kemudian kulit menjadi tegang
dan mengkilat karena supurasi, sementara warna terlihat kemerahan
- ekstra oral : mengalami abses dan mengalami penumpukan cairan pus
pada fossa canina sehingga terjadi pembengkakan pada pipi kiri
- tes penunjang meliputi tes radiografi. Foto panoramik untuk
mengetahui gigi penyebab dan yang terlibat, berdasarkan hasilnya
terlihat gigi 23,24 yang menjadi factor penyebab dan gigi 25,26
sebagai gigi terkena karies yang menyisakan akar.
- Tes lab untuk mengetahui absesnya dan jenis bakterinya yang terlibat
dan dapat membantu peresepan obat antibiotic
- Berdasarkan adanya penyakit sistemik berupa diabetes meilitus maka
kemungkinan abses fossa kaninus ini disebabkan perkembangan lebih
lanjut dari periodontitis kronik pada gigi 23, 24 pasien yang sisa akar
sehngga menyebabkan adanya abses
2. Bagaimana prognosis pada skenario di atas?
 Gigi yang terkena gangren radic merupakan hopoless prognosis
 Gigi sisa akar – prognosis baik, apabila sisa akar tidak dapat dilakukan
perawatan maka masuk hopeless prognosis
 Prognosis abses fossa canina – bisa baik jika setelah dilakukan perawatan
tidak ada gejala
3. Apa saja rencana perawatan yang dilakukan di klinik bedah mulut dan klinik
prostodonsi?
 Rancangan perawatan pada pasien meliputi terapi kausatif,, simptomatis,
dan supportif. Pertama dokter harus mengetahui kadar gula darah pasien.
Dilakukan pemberian medikasi berupa obat antibiotic berspektrum luas
seperti amoxicillin, untuk meredakan pembengkakan dan rasa sakit dapat
diberikan analgesic berupa cataflam. Perawatan selanjutnya melakukan
insisi dan drainase pus yang menyebabkan infeksi, dilakukan open bur,
dan dilakukan ekstraksi pada gigi 25, 26 bila diindikasikan ekstraksi bila
tidak maka dilakukan perawatan saluran akar. Terapi supportif, berupa
instruksi diet TKTP makanan yang tinggi protein dan karbohidrat serta
konsumsi multivitamin. Mempercepat penyembuhan, untuk ekstraksi bisa
dilakukan setelah infeksi. Melakukan DHE pada pasien dengan
menginstruksikan menjaga kevbersihan mulut dengan sikat gigi 2 kali
sehari dan menggunakan obat kumur waktu pagi setelah makan pagi dan
malam sebelum tidur. Beberapa prinsip dalam melakukan perawatan pada
pasien : meningkatkan kualitas, pemberian antibiotik, tindakan secara
bedah, evaluasi terhadap perawatan yg diberikan. Perwatan endodontik,
pencabutan atau ekstraksi. Perhatikan adanya indikasi pembengkan,
keterlibatan jaringan lain, osteomylitis, abses kronik, soket kering . factor
Sistemik dan lokal, pemberian antiobiotik
Gigi tiruan sebagian terlebih dahulu sebelum
perawatan, lokasi standar yaitu lokasi bebas untuk di drainase agar mudah
di keluarkan. Tujuan dan insisi drainase, mencegah, memperbaiki jaringan
area pembengkakan, Harus mencari daerah yg paling lunak, lokasi yang
tersembunyi, pada jaringan sehat.
 Klinik bedah mulut dilakukan medikasi agar mencegah penyebaran yang
lebih luas dari abses dan ditambah obat analgesik (cataflam) karena
pasienmengeluhkan sakit, dilakukan insisi drainase, ektraksi pada gigi 24
25 (sisa akar), harus konsultasi pada dokter spesialis dalam untuk penyakit
sistemik.
 Alveoplasti untuk membentuk tulang alveolar sehingga gigi tiruan lebih
cekat, bisa dilakukan pengambilan torus
 Dokter perlu mengetahui kadar gula pasien, kemudian dilakukan medikasi
dengan obat antibiotik sprektum luas (amoksisilin)
 Klinik prostodonsi : bisa dilakukan gigi tiruan lepasan atau cekat namun
sebaiknya dilakukan pembersihan mulut, dapat dilakukan pemasangan
implan, bisa dilakukan bedah periodontal, splint periodontal.
 Perawatan ekstraksi ini dilakukan pada kunjungan selanjutnya setelah
infeksi akut dihilangkan seperti yang dijelaskan di skenario gigi 24 dan 23
terdapat abses fosa canina, maka setelah dirawat (medikasi, insisi dan
drainase) stelah itu dilakukan ekstraksi.
 Prinsip dan dasar pemberian obat medikasi adalah untuk menghilangkan
infeksi akut. Ekstraksi pada stadium infeksi akut tidak hanya dikuatirkan
terjadi penyebaran infeksi namun juga kerja anastesi lokal yang kurang
efektif, sehingga menimbulkan rasa sakit pada pasien.
 Rencana perawatan pada sisa akar gigi 25 dan 26. Tergantung dari
pemeriksaan klinis akar gigi dan jaringan penyangganyan. Akar gigi masih
utuh dengan jaringan pengangg baik bisa dipertahankan dengan jaringan
pulpa dihilangkan dan dibuatkan mahkota gigi. Akar gigi sudah goyah daj
jaringan penyangga tidak baik maka perlu di ekstraksi.Untuk memasikan
sisa akar perlu dilakukan pemeriksaan radigrafi.
 Gigi tiruan lepasan merupakan pilihan utama dan terbaik untuk penderita
diabetes mellitus, karena mudah dibuka pasang, sehingga memberikan
kesempatan jaringan rongga mulut untuk istirahat dan memperlancar aliran
darah serta pasien mudah membersihkan.
4. Bagaimana pengaruh riwayat penyakit sistemik pasien dengan rencana perawatan
yang akan dilakukan?
 Kemungkinan diagnose penyakit yang terjadi pada pasien merupakan
manifestasi lebih lanjut dari penyakit periodontitis kronik akibat gigi 23,24
sisa akar sehingga menyebabkan infeksi bakteri pada apeks akar dan
menimbuklan abses. Hal ini didukung dengan kondisi sistemik diabetes
meilitus yang menyevavkan mudahnya bakteri bakteri didalam mulut
berkembang akibat meningkatnya kadar glukosa dalam darah pasien.
 Dokter gigi melakukan pemeriksaaan menyeluruh untuk membuat gigi
tiruan lepasan sekalt ataupun implan tetapi bergantung pada kondisi
sistemik pasien.
 Pasien dengan riwayat dm disarakan mengguanakan gigi tiruan lepasan
namun tetap kontrol dm yang baik.
 Kadar gula yang tinggi dapat meningkatkan koloni bakteri, sehingga
memberikan edukasipasien untuk memelihara kebersihan mulut. Diberi
antibakteri profilaksis agar bakteri tidak menyebar setelah dilakukan
perawtan.
 Pada pasien dm bisa terkena berbagai infkesi, sehingga penyembuhan bisa
terhambat.
 Dapat dilakukan ekstraksi jika riwayat pasien dm terkontrol baik, dapat
diberikan antibiotik profikasi.
 Sebaiknya sebelum dilakukan bedah minor, gula darah terkontrol dengan
indeks glikemik kurang dari 7 %
5. Mengapa perlu dilakukan rujukan pada klinik prostodonsia?
 Karena pasien membutuhkan gigi tiruan, perlu pertimbangan dari
keparahan hiperglikemia, mikrovasuler. Gigi tiruan dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien mengenai mastikasi
 Merujuk pasien ke bidang prostodonsia dimaksudkan untuk
mengembalikan struktur rahang dan penyusun gigi, mencegah kerusakan
gigi, estetik, memperbaiki fungsi pengunyahan dan pengecapan.
Memperbaiki diastema yang kemungkinan dapat menyebabkan maloklusi
karena pada beberapa pasien abses biasanya terjadi diastema diantara
giginya. Ketika sudah diekstraksi akan mengganggu dan terdorong yg
menyebakan fungsi kunyah terganggu. Komplikasi apabila tidak diganti
akan berpengaruh pada TMJ, beban kunyah, mengalami dislokasi TMJ.
Perujukan juga dimaksudkan apabila pasien ingin membuatkan protesa
gigi tiruan apabila ada gigi-gigi pasien yang diekstraksi selama perawatan
abses.

 Dilakukan gigi tiruan sebagian, pembuatan close methode, gigi tiruan


cekat hanya dapat dibuat pada daerah sisi distal yg dijadikan patokan, gigi
tiruan lepasan.
2.5 Step 4 Peta Konsep (Mind Mapping)

Pasien datang

Pemeriksaan

Subjektif Objektif Penunjang

Diagnosa Riwayat Sistemik

Kasus

Emergency Non Emergency Kasus dapat di


tangguhkan

Prognosis

Rencana Perawatan
2.6 Step 5 Menentukan Tujuan Belajar (Learning Object)
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami langkah-langkah pemeriksaan
subjektif, objektif, dan penunjang sesuai kasus.
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan prognosis kasus sesuai
skenario
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan faktor sistemik terhadap
rencana perawatan
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan klinik bedah
mulut dan prostodonsia

2.7 Step 6 Belajar Mandiri (Self Study)

2.8 Step 7 Pembahasan Tujuan Belajar ( Pembahasan Learning Object)

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami langkah-langkah pemeriksaan


subjektif, objektif, dan penunjang sesuai kasus.
1) Pemeriksaan subjektif (anamnesis)
Anamnesis adalah suatu usaha untuk menggali berbagai data yang terkait
dengan penyakit yang dikeluhkan pasien yang menjadi alasan pasien datang
berobat. Dalam bahasa Inggris disebut sebagai history taking, artinya
wawancara untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit. Anamnesis ini bisa
diambil dari pasien sendiri disebut sebagai auto anamnesis, atau bila diambil
dari orang lain disebut allo anamnesis. Anamnesis ini merupakan bagian yang
sangat penting dalam proses penegakan diagnosis lesi rongga mulut. Pada
sebagian besar penyakit, sekitar 80% diagnosis dapat ditegakkan hanya dari
anamnesis yang akurat dan benar. Anamnesis yang baik memerlukan
keterampilan khusus dari dokternya, dan diperlukan ilmu pengetahuan yang
memadai. Selain itu diperlukan pula kerjasama yang baik dari pasien agar
dokter dapat memperoleh informasi yang benar. Bila informasi yang didapat
salah, akan mengarah ke diagnosis yang salah pula. Anamnesis yang baik
sudah dapat menghasilkan dugaan-dugaan sebelum pemeriksaan klinis
dilakukan.
Dalam melakukan anamnesis, pada mulanya dokter akan memberikan
pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memberikan
kesempatan pada pasien untuk menceritakan keluhan dan masalah
kesehatannya, sesuai dengan hal-hal yang dianggap penting oleh pasien.
Berdasarkan keluhan yang dikemukakan pasien tersebut, dokter akan
melanjutkan dengan berbagai tipe pertanyaan, untuk lebih mendalami keluhan
yang disampaikan pasien, sehingga diperoleh data yang lengkap dan akurat.
Penting diingat, bahwa pertanyaan yang diajukan haruslah relevan, artinya
pertanyaan yang diajukan memangdiperlukan untuk kepentingan penegakan
diagnosis, menggali faktor etiologi, faktor predisposisi dan atau pencetus,
menentukan prognosis serta rencana perawatan yang akan dilakukan.
Teknik bertanya dan pemilihan kata harus diperhatikan, pilihlah kata-kata
yang mudah dipahami pasien, jangan menggunakan istilah medis yang tidak
dipahami pasien. Hindari kalimat yang baku dan kaku, bertanyalah dengan
menunjukkan sikap simpati dan empati, dan jangan terkesan seperti sedang
menginterogasi. Ciptakan kedekatan emosi dengan pasien, sehingga pasien
merasa nyaman dan mau terbuka dan jujur dalam memberikan informasi
tentang penyakitnya
Komponen anamnesis
a. Identitas pasien
Sebelum masuk ke tahap anamnesis penyakit pasien, perlu dilakukan
pengambilan data identitas pasien meliputi: nama, umur, jenis
kelamin, etnik, pekerjaan, tempat tinggal dll. Identitas pasien dicatat
bukan hanya sebagai identitas untuk keperluan Rekam Medik, tapi
juga menjadi bagian data yang harus menjadi pertimbangan dalam
menegakan diagnosis penyakit dan menentukan rencana perawatan.
Beberapa penyakit; onset, insidensi ataupun prevalensinya cenderung
terjadi pada usia, jenis kelamin, atau etnik tertentu. Dapat juga
penyakit tersebut berkaitan dengan pekerjaan atau lingkungan tempat
tinggal pasien.
b. Keluhan utama (chief complaint/CC)
adalah keluhan yang menjadi alasan penderita mencari pertolongan
pengobatan. Chief Complaint harus ditulis dalam bahasa pasien.
c. Riwayat perjalanan penyakit (Present Ilness/PI)
merupakan informasi mengenai seluruh materi yang relevan dengan
keluhan utama pasien mulai dari awal sampai dengan penderita datang
ke dokter gigi.
Contoh pertanyaan yang diajukan dalam present illness :
- sejak kapan mulai munculnya/dirasakan/disadari?
- apa yang dirasakan pertamakali
- Apakah didahului simptom prodromal, baik lokal maupun
sistemik
- Kronologis terjadinya lesi - Awal muncul lesi terasa sakit/tidak?
- Apakah lesi makin bertambah banyak / luas / sakit?
- Apakah hilang timbul atau persisten?
- Sudah pernah diobati? Tindakan / obat yang dipakai?
- Adakah lesi yang sama dibagian tubuh lain?
- Apakah sudah pernah dialami sebelumnya? Jika sudah, kapan
pertamakali? sembuh sendiri atau diobati? berapa lama
sembuhnya? lokasi ditempat yang sama atau berpindahpindah?
- Adakah keluarga mengalami hal serupa
- Faktor pemicu/predisposisi, misal : trauma, stress, kelelahan,
gangguan pencernaan, obat-obatan, alergi, penyakit-penyakit
tertentu, dsb
d. Riwayat medis (past medical history/pmh)
berisi riwayat penyakit sistemik yang pernah atau sedang diderita oleh
pasien
e. Riwayat dental (Past Dental History/PDH)
merupakan ringkasan dari riwayat penyakit gigi dan mulut yang
pernah diderita dan perawatan yang pernah dilakukan. Kebiasaan
buruk yang mempengaruhi kondisi rongga mulut dan perilaku
menjaga higiene oral. Informasi ini berperan dalam penentuan rencana
perawatan
f. Riwayat keluarga (Family History/FH)
merupakan ringkasan riwayat penyakit keluarga untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan herediter.
g. Riwayat sosial(Social History/SH)
berisi tentang riwayat kehidupan sosial ekonomi dan gaya hidup
pasien. Hal ini penting tidak hanya untuk mengetahui kemungkinan
peran dalam munculnya penyakit, tapi juga dalam menetukan
langkah / rencana perawatan yang akan dilakukan.
2) Pemeriksaan Objektif
a) Keadaan umum pasien
Pada bagian ini operator menanyakan keadaan pasien, yang
meliputi golongan darah, ada atau tidaknya penyakit yang diderita,
Riwayat alergi. Dalam pengumpulan data operator juga emmeriksa
tekanan darah, denyut nadi, suhu badan, pernafasan, tinggi badan dan
berat badan pasien. (Emi & Deru, 2018)
b) Pemeriksaan Intra Oral
- Pemeriksaan Intra oral Jaringan Lunak dan Jaringan
Periodontal
Pemeriksaan intraoral yang sistematik harus dilakukan
untuk memastikan bahwa tidak ada daerah di mulut yang
terlewati meliputi gigi-geligi dan mukosa rongga mulut. Bagian
dalam bibir, palatum keras dan lunak, mukosa bukal, mukosa
dasar mulut, dan tepi dorsal serta lateral lidah juga diperiksa.
Pemeriksaan gigi-geligi harus dicatat dan dievaluasi mengenai
kondisi gigi sehat, karies, tumpatan, gigi goyang, sisa akar,
kelainan periodontal serta kondisi mukosa.
1) Pemeriksaan Jaringan Periodontal
 Warna Gingiva
Warna Gingiva normal umumnya berwarna merah jambu
(coral pink) Hal ini disebabkan oleh adanya pasokan
darah, tebal dan derajat lapisan keratin epitelium serta sel-
sel pigmen. Gingiva berwana kemerahan menunjukkan
adanya keradangan hal ini disebabkan karena vaskularisasi
meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami
reduksi atau menghilang. Sedangkan perubahan warna
gingiva menjadi pucat disebabkan keratinisasi mengalami
reduksi.
 Pembesaran
Pembesaran pada gigiva dilakukan dengan cara
mengeringkan area yang akan diperiksa lalu diberikan
penyinaran lampu dan selanjutnya diperiksa secara visual.
Pemeriksan dapat dilakukan dengan cara membandingkan
dengan gigi sebelahnya. Adanya fluktuasi menandakan
bahwa terdapat abses
 Supurasi
Untuk melihat apakah adanys supurasi atu tidak maka
dilakukan pemeriksaan dengan cara dilakukan penekanan
pada gingiva. Palpasi gingiva marginal dengan
menggunakan jari, pada saat dilakukan palpasi dengan
cara mendorong secara koronal ke arah margin gingiva
dapat menekan eksudat putih kekuningan dari celah
gingiva
 Resesi Gingiva
Adanya resesi gingiva ditandai dengan penurunan gingiva
dari CEJ ke arah apikal yang menyebabkan tereksposnya
akar gigi. Pemeriksaan resesi gingiva dapat dilakukan
menggunakan probe dan secara visual.
 Kegoyangan
Kegoyangan gigi dapat digunakan untuk menentukan
apakah perlekatan periodontal terganggu. Berman dan
Rotstei telah menyarankan beberapa kemungkinan alasan
untuk mobilitas gigi. Diantaranya adalah semua jenis
trauma, penyakit periodontal, akar fraktur, atau perluasan
penyakit pulpa yang telah meluas ke ligamen periodontal.
Jika faktor penyebab dapat diperbaiki, mobilitas dapat
meningkatkan. Untuk melakukan tes mobilitas, gunakan
ujung datar dari dua instrumen seperti cermin pegangan
atau perio-probe dan tempatkan salah satu ujungnya pada
permukaan bukal sementara yang lain di lingual.
2) Pemeriksaan Mukosa mulut
 Mukosa pipi kanan kiri, mukosa labial atas dan bawah
serta bucal fold atas dan bawah. Pemeriksaan dilakukan
dengan menarik pipi dan bibi, akan terlihat muko labial,
dialnjutkan dengan memeriksa mukosa bucal dan buka
fold, dilihat apakah ada pembengkakan atau perubahan
lain.
 Gingiva rahang atas dan bawah. Pemeriksaan dilakukan
dengan melihat warna, ukuran, konsistensi dan bentuk
gingiva.
 Pemeriksaan lidah. Untuk memeriksa lidah, anak diminta
menjulurkan lidahnya ke depan. Periksa ukuran, bentuk,
warna dan pergerakannya. Permukaan lidah anak
umumnya licin, halus dan papila filiformis relatif pendek.
 Pemeriksaan palatum yang bertujuan untuk melihat
langsung bentuk, warna dan lesi pada jaringan lunak dan
keras palatum, kepala pasien direbahkan ke belakang.
Pembengkakan, kelainan bentuk dan konsistensinya dapat
diketahui dengan palpasi.
- Pemeriksaan Intra oral Jaringan Keras
Sama seperti pada scenario pertama, untuk pemeriksaan
jaringan keras adalah:
 Perkusi
Hal yang perlu diperhatikan dan dicatat dalam
pemeriksaan perkusi adalah: nyeri terhadap pukulan
(tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan
nyaring/solid metalic)

Perkusi  dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat


tetapi tidak keras dengan menggunakan ujung jari,
kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain
menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga sering
dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen.
Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias
dan membingungkan penegakan diagnosa. Cara lain untuk
memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah
arah pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-
oklusal ke permukaan bukal atau horisontal-bukolingual
mahkota.

 Sondasi
Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde
dengan cara menggerakkan sonde pada area oklusal atau
insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau
tidak. Nyeri yang diakibatkan sondasi pada gigi
menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa.
 Probing
Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan
periodontal dengan menggunakan alat berupa probe. Cara
yang dilakukan dengan memasukan probe ke
dalam attached gingiva, kemudian mengukur kedalaman
poket periodontal dari gigi pasien yang sakit
 Tes mobilitas – depresibilitas
Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas
apparatus-aparatus pengikat di sekeliling gigi, mengetahui
apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya.
Tes mobilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke
arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau
tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan
kondisi periodonsium, makin besar gerakannya, makin
jelek status periodontalnya. Hasil tes mobilitas dapat
berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan. 
 Tes vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui apakah suatu gigi masih bisa
dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat
pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller
dan tes elektris.
c) Pemeriksaan Ekstra Oral
Kemampuan untuk melakukan suatu pemeriksaan fisik yang teliti
dari struktur superfisial kepala, leher dan rongga mulut sangatlah
penting bagi semua dokter gigi dan setiap praktisi yang terlibat dalam
menegakkan diagnosis dan melakukan perawatan pada gigi dan mulut.
Selama pemeriksaan rutin kepala leher, tidak dilakukan upaya untuk
mengidentifikasikan setiap struktur, tetapi kemampuan untuk
mengenali semua struktur tersebut merupakan dasar untuk melakukan
pemeriksaan fisik dari daerah ini. Asimetri, pembengkakan, perubahan
warna, dan perubahan tekstur.
Pemeriksaan ekstra oral dimulai dari palpasis pada leher dengan
pemeriksaan limfadenopati. Semua nodus submental, submandibular,
aurikular posterior, dan servikal harus dipalpasi bergantian. Vertebra
servikalis harus dipalpasi dan gerak leher harus diperiksa dalam
gerakan lateral dan rotasi. Kelenjar saliva parotis harus dipalpasi dan
segala pembesaran atau pelunakan. Dalam pembesaran parotis yang
sebenarnya ada defleksi ke arah luar dari bagian bawah lobus telinga,
pendeteksi terbaik adalah melihat seluruh wajah. Kondile mandibula
harus dipalpasi dan pasien diminta untuk menggerakkan rahang dalam
jangkauan penuh, termasuk membuka mulut secara maksimal dan
melakukan gerakan lateral. Setiap pembatasan gerak atau nyeri harus
dicatat. Otot-otot temporalis dan maseter harus dipalpasi dengan rahang
dalam keadaan tertutup dan mengunyah. Ini untuk menentukan tempat
yang terasa sakit.
- Pemeriksaan wajah
 Asimetri / simetri
 Pucat, terlihat dari konjungtiva atau kulitnya pada pasien
anemia
 Rash (bercak-bercak merah)
 Kemerahan, terlihat pada pasien yang demam karena infeksi
- Pemeriksaan leher
Pada leher pasien tampang pembengkakan atau sinus, hal ini
harus dilakukan palpasi pada kelenjar limfe, saliva, dan thyroid
untuk mendapatkan pembengkakan atau rasa tidak nyaman
(sakit). Pemeriksaan leher dapat dilakukan didepan, untuk
melihat adanya asimetri, pembengkakan, kemudian dilanjutkan
pemeriksaan dengan berdiri di belakang pasien untuk
melakukan palpasi pada kelenjar limfe.
3) Periksaan Klinik Prostodonsia
1. Vestibulum
Dalam atau dangkalnya vestibulum mempengaruhi retensi dan stabilitas
gigitiruan. Pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan kaca mulut
nomor 3, dengan kriteria sebagai berikut :
a. Dalam : bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya, retensi dan
stabilitas baik.
b. Dangkal : bila kaca mulut terbenam kurang dari setengahnya, retensi
dan stabilitas kurang.
Pemeriksaan regio posterior dilakukan pada vestibulum bukalis sedangkan
regio anterior yaitu pada vestibulum labialis. Keadaan dari vestibulum ini
penting untuk kepentingan retensi gigitiruan.
2. Frenulum
Pemeriksaan frenulum meliputi tinggi rendahnya frenulum dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Tinggi, bila perlekatannya hampir sampai ke residual ridge, keadaan
ini dapat mengganggu retensi gigitiruan.
b. Rendah, bila perlekatannya dekat dengan sulcus vestibularis.
Frenulum ini penting diperhatikan untuk mengetahui batas pinggiran
landasan gigitiruan, bila akan dilakukan perluasan landasan. Perluasan
landasan penting untuk mencapai kemantapan gigitiruan lengkap.
3. Bentuk ridge
Ridge alveolar harus diinspeksi dan dipalpasi. Tonjolan tulang yang tajam
akan terasa sakit saat dipalpasi. Bentuk-bentuk ridge alveolar, yaitu ovoid,
square, tapering, dan flat.
4. Retromylohyoid
Pemeriksaan retromylohyoid dliakukan dengan mengecek dengan kaca
mulut nomor 3 pada daerah lingual di sekitar gigi M2 dan M3 tanpa ditekan
dan minta pasien untuk sedikit megangkat lidah. Bila mudah terangkat maka
retromylohyoid dangkal sehingga mengurangi retensi.
5. Bentuk dalam palatum
Bentuk dalam palatum perlu diperhatikan untuk retensi dan stabilisasi
gigitiruan yang akan dikerjakan. Bentuk palatum ovoid/square, retensinya
lebih baik dan mampu berthan karena tekanan fungsional. Bentuk palatum
tapering lebih curam sehingga memungkinkan gigitiruan bergeser dan sakit
saat pemasangan. Sedangkan bentuk palatum flat tidak dapat menahan
gerakan lateral pada pergerakan antero-posterior gigitiruan.
6. Torus palatinus
Torus palatinus adalah pembesaran tulang yang ditemukan pada daerah
garis tengah palatum. Pemeriksaan torus palatinus dapat dilakukan dengan
melihat keberadaan dan ukurannya (kecil, besar, flat, multiple). Hal ini
dilakukan untuk pertimbangan tindakan bedah untuk stabilisasi dan retensi
gigitiruan.
7. Tuber maksila
Tuberositas maksila adalah tonjolan di belakang gigi M3 RA. Pemeriksaan
tuber dilakukan dengan menggunakan kaca mulut nomor 3 yang diletakkan
tegak lurus pada bagian vestibulum.
a. Tuber besar, jika kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya.
b. Tuber kecil, jika kaca mulut terbenam kurang dari setengahnya.
8. Torus mandibularis
Torus mandibularis adalah pembesaran tulang yang ditemukan pada daerah
lingual antara gigi P1-P2 mandibula. Pemeriksaan torus mandibula dapat
dilakukan dengan melihat keberadaan dan ukurannya (kecil dan besar). Hal
ini dilakukan untuk pertimbangan tindakan bedah untuk stabilisasi dan
retensi gigitiruan.
9. Eksostosis
Eksostosis merupakan penonjolan tulang yang tajam pada processus
alveolaris yang menyebabkna rasa sakit pada penekanan atau pemakaian
gigitiruan. Eksostosis dicatat lokasinya. Pencatatan ini dilakukan untuk
mempertimbangkan perlu tidaknya dilakukan pembedahan sebelum
pembuatan gigitiruan.
4) Pemeriksaan Penunjang
- Radiologi
Pemeriksaan pemeriksaan penunjang penunjang foto panoramic,
periapical, oklusal terlihat terlihat adanya gambaran gambaran radiolusen
berbatas tak jelas pada daerah apikal gigi yang telibat, dalam skenario
gigi 23, 24

Gambar 1. Radiographic panoramik


- CBCT
Cone beam computed tomography (CBCT) telah diperkenalkan secara
khusus untuk aplikasi dalam bidang kedokteran gigi. Selain penggunaan
teknologi CBCT dalam pencitraan dentomaxillofacial, CBCT memiliki
keuntungan potensial dibandingkan dengan computed tomography biasa,
seperti pengurangan dosis efektif dan artefak yang lebih sedikit. Jika
menggunakan CBCT maka akan terlihat lesi pada daerah apical
(Agacayak, 2013).

Gambar 2. Ukuran ;esi apical menggunakan CBCT


- Pemeriksaan mikrobiologi
Untuk pemeriksaan bakteriologis, sampel nanah dikumpulkan
dengan aspirasi dari situs abses dengan jarum 16-gauge dan spuit sekali
pakai atau digosok dengan lembut dengan tongkat swab dari ruang yang
terlibat (Shah,2016). Sampel yang dikumpulkan segera dipindahkan ke
kaldu tioglikolat yang telah direduksi yang disiapkan dan disterilkan
dalam botol bijou dan kemudian diangkut ke laboratorium mikrobiologi
klinis untuk pewarnaan gram, kultur bakteri, dan sensitivitas antimikroba.
Sebagian dari sampel yang dikumpulkan dalam botol bijou diinkubasi
pada dua piring kultur dasar Brucella Agar dengan 5% darah domba.
Salah satu cawan kultur diinkubasi pada suhu 37oC dalam inkubator di
bawah lingkungan aerob. Pelat kultur kedua diinkubasi dalam tabung
anaerobik (Bahl,2014)

2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan prognosis kasus


sesuai skenario
a. Prognosis Kasus Abses
Prognosis Absen Fossa Canina : Baik, dikarenakan abses terjadi dalam waktu
yang tidak lama dan pasien segera memeriksakan pada dokter. Kemudian abses
berada di tahap akut sehingga jika dilakukan penanganan yang cepat maka
kemungkinan terjadi infeksi kecil atau ringan
b. Prognosis Kasus Gangren
Prognosis kasus gangren : Buruk. Gigi 25 dan 26 yang merupakan sisa akar
termasuk ke dalam Hopeless Prognosis. Hal ini sesuai dengan cirinya yang
meliputi adanya kehilangan tulang yang cepat, daerah yang tidak dapat dilakukan
pemeliharaan, terdapat factor sistemik yakni penyakit diabetes melitus. Prognosis
ini memberi gambaran yang sangat buruk sehingga ekstraksi harus dilakukan
sesegera mungkin
c. Prognosis Kasus Sisa Akar
Gigi 25, 26 yang hanya tinggal sisa akar tersebut termasuk dalam hopeless
prognosis. Hal ini dikarenakan gigi sudah tidak dapat dipertahankan lagi dan
hanya tinggal sisa akar, sehingga harus segera mungkin dicabut. Sesuai juga
dengan ciri dari hopeless prognosis yaitu daerahnya tidak dapat dilakukan
pemeliharaan, indikasi pencabutan dan terdapat faktor sistemik atau lingkungan
yang tidak terkontrol.
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan faktor sistemik
terhadap rencana perawatan
1. Faktor sistemik yang mempengaruhi perawatan di BM dan Prostodontia
Perawatan prostodonsia merupakan salah satu perawatan di kedokteran
gigi yang terdiri dari pembuatan prostesan dan rehabilitasi. Perawatan
prostodonsia biasanya dihubungkan dengan pembuatan gigi tiruan yang bertujuan
untuk memperbaiki fungsi pengunyahan, estetika, fonetik dan melindungi jaringan
sekitar. Ada beberapa jenis gigi tiruan yang dapat digunakan, namun tiap-tiap
jenis gigi tiruan mempunyai indikasi serta kontraindikasinya masing-masing,
sehingga penggunaannya tergantung pada beberapa pertimbangan, seperti
kelainan sistemik, derajad kehilangan gigi, keuangan, sosial budaya, dan tingkat
pendidikan penderita. Pada pasien yang memiliki kelainan sistemik diabetes
melitus memiliki resiko kehilangan gigi yang tinggi dibandingkan dengan orang
yang sehat, oleh karena itu pada penderita diabetes melitus membutuhkan gigi
tiruan yang sesuai dengan penderita diabetes melitus. Sehingga dengan adanya
gigi tiruan tersebut akan memperbaiki kualitas hidupnya yaitu dengan
memperbaiki fungsi mastikasi.
Kunci sukses penanganan penderita diabetes melitus pada perawatan prostodonsia
adalah sebagai berikut:
a) Riwayat Kesehatan Pasien
Pada kunjungan pertama kali, dokter gigi seharusnya melakukan
pemeriksaan dan anamnesa yang tepat. Doketr gigi harus mampu menggali
riawayat medis penderita diabetes mellitus. Ini digunakan untuk menelusuri
riwayat fluktuasi kadar glukosa darah, kontrol glikemik, frekuensi episode
hipoglikemia, perawatan yang diberikan, dosis obat, dan lamanya
perawatan. Selain itu, juga menggali riwayat kesehatan dan perawatan gigi
dan mulut serta komplikasi yang pernah terjadi.
b) Menetapkan tingkat kontrol glikemik
Dokter gigi seharusnya mempunyai glukometer sebagai alat skrening untuk
melihat kadar glukosa sebelum dilakukan perawatan, sehingga dokter gigi
mengetahui kadar glukosa terkini. Apabila kadar glukosa menunjukkan
lebih dari normal, penderita dapat dikonsulkan ke internist untuk
mendapatkan persetujuan dapat dilakukan perawatan di prostodonsia atau
tidak. Selain itu, pasien dianjurkan untuk membawa hasil pemeriksaan
laboratorium terbaru.
c) Pengurangan stress
Penderita diabetes mellitus seringkali merasa cemas akan keadaan rongga
mulutnya, dimana terjadi luksasi gigi yang berhubungan dengan
periodontitis dan hiperglikemia, xerostomia dan sensasi mulut terbakar.
Dokter gigi harus mampu mengurangi kecemasan dan nyeri yang dirasakan
oleh penderita.
d) Menginstruksikan Kebersihan mulut
Dokter gigi harus menginstruksikan penderita diabetes mellitus untuk
menjaga kebersihan rongga mulut dan gigi tiruan mereka secara rutin.
Penderita diabetes mellitus mempunyai kecenderungan mempunyai
kebersihan rongga mulut yang buruk berhubungan dengan keadaan
hiperglikemia, xerostomia dan gigi tiruan.
e) Perawatan gigi tiruan
Setelah pembuatan gigi tiruan, dokter gigi harus mengajarkan dan
memotivasi pasien untuk menjaga kebersihan mulut secara adekuat dan
melakukan kontrol untuk mencega infeksi kronik denture stomatitis
f) Evaluasi radiografi
Sebelum mendapatkan perawatan prostodonsia, penderita harus dilakukan
pemeriksaan intraoral dan radiografi untuk melihat keadaan rongga mulut
dan penyakit rongga mulut yang kemungkinan menjadi penyulit perawatan
prostodonsia. Dokter gigi harus melakukan perawatan atau rujukan ke
dokter gigi ahli sebelum pembuatan dan pemasangan gigi tiruan
g) Waktu Perawatan
Waktu perawatan terbaik adalah pada pagi hari, akan tetapi lebih baik
perawatan dilakukan sebelum atau sesudah periode aktif puncak insulin
h) Pemilihan gigi tiruan
Dokter gigi harus melakukan pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh
tentang kondisi rongga mulut dan sistemiknya. Hal ini digunakan untuk
menentukan bahan, jenis dan design gigi tiruan yang akan digunakan
i) Konsultasi diet
Dokter gigi harus mengkonsultasikan pasiennya ke ahli gizi untuk mengatur
diet dan memberikan instruksi untuk mengubah dan menjaga pola
makannya.
2. Faktor sistemik yang mempengaruhi perawatan di BM
1) Salah satu akibat dari tingginya kadar gula darah pada pasien menyebabkan
proses penyembuhan luka pada jaringan lunak paska pencabutan menjadi
lebih lama dan lebih rentan mengalami infeksi (Himammi, A, 2021).
2) Terdapat beberapa point yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
tindakan ekstraksi pastikan pasien sudah mengkonsumsi obat antidiabetes,
pastikan kondisi badan pasien dalam keadaan sehat, pastikan gula darah
pasien dalam keadaan normal yaitu 70-150 mg/dl (Vitria, 2011).
3) Pada pasien DM yang tidak terkontrol, seringkali mengalami infeksi berat di
daerah oromaksilofasial, serta penyakit sistemik lainnya, dan perawatan gigi
pada pasien tersebut membutuhkan pengobatan jangka panjang serta diet
yang terkontrol. Penggunaan antibiotik sangat dibutuhkan untuk perawatan
gigi pada pasien DM khususnya jika tidak terkontrol. Antibiotik ini
digunakan baik untuk mengatasi infeksi akut maupun untuk tindakan
profilaktik pada saat akan dilakukan tindakan bedah.
4) Waktu perjanjian untuk pasien DM ditentukan oleh rejimen obat
antidiabetik yang digunakan. Pasien DM sebaiknya menerima perawatan
gigi di pagi hari, baik sebelum atau setelah periode puncak aktivitas insulin.
Hal ini akan mengurangi risiko perioperatif reaksi hipoglikemik, yang
terjadi paling sering selama aktivitas puncak insulin (Vitria, 2011). Untuk
mencegah terjadinya reaksi hipoglikemia (syok insulin), proses pencabutan
gigi atau tindakan bedah mulut lainnya dilakukan pada pagi hari satu sampai
satu setengah jam setelah sarapan pagi. Hal ini dikarenakan reaksi dari
insulin akan meningkat pada sore hari (Payung, H, 2015).
5) Epinefrin endogen dan kortisol dapat meningkatkan stess sehingga dapat
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena itu perlu adanya
kontrol stress. Kadar epinefrin 1:100.000 dalam obat anastesi lokal tidak
memberikan efek yang bermakna dan jika pasien merasa cemas dapat
diberikan sedasi. Namun pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi
hipertensi dan penyakit jantung pemberian epinefrin tidak boleh lebih dari 2
ampul yang berisi 1:100.000 (Vitria, 2011).
6) Sebelum perawatan dimulai pasien dapat mengecek kadar gula darahnya.
Jika kadar gula darahnya lebih rendah dari normal, maka pasien dianjurkan
untuk mengkonsumsi sedikit karbohidrat sebelum perawatan untuk
menghindari terjadinya hipoglikemia.
7) Kegawatdaruratan DM yang paling umum terjadi adaah adanya
hipoglikemia yang memiliki gekala kebingungan, berkeringat, tremor,
agitasi, gelisah, pusing, kesemutan, takikardia dan bila hipoglikemia berat
dapat menyebabkan kejang dan kehilangan kesadaran. Bila hal ini terjadi,
hentikan semua prosedur perawatan, lalu periksa gula darah menggunakan
glukometer (Thalib, B., & Rukma, B., 2015).
8) Seorang klinisi harus mengetahui nilai haemoglobin yang terikat dengan
glukosa (HbA1C). Uji ini akan memberikan gambaran mengenai kadar
glukosa selama 2-3 bulan. Jika nilainya kurang dari 8% menunjukkan kadar
glukosa secara relatif terkontrol baik. Jika nilai HbA1 C lebih besar dari 10%
menunjukkan kadar gula darah tidak terkontrol (Vitria, 2011).
9) Diagram pengambilan keputusan perawatan kedokteran gigi pada pasien
diabetes berdasarkan nilai glukosa darah di Glukometer yaitu 200 mg/dl
berarti tunda perawatan elektif dan berikan insulin atau hipoglikemik atau
segera konsul ke dokter.
Diabetes melitus perlu dibedakan dalam 3 golongan, yaitu
 Golongan risiko rendah (KGD < 200 mg/dl), dengan tindakan
perawatan gigi: Restorasi dan rehabilitasi serta tindakan bedah.
 Golongan kedua yaitu risiko sedang (KGD 200 - 300 mg/dl) dengan
tindakan perawatan gigi: Regulasi KGD dan restorasi dan rehabilitasi,
serta tindakan bedah.
 Golongan ketiga, risiko tinggi (KGD > 300 mg/dl ) dengan tindakan
perawatan gigi: Regulasi KGD, restorasi dan rehabilitasi, serta
tindakan bedah

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan klinik


bedah mulut dan prostodonsia
1. Pembagian Kasus
Sistem Klasifikasi Gigi - Sistem yang menetapkan prioritas perawatan gigi
berdasarkan kondisi gigi yang didiagnosis oleh dokter gigi institusional dan
ditetapkan sebagai rencana perawatan gigi total (Pratt, 2019).
- Prioritas 1 (Perawatan Darurat)
Kondisi darurat gigi mencakup semua kondisi gigi yang memerlukan
evaluasi dan perawatan segera untuk mencegah kematian, cacat parah atau
permanen. Pasien yang membutuhkan perawatan untuk keadaan darurat gigi
harus segera diperiksa. Perawatan dilakukan dalam 1 hari
 1A: Perawatan dalam satu hari kalender.
Pasien dengan kondisi gigi yang tiba-tiba muncul atau dalam
keadaan sakit / nyeri parah, yang mencegah mereka melakukan
aktivitas penting dalam kehidupan sehari-hari.
 1B: Perawatan dalam waktu 30 hari kalender.
Pasien yang membutuhkan perawatan untuk kondisi jaringan
keras atau lunak sub-akut yang cenderung menjadi akut tanpa
intervensi dini.
 1C: Perawatan dalam 60 hari kalender.
Pasien yang membutuhkan perawatan dini untuk patologi
jaringan keras atau lunak yang tidak biasa
Contoh yang termasuk dalam prioritas 1 termasuk, namun tidak terbatas
pada:
a. Perdarahan tidak terkontrol pascaoperasi.
b. Pembengkakan wajah yang bersifat mengancam jiwa atau
menyebabkan deformitas wajah.
c. Fraktur mandibula, maksila, atau lengkung zigomatikus.
d. Gigi avulsi.
e. Kondisi yang sangat menyakitkan yang tidak responsif terhadap
penerapan pedoman perawatan gigi.
f. Laserasi intraoral yang membutuhkan penjahitan.
g. Kondisi yang menyebabkan hilangnya jalan napas.
h. Closed-lock / locking atau dislokasi TMJ.
i. Infeksi mulut yang menyebar dengan cepat seperti Ludwig’s
Angina.
j. Pendarahan hebat yang tidak terkontrol atau spontan pada mulut.
- Prioritas 2 (Perawatan Mendesak)
Pasien dengan kondisi gigi yang tiba-tiba muncul atau sakit parah, yang
mencegah mereka melakukan aktivitas penting kehidupan sehari-hari.
Perawatan dilakukan dalam 2 minggu. Seperti kasus :
 Karies lanjut atau patologi periodontal lanjut yang memerlukan
penggunaan agen terapeutik atau paliatif menengah atau bahan
restoratif, debridemen mekanis, atau intervensi bedah.
 Edentulous atau dasarnya edentulous (tanpa gigi posterior dalam
oklusi) membutuhkan gigi tiruan sebagian lengkap dan/atau
lepasan.
 Periodontitis Sedang atau Lanjut yang membutuhkan scaling
dan root planing.
Contohnya termasuk, namun tidak terbatas pada:
a. Fraktur gigi dengan terbukanya pulpa.
b. Kondisi patologis mulut yang dapat sangat membahayakan
kesehatan umum narapidana.
c. Gingivitis Ulseratif Nekrotikans Akut.
d. Nyeri, bengkak, atau perdarahan yang kemungkinan akan tetap
akut atau memburuk tanpa intervensi.
- Prioritas 3 (Perawatan Rutin)
Kondisi yang memerlukan perawatan untuk mengembalikan bentuk dan
fungsi jaringan mulut. Perawatan dilakukann dalam 3 minggu:
a. Karies
b. Gingivitis Ringan hingga Berat
c. Periodontitis Ringan hingga Berat/Lanjutan
d. Profilaksis Rutin
e. Debridement Mulut Penuh
f. Scaling dan Root Planing (SRP)
g. Pemeriksaan oral berkala
h. Perawatan Periodontal
i. Evaluasi Ulang Periodontal
j. Gigi yang tidak dapat direstorasi
k. Pasien edentulous dan edentulous parsial yang membutuhkan
penggantian
l. Alat prostetik yang rusak atau tidak berfungsi jika pasien
memenuhi syarat
m. Endodontik
n. Perawatan fluoride:
 Setiap pasien memiliki akses ke manfaat pencegahan
Fluoride dalam bentuk yang ditentukan oleh dokter gigi.
 Fluorida harus disediakan pada akhir setiap prosedur
pembersihan seperti Profilaksis Rutin atau Debridement
Mulut Penuh atau pada akhir kunjungan Scaling dan Root
Planing terakhir.
o. Augmentasi Ridge, ekstensi vestibular
p. Mahkota Stainless Steel
- Prioritas 4 (Perawatan Pilihan):
a. Resesi gingiva/sensitivitas akar
b. Alat prostetik rusak yang tetap berfungsi
c. Gangguan TMJ
Ketentuan Pengecualian:
a. Prostodontik cekat (termasuk mahkota dan jembatan; mahkota cor,
semua mahkota porselen, porselen yang menyatu dengan mahkota
logam)
b. Pin atau post build core yang dipertahankan
c. Pemanjangan mahkota
d. Ortodontik
e. Pencabutan gigi geraham ketiga tanpa gejala atau impaksi tanpa patologi
f. Perawatan untuk cacat kosmetik
g. Bedah mukogingiva, bedah tulang alveolar, cangkok periodontal
h. Implan
i. Pemutihan/pemutihan gigi
2. Abses
Abses fossa canina merupakan abses odontology. Perawatan abses
odontology akut dapat dilakukan secara local atau sistemik. Perawatan local
meliputi : irigasi, aspirasi, insisi dan drainase. Sedangkan perawatan sistemik
terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotic dan terapi
pendukung. Insisi untuk drainase dilakukan secara intraoral pada lipatan
mukobukal (parallel dengan tulang alveolar pada region caninus. Anestesi
dilakukan ekstraoral didekat foramen infraorbital. Suatu hemostat kemudian
dimasukkan sedalam mungkin pada akumulasi pus sampai bersentuhan dengan
tulang. Sementara itu jari telunjuk tangan satunya melakukan palpasi di marginal
infraorbital. Lalu rubber drain ditempatkan dan dijahit pada mukosa untuk
menstabilkannya (Fragiskos, 2007). Apabila memungkinkan sebaiknya pemilihan
obat didasarkan pada hasil smear atau pewarnaan garam, kultur, dan tes
sensitivitas. Antibiotik yang dipilih diresepkan dengan dosis yang adekuat dan
jangka waktu yang lama. Selain operasi, pasien diberi antibiotik dan antinflamasi
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari infeksi inflamasi ke dalam jaringan
lunak dan untuk mencegah kerusakan lanjutan sebagai akibat dari edema. Pasien
diberi 1 mg amoksilin atau asam klavunat dan 0,5 mg metronidazole, baik
intravena 3 x 1 hari, pasien juga diberi 75 mg natrium diklofenak intravena 3 x 1
hari untuk mencegah pembengkakan. Terapi intravena dipertahankan selama 1
minggu. Rongga abses dibilas hamper setiap hari. Penisilin adalah jenis antibiotic
yang paling sering digunakan untuk infeksi odontogen, baik yang alami maupun
semisintesis. Antibiotik ini mempunyai aktifitas bakteriosid yang luas dan bekerja
dengan cara mengganggu pembentukan dan keutuhan dindind sel bakteri.
3. Gangren Radic
Gigi dengan kondisi mengalami gangren radiks maupun sisa akar
sebaiknya dilakukan medikasi terlebih dahulu, karena jaringan pulpa yang mati
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme dan dapat
menginfeksi jaringan periapikal serta menyebabkan infeksi atau lesi periapikal
seperti periapical granuloma maupun kista radikuler.
Setelah dilakukan perawatan medikasi, baru dilakukanlah pencabutan atau
ekstraksi. Ekstraksi gigi yang ideal adalah pencabutan suatu gigi maupun akar
tanpa menimbulkan rasa sakit dan dengan trauma seminimal mungkin pada
jaringan penyangga. Sehingga luka bekas pencabutan akar sembuh secara normal
dan tidak menimbulkan masalah prostetik pasca pencabutan. Pada perawatan
pencabutan ini dikarenakan pasien memiliki riwayat penyakit sistemik diabetes
melitus, dokter gigi juga harus berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit
dalam untuk mengontrol kadar glukosa darah pasien sebelum dilakukannya
perawatan pencabutan.
Perawatan berikutnya adalah perawatan rehabilitatif, yaitu merujuk pasien
ke dokter gigi spesialis prostodonsia untuk dibuatkan gigi tiruan. Pemasangan
gigi tiruan ini sangat penting untuk mengembalikan fungsi mastikasi serta dapat
meningkatkan kualitas hidup dari pasien itu sendiri. Pada penderita diabetes, gigi
tiruan yang cocok adalah gigi tiruan sebagian lepasan atau GTSL karena mudah
dibuka pasang, sehingga memberi kesempatan jaringan rongga mulut untuk
istirahat dan memperlancar aliran darah.
4. Sisa Akar
Penatalaksanaan gigi dengan kondisi sisa akar harus memperhatikan kemungkinan
terjadi kelainan pada periapikal yang terjadi pada gigi tersebut. Tindakan medis
yang harus dilakukan tergantung dari kelainan periapikal yang ada.
- Medikasi
Gigi dengan kondisi sisa akar yang memiliki kelainan pada
periapikal yang bersifat akut, sebaiknya dilakukan terapi medikasi
terlebih dahulu, ekstraksi gigi yang memiliki abses di daerah
periapikalnya apabila dalam keadaan infeksi akut sebaiknya dihilangkan
dulu infeksinya kemudian dilakukan ekstraksi. Hal tersebut karena
ekstraksi pada stadium infeksi akut tidak hanya dikuatirkan terjadi
penyebaran infeksi tetapi juga kerja anastesi local yang kurang efektif,
sehingga menimbulkan rasa sakit yang menambah penderitaan pasien,
meskipun ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa ekstraksi gigi pada
stadium akut justru akan menyebabkan terjadinya drainase pus dan akan
menyebabkan penyembuhan dini.
- Esktraksi
Penatalaksanaan sisa akar gigi ini tergantung dari pemeriksaan
klinis akar gigi dan jaringan penyangganya. Akar gigi yang masih utuh
dengan jaringan penyangga yang masih baik, masih bisa dirawat. Jaringan
pulpanya dihilangkan, diganti dengan pulpa tiruan, kemudian dibuatkan
mahkota gigi. Akar gigi yang sudah goyah dan jaringan penyangga gigi
yang tidak mungkin dirawat perlu dicabut. Sisa akar gigi dengan ukuran
kecil (kurang dari 1/3 akar gigi) yang terjadi akibat pencabutan gigi tidak
sempurna dapat dibiarkan saja. Untuk sisa akar gigi ukuran lebih dari 1/3
akar gigi akibat pencabutan gigi sebaiknya tetap diambil. Untuk memastikan
ukuran sisa akar gigi, perlu dilakukan pemeriksaan radiologi gigi.
Pencabutan sisa akar gigi umumnya mudah. Gigi sudah mengalami
kerusakan yang parah sehingga jaringan penyangga giginya sudah tidak kuat
lagi. Untuk kasus yng sulit dibutuhkan tindakan bedah ringan.
Gangren radiks biasanya memiliki lesi periapikal yang bersifat
kronis dengan tidak ada gejala ataupun eksaserbasi akut akibat infeksi
sekunder yang mengakibatkan rasa sakit. Beberapa lesi yang sering terjadi
di antaranya adalah granuloma periapical dan kista radicular. Gigi dengan
kondisi sisa akar yang kronis menyebabkan jaringan periapikal rentan
infeksi (gangren radik) karena jaringan pulpa yang mati merupakan media
yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Melalui foramen apikal gigi,
mikroorganisme penyebab infeksi pada jaringan pulpa dapat menjalar ke
jaringan periodontal di sekitar apeks gigi, menyebabkan keradangan atau
infeksi jaringan. Keradangan ini mengakibatkan pembentukan lesi pada
periapikal. Lesi periapikal yang sering terjadi adalah periapikal granuloma
dan juga kista radikular. Selain itu infeksi pada akar gigi mengakibatkan
migrasi bakteri ke organ lain melalui pembuluh darah (fokal infeksi).
Teknik yang digunakan dalam pencabutan gigi dengan kondisi sisa
akar hampir sama dengan pencabutan gigi geligi biasa, hanya pada
pemilihan penggunaan forcep yang berbeda dimana pada gigi dengan
kondisi sisa akar, digunakan forcep yang memiliki beak yang tertutup dan
penggunaan elevator sering kali diterapkan.
Penentuan metode pencabutan gigi sisa akar dengan kelainan
periapikal ditentukan setelah dilakukan diagnostik klinis maupun radiografis
(bila memungkinkan), terdapat dua macam metode pencabutan gigi sisa
akar dengan kelainan periapikal dental granuloma maupun kista radikular dan
pilihan metode yang digunakan tergantung ukuran dan lokasi kista yang
terlibat.
Metode pertama adalah close methode yaitu pencabutan gigi
disertai kuretase pada jaringan periodontal tanpa prosedur pembuatan flap
mukosa, metode ini digunakan bila kelainan periapikal dental granuloma atau
kista radikular ukuranya kecil sehingga biasanya granuloma atau kista
tersebut ikut terambil saat dilakukan pencabutan gigi.
Metode kedua adalah open methode yaitu pencabutan gigi disertai
pengambilan kista dengan prosedur pembuatan flap mukosa dan
pengambilan sebagian tulang yang menutupinya, metode ini digunakan bila
kista radikular yang terlibat cukup besar sehingga diperlukan akses yang cukup
untuk mengambil kista, metode ini diakhiri dengan pengembalian flap dan
penjahitan.
Prosedur pencabutan gigi sisa akar sama seperti prosedur pencabutan
pada gigi biasa hanya setelah pencabutan gigi, alveolus diperiksa secara teliti
dengan cara visual. Kondisi alveolus dan tepi oklusal alveolus, serta
adanya jaringan lunak patologis semuanya harus diperhatikan. Kuret yang
tersedia dalam berbagai konfigurasi merupakan alat yang ideal untuk
memeriksa alveolus. Alat ini digunakan untuk melepaskan keping-keping atau
potongan-potongan tulang, jaringan granulasi dan juga dinding granuloma
maupun kista
5. Prostodontia
Pada umumnya menegemen penderita diabetes mellitus di prostodonsia yaitu
sebagai berikut

1. Riwayat kesehatan umum.


Pada kunjungan pertama kali, dokter gigi seharusnya melakukan pemeriksaan
dan anamnesa yang tepat. Doketr gigi harus mampu menggali riawayat medis
penderita diabetes mellitus. Ini digunakan untuk menelusuri riwayat fluktuasi
kadar glukosa darah, kontrol glikemik, frekuensi episode hipoglikemia,
perawatan yang diberikan, dosis obat, dan lamanya perawatan. Selain itu, juga
menggali riwayat kesehatan dan perawatan gigi dan mulut serta komplikasi
yang pernah terjadi.
2. Check up kadar glukosa darah.
Dokter gigi seharusnya mempunyai glukometer sebagai alat skrening untuk
melihat kadar glukosa sebelum dilakukan perawatan, sehingga dokter gigi
mengetahui kadar glukosa terkini. Apabila kadar glukosa menunjukkan lebih
dari normal, penderita dapat dikonsulkan ke internist untuk mendapatkan
persetujuan dapat dilakukan perawatan di prostodonsia atau tidak. Selain itu,
pasien dianjurkan untuk membawa hasil pemeriksaan laboratorium terbaru.
3. Menegemen stress.
Penderita diabetes mellitus seringkali merasa cemas akan keadaan rongga
mulutnya, dimana terjadi luksasi gigi yang berhubungan dengan periodontitis
dan hiperglikemia, xerostomia dan sensasi mulut terbakar. Dokter gigi harus
mampu mengurangi kecemasan dan nyeri yang dirasakan oleh penderita.
Kecemasan dan nyeri dapat memperparah hiperglikemia oleh karena
pelepasan hormon stress seperti efinefrin dan kortisol.
4. Pemeriksaan intra oral dan radiografi.
Sebelum mendapatkan perawatan prostodonsia, penderita harus dilakukan
pemeriksaan intraoral dan radiografi untuk melihat keadaan rongga mulut dan
penyakit rongga mulut yang kemungkinan menjadi penyulit perawatan
prostodonsia. Dokter gigi harus melakukan perawatan atau rujukan ke dokter
gigi ahli sebelum pembuatan dan pemasangan gigi tiruan.

5. Kebersihan rongga mulut dan gigi tiruan.


Dokter gigi harus menginstruksikan penderita diabetes mellitus untuk
menjaga kebersihan rongga mulut dan gigi tiruan mereka secara rutin.
Penderita diabetes mellitus mempunyai kecenderungan mempunyai
kebersihan rongga mulut yang buruk berhubungan dengan keadaan
hiperglikemia, xerostomia dan gigi tiruan.

6. Kosultasi diet.
Dokter gigi harus mengkonsultasikan pasiennya ke ahli gizi untuk mengatur
diet dan memberikan instruksi untuk mengubah dan menjaga pola makannya.

7. Pemilihan gigi tiruan.


Dokter gigi harus melakukan pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh
tentang kondisi rongga mulut dan sistemiknya. Hal ini digunakan untuk
menentukan bahan, jenis dan design gigi tiruan yang akan digunakan.

Ada banyak gigi tiruan yang dapat dipertimbangkan untuk penderita


diabetes mellitus. Pada prinsipnya semua gigi tiruan dapat disarankan untuk
penderita diabetes mellitus, seperti gigi tiruan lepasan, cekat, overdenture maupun
implant. Akan tetapi, tingkat keberhasilannya ditentukan oleh kontrol glikemik
dan perawatan pendahuluan.
Gigi tiruan lepasan merupakan pilihan utama dan terbaik untuk penderita
diabetes mellitus, karena mudah dibuka pasang, sehingga memberikan
kesempatan jaringan rongga mulut untuk istirahat dan memperlancar aliran darah
serta pasien mudah membersihkan. Dokter gigi harus jeli dan mampu memilih
dukungan dan gigi penyangga gigi tiruan dengan tepat. Hal ini berhubungan
langsung dengan pendistribusian beban kunyah, perlindungan sisa jaringan rongga
mulut dan efektifitas proses pengunyahan. Diharapkan ggi tiruan tidak
menimbulkan masalah baru dan kerusakan jaringan rongga mulut.

Resin akrilik merupakan pilihan utama bahan gigi tiruan, karena bahan ini
mudah dibersihkan dan direparasi. Pembuatan design tergantung area edentulous
dan jaringan pendukunganya. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan yaitu
pembuatan embrasure harus lebar, inter dental harus kontak point, tepi gigi tiruan
tidak menutupi margin gingiva (jaraknya 2-3 mm), dan free gliding occlusion.
Pada pembuatan design gigi tiruan lengkap, basis gigi tiruan dibuat selebar
mungkin dan menutupi jaringan lunak, penyusunan anasir gigi dibuat menyempit
arah buko lingual dan pendek arah mesio distal, harus tepat di puncak alveolar
ridge, dan kemiringan cups harus dikurangi. Hal ini untuk perlindungkan jaringan
rongga mulut, mengurangi resoprsi tulang dan pendistribusian beban kunyah.

Selain itu, pengukuran dimensi vertical dan teknik pencetakan harus tepat.
Pengukuran dimensi vertical yang tidak tepat dapat memicu angular chelitis.
Teknik pencetakan dapat menggunakan teknik double impression. Akan tetapi
perlu dihindari pemakaian wax based material/ pericompound untuk border
molding, the dentist should not use, sebab panas pada saat manipulasinya
menyebabkan iritasi dan injuri jaringan lunak. Selain itu, bahan cetak lebih baik
menggunakan bahan cetak mukostatik karena bahan mukokompresif dapat
menekan jaringan lunak yang berakibat pada penurunan sirkulasi lairan darah dan
iritasi jaringan lunak. Pada saat pencetakan sebaiknya sendok cetak ditutupi
dengan spacer malam.

Guna mengatasi xerostomia, dimana saliva juga ikut berperan dalam


pelembab mukosa, menjaga resiliensi mukosa, dan retensi gigi tiruan, makan
dokter gigi dapat memberikan terapi simptomatik seperti terapi cairan, oral tissue
moisturizer (topical E vitamin, topical lanolin), gel oral rinse, artificial saliva
(mucin, cerboxy-methil- cellulosa). Dokter gigi juga harus menginstruksikan
untuk kontrol secara periodic untuk mencegah adanya denture stomatitis dan
denture hyperplasia.

Dalam pembuatan gigi tiruan cekat yang perlu diperhatikan preparasi


akhiran. Preparasi akhiran yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus
adalah supra gingival untuk mempermudah pembersihan dan kontrol plak, dan
bentuk akhiran chamfer untuk mengurangi stress pada gigi abutment.

Dalam pembuatan gigi tiruan implant dan overdenture, yang perlu


diperhatikan adalah kontrol kadar glukosa darah. Hal ini menentukan keberhasilan
tindakan pembedahan yang merupakan salah satu prosedur pembuatan gigi tiruan
implant dan overdenture. Selain itu, yang paling penting adalah medikasi yang
tepat, seperti antibiotic prophylaxis dan kontrol proses penyembuhan luka.

6. DHE dan KIE


Prostodonsia
1. Operator megajarkan cara memasang dan melepaskan gigi tiruan kepada
pasien yang dilakukan di depan kaca sehingga pasien dapat melihatnya,
kemudian pasien diminta untuk mencoba memasang gigi tiruan sendiri tanpa
bantuan operator.
2. Belajar menggunakan gigi tiruan baru membutuhkan waktu dan kesabaran,
terutama bagi pemakai pemula. Beberapa hari sampai beberapa minggu
merupakan periode penyesuaian dan gigitiruan dapat dipakai siang dan
malam agar diperoleh adaptasi yang baik. Setelah terbiasa di-anjurkan untuk
membukanya pada malam hari.
3. Setelah melewati masa penyesuian, gigitiruan harus dikeluarkan dari mulut
pada malam hari (akan tidur), gunanya
- mengurangi kemungkinan patahnya gigi tiruan terutama bagi pasien
dengan kebiasaan jelek (bruxism).
- untuk memberi kesempatan istirahat yang memadai pada jaringan mulut
pendukungnya
- -agar kebersihan gigi tiruan tetap terjaga.
4. Bila gigit iruan tidak dipakai pada malam hari, gigitiruan tersebut sebaiknya
direndam dalam suatu tempat berisi air bersih untuk menghindari terjadinya
proses pengeringan atau berubahnya bentuk basis resin.
5. Gigi tiruan dibersihkan tiap selesai makan, membersihkannya di atas wadah
berisi air untuk memperkecil kemungkinan patahnya gigitiruan bila terlepas
dari tangan. Membersihakan gigi tiruan dapat menggunakan sunlight atau
cairan perendam merk polydent. Jika gigitiruan tidak dibersihkan akibatnya :
- sisa makanan melekat pada gigitiruan.
- terjadi perubahan warna.
- bau mulut tidak enak.
- dapat terjadi denture stomalitis.
6. Pasien harus memelihara kebersihan gigi geligi asil dengan menyikatnya
setiap selesai makan, Seluruh permukaan jaringan lunak yang tertutup oleh
gigitiruan harus dibersihkan setiap hari dengan sikat gigi berbulu lembut,
7. Hindari mengunyah makanan yang keras dan lengket.

Bedah mulut

1. Istirahat
Istirahat merupakan hal yang penting dalam penyembuhan jaringan luka yang
sempurna. Pasien rumah sakit harus langsung pulang ke rumah,
diinstruksikan untuk tidak melakukan aktivitas yang berat dan disarankan
hanya melakukan aktivitas ringan, seperti duduk di kursi yang nyaman atau
jika pasien berbaring, diusahakan tetap menjaga kepala terangkat dengan
beberapa bantal
2. Perawatan Jaringan luka
Dalam perawatan jaringan luka dan mencegah penyembuhan jaringan yang
tertunda, pasien diinstruksikan untuk menggigit gauze pack yang telah
ditempatkan pada tempat luka dengan keras ½ jam setelah operasi. Selain itu
pasien juga dilarang untuk merokok paling tidak 12 jam sesudah tindakan,
karena hal ini akan memicu perdarahan dan mengganggu penyembuhan.
Merokok itu harus dihindari setelah ekstraksi gigi karena terbukti dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya alveolar osteitis atau dry socket.
3. Perdarahan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan setelah dilakukannya
tindakan ekstraksi gigi, pasien dinstruksikan untuk jangan meludah,
mengumpulkan ludah, dan sebaiknya ludah ditelan saja.13 Selain itu pasien
disarankan untuk tidak menghisap cairan melalui sedotan, karena akan
memicu perdarahan.13 Pasien tidak lupa untuk diingatkan jangan
mempermainkan daerah operasi dengan lidah atau benda apapun, apalagi
dengan tangan atau benda keras lainnya. Jika perdarahan keluar lagi,
tempatkan gauze pack langsung di soket gigi dan gigit dengan keras selama
30 menit. Jangan gunakan obat kumur untuk 6 jam pertama karena dapat
memicu perdarahan sebelum terbentuknya bekuan darah.13,14 Jika
perdarahan ringan terjadi, air garam hangat didiamkan di dalam mulut hingga
menjadi dingin dalam temperature tubuh, lalu isi kembali mulut pasien
dengan air garam hangat dan ulangi prosedur. Jika perdarahan tetap terjadi,
pada saat itu, tempatkan bungkus teh yang telah direndam dengan air hangat
pada area perdarahan, ditutup dengan kapas, dan gigi dengan keras selama 20
menit.14 Perdarahan harus dikontrol atau dipastikan bahwa perdarahan telah
berhenti sebelum pasien meninggalkan klinik. Disarankan untuk mengganti
kapasnya dengan yang baru atau dikeluarkan dari mulut sebelum pasien pergi
4. Ketidaknyamanan
Beberapa ketidaknyamanan merupakan hal yang normal setelah tindakan
operatif. Hal ini dapat dikontrol dengan memakan pil untuk rasa nyeri yang
telah diberikan oleh dokter gigi. Disarankan pasien meminum pil tersebut
dengan segelas air dan dengan sedikit makanan jika pil tersebut menyebabkan
muntah. Jangan menyetir dan minum alkohol jika sedang diberikan medikasi
5. Diet
Setelah pasien menjalani tindakan ekstraksi, harus diberikan instruksi spesifik
mengenai makanan yang akan dimakan untuk mengurangi terjadinya rasa
nyeri. Pasien hanya dapat mengkonsumsi cairan dan makanan lunak pada hari
pertama atau 12 jam pertama yang dingin seperti es krim atau yoghurt dapat
membuat nyaman pasien. Dan jangan biarkan makanan terjebak di dalam
soket dan diinstruksikan agar pasien hati-hati untuk tidak mengigit bagian
yang terasa mati rasa.1 Pemasukkan makanan tidak boleh dimulai hingga
beberapa jam setelah bedah untuk mencegah terganggunya proses
terbentuknya blood clot. Jika ekstraksi gigi dilakukan pada satu sisi,
pengunyahan makanan dapat dilakukan pada sisi tidak dilakukannya tindakan
ekstraksi gigi. Cairan harus dikonsumsi dengan jumlah yang besar untuk
mencegah dehidrasi dari terbatasnya masuknya makanan, namun jangan
menggunaka sedotan karena dapat memicu perdarahan
6. Oral Hygienen
Pasien harus diinformasikan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi
dan mulutnya karena hal itu merupakan faktor penting dalam keberhasilan
penyembuhan luka setelah tindakan esktraksi, sehingga perlu diingatkan
kepada pasien bahwa pemeliharan OH tersebut tidak boleh ditinggalkan.
Dalam memelihara kesehatan mulutnya pasien dapat diinstruksikan agar
jangan berkumur atau menyikat gigi untuk 8 jam pertama setelah tindakan
ekstraksi. Setelah itu, kumur secara pelan dengan air garam hangat (1 sendok
teh garam dalam segelas penuh air hangat) selama 4 jam dapat meredakan
ketidaknyamanan dan membantu untuk menjagga kebersihan mulut. Obat
kumur hidrogen peroksida tidak boleh digunakan kecuali jika terdapat
jaringan luka yang terbuka karena agen ini dapat menghilangkan bekuan
darah. Pasien diperbolehkan untuk menyikat giginya dengan pelan dan hati-
hati dan menghindari area operasi.
7. Pembengkakan
Pembengkakan setelah tindakan bedah merupakan reaksi tubuh normal.
Maksimal 48 jam setelah bedah dan biasanya berlangsung 4 – 6 hari.
Aplikasikan ice pack pada area bedah untuk 12 jam pertama membantu
mengontrol pembengkakan dan membantu areanya lebih terasa nyaman.
Akan tetapi setelah 48 jam harus dihentikan dan tidak dilanjutkan. Ice pack
digunakan secara intermiten selama 20 – 30 menit.
8. Terapi vitamin
Setelah tindakan ekstraksi terdapat periode untuk mengurangi pemasukan
makanan, dimana menyebabkan penyimpanan vitamin B kompleks dan C
dalam tubuh berkurang. Kedua vitamin tersebut penting dalam proses
penyembuhan luka, sehingga setelah dilakukan tindakan ekstraksi bila perlu
pasien dapat diberikan vitamin ini untuk membantu dan mempercepat
penyembuhan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan kasus pada skenario yaitu pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif, dan
pemeriksaan penunjang kemudian penetapan prognosis. terdapat faktor sistemik yang
mempengaruhi perawatan pada kasus skenario, Pada pasien yang memiliki kelainan
sistemik diabetes melitus memiliki resiko kehilangan gigi yang tinggi dibandingkan
dengan orang yang sehat, oleh karena itu pada penderita diabetes melitus membutuhkan
gigi tiruan yang sesuai dengan penderita diabetes melitus. Salah satu akibat dari tingginya
kadar gula darah pada pasien menyebabkan proses penyembuhan luka pada jaringan
lunak paska pencabutan menjadi lebih lama dan lebih rentan mengalami infeksi. rencana
perawatan pasien bergantung pada prioritas kasus, yaitu perawatan darurat, perawatan
mendesak, atau perawatan pilihan.
DAFTAR PUSTAKA

Bahl, R., Sandhu, S., Singh, K., Sahai, N., & Gupta, M. (2014). Odontogenic infections:
Microbiology and management. Contemporary clinical dentistry, 5(3), 307–311.
https://doi.org/10.4103/0976-237X.137921
Fragiskos D. Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany.

Himammi, A. N., & Hartono, B. T. (2021). Ekstraksi Gigi Posterior dengan Kondisi
Periodontitis Kronis Sebagai Persiapan Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap pada Pasien
Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Gigi, 8(1), 6-10.

Nur’aeny, N., Hidayat, W., & Wahyuni, I. S. Manifestasi dan Tata Laksana Lesi Mulut Terkait
Diabetes Mellitus (Tinjauan Pustaka).

ocw.usu.ac.id (2021, 25 November). Prostondonsia II (gtsl). Diakses pada 25 November 2020,


dari http://ocw.usu.ac.id/course/detail/pendidikan-dokter-gigi-s1/6110000046-
prostodonsia-ii-gtsl.html

Payung, H., Anindita, P. S., & Hutagalung, B. S. (2015). Gambaran Kontraindikasi Pencabutan
Gigi di RSGM UNSRAT Tahun 2014. Jurnal Kedokteran Komunitas Dan Tropik, 3(3).

Pratt, R. (2019, March 1). DENTAL SERVICES. Retrieved from Correction Arizona
Department:
https://corrections.az.gov/sites/default/files/documents/PDFs/tech_manuals/adc-
dentalservicestechnicalmanual_030119.pdf
Shah, A., Ramola, V., & Nautiyal, V. (2016). Aerobic microbiology and culture sensitivity of
head and neck space infection of odontogenic origin. National journal of maxillofacial
surgery, 7(1), 56.
Suwal P, Singh RK, Parajuli PK. Review: General Systemic of Prosthodontic Patients. JNDA
2013, 13 (2): 90-94.
Thalib, B., & Rukma, B. (2015). Perawatan prostodonsia pada penderita diabetes
melitus. Makassar Dental Journal, 4(1).
Vitria, E. E. (2011). Evaluasi dan penatalaksanaan pasien medically-compromised di tempat
praktek gigi Evaluation and management of medically compromised patient in dental
practice. Dentofasial, 10(1), 47-54.

Yuwono, B. (2015). Penatalaksanaan pencabutan gigi dengan kondisi sisa akar (gangren
radik). STOMATOGNATIC-Jurnal Kedokteran Gigi, 7(2), 89-95.

Anda mungkin juga menyukai