Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 15 MODUL 2
GIGI IMPAKSI

Disusun oleh : Kelompok 3

ANANDA RIZKY ADELIA 1910026003


SATYA MEILISA RAUDHANTI 1910026004
DESTY TRI DAMAYANTI 1910026009
FANNY DINDA NUR AULIA 1910026012
AZKA NURIL AZIZAH 1910026017
TIARA HANIFAH SANTOSA 1910026020
PUTRI AZZAHRA 1910026023
KRISNA WAHYU WICAKSONO 1910026027
NUR AINI ILHAM 1910026031

Tutor :

Dr. drg. Lilies Anggarwati Astuti, Sp. Perio

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Gigi
Impaksi” ini tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah
sebagai hasil dari Diskusi Kelompok Kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. Dr. drg. Lilies Anggarwati Astuti, Sp. Perioselaku tutor kelompok 3 yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
2. Teman-teman kelompok 2 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya sehingga Diskusi Kelompok Kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan
dengan baik, serta dapat menyelesaikan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil
(DKK).
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2019 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini sangat
terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil Diskusi
Kelompok Kecil (DKK) ini.

Samarinda, 27 November 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1


1.2 Tujuan ........................................................................................................
1.3 Manfaat ....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................3


2.1 Skenario ...................................................................................................3
2.2 Identifikasi Istilah Sulit ............................................................................3
2.3 Identifikasi Masalah .................................................................................4
2.4 Analisa Masalah .......................................................................................4
2.5 Kerangka Teori ........................................................................................9
2.6 Learning Objectives .................................................................................9
2.7 Belajar Mandiri ........................................................................................9
2.8 Sintesis .....................................................................................................9

BAB III PENUTUP .....................................................................................31


3.1 Kesimpulan ............................................................................................31
3.2 Saran ......................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi sepenuhnya ke dalam lengkung
gigi dalam rentang waktu yang diharapkan. Gigi menjadi impaksi karena
orientasi gigi yang abnormal, tulang di atasnya yang padat, jaringan lunak
yang berlebihan, atau kelainan genetik yang mencegah erupsi. Karena gigi
impaksi tidak erupsi, gigi tersebut akan dipertahankan seumur hidup pasien
kecuali diangkat atau diekspos melalui pembedahan. Gigi molar ke tiga
maksila dan mandibula, kaninus maksila, dan incisivus sentral maksila
merupakan gigi yang paling sering terjadi impaksi. Gigi molar ke tiga yang
impaksi dapat mengganggu fungsi kunyah dan sering menyebabkan berbagai
komplikasi.3,7
Keluhan atau masalah yang sering dirasakan oleh pasien dengan gigi
impaksi dapat berupa inflamasi yaitu pembengkakan di sekitar rahang serta
warna kemerahan pada gingiva di sekitar gigi yang diduga impaksi, rasa sakit
atau perih disekitar gingiva dan rasa sakit kepala yang lama (neuralgia),
resorpsi gigi tetangga karena letak benih gigi yang abnormal, serta dapat
terjadi fraktur rahang.7
Sebagai mahasiswa kedokteran gigi, perlu untuk mengetahui dan
memahami mengenai etiologi dan pathogenesis, klasifikasi, pemeriksaan
klinis dan penunjang, serta penatalaksanaan dari gigi impaksi.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi dan pathogenesis dari
gigi impaksi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi dari gigi impaksi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan klinis dan
penunjang dari gigi impaksi
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan dari gigi impaksi
a. Penatalaksanaan
b. Indikasi dan Kontraindikasi
c. Komplikasi
d. Instruksi Post OP

1
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah agar mahasiswa serta pembaca
dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai etiologi dan pathogenesis gigi
impaksi, klasifikasi gigi impaksi, pemeriksaan klinis dan penunjang gigi
impaksi, serta penatalaksanan gigi impaksi yang terdiri dari penatalaksanaan,
indikasi dan kontra indikasi, komplikasi, serta instruksi post op.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario
Seorang wanita berumur 25 tahun datang ke RSGMP UNMUL dengan
keluhan sakit pada gigi kanan belakang bagian bawah. Sekitar 5 hari yang
lalu sudah berobat ke dokter gigi dan diberi obat asam mefenamat tetapi sakit
hanya hilang sesaat dan muncul lagi. Sebenarnya hal tersebut sudah sering
terjadi selama 6 bulan ini. Saat ini pasien trismus 1 jari, demam, dan sulit
untuk mengunyah makanan. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan gigi 48
erupsi sebagian posisi mesioangular dengan perikorona bengkak dan
kemerahan. Pasien dirujuk untuk melakukan pemeriksaan rontgen foto OPG.
Pada hasil foto tampak gambaran impaksi klas 2A mesioangular.

2.2 Istilah sulit


1. Impaksi klas 2A : Keadaan dimana gigi tersebut mengalami erupsi tidak
sempurna, jalan erupsi normalnya terhalang dimana disebabkan oleh gigi
terdekat atau jaringan patologis, atau jaringan tulang disekitarnya,
pericoronitis, kista, dan infeksi lokal. klas 2 berdasarkan jarak tepi ramus
mandibula, klas 2 jarak gigi lebioh kecil dari mesiodistal dari gigi
impaksi, A merupakan kedalaman impaksi, dimana impaksi sedikit
dibawah gigi molar 2, gigi molar 3 mengalami posisi yang miring kearah
mesial. Sebagian atau seluruh gigi yang tidak erupsi secara normal.
2. Trismus 1 jari : keadaan dimana ketidakmampuan untuk membuka mulut,
keterbatasan pergerakan rahang sehingga susah membuka mulut normal,
mengganggu artikulasi dan penelanan, dimana ada gangguan motoric
pada saraf pengunyahan, 1 jari ( dimana membuka mulut hanya terbatas
pada 1 jari), terkadang menimbulkan peradangan.
3. Perikorona : Jar. perio dimana berdasa disekitar mahkota gigi.
4. Mesioangular : impaksi mahkota mengarah kemesial.
5. Foto OPG : ortopantomografi, atau foto panoramic, gambar 2d, mencakup
maksila, mandibula, dan jar.pendukung lainnya. Digunakan. Untuk
diagnose dan menentukan rencana perawatan. Dosis radiasi relative
rendah.

3
6. Asam mefenamat : pereda nyeri, N-SAID, nyeri ringan hingga sedang,
digunakan untuk nyeri gigi, otot.

2.3 Identifikasi masalah


1. Mengapa pasien bisa mengalami trismus 1 jari?
2. Mengapa posisi gigi impaksi dapat menyebabkan pembengkakan dan
kemerahan?
3. Faktor apa yang menyebabkan pasien yang menggunakan asam
mefenamat mengalami sakit yang hilang sesaat dan muncul lagi?
4. Apakah ada perawatan lain selain pemeberian asam mefenamat pada
pasien impaksi?
5. Apa etiologi dari impaksi?
6. Seperti apa gambaran atau ciri-ciri dari impaksi klas 2a mesioangular
pada radiografi?
7. Apa saja klasifikasi dari impaksi?
8. Bagaimana penanganan dari gigi impaksi?
9. Bagaimana gigi dapat dikatakan sebagai impaksi?
10. Apa saja dampak dari pasien yang menderita impaksi?
11. Apakah dapat dilakukan pemeriksaan lain selain foto OPG pada pasien
impaksi?

2.4 Analisa masalah


1. Mengapa pasien bisa mengalami trismus 1 jari?
Pasien demam dan sulit mengunyah makanan, karena terjadi inflamasi,
inflamasi ini dapat menyebabkan pembengkakan yang mempengaruhi otot
mastikasi sehingga pasien susah membuka mulut atau trismus 1 jari. Pada
foto OPG impaksi klas 2A mesioangular dimana bisa terdapat akumulasi
bakteri yang menyebabkan inflamasi, karena erupsi tidak sempurna maka
makanan bisa terselip sehingga terjadi akumulasi plak dan bakteri.
2. Mengapa posisi gigi impaksi dapat menyebabkan pembengkakan dan
kemerahan?
Posisi gigi impaksi tidak normal, seperti diskenario lebih ke mesial, pada
saat erupsi gigi impaksi menembus jaringan gingiva, jadi jaringan atau
lapisan gingiva rentan mengalami kemerahan dan pembengkakan dari gigi
yang impaksi. Inflamasi dari gigi impaksi ini yang menyebabkan

4
pembengkakan dan kemerahan. Akumulasi plak dan bakteri ini yang
menyebabkan infeksi lokal seperti abses, pericoronitis, dimana terjadinya
respon imun tubuh yaitu inflamasi yang memiliki tanda kemerahan dan
pembengkakan.
3. Faktor apa yang menyebabkan pasien yang menggunakan asam
mefenamat mengalami sakit yang hilang sesaat dan muncul lagi?
Dalam penggunaan obat, obat ini berfungsi menghilangkan pereda nyeri,
apabila penyebab sakit tidak dihilangkan, maka akan nyeri kembali. Pada
scenario karena pada pasien belum dihilangkan penyebab utamanya yaitu
impaksi.
4. Apakah ada perawatan lain selain pemeberian asam mefenamat pada
pasien impaksi?
Jadi yang harus dilakukan adalah melakukan serangkaian pemeriksaan
terlebih dahulu, pemeriksaan IO, pemeriksaan EO, pemeriksaan radiografi,
melakukan anamnesa. Melakukan pengangkatan gigi molar 3 tanpa flap,
atau ekstraksi bedah. Dikarenakan dari keluhan awalnya sakit gigi dimana
masih belum diketahui apakah mengalami impaksi sehingga dokter
memberikan asam mefenamat terlebih dahulu, ternyata setelah memimun
asam mefenamat masih mengalami nyeri, setelah ditelusuri melalui foto
OPG bahwa pasien mengalami impaksi.
5. Apa etiologi dari impaksi?
a. Faktor lokal:
1) Posisi gigi abnormal
2) Tekanan dari gigi tetangga
3) Penebalan tulang akibat inflamasi, biasa disebabkan tumor
odontogenik
4) Kekurangan tempat erupsi, panjang lengkung gigi tidak memadai,
lengkung rahang yang kecil dan gigi berukuran besar, sering terjadi
pada gigi molar karena yang terakhir erupsi
5) Gigi desidui persistensi
6) Pencabutan prematur, menyebabkan hilangnya ruang pada gigi
permanen
7) Kelainan genetic
8) Penyakit seperti nekrosis tulang seperti abses
9) Obstruksi jaringan lunak atau keras

5
10) Dilaserasi, jalur erupsi yang tidak normal
11) Gigi supernumerary
12) Letak benih yang abnormal
13) Daya erupsi dari gigi molar tersebut kurang
b. Faktor sistemik:
1) Pasca kelahiran, seperti malnutrisi, anemia
2) Prenatal, yaitu keturunan seperti ukuran rahangnya kecil
c. Teori yang mendukung etiologic impaksi:
1) Orthodonti teori dimana adanya tulang yang padat mengurangi
pergerakan gigi kearah depan.
2) Mendelian teori terkait dengan herediter, dimana mewarisi rahang
yang kecil, gigi yang besar.
3) Endokrima teori, dimana bertambah sekresi pertumbuhan sehingga
berpengaruh terhadap rahang.
6. Seperti apa gambaran atau ciri-ciri dari impaksi klas 2a mesioangular
pada radiografi?

6
7. Apa saja klasifikasi dari impaksi?
a. Berdasarkan letak molar 3
1) Posisi A, gigi molar 3 berada setinggi garis oklusal
2) Posisi B, bidang oklusal gigi berada ditengah antara garis serviks
3) Posisi C bidang oklusal gigi imoaksi dibawah serviks
b. Berdasarkan hubungan dengan perbatasan anterior rahang bawah
1) Kelas 1 : mahkota diabatas anterior dari ramus mandibular,
terdapat celah pada bagian distal
2) Kelas 2 :bagian posterior tertutup pada bagian ramus mandibula,
ruang tidak adekuat untuk erupsi gigi,
3) Kelas 3 : Seluruh atau sebagian besar molar 3 dibawah ramus
mandibula
c. Berdasarkan angulasi
1) mesioangular : miring kearah molar 2 secara mesial
2) distoangular : miring secara distal, menjauhi molar 2, paling sulit
untuk dicabut,
3) horizontal : molar 3 sumbu panjang tegak lurus terhadap molar 2
4) buccoangular : miring lebih ke bukal
5) linguoangular : miring kearah lingual
6) vertical : sumbu panjang impaksi sejajar dengan molar 2
7) inverted
8. Bagaimana penanganan dari gigi impaksi?
Umumnya dengan pembedahan seperti odontektomi, tergantung dari jenis
kasusnya sendiri
a. Pemeriksaan klinis dan radiografi
b. Informed consent
c. Pemberian anestesi lokal yaitu anestesi blok mandibula, infiltrasi bukal
d. Merefleksi flap pada mukoperiosteal
e. Teknik operasi yaitu insisi pada flap
f. Insisi jaringan sehat
g. Pengambilan tulang, jumlah tulang dipertimbangkan, tulang pada
oklusal, bukal, lingual dilihat dari kedalaman, angulasi dll karena
tulang menghalangi gigi sehingga diambil tulangnya terlebih dahulu
h. Selanjutnya pengambilaan gigi menggunakan bein ataau forcep,
pemotongan gigi mennggunakan bur

7
i. Selanjutnya pembersihan soket
j. Ujung tulang yang runcing dihaluskan menggunakan bonfile
k. Selanjutnya penutupan luka dengan penjahitan
l. Instruksi pasca perawatan dilarang berkumpur dan menggigit tamapon,
apabila ada perdarahan, tampon harus diganti, pasien istirahat yang
cukup
m. Setelah setengah jam tampon harus diganti agar tetap steril
n. Pengobatan pasca odontektomi yaitu medikasi memberikan
antinflamasi, analgesi. Pemberian golongan penisilin, dianjurkan
memakan makanan yang lunak dan menjaga OH
9. Bagaimana gigi dapat dikatakan sebagai impaksi?
Gigi tidak erupsi secara normal, diliat dari tanda klinis atau keluhan dari
pasien, seperti adanya inflamasi.
10. Apa saja dampak dari pasien yang menderita impaksi?
Jika tidak segera dilakukan penanganan akan menimbulkan masalah, akan
menimbulkan paatologis seperti inflamasi, resorpsi akar, penyakit pada jar
lunak, dapat terjadi akumulasi bakteri dan plak, pasien mengalami
kesulitan dalam mengunyah, artikulasi, nyeri pada rahang, trismus,
pembentukan kista, fraktur rahang yang berhubungan dengan trismus tadi.
11. Apakah dapat dilakukan pemeriksaan lain selain foto OPG pada
pasien impaksi?
Foto periapical dan ct scan untuk melihat tipe dan orientasi daari impaksi
dan jenis impaksi, Oblique lateral untuk molar RA, harus berdasarkan
riwayat klinis. Pemeriksaan klinis IO dan EO, untuk mendeteksi apakah
ada pembengkakan, dll.

8
2.5 Kerangka konsep

Gigi Impaksi

Penatalaksana
Etiologi Klasifikasi Pemeriksaan
an

Indikasi dan
Kontraindikas Komplikasi
i

2.6 Learning objective


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi dan pathogenesis dari
gigi impaksi
2. Mahasiswa maampu menjelaskan tentang klasifikasi dari gigi impaksi
3. Mahasiswa mampu menjelaskaan tentang pemeriksaan klinis dan
penunjang dari gigi impaksi
4. Mahasisa mampu menjelaskaan tentang penatalaksanaan dari gigi impaksi
a. Penatalaksaanaan
b. Indikasi dan kontraindikasi
c. Komplikasi
d. Instruksi post op
2.7 Sintesis
A. Etiologi dan Pathogenesis Gigi Impaksi
Terjadinya gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor
lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah:7
1. Posisi gigi yang abnormal
2. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan prematur pada gigi
7. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa di sekitar gigi
Umumnya gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi
posterior. Gigi anterior juga dapat mengalami impaksi, tetapi jarang

9
ditemukan.7 Gigi impaksi paling banyak terjadi pada gigi bungsu atau
molar ketiga. Gigi bungsu ada empat buah, masing-masing terletak di
bagian kanan, kiri, atas dan bawah rongga mulut. Diperkirakan
sekitar 25% manusia memiliki gigi bungsu kurang dari empat yang
terjadi karena berbagai hal, misalnya masalah genetik, ketiadaan benih,
benih terbentuk namun impaksi dan yang tidak kalah penting adalah
pengaruh nutrisi. Masalah genetik biasanya merupakan kondisi yang
diwarisi dari orang tua baik dari ayah maupun ibu. Contohnya orang
tua yang memiliki lengkung rahang kecil, dengan ukuran gigi geligi
relatif besar dapat menurunkan kondisi tersebut pada keturunannya.
Seseorang biasanya dengan mudah diduga memiliki gigi bungsu impaksi
bila gigi di bagian anterior tampak berjejal.6
Gigi bungsu tumbuh sempurna pada usia pubertas atau dewasa
muda yaitu saat pertumbuhan rahang telah selesai, dan seluruh gigi geligi
telah menghuni rahang. Pada saat itu, posisi benih dan pembentukannya
telah mencapai tahap akhir. Selain itu, kalsifikasi tulang telah sempurna
dan kompak, yang sulit untuk ditembus oleh benih gigi bungsu
sehingga terjadi gangguan erupsi.
Faktor lain yaitu nutrisi, terutama berhubungan dengan bentuk
makanan. Makanan yang dikonsumsi oleh orang-orang sekarang
cenderung lebih lunak sehingga kurang merangsang pertumbuhan dan
perkembangan lengkung rahang. Proses mengunyah makanan yang keras
dianggap dapat merangsang pertumbuhan rahang karena terjadi aktivasi
otot mastikasi sehingga rahang terangsang untuk tumbuh maksimal.6

Gambar 1.1 Angulasi Gigi Impaksi6

10
Selain faktor-faktor tersebut, impaksi dapat terjadi karena benih
gigi malposisi atau benih terbentuk dalam berbagai angulasi yaitu
mesial, distal, vertikal, dan horisontal yang mengakibatkan jalur erupsi
yang salah arah. Impaksi mesial merupakan malposisi yang paling sering
ditemukan, diikuti oleh impaksi vertikal, horisontal dan yang paling
jarang adalah impaksi distal.6
Ke-empat tipe angulasi benih gigi impaksi di atas dapat erupsi
sebagian (partially/soft-tissue impacted) yaitu hanya sebagian mahkota
gigi yang mengalami erupsi. Gigi telah menembus tulang tetapi tetap
terletak dibawah mukosa gingiva. Gigi bungsu juga dapat sama sekali
tidak mengalami erupsi, atau disebut impaksi totalis (totally/bony
impacted). Dalam hal ini gigi bungsu tetap terbenam di dalam tulang
rahang.6

Gambar 1.2 Impaksi Parsial dan Impaksi Total6

B. Klasifikasi Gigi Impaksi


Klasifikasi impaksi menurut Pell and Gregory:
Klasifikasi Pell dan Gregory telah digunakan secara luas pada textbook,
jurnal dan praktek klinis dengan penilaian gigi molar ketiga berdasarkan
dua faktor.3,4,5
1. Berdasarkan hubungan antara ramus mandibular dan distal molar
kedua bawah.
a. Kelas I: Ruangan yang tersedia cukup untuk ukuran mesiodistal
mahkota gigi molar ketiga bawah antara ramus mandibula dan
permukaan distal gigi molar kedua bawah.
b. Kelas II : Ruangan antara permukaan distal gigi molar kedua
bawah dan ramus mandibula lebih kecil dari ukuran mesiodistal
mahkota gigi molar ketiga bawah.
c. Kelas III : Seluruh atau sebagian besar molar tiga berada dalam
ramus mandibular.

11
2. Berdasarkan kedalaman relatif dalam hubungan terhadap garis
servikal molar kedua rahang bawah.
a. Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar tiga berada setinggi garis
oklusal.
b. Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar tiga berada di bawah garis
oklusal tapi masih lebih tinggi daripada garis servikal molar dua.
c. Posisi C: Bagian tertinggi gigi molar tiga berada di bawah garis
servikal molar dua.

Klasifikasi impaksi menurut George Winter:


Winter menjelaskan tiga garis imajiner, WAR lines yang digambarkan
pada radiograf periapikal yaitu garis White, Amber dan Red. White line
ditarik sepanjang oklusal gigi molar kesatu dan molar kedua dan berakhir
di atas molar ketiga. Garis pertama ini digunakan untuk menilai inklinasi
aksial pada gigi impaksi. Garis kedua Amber line berjalan sepanjang
puncak tulang alveolar di antara gigi molar kesatu dan kedua memanjang
hingga distal sepanjang linea oblik interna. Garis ini mengindikasikan
batas tulang alveolar yang meliputi gigi setelah dilakukan flap. Garis
terakhir atau red line ditarik tegak lurus dari white line melewati red line
hingga titik aplikasi penempatan elevator. Ketiga garis tersebut
ditunjukkan pada ilustrasi radiograf Gambar 2.1. Red line digunakan
untuk mengukur kedalaman gigi impaksi di dalam tulang rahang jika red
line 5 mm atau lebih, pencabutan molar ketiga termasuk klasifikasi sulit
dan diindikasikan menggunakan anestesi umum.4

Gambar 2.1 WAR (White, Amber, Red) Lines4

12
Berdasakan aksis panjang gigi atau posisi gigi impaksi molar tiga
terhadap gigi molar dua. Posisi-posisi gigi tersebut meliputi:4,5
a. Mesioangular (miring ke mesial)
Gigi molar ketiga bawah mengalami tilting terhadap gigi molar kedua
ke arah mesial.
b. Distoangular (miring ke distal)
Axis panjang molar ketiga bawah mengarah ke arah distal atau
posterior menjauhi molar kedua.
c. Vertikal
Axis panjang gigi molar ketiga bawah berada pada arah yang sama
dengan axis panjang gigi molar kedua bawah.
d. Horizontal
Axis panjang gigi molar ketiga bawah mendatar secara horizontal
terhadap axis panjang gigi molar kedua bawah.

Gambar 2.2 Klasifikasi Gigi Impaksi Winter pada Radiograf


Panoramik4

C. Pemeriksaan Klinis dan Penunjang Gigi Impaksi


1. Pemeriksaan klinis
Selama pemeriksaan klinis intraoral, tingkat kesulitan akses ke gigi
ditentukan, terutama mengenai molar ketiga yang impaksi. Ketika
tidak bisa membuka mulutnya, karena pasien tris mus yang
terutama karena peradangan, trismus dirawat terlebih dahulu, dan
pencabutan gigi geraham ketiga dilakukan di kemudian hari. Pada
kasus tertentu gigi impaksi. terutama kaninus, tonjolan bukal atau
palatal dapat diamati selama palpasi atau bahkan inspeksi, yang

13
menunjukkan bahwa gigi yang impaksi terletak di bawahnya. Juga,
gigi yang berdekatan diperiksa dan diinspeksi (karies luas,
amalgam besar).4,8
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiografi memberi kita semua informasi yang
diperlukan untuk memprogram dan merencanakan dengan benar
operasi pengangkatan gigi impaksi. Informasi ini meliputi: posisi
dan jenis impaksi, hubungan gigi impaksi dengan gigi yang
berdekatan, ukuran dan bentuk gigi impaksi, kedalaman impaksi
dalam tulang, kepadatan tulang di sekitar gigi impaksi, dan
hubungan gigi impaksi dengan berbagai struktur anatomi, seperti
kanal mandibula, foramen mental, dan sinus maksilaris. Data
tersebut di atas juga dapat diberikan oleh radiografi periapikal dan
radiografi panoramik, serta radiografi oklusal.
Radiografi pada gigi impaksi molar ketiga bertujuan
menunjang pemeriksaan klinis yang memberikan informasi
mengenai anatomi gigi dan tulang sekitarnya yang dapat
menentukan prosedur bedah yang memenuhi aspek spesifik dalam
setiap kasus. Radiograf panoramik umum digunakan dalam
evaluasi anatomi dan posisi gigi impaksi molar ketiga
dibandingkan radiograf periapikal yang memberikan rasa tidak
nyaman pada pasien saat memposisikan film di dalam rongga
mulut.4,8
D. Penatalaksanaan Gigi Impaksi
1. Penatalaksanaan
Dengan Pembedahan
Sebagaimana pembedahan pada bagian tubuh lain, perlu
diwaspadai penyakit sistemik khususnya pada pasien dewasa tua
seperti gangguan metabolisme, penyakit sistem kardiovaskular, dan
obat yang sedang diminum contohnya aspilet. Bila ada infeksi,
maka infeksi harus dihilangkan lebih dahulu. Tindakan bedah yang
dilakukan tergantung pada jenis kasus, mulai dari tindakan
sederhana seperti operkulektomi dengan kauter yaitu pengangkatan
operkulum yang menutupi gigi yang diprediksi dapat muncul ke
permukaan gingiva.2,6

14
A B

Gambar 4.1 (A) Operkulektomi dengan kauter memudahkan


erupsi gigi Molar impaksi. (B) Gigi molar telah terupsi2

Tindakan yang radikal adalah odontektomi, yaitu


pengangkatan gigi impaksi dengan pembedahan. Odontektomi
dengan anestesi lokal, dapat dilakukan pada pasien yang kooperatif,
dan cukup dirawat jalan. Pada pasien dengan tingkat ansietas
tinggi, diberikan anestesi lokal ditambah sedasi sadar, atau dengan
anestesi umum. Anestesi umum khususnya diberikan pada kasus
impaksi yang sangat sulit, atau pada pasien yang tidak kooperatif,
seperti penderita gangguan mental. Pasien harus dirawat inap dan
diberikan premedikasi seperlunya pada pra-bedah dan saat
pemulihan pasca bedah.
Pada beberapa pasien ketika mengetahui memiliki gigi
bungsu impaksi, secara spontan menghendaki odontektomi
walaupun tanpa keluhan. Hal tersebut ditujukan untuk menghindari
kemungkinan komplikasi yang mungkin timbul kelak. Tindakan
profilaksis tersebut dikenal dengan odontektomi preventif.
Tindakan odontektomi jauh lebih sulit dan berisiko lebih tinggi bila
dilakukan pada gigi impaksi totalis-vertikal dibandingan dengan
impaksi parsialis horizontal. Sebenarnya, odontektomi lebih mudah
dilakukan pada pasien usia muda saat mahkota gigi baru saja
terbentuk, sementara apeks gigi belum sempurna terbentuk.
Jaringan tulang sekitar juga masih cukup lunak sehingga trauma
pembedahan minimal, tidak mencederai nervus atau jaringan
sekitar.
Odontektomi pada pasien berusia diatas 40 tahun, tulangnya
sudah sangat kompak dan kurang elastis, juga sudah terjadi

15
ankilosis gigi pada soketnya, menyebabkan trauma pembedahan
lebih besar, dan proses penyembuhan lebih lambat. Odontektomi
kadang-kadang perlu dilakukan pada dewasa tua, misalnya bila gigi
impaksi tersebut diperkirakan akan mengganggu stabilisasi gigi tiru
yang akan dipasang. Selain itu, spesialis bedah mulut kadang-
kadang menerima rujukan pasien dari spesialis ortodonsi agar
mencabut gigi bungsu yang impaksi. Tindakan itu dimaksudkan
agar gigi geligi yang akan ataupun yang sudah diatur posisinya
tidak kembali malposisi karena desakan gigi yang impaksi.2,6

Gambar 4.2 Prosedur Odontektomi Gigi Molar Impaksi2

2. Indikasi dan Kontraindikasi Penatalaksanaan Gigi Impaksi


a. Indikasi
1) Pencegahan penyakit periodontal
Gigi yang erupsi berdekatan dengan gigi impaksi
merupakan predisposisi penyakit periodontal. Kehadiran
molar ketiga mandibula yang impaksi akan mengurangi
jumlah tulang pada aspek distal dari molar kedua yang
berdekatan. Karena permukaan gigi yang paling sulit untuk
dijaga kebersihannya adalah aspek distal dari gigi terakhir
dalam lengkung, pasien biasanya mengalami inflamasi
gingiva dengan migrasi apikal dari perlekatan gingiva pada
aspek distal molar kedua. Bahkan dengan gingivitis kecil,
bakteri mendapatkan akses ke sebagian besar permukaan
akar, yang menghasilkan pembentukan awal periodontitis.

16
Masalah periodontal yang dipercepat akibat impaksi
molar ketiga terutama pada rahang atas. Saat poket
periodontal meluas ke apikal, ia melibatkan furkasi distal
molar kedua rahang atas. Ini terjadi relatif cepat, yang
membuat perkembangan penyakit periodontal lebih cepat
dan parah. Selain itu, pengobatan penyakit periodontal
lokal di sekitar molar kedua rahang atas lebih sulit karena
keterlibatan furkasi distal. Dengan mencabut gigi molar
ketiga yang impaksi lebih awal, penyakit periodontal dapat
dicegah, dan kemungkinan penyembuhan tulang dan
pengisian tulang yang optimal ke area yang sebelumnya
ditempati oleh mahkota gigi molar ketiga meningkat.3

Gambar 4.3 Radiografi molar ketiga mandibula yang


impaksi terhadap molar kedua dengan kehilangan tulang
akibat adanya molar ketiga3

Gambar 4.4 Radiografi menunjukkan variasi molar ketiga


mandibula yang impaksi terhadap molar kedua dengan
kehilangan tulang yang parah akibat penyakit periodontal
dan molar ketiga3
2) Pencegahan karies gigi
Ketika molar ketiga impaksi atau impaksi sebagian, bakteri
dan faktor lain yang menyebabkan karies gigi biasanya
terpapar pada aspek distal molar kedua serta mahkota gigi

17
molar ketiga yang impaksi. Bahkan dalam situasi dimana
tidak ada hubungan yang jelas antara mulut dan molar
ketiga yang impaksi terlihat, mungkin ada hubungan yang
cukup untuk memungkinkan inisiasi karies.3

Gambar 4.5 Radiografi karies pada gigi molar kedua


mandibula akibat adanya gigi molar ketiga yang impaksi3

Gambar 4.6 Radiografi karies pada molar impaksi


mandibula3

Gambar 4.7 Radiografi karies pada molar ketiga yang


impaksi dan molar kedua3

18
3) Pencegahan perikoronitis
Ketika gigi impaksi sebagian dengan sejumlah besar
jaringan lunak di atas permukaan aksial dan oklusal, pasien
sering mengalami satu atau lebih kasus perikoronitis.
Perikoronitis adalah infeksi jaringan lunak di sekitar
mahkota gigi yang impaksi sebagian dan biasanya
disebabkan oleh flora normal rongga mulut.3

Gambar 4.8 Perikoronitis pada area gigi impaksi


menunjukkan tanda klasik inflamasi dengan eritema dan
pembengkakan. Jika gigi lawan erupsi, biasanya terjadi
pada area pembengkakan ini ketika gigi dioklusi,
menyebabkan lebih banyak rasa sakit dan pembengkakan3

Jika pertahanan host terganggu (misalnya, selama


penyakit ringan seperti influenza atau infeksi saluran
pernapasan atas atau karena obat yang menurunkan
kekebalan), infeksi dapat terjadi. Jadi, meskipun gigi
impaksi telah ada selama beberapa waktu tanpa infeksi, jika
pasien mengalami penurunan pertahanan host yang ringan
dan sementara, perikoronitis biasanya terjadi bahkan jika
pasien tidak memiliki masalah imunologi.Perikoronitis
dapat muncul sebagai infeksi ringan atau sebagai infeksi
berat yang memerlukan rawat inap pasien. Sama seperti
tingkat keparahan infeksi yang bervariasi, pengobatan dan
pengelolaan masalah ini bervariasi dari ringan hingga
agresif.3

19
4) Pencegahan reospsi akar
Kadang-kadang gigi impaksi menyebabkan tekanan yang
cukup pada akar gigi yang berdekatan untuk menyebabkan
resorpsi akar eksternal. Meskipun proses terjadinya resorpsi
akar sulit dipahami, kemungkinan mirip dengan proses
resorpsi yang dialami gigi sulung selama proses erupsi gigi
susulan. Pencabutan gigi impaksi dapat menyelamatan gigi
yang berdekatan dengan reparasi semen. Perawatan
endodontik mungkin diperlukan untuk menyelamatkan gigi
ini.3

(A)

(B)
Gambar 4.9 (A) Resorpsi akar gigi molar kedua akibat
impaksi gigi molar ketiga. (B) Resorpsi akar gigi insisivus
lateral rahang atas akibat impaksi gigi kaninus3
5) Gigi impaksi dibawah protesa gigi
Ketika pasien memiliki area edentulous yang direstorasi,
ada beberapa alasan untuk mencabut gigi impaksi di area
tersebut sebelum alat prostetik dibuat. Setelah gigi dicabut,
prosesus alveolar secara perlahan mengalami resorpsi.

20
Karena jika tidak dilakukan pencabutan, maka gigi tiruan
dapat menekan jaringan lunak pada gigi impaksi, sehingga
terjadi ulserasi jaringan lunak di atasnya dan inisiasi infeksi
odontogenik.3

Gambar 4.10 Gigi kaninus yang impaksi dipertahankan di


bawah gigi tiruan. Gigi sekarang berada di permukaan dan
menyebabkan infeksi3

Gigi yang impaksi juga harus dicabut sebelum


protesa dibuat karena jika gigi impaksi harus dicabut setelah
konstruksi, ridge alveolar dapat berubah dengan ekstraksi
sehingga protesa menjadi kurang berfungsi. Selain itu, jika
pencabutan gigi impaksi di daerah edentulous dilakukan
sebelum protesa dibuat, pasien mungkin dalam kondisi fisik
yang baik. Jika ulserasi dengan infeksi terjadi sambil
menunggu sampai tulang di atasnya telah diresorbsi, itu
tidak menghasilkan situasi yang menguntungkan untuk
ekstraksi. Jika ekstraksi ditunda, pasien akan lebih tua dan
lebih mungkin dalam kesehatan yang lebih buruk.3

Gambar 4.11 Gigi impaksi di bawah jembatan cekat. Gigi


harus dicabut dan karena itu dapat membahayakan
jembatan3

21
Selanjutnya, mandibula mungkin menjadi atrofi,
yang meningkatkan kemungkinan fraktur selama
pencabutan gigi. Juga, jika implan direncanakan di dekat
posisi gigi impaksi, pencabutan dijamin untuk
menghilangkan risiko gangguan pada prosedur implantasi.3

Gambar 4.12 Impaksi pada mandibula atrofi, yang dapat


menyebabkan fraktur rahang selama ekstraksi3
6) Pencegahan kista dan tumor odontogenik
Ketika gigi impaksi sepenuhnya berada di dalam prosesus
alveolar, kantung folikel yang terkait juga sering tertahan.
Meskipun folikel gigi mempertahankan ukuran aslinya pada
kebanyakan pasien, namun juga dapat mengalami
degenerasi kistik dan menjadi kista dentigerous. Jika pasien
dipantau secara ketat, dokter gigi dapat mendiagnosis kista
sebelum mencapai proporsi yang besar. Namun, kista yang
tidak terpantau dapat mencapai ukuran yang sangat besar.3

Gambar 4.13 Kista dentigerous kecil yang timbul di sekitar


gigi impaksi3

22
Gambar 4.14 Kista dentigerous besar yang memanjang dari
prosesus koronoideus ke foramen mentalis. Kista telah
menggeser molar ketiga yang impaksi ke batas inferior
mandibula3

Dengan cara yang sama seperti kista odontogenik


dapat terjadi di sekitar gigi impaksi, tumor odontogenik
dapat muncul dari epitel yang terdapat di dalam folikel gigi.
Tumor odontogenik yang paling sering terjadi di daerah ini
adalah ameloblastoma. Kadang-kadang, tumor odontogenik
lain dapat terjadi bersamaan dengan gigi impaksi.3

Gambar 4.15 Ameloblastoma yang berhubungan dengan


mahkota gigi molar ketiga yang impaksi3
7) Perawatan nyeri yang asalnya tidak dapat dijelaskan
Kadang-kadang, pasien datang ke dokter gigi dengan
keluhan nyeri di regio retromolar mandibula, tetapi
penyebab nyeri mungkin tidak jelas. Jika kondisi seperti
sindrom disfungsi nyeri myofascial dan gangguan nyeri
wajah lainnya disingkirkan, dan jika pasien memiliki gigi
yang belum erupsi, pencabutan gigi terkadang
menghasilkan resolusi rasa sakitSelain itu, menunda

23
pencabutan gigi molar ketiga hingga usia lanjut dapat
meningkatkan kemungkinan gangguan
temporomandibular.3
8) Pencegahan fraktur rahang
Molar ketiga yang impaksi di mandibula menempati ruang
yang biasanya diisi dengan tulang. Hal ini dapat merusak
mandibula dan membuat rahang lebih rentan terhadap
fraktur di lokasi gigi impaksi. Jika rahang patah melalui
area gigi molar ketiga yang impaksi, gigi molar ketiga yang
impaksi sering dicabut sebelum fraktur direduksi, dan
dilakukan fiksasi.3

Gambar 4.16 Fraktur mandibula, yang terjadi melalui


lokasi molar ketiga yang impaksi3
9) Untuk memfasilitasi perawatan orthodontik
Ketika pasien membutuhkan pencabutan gigi molar pertama
dan kedua dengan teknik ortodontik, keberadaan gigi molar
ketiga yang impaksi dapat mengganggu perawatan. Oleh
karena itu disarankan untuk mencabut molar ketiga yang
impaksi sebelum perawatan ortodontik dimulai.3
10) Penyembuhan periodontal yang optimal
Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu indikasi paling
penting untuk pencabutan gigi molar ketiga yang impaksi
adalah untuk menjaga kesehatan periodontal dari gigi molar
kedua yang berdekatan. Banyak perhatian telah diberikan
pada dua parameter utama kesehatan periodontal setelah

24
operasi gigi molar ketiga: (1) tinggi tulang dan (2) tingkat
perlekatan periodontal pada aspek distal gigi molar kedua.
Dua faktor terpenting yang telah ditunjukkan adalah
(1) luasnya defek infraboni praoperasi pada aspek distal
molar kedua dan (2) usia pasien pada saat pembedahan.
Jika sejumlah besar tulang distal hilang karena adanya gigi
impaksi dan folikel yang terkait, kecil kemungkinannya
bahwa poket infraboni dapat dikurangi. Demikian juga, jika
pasien lebih tua, kemungkinan penyembuhan tulang yang
optimal berkurang. Pasien yang gigi geraham ketiganya
dicabut sebelum usia 25 tahun lebih mungkin mengalami
penyembuhan tulang yang lebih baik daripada mereka yang
gigi impaksinya dicabut setelah usia 25 tahun. Pada pasien
yang lebih muda, tidak hanya penyembuhan periodontal
awal yang lebih baik, tetapi juga regenerasi lanjutan jangka
panjang dari periodonsium jelas lebih baik.
Seperti disebutkan sebelumnya, gigi yang belum
erupsi dapat terus erupsi hingga usia 25 tahun. Karena
bagian terminal dari proses erupsi terjadi secara perlahan,
kemungkinan terjadinya perikoronitis meningkat dan begitu
pula jumlah kontak antara molar ketiga dan molar kedua.
Kedua faktor ini menurunkan kemungkinan penyembuhan
periodontal yang optimal. Namun, perlu diingat bahwa
molar ketiga yang impaksi tulang sepenuhnya asimtomatik
pada pasien yang lebih tua dari usia 30 tahun mungkin
harus dibiarkan di tempatnya kecuali beberapa kondisi
patologis tertentu berkembang. Pencabutan gigi molar
ketiga yang impaksi lengkap tanpa gejala pada pasien yang
lebih tua jelas menghasilkan kedalaman poket dan
kehilangan tulang alveolar, yang lebih besar daripada jika
gigi dibiarkan di tempatnya.3
b. Kontraindikasi
Semua gigi impaksi harus dicabut kecuali ada kontraindikasi
khusus yang memungkinkan untuk membiarkannya pada
posisinya. Ketika manfaat potensial lebih besar daripada potensi

25
komplikasi dan risiko, prosedur harus dilakukan. Demikian pula,
ketika risiko lebih besar daripada potensi manfaat, prosedur
harus ditunda. Kontraindikasi pencabutan gigi impaksi terutama
menyangkut status fisik pasien.3
1) Usia yang ekstrim
Kontraindikasi yang paling umum untuk pencabutan gigi
impaksi adalah usia lanjut. Seiring bertambahnya usia
pasien, tulang menjadi sangat terkalsifikasi dan, oleh karena
itu, kurang fleksibel dan cenderung tidak menekuk di
bawah kekuatan pencabutan gigi. Hasilnya adalah lebih
banyak tulang yang harus diangkat melalui pembedahan
untuk mengangkat gigi dari soketnya.
Demikian pula, seiring bertambahnya usia pasien,
mereka merespons dengan kurang baik dan dengan lebih
banyak gejala sisa pasca operasi. Seorang pasien berusia 18
tahun mungkin mengalami 1 atau 2 hari ketidaknyamanan
dan pembengkakan setelah pencabutan gigi impaksi,
sedangkan prosedur serupa dapat menghasilkan periode
pemulihan 4 atau 5 hari untuk pasien berusia 50 tahun.
Akhirnya, jika gigi telah dipertahankan dalam
proses alveolar selama bertahun-tahun tanpa penyakit
periodontal, karies, atau degenerasi kistik, tidak mungkin
gejala sisa yang tidak menguntungkan ini akan terjadi. Oleh
karena itu, pada pasien yang lebih tua (biasanya >35 tahun)
dengan gigi impaksi yang tidak menunjukkan tanda-tanda
penyakit dan memiliki lapisan tulang di atasnya yang dapat
dideteksi secara radiografi, gigi tersebut tidak boleh
dicabut. Dokter gigi yang merawat pasien harus memeriksa
gigi impaksi secara radiografi setiap 1 atau 2 tahun untuk
memastikan tidak ada gejala sisa yang merugikan.
Jika gigi impaksi menunjukkan tanda-tanda
pembentukan kistik atau penyakit periodontal yang
melibatkan gigi yang berdekatan atau gigi impaksi, jika itu
adalah gigi impaksi tunggal di bawah prostesis dengan

26
tulang tipis di atasnya, atau jika menjadi gejala akibat
infeksi, maka gigi harus dihilangkan.3

Gambar 4.17 Molar ketiga kanan rahang atas yang impaksi


pada pasien berusia 63 tahun. Molar ini tidak boleh dicabut
karena tertanam dalam dan tidak ada tanda-tanda penyakit3

2) Status medis dikompromikan


Status medis yang terganggu dapat menjadi kontraindikasi
pencabutan gigi impaksi. Jika fungsi kardiovaskular atau
pernapasan pasien atau pertahanan host untuk memerangi
infeksi sangat terganggu, atau jika pasien memiliki
koagulopati didapat atau kongenital yang serius, dokter gigi
harus mempertimbangkan untuk tidak melakukan
pencabutan gigi tersebut. Namun, jika gigi berpotensi
menjadi gejala penyakit, maka dokter gigi harus
mempertimbangkan untuk bekerja sama dengan dokter
pasien untuk merencanakan pencabutan gigi dengan gejala
sisa medis operasi dan pasca operasi yang minimal.3
3) Kemungkinan kerusakan berlebihan pada struktur yang
berdekatan
Jika gigi impaksi terletak di area di mana pencabutannya
dapat membahayakan saraf yang berdekatan dengan gigi
atau jembatan yang dibuat sebelumnya, mungkin dapat
membiarkan gigi tetap di tempatnya. Ketika dokter gigi
membuat keputusan untuk tidak mencabut gigi, alasannya
harus dipertimbangkan terhadap potensi komplikasi di masa
depan. Dalam kasus pasien yang lebih muda yang mungkin
menderita gejala sisa dari gigi impaksi, mungkin lebih baik

27
untuk mencabut gigi sambil mengambil tindakan khusus
untuk mencegah kerusakan pada struktur yang berdekatan.
Namun, dalam kasus pasien yang lebih tua tanpa
tanda-tanda komplikasi yang akan datang dan kemungkinan
komplikasi tersebut rendah, gigi impaksi tidak boleh
dicabut. Contoh kasus adalah pasien yang lebih tua dengan
potensi cacat periodontal yang parah pada aspek distal
molar kedua tetapi pencabutan gigi molar ketiga hampir
pasti akan mengakibatkan hilangnya molar kedua. Dalam
situasi ini, gigi impaksi tidak boleh dicabut.3
3. Komplikasi
Odontektomi tergolong minor surgery, namun tetap mengandung
risiko. Komplikasi dapat timbul pada saat dan setelah pembedahan,
akibat faktor iatrogenik.
Odontektomi dengan tingkat kesulitan tinggi yaitu pada gigi
impaksi totalis yang terletak dalam, harus diperhitungkan oleh
operator sejak awal berdasarkan gambaran foto dental dan atau
panoramik. Saat pembedahan, dapat terjadi fraktur akar, gigi molar
kedua goyah, trauma pada persendian temporo-mandibular, akar
terdorong ke ruang submandibula, bahkan fraktur angulus
mandibula, walaupun hal yang terakhir ini sangat jarang terjadi.
Komplikasi lain adalah cedera nervus alveolaris inferior,
yang mengakibatkan parestesia labial inferior sampai dagu pada
sisi yang sama. Parestesia dapat bersifat sementara ataupun
permanen, tergantung pada besarnya rudapaksa terhadap saraf
tersebut. Cedera dapat terjadi sekaligus, mengenai arteri dan vena
alveolaris inferior yang berjalan sejajar dengan nervus tersebut,
yang dapat menimbulkan perdarahan hebat.
Secara fisiologis pada pasien usia muda, 24-48 jam pasca
bedah, akan terjadi edema pipi dan munculnya perasaan kurang
nyaman. Hal itu memang merupakan bagian proses penyembuhan.
Trismus atau spasme muskulus masseter dapat dicegah dengan
memotivasi pasien agar membuka mulut lebar berulangkali sejak
hari pertama setelah pembedahan. Pada pasien berusia di atas 50
tahun, edema dapat terjadi sampai lima hari. Komplikasi ekimosis

28
pada daerah submukosa/subkutan dapat terjadi karena tonus
jaringan sudah menurun, kapiler yang rapuh dan perlekatan
interselular yang melemah. Keadaan tersebut tidak berbahaya, dan
biasanya berlangsung mulai hari ke-dua sampai ke-tujuh pasca
tindakan bedah.
Komplikasi infeksi pasca bedah juga dapat terjadi pada
soket bekas tempat gigi impaksi, nyeri berdenyut menyebar sampai
telinga dan timbul halitosis, bau tidak sedap yang berasal dari
soket. Keadaan itu disebabkan karena telah terjadi localized
osteomyelitis atau alveolar osteitis yang dikenal pula dengan
sebutan dry socket, yang menyebabkan masa penyembuhan lebih
lama.6
4. Instruksi Post OP
a. Pasien tidak boleh berkumur-kumur dan harus tetap menggigit
tampon selama 24 jam. Bila masih terdapat pendarahan,
tampon harus diganti.7
b. Pasien diminta untuk mengonsumsi susu yang tinggi kalsium
untuk mempercepat proses remodelling tulang. Serta
konsumsi vitamin D untuk mempercepat proses
penyembuhan.1,7
c. Pasien harus beristirahat yang cukup dan tidak boleh
melakukan olahraga yang banyak mengeluarkan energi.7
d. Tampon steril yang diletakkan pada daerah luka harus
dibuang setelah setengah jam.7
e. Apabila terjadi pendarahan saat di rumah, pasien diminta
untuk tidur dengan kepala agak ditinggikan. Keesokan
harinya pasien diinstruksikan untuk berkumur-kumur
menggunakan air garam hangat setiap selesai makan.7
f. Pasien diinstruksikan untuk melakukan kunjungan kembali
tiga hari kemudian untuk melakukan kontrol pertama dan
akan dilakukan pembersihan luka dengan air garam fisiologik,
akuades, dan iodine. Setelah itu, pasien diinstruksikan untuk
melakukan kunjungan kembali tujuh hari kemudian untuk
membuka jahitan.7

29
g. Pasien dianjurkan untuk memakan makanan yang cair / lunak
dan bergizi.6,7
h. Pasien diinstruksikan untuk meningkatkan kebersihan rongga
mulut dengan cara merendam daerah pembedahan dengan
antiseptik oral klorheksidin 0,2% atau povidone iodine 1 %.
Dapat juga dilakukan irigasi dengan larutan H202 3 % yang
sangat efektif terhadap bakteri anaerob dan dapat memberikan
efek mekanis untuk membersihkan debris rongga mulut atau
sisa makanan.6
i. Pemberian antibiotik, anti-inflamasi, dan analgetik kepada
pasien. Antibiotik golongan penisilin dapat menjadi pilihan.
Namun apabila uji kulit positif, dapat diberikan klindamisin
dengan dosis 3 x 300 mg selama 3-5 hari. Untuk penghilang
nyeri ringan dapat diberikan tablet ibuprofen 400-800 mg atau
asetaminofen 500 mg 3-4 kali sehari selama 2-3 hari. Untuk
nyeri sedang sampai berat, dapat diberikan analgetik yaitu
dikombinasikan dengan tablet codein 15-30 mg.7

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gigi molar 3 atau biasa disebut gigi bungsu tumbuh sempurna pada usia
pubertas atau dewasa muda yaitu saat pertumbuhan rahang telah selesai, dan
seluruh gigi telah menghuni rahang. Pada saat itu, posisi gigi dan
pembentukannya telah mencapai tahap akhir. Selain itu, kalsifikasi tulang
telah sempurna dan kompak, yang sulit ditembus oleh benih gigi bungsu
sehingga terjadi gangguan erupsi. Terjadinya gigi impaksi dapat disebabkan
oleh banyak faktor. Klasifikasi dari gigi impaksi dapat dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu menurut Winter, Pell dan Gregory, Wharfe-Macgregor,
Pederson, Rood dan Shebab, Juodzbalys dan Daugela, serta The New
Performa Index. Pemeriksaan dari gigi impaksi dapat berupa pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan dari gigi impaksi dapat berupa pembedahan dan tanpa
pembedahan. Indikasi untuk pencabutan gigi impaksi dapat berupa
pencegahan penyakit periodontal, pencegahan karies gigi, pencegahan
perikoronitis, pencegahan resorpsi akar, gigi impaksi di bawah prostesis gigi,
pencegahan kista dan tumor odontogenik, pengobatan nyeri yang asalnya tidak
dapat dijelaskan, pencegahan fraktur rahang, fasilitasi perawatan ortodontik,
serta penyembuhan periodontal yang optimal. Sementara kontraindikasi untuk
pencabutan gigi impaksi dapat berupa usia yang ekstrim, status medis, dan
kemungkinan kerusakan berlebihan pada struktur yang berdekatan.
Komplikasi dapat timbul pada saat dan setelah pembedahan. Dalam instruksi
post op penatalaksanaan gigi impaksi dapat dilakukan pemberian instruksi
dengan berbagai cara.

3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok maupun dalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil
ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Cigerim, L., Kaplan, V., & Orhan, Z. D. (2018). The Treatment of


Complications of Impacted Wisdom Tooth. Van: Austin Publishing
Group.

2. Friedman J.W. (2007). The Prophylactic Extraction of Third Molars: A


Public Health Hazard”. Am J Public Health.

3. Hupp, J. R., Ellis, E., & Tucker, M. R. (2019). Contemporary Oral and
Maxillofacial Surgery seventh edition. Philadhelpia: Elsevier.

4. Lita Y, Hadikrishna I. (2020). Klasifikasi Impaksi Gigi Molar Ketiga


melalui Pemeriksaan Radiografi sebagai Penunjang Odontektomi.
Jurnal Radiologi Dentomaksilofacial Indonesia. Bandung.

5. Pedersen, G.W. (1996) Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.), Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 29-100.

6. Rahayu., S. (2014). Odontektomi, Tatalaksana Gigi Bungsu Impaksi: E-


Journal WIDYA kesehatan dan lingkungan. Volume 1. (No 2) hal
81-89.

7. Siagian, K. V. (2011). Penatalaksanaan Impaksi Gigi Molar Ketiga Bawah


dengan Komplikasinya pada Dewasa Muda. Jurnal Biomedik, 3(3),
186-194.

8. Sahetapy.D.T dkk. (2015). Prevalensi gigi impaksi molar tiga partial


erupted pada masyarakat desa totabuan.

Anda mungkin juga menyukai