Skenario 2
UNIVERSITAS JEMBER
2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis hanturkan ke-hadirat Tuhan YME, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya lah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena
itu, sudah sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atau segala berkah dan rahmat-Nya sehingga laporan tutorial ke
kedua blok “Rekam Medik Dental” ini dapat selesai.
2. Dosen Pembimbing tutorial drg. Swasthi Prasetyarini, M.Kes yang telah memberi masukan
yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didaptkan.
3. Teman-teman satu kelompok yang telah berpartisipasi dalam pembelajaran dan penyusunan
laporan.
Penulis sadar dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhir kata penulis ucapkan terima
kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB 1..............................................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
2.1 Skenario............................................................................................................................5
BAB III..........................................................................................................................................43
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................43
Daftar Pustaka................................................................................................................................44
BAB I
PENDAHULUAN
Abses merupakan suatu proses supuratif yang terlokalisir. lnfeksi orofasial merupakan
suatu peradangan di rongga mulut dan jaringan sekitarnya yang berasal dan odontogenik
maupun non odontogenik. Abses merupakan infeksi yang gambaran utamanya berupa
pembentukan pus. Pus merupakan pertahanan efektif terhadap penjalaran infeksi dan
cenderung berpindah akibat pengaruh tekanan, gravitasi, panas lokal atau lapisan otot
dekat permukaan.
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi yangtertinggal
merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi perkembangbiakan bakteri.
Gigi dengan kondisi sisa akar yang memiliki kelainan pada periapikal yang bersifat
akut, sebaiknya dilakukan terapi medikasi terlebih dahulu, ekstraksi gigi yang
memiliki abses di daerah periapikalnya apabila dalam keadaan infeksi akut sebaiknya
dihilangkan dulu infeksinya kemudian dilakukan ekstraksi.
Prostodonsia adalah cabang kedokteran gigi yang mempelajari penggunaan prostesis gigi.
Prostodonsia meliputi diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi bagi gangguan gigi,
biasanya mencakup gigi terlepas atau gigi rusak parah, serta perawatan prostesis gigi.
Prostodonsia berhubungan dengan penggantian gigi yang hilang dan jaringan oral untuk
memulihkan dan menjaga bentuk lisan, fungsi, penampilan, dan kesehatan (Phoenix.,dkk
2008).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Diagnosis BM-Prosto
Pasien perempuan usia 57 tahun datang ke Bagian Bedah Mulut RSGM FKG Unej
dengan keluhan bengkak dan sakit pada pipi kiri atas sejak 2 hari yang lalu dan pasien
mempunyai riwayat diabetes melitus. Setelah dilakukan pemeriksaan subyektif, obyektif
dan pemeriksaan penunjang, dokter gigi mendiagnosis Fossa Canina Abscess et Causa
23, 24 Gangren Radic, dan gigi 25 dan 26 sisa akar. Selanjutnya dokter gigi
merencanakan tahapan perawatan; medikasi, ektraksi dan rujukan ke bagian
prostodonsia.
Pasien datang
Pemeriksaan
Kasus
Prognosis
Rencana Perawatan
2.6 Step 5 Menentukan Tujuan Belajar (Learning Object)
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami langkah-langkah pemeriksaan
subjektif, objektif, dan penunjang sesuai kasus.
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan prognosis kasus sesuai
skenario
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan faktor sistemik terhadap
rencana perawatan
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan klinik bedah
mulut dan prostodonsia
Sondasi
Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde
dengan cara menggerakkan sonde pada area oklusal atau
insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau
tidak. Nyeri yang diakibatkan sondasi pada gigi
menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa.
Probing
Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan
periodontal dengan menggunakan alat berupa probe. Cara
yang dilakukan dengan memasukan probe ke
dalam attached gingiva, kemudian mengukur kedalaman
poket periodontal dari gigi pasien yang sakit
Tes mobilitas – depresibilitas
Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas
apparatus-aparatus pengikat di sekeliling gigi, mengetahui
apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya.
Tes mobilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke
arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau
tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan
kondisi periodonsium, makin besar gerakannya, makin
jelek status periodontalnya. Hasil tes mobilitas dapat
berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan.
Tes vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui apakah suatu gigi masih bisa
dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat
pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller
dan tes elektris.
c) Pemeriksaan Ekstra Oral
Kemampuan untuk melakukan suatu pemeriksaan fisik yang teliti
dari struktur superfisial kepala, leher dan rongga mulut sangatlah
penting bagi semua dokter gigi dan setiap praktisi yang terlibat dalam
menegakkan diagnosis dan melakukan perawatan pada gigi dan mulut.
Selama pemeriksaan rutin kepala leher, tidak dilakukan upaya untuk
mengidentifikasikan setiap struktur, tetapi kemampuan untuk
mengenali semua struktur tersebut merupakan dasar untuk melakukan
pemeriksaan fisik dari daerah ini. Asimetri, pembengkakan, perubahan
warna, dan perubahan tekstur.
Pemeriksaan ekstra oral dimulai dari palpasis pada leher dengan
pemeriksaan limfadenopati. Semua nodus submental, submandibular,
aurikular posterior, dan servikal harus dipalpasi bergantian. Vertebra
servikalis harus dipalpasi dan gerak leher harus diperiksa dalam
gerakan lateral dan rotasi. Kelenjar saliva parotis harus dipalpasi dan
segala pembesaran atau pelunakan. Dalam pembesaran parotis yang
sebenarnya ada defleksi ke arah luar dari bagian bawah lobus telinga,
pendeteksi terbaik adalah melihat seluruh wajah. Kondile mandibula
harus dipalpasi dan pasien diminta untuk menggerakkan rahang dalam
jangkauan penuh, termasuk membuka mulut secara maksimal dan
melakukan gerakan lateral. Setiap pembatasan gerak atau nyeri harus
dicatat. Otot-otot temporalis dan maseter harus dipalpasi dengan rahang
dalam keadaan tertutup dan mengunyah. Ini untuk menentukan tempat
yang terasa sakit.
- Pemeriksaan wajah
Asimetri / simetri
Pucat, terlihat dari konjungtiva atau kulitnya pada pasien
anemia
Rash (bercak-bercak merah)
Kemerahan, terlihat pada pasien yang demam karena infeksi
- Pemeriksaan leher
Pada leher pasien tampang pembengkakan atau sinus, hal ini
harus dilakukan palpasi pada kelenjar limfe, saliva, dan thyroid
untuk mendapatkan pembengkakan atau rasa tidak nyaman
(sakit). Pemeriksaan leher dapat dilakukan didepan, untuk
melihat adanya asimetri, pembengkakan, kemudian dilanjutkan
pemeriksaan dengan berdiri di belakang pasien untuk
melakukan palpasi pada kelenjar limfe.
3) Periksaan Klinik Prostodonsia
1. Vestibulum
Dalam atau dangkalnya vestibulum mempengaruhi retensi dan stabilitas
gigitiruan. Pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan kaca mulut
nomor 3, dengan kriteria sebagai berikut :
a. Dalam : bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya, retensi dan
stabilitas baik.
b. Dangkal : bila kaca mulut terbenam kurang dari setengahnya, retensi
dan stabilitas kurang.
Pemeriksaan regio posterior dilakukan pada vestibulum bukalis sedangkan
regio anterior yaitu pada vestibulum labialis. Keadaan dari vestibulum ini
penting untuk kepentingan retensi gigitiruan.
2. Frenulum
Pemeriksaan frenulum meliputi tinggi rendahnya frenulum dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Tinggi, bila perlekatannya hampir sampai ke residual ridge, keadaan
ini dapat mengganggu retensi gigitiruan.
b. Rendah, bila perlekatannya dekat dengan sulcus vestibularis.
Frenulum ini penting diperhatikan untuk mengetahui batas pinggiran
landasan gigitiruan, bila akan dilakukan perluasan landasan. Perluasan
landasan penting untuk mencapai kemantapan gigitiruan lengkap.
3. Bentuk ridge
Ridge alveolar harus diinspeksi dan dipalpasi. Tonjolan tulang yang tajam
akan terasa sakit saat dipalpasi. Bentuk-bentuk ridge alveolar, yaitu ovoid,
square, tapering, dan flat.
4. Retromylohyoid
Pemeriksaan retromylohyoid dliakukan dengan mengecek dengan kaca
mulut nomor 3 pada daerah lingual di sekitar gigi M2 dan M3 tanpa ditekan
dan minta pasien untuk sedikit megangkat lidah. Bila mudah terangkat maka
retromylohyoid dangkal sehingga mengurangi retensi.
5. Bentuk dalam palatum
Bentuk dalam palatum perlu diperhatikan untuk retensi dan stabilisasi
gigitiruan yang akan dikerjakan. Bentuk palatum ovoid/square, retensinya
lebih baik dan mampu berthan karena tekanan fungsional. Bentuk palatum
tapering lebih curam sehingga memungkinkan gigitiruan bergeser dan sakit
saat pemasangan. Sedangkan bentuk palatum flat tidak dapat menahan
gerakan lateral pada pergerakan antero-posterior gigitiruan.
6. Torus palatinus
Torus palatinus adalah pembesaran tulang yang ditemukan pada daerah
garis tengah palatum. Pemeriksaan torus palatinus dapat dilakukan dengan
melihat keberadaan dan ukurannya (kecil, besar, flat, multiple). Hal ini
dilakukan untuk pertimbangan tindakan bedah untuk stabilisasi dan retensi
gigitiruan.
7. Tuber maksila
Tuberositas maksila adalah tonjolan di belakang gigi M3 RA. Pemeriksaan
tuber dilakukan dengan menggunakan kaca mulut nomor 3 yang diletakkan
tegak lurus pada bagian vestibulum.
a. Tuber besar, jika kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya.
b. Tuber kecil, jika kaca mulut terbenam kurang dari setengahnya.
8. Torus mandibularis
Torus mandibularis adalah pembesaran tulang yang ditemukan pada daerah
lingual antara gigi P1-P2 mandibula. Pemeriksaan torus mandibula dapat
dilakukan dengan melihat keberadaan dan ukurannya (kecil dan besar). Hal
ini dilakukan untuk pertimbangan tindakan bedah untuk stabilisasi dan
retensi gigitiruan.
9. Eksostosis
Eksostosis merupakan penonjolan tulang yang tajam pada processus
alveolaris yang menyebabkna rasa sakit pada penekanan atau pemakaian
gigitiruan. Eksostosis dicatat lokasinya. Pencatatan ini dilakukan untuk
mempertimbangkan perlu tidaknya dilakukan pembedahan sebelum
pembuatan gigitiruan.
4) Pemeriksaan Penunjang
- Radiologi
Pemeriksaan pemeriksaan penunjang penunjang foto panoramic,
periapical, oklusal terlihat terlihat adanya gambaran gambaran radiolusen
berbatas tak jelas pada daerah apikal gigi yang telibat, dalam skenario
gigi 23, 24
6. Kosultasi diet.
Dokter gigi harus mengkonsultasikan pasiennya ke ahli gizi untuk mengatur
diet dan memberikan instruksi untuk mengubah dan menjaga pola makannya.
Resin akrilik merupakan pilihan utama bahan gigi tiruan, karena bahan ini
mudah dibersihkan dan direparasi. Pembuatan design tergantung area edentulous
dan jaringan pendukunganya. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan yaitu
pembuatan embrasure harus lebar, inter dental harus kontak point, tepi gigi tiruan
tidak menutupi margin gingiva (jaraknya 2-3 mm), dan free gliding occlusion.
Pada pembuatan design gigi tiruan lengkap, basis gigi tiruan dibuat selebar
mungkin dan menutupi jaringan lunak, penyusunan anasir gigi dibuat menyempit
arah buko lingual dan pendek arah mesio distal, harus tepat di puncak alveolar
ridge, dan kemiringan cups harus dikurangi. Hal ini untuk perlindungkan jaringan
rongga mulut, mengurangi resoprsi tulang dan pendistribusian beban kunyah.
Selain itu, pengukuran dimensi vertical dan teknik pencetakan harus tepat.
Pengukuran dimensi vertical yang tidak tepat dapat memicu angular chelitis.
Teknik pencetakan dapat menggunakan teknik double impression. Akan tetapi
perlu dihindari pemakaian wax based material/ pericompound untuk border
molding, the dentist should not use, sebab panas pada saat manipulasinya
menyebabkan iritasi dan injuri jaringan lunak. Selain itu, bahan cetak lebih baik
menggunakan bahan cetak mukostatik karena bahan mukokompresif dapat
menekan jaringan lunak yang berakibat pada penurunan sirkulasi lairan darah dan
iritasi jaringan lunak. Pada saat pencetakan sebaiknya sendok cetak ditutupi
dengan spacer malam.
Bedah mulut
1. Istirahat
Istirahat merupakan hal yang penting dalam penyembuhan jaringan luka yang
sempurna. Pasien rumah sakit harus langsung pulang ke rumah,
diinstruksikan untuk tidak melakukan aktivitas yang berat dan disarankan
hanya melakukan aktivitas ringan, seperti duduk di kursi yang nyaman atau
jika pasien berbaring, diusahakan tetap menjaga kepala terangkat dengan
beberapa bantal
2. Perawatan Jaringan luka
Dalam perawatan jaringan luka dan mencegah penyembuhan jaringan yang
tertunda, pasien diinstruksikan untuk menggigit gauze pack yang telah
ditempatkan pada tempat luka dengan keras ½ jam setelah operasi. Selain itu
pasien juga dilarang untuk merokok paling tidak 12 jam sesudah tindakan,
karena hal ini akan memicu perdarahan dan mengganggu penyembuhan.
Merokok itu harus dihindari setelah ekstraksi gigi karena terbukti dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya alveolar osteitis atau dry socket.
3. Perdarahan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan setelah dilakukannya
tindakan ekstraksi gigi, pasien dinstruksikan untuk jangan meludah,
mengumpulkan ludah, dan sebaiknya ludah ditelan saja.13 Selain itu pasien
disarankan untuk tidak menghisap cairan melalui sedotan, karena akan
memicu perdarahan.13 Pasien tidak lupa untuk diingatkan jangan
mempermainkan daerah operasi dengan lidah atau benda apapun, apalagi
dengan tangan atau benda keras lainnya. Jika perdarahan keluar lagi,
tempatkan gauze pack langsung di soket gigi dan gigit dengan keras selama
30 menit. Jangan gunakan obat kumur untuk 6 jam pertama karena dapat
memicu perdarahan sebelum terbentuknya bekuan darah.13,14 Jika
perdarahan ringan terjadi, air garam hangat didiamkan di dalam mulut hingga
menjadi dingin dalam temperature tubuh, lalu isi kembali mulut pasien
dengan air garam hangat dan ulangi prosedur. Jika perdarahan tetap terjadi,
pada saat itu, tempatkan bungkus teh yang telah direndam dengan air hangat
pada area perdarahan, ditutup dengan kapas, dan gigi dengan keras selama 20
menit.14 Perdarahan harus dikontrol atau dipastikan bahwa perdarahan telah
berhenti sebelum pasien meninggalkan klinik. Disarankan untuk mengganti
kapasnya dengan yang baru atau dikeluarkan dari mulut sebelum pasien pergi
4. Ketidaknyamanan
Beberapa ketidaknyamanan merupakan hal yang normal setelah tindakan
operatif. Hal ini dapat dikontrol dengan memakan pil untuk rasa nyeri yang
telah diberikan oleh dokter gigi. Disarankan pasien meminum pil tersebut
dengan segelas air dan dengan sedikit makanan jika pil tersebut menyebabkan
muntah. Jangan menyetir dan minum alkohol jika sedang diberikan medikasi
5. Diet
Setelah pasien menjalani tindakan ekstraksi, harus diberikan instruksi spesifik
mengenai makanan yang akan dimakan untuk mengurangi terjadinya rasa
nyeri. Pasien hanya dapat mengkonsumsi cairan dan makanan lunak pada hari
pertama atau 12 jam pertama yang dingin seperti es krim atau yoghurt dapat
membuat nyaman pasien. Dan jangan biarkan makanan terjebak di dalam
soket dan diinstruksikan agar pasien hati-hati untuk tidak mengigit bagian
yang terasa mati rasa.1 Pemasukkan makanan tidak boleh dimulai hingga
beberapa jam setelah bedah untuk mencegah terganggunya proses
terbentuknya blood clot. Jika ekstraksi gigi dilakukan pada satu sisi,
pengunyahan makanan dapat dilakukan pada sisi tidak dilakukannya tindakan
ekstraksi gigi. Cairan harus dikonsumsi dengan jumlah yang besar untuk
mencegah dehidrasi dari terbatasnya masuknya makanan, namun jangan
menggunaka sedotan karena dapat memicu perdarahan
6. Oral Hygienen
Pasien harus diinformasikan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi
dan mulutnya karena hal itu merupakan faktor penting dalam keberhasilan
penyembuhan luka setelah tindakan esktraksi, sehingga perlu diingatkan
kepada pasien bahwa pemeliharan OH tersebut tidak boleh ditinggalkan.
Dalam memelihara kesehatan mulutnya pasien dapat diinstruksikan agar
jangan berkumur atau menyikat gigi untuk 8 jam pertama setelah tindakan
ekstraksi. Setelah itu, kumur secara pelan dengan air garam hangat (1 sendok
teh garam dalam segelas penuh air hangat) selama 4 jam dapat meredakan
ketidaknyamanan dan membantu untuk menjagga kebersihan mulut. Obat
kumur hidrogen peroksida tidak boleh digunakan kecuali jika terdapat
jaringan luka yang terbuka karena agen ini dapat menghilangkan bekuan
darah. Pasien diperbolehkan untuk menyikat giginya dengan pelan dan hati-
hati dan menghindari area operasi.
7. Pembengkakan
Pembengkakan setelah tindakan bedah merupakan reaksi tubuh normal.
Maksimal 48 jam setelah bedah dan biasanya berlangsung 4 – 6 hari.
Aplikasikan ice pack pada area bedah untuk 12 jam pertama membantu
mengontrol pembengkakan dan membantu areanya lebih terasa nyaman.
Akan tetapi setelah 48 jam harus dihentikan dan tidak dilanjutkan. Ice pack
digunakan secara intermiten selama 20 – 30 menit.
8. Terapi vitamin
Setelah tindakan ekstraksi terdapat periode untuk mengurangi pemasukan
makanan, dimana menyebabkan penyimpanan vitamin B kompleks dan C
dalam tubuh berkurang. Kedua vitamin tersebut penting dalam proses
penyembuhan luka, sehingga setelah dilakukan tindakan ekstraksi bila perlu
pasien dapat diberikan vitamin ini untuk membantu dan mempercepat
penyembuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan kasus pada skenario yaitu pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif, dan
pemeriksaan penunjang kemudian penetapan prognosis. terdapat faktor sistemik yang
mempengaruhi perawatan pada kasus skenario, Pada pasien yang memiliki kelainan
sistemik diabetes melitus memiliki resiko kehilangan gigi yang tinggi dibandingkan
dengan orang yang sehat, oleh karena itu pada penderita diabetes melitus membutuhkan
gigi tiruan yang sesuai dengan penderita diabetes melitus. Salah satu akibat dari tingginya
kadar gula darah pada pasien menyebabkan proses penyembuhan luka pada jaringan
lunak paska pencabutan menjadi lebih lama dan lebih rentan mengalami infeksi. rencana
perawatan pasien bergantung pada prioritas kasus, yaitu perawatan darurat, perawatan
mendesak, atau perawatan pilihan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahl, R., Sandhu, S., Singh, K., Sahai, N., & Gupta, M. (2014). Odontogenic infections:
Microbiology and management. Contemporary clinical dentistry, 5(3), 307–311.
https://doi.org/10.4103/0976-237X.137921
Fragiskos D. Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany.
Himammi, A. N., & Hartono, B. T. (2021). Ekstraksi Gigi Posterior dengan Kondisi
Periodontitis Kronis Sebagai Persiapan Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap pada Pasien
Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Gigi, 8(1), 6-10.
Nur’aeny, N., Hidayat, W., & Wahyuni, I. S. Manifestasi dan Tata Laksana Lesi Mulut Terkait
Diabetes Mellitus (Tinjauan Pustaka).
Payung, H., Anindita, P. S., & Hutagalung, B. S. (2015). Gambaran Kontraindikasi Pencabutan
Gigi di RSGM UNSRAT Tahun 2014. Jurnal Kedokteran Komunitas Dan Tropik, 3(3).
Pratt, R. (2019, March 1). DENTAL SERVICES. Retrieved from Correction Arizona
Department:
https://corrections.az.gov/sites/default/files/documents/PDFs/tech_manuals/adc-
dentalservicestechnicalmanual_030119.pdf
Shah, A., Ramola, V., & Nautiyal, V. (2016). Aerobic microbiology and culture sensitivity of
head and neck space infection of odontogenic origin. National journal of maxillofacial
surgery, 7(1), 56.
Suwal P, Singh RK, Parajuli PK. Review: General Systemic of Prosthodontic Patients. JNDA
2013, 13 (2): 90-94.
Thalib, B., & Rukma, B. (2015). Perawatan prostodonsia pada penderita diabetes
melitus. Makassar Dental Journal, 4(1).
Vitria, E. E. (2011). Evaluasi dan penatalaksanaan pasien medically-compromised di tempat
praktek gigi Evaluation and management of medically compromised patient in dental
practice. Dentofasial, 10(1), 47-54.
Yuwono, B. (2015). Penatalaksanaan pencabutan gigi dengan kondisi sisa akar (gangren
radik). STOMATOGNATIC-Jurnal Kedokteran Gigi, 7(2), 89-95.