BEDAH MINOR
Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas Tutorial. Dalam laporan ini
dibahas mengenai Impaksi Gigi & Perikoronitis. Dengan selesainya laporan ini,
maka tidak lupa kami mengucapkan terima kasih khususnya kepada drg. Pebrian
Diki Prestya selaku Tutor Tutorial Blok 14 SGD 1, teman-teman yang sudah
memberi masukan baik langsung maupun tidak langsung, juga pihak-pihak yang
menyediakan sumber yang telah kami satukan.
Demikian laporan ini kami selesaikan, semoga dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan disana-sini. Saran-saran
serta kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna
peningkatan pembuatan laporan pada tugas yang lain di waktu mendatang. Akhir
kata, kami mengucapkan terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
2.2 Perikoronitis
ii
2.2.6 Patogenesis Perikoronitis …………………………………. 17
Bawah ………………………………………………..…… 23
BAB IV PENUTUP
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
ke tiga mandibula, biasanya pada pasien muda. Gejala umum yang terjadi saat
perikoronitis adalah jaringan disekitar gigi mengalami pembengkakan, kemerahan
serta sakit pada saat membuka mulut. Sedangkan perikoronitis akut memiliki gejala
sakit yang tajam dan berdenyut, kemerahan, bengkak dan bernanah (Abses
Perikoronal) pada gigi molar ke tiga yang mengalami inflamasi. Abses perikoronal
merupakan abses periodontal rekuren yang terjadi akibat sisa makanan, plak dan
bakteri yang menginvasi pada poket mahkota ketika gigi molar erupsi. Perikoronitis
juga dapat disebabkan karena operkulum pada gigi molar mandibula yang berkontak
dengan gigi molar maksila secara berulang, akibatnya terbentuk lesi pada operkulum
sehingga memudahkan bakteri dan plak masuk kedalam jaringan periodontal yang
akan mengakibatkan inflamasi. Keadaan perikoronitis dapat membuat penderitanya
merasa sangat terganggu karena keadaan yang akut tersebut. Oleh karena itu perlu
dilakukan perawatan pada gigi molar ke tiga yang mengalami perikoronitis.4
2
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan pembuatan laporan ini adalah
sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi impaksi gigi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi impaksi gigi.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi impaksi gigi.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi perikoronitis.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi perikoronitis.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor risiko perikoronitis.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda & gejala perikoronitis.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi perikoronitis.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis perikoronitis.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi perikoronitis.
11. Mahasiswa mampu menjelaskan rencana perawatan perikoronitis.
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menambah wawasan.
2. Untuk mengetahui hal-hal mengenai Impaksi Gigi & Perikoronitis.
3. Untuk memperkaya penulisan dalam bidang Kedokteran/Kesehatan
khususnya mengenai Impaksi Gigi & Perikoronitis.
4. Dapat dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan laporan kedepannya yang
lebih luas dan mendalam.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Berikut merupakan faktor yang berkaitan dengan Impaksi Gigi: 6
Faktor Lokal Faktor Sistemik
Retensi gigi sulung yang
berkepanjangan
Cleft Lip/Palate Displasia Cleidocranial
Kista atau tumor odontogenik Kekurangan endokrin (misalnya,
Panjang lengkung rahang yang hipotiroidisme,
kurang hipopituitarisme)
Benih gigi yang malposisi Penyakit demam/Febrile
Jalur erupsi gigi yang tidak Sindrom Down
normal Iradiasi
Blokade oleh gigi
supernumerary
Tabel 1. Faktor Lokal & Faktor Sistemik yang berkaitan dengan Impaksi Gigi.
5
Gambar 1. Impaksi gigi Mesioangular.
2. Impaksi Vertikal
Dalam impaksi vertikal, sumbu panjang gigi yang impaksi sejajar dengan sumbu
Panjang gigi molar kedua. Impaksi ini terjadi dengan frekuensi terbesar kedua,
yaitu sekitar 38% dari semua impaksi molar ketiga bawah, dan dianggap mudah
untuk dihilangkan. 4,5,6,7
3. Impaksi Distoangular
Dalam impaksi distoangular, sumbu panjang dari gigi molar ketiga menyudut ke
arah distal atau posterior, menjauhi gigi molar kedua. Impaksi ini adalah yang
paling sulit untuk dihilangkan karena terdapat bagian gigi yang masuk ke dalam
ramus mandibula, dan pengangkatannya membutuhkan intervensi bedah yang
signifikan. Impaksi distoangular hanya terjadi sekitar 6% dari semua impaksi
molar ketiga bawah. Gigi molar ketiga yang sudah erupsi juga mungkin berada
dalam posisi distoangular. Ketika ini terjadi, gigi ini jauh lebih sulit untuk
6
dihilangkan dibandingkan dengan gigi erupsi lainnya. Alasannya adalah bahwa
akar mesial molar ketiga sangat dekat dengan akar gigi molar kedua. 4,5,6,7
4. Impaksi Horizontal
Dalam impaksi horizontal, sumbu panjang gigi molar ketiga tegak lurus terhadap
gigi molar kedua. Jenis impaksi ini biasanya dianggap lebih sulit dihilangkan
dibandingkan dengan impaksi mesioangular. Impaksi horizontal terjadi lebih
jarang, terjadi sekitar 3% dari semua impaksi molar ketiga mandibula. 4,5,6,7
7
5. Impaksi Buccoangular
Impaksi yang condong/miring ke arah bukal. Merupakan impaksi gigi molar
ketiga mandibula yang jarang terjadi. 4,5,6,7
6. Impaksi Linguoangular
Impaksi yang condong/miring ke arah Lingual. Merupakan impaksi gigi molar
ketiga mandibula yang jarang terjadi. 4,5,6,7
7. Impaksi Inverted/Terbalik
Impaksi yang terbalik. Merupakan impaksi gigi molar ketiga mandibula yang
jarang terjadi. 4,5,6,7
8
Klasifikasi oleh Pell & Gregory
Dibagi menjadi dua, antara lain:
A. Berdasarkan hubungannya dengan bidang oklusal (kedalaman impaksi)
1. Kelas A: Permukaan oklusal gigi molar ketiga yang impaksi setinggi atau
hampir sejajar dengan bidang oklusal gigi molar kedua.
2. Kelas B: Permukaan oklusal gigi molar ketiga yang impaksi terletak antara
bidang oklusal dan garis servikal gigi molar kedua.
3. Kelas C: Permukaan oklusal gigi molar ketiga yang impaksi terletak di
bawah garis servikal gigi molar kedua. 5,6,7
Gambar 8. Secara berurutan dari kiri ke kanan: Impaksi Kelas A, Kelas B dan Kelas C.
Gambar 9. Secara berurutan dari kiri ke kanan: Impaksi Kelas I, Kelas II dan Kelas III.
9
Tiga sistem klasifikasi yang sudah dibahas sebelumnya dapat digunakan bersamaan
untuk menentukan tingkat kesulitan ekstraksi gigi. Sebagai contoh: Impaksi
mesioangular dengan Ramus Kelas I dan Kedalaman Kelas A, biasanya mudah untuk di
ekstraksi.5
Gambar 10. Impaksi Mesioangular dengan Ramus Kelas I dan Kedalaman Kelas A.
10
distoangular. Selain itu, akses menuju gigi yang mengalami impaksi mesioangular dari
gigi molar ketiga rahang atas jauh lebih sulit jika gigi molar kedua sudah erupsi. 5
Posisi molar ketiga rahang atas dalam arah buccopalatal juga penting untuk
menentukan kesulitan ekstraksi. Kebanyakan molar ketiga rahang atas mengarah ke
aspek bukal dari prosesus alveolar, ini membuat tulang di atasnya tipis dan oleh karena
itu mudah dihilangkan atau diperluas. Kadang-kadang molar ketiga rahang atas yang
impaksi mengarah ke aspek palatal dari prosesus alveolar. Hal ini membuat gigi jauh
lebih sulit untuk diekstraksi karena jumlah tulang yang harus dihilangkan lebih besar
untuk mendapatkan akses ke gigi yang mengalami impaksi, dan pendekatan dari aspek
palatal berisiko cedera pada saraf dan pembuluh foramina palatine. Kombinasi dari
gambaran radiografi dan palpasi digital klinis pada daerah tuberositas biasanya dapat
membantu menentukan apakah molar ketiga rahang atas berada dalam posisi bukal atau
palatal. Jika gigi mengarah ke aspek bukal, tonjolan yang teraba akan ditemukan di
daerah tersebut. Jika gigi mengarah ke aspek palatal, defisit tulang ditemukan di daerah
itu. Dengan begitu, ahli bedah harus mengantisipasi prosedur yang lebih lama dan lebih
terlibat. 5
Gambar 11. Impaksi Gigi Molar Ketiga Maksila, (A)Impaksi Vertikal, (B)Impaksi
Distoangular, dan (C)Impaksi Mesioangular.
11
lewat di antara akar gigi yang berdekatan dalam prosesus alveolar dan berakhir di
sudut tajam pada permukaan labial atau bukal rahang atas.
4. Kelas IV: Impaksi gigi kaninus terletak dalam tulang alveolar, biasanya dalam
posisi vertikal antara gigi insisivus dan premolar pertama.
5. Kelas V: Impaksi gigi kaninus terletak di daerah tidak bergigi/endentulous di
rahang atas. 8
12
pada operkulum, nyeri hebat dan keluarnya nanah dapat diamati. Perikoronitis akut
sering menyebabkan penyebaran infeksi ke berbagai daerah leher dan wajah.7
C. Karies gigi
Jebakan partikel makanan dan kebersihan mulut yang buruk keberadaan gigi semi-
impaksi, dapat menyebabkan terjadinya karies pada permukaan distal gigi molar
kedua, serta pada mahkota gigi impaksi itu sendiri. 7
Gambar 13. Karies pada permukaan distal gigi molar kedua (kiri) & karies pada area
distal mahkota gigi molar ketiga semi-impaksi (kanan).
D. Destruksi dari gigi yang berdekatan karena resorpsi akar serta dukungan tulang
yang menurun dari gigi yang berdekatan
Resorpsi akar gigi yang berdekatan adalah salah satu kondisi yang tidak diinginkan,
yang mungkin disebabkan oleh gigi yang terimpaksi. Hal ini disebabkan karena
adanya tekanan dari gigi impaksi terhadap gigi yang berdekatan. Kasus ini terutama
melibatkan gigi posterior rahang atas dan rahang bawah. Ini dimulai dengan
resorpsi akar distal dan akhirnya dapat benar-benar menghancurkan gigi. 7
13
Gambar 14. Resorpsi tulang pada permukaan distal akar molar kedua mandibula,
menghasilkan pocket periodontal (kiri) & resorpsi akar distal molar pertama mandibula kiri,
akibat molar kedua yang terimpaksi (kanan).
Gambar 15. Obstruksi erupsi molar kedua rahang bawah karena impaksi molar ketiga (kiri) &
Insisivus sentral rahang atas impaksi, terhambat karena gigi supernumerary (kanan).
14
Gambar 16. Molar ketiga mandibula impaksi dengan radiolusen yang jelas di daerah distal
(kiri) & Kaninus mandibula impaksi yang dikelilingi oleh lesi (kanan).
2.2 Perikoronitis
2.2.1 Definisi Perikoronitis
Perikoronitis mengacu pada peradangan jaringan lunak dalam hubungannya dengan
mahkota gigi yang tidak erupsi sepenuhnya, termasuk gingiva dan folikel gigi. Kata
perikoronitis berasal dari Bahasa Yunani, Peri berarti "sekitar"; Bahasa Latin, Corona
berarti "mahkota" dan Itis berarti "peradangan." Ia juga dikenal sebagai operkulitis.
Jaringan lunak yang menutupi gigi yang erupsi sebagian dikenal sebagai flap
perikoronal atau operkulum gingiva. Pemeliharaan kebersihan mulut di area tersebut
sangat sulit untuk dicapai dengan metode normal kebersihan mulut. 9
Molar ketiga mandibula paling sering mengalami perikoronitis. Kondisi patologis ini
paling umum terjadi pada orang dewasa muda, meskipun dapat terjadi pada semua
kelompok umur. Kerentanan terhadap perikoronitis sangat besar pada periode antara
usia 16 hingga 30 tahun, dengan insiden maksimum pada usia 21-25 tahun, selama
periode paling umum untuk erupsi gigi molar ketiga. 10
15
Fusobacterium, Capnocytophaga dan Staphylococcus sp. Terbukti bahwa flora mikroba
perikoronitis sebagian besar merupakan bakteri anaerob. 9
Secara klinis, retromolar pad pada gigi molar yang mengalami impaksi berkontak
dengan gigi antagonisnya ketika mengunyah, sehingga menyebabkan terjadinya trauma
dan membentuk poket yang dalam, yang mana merupakan jalan masuk plak dan bakteri
dan akan menyebabkan inflamasi yaitu berupa perikoronitis. Faktor predisposisi lain
dalam terjadinya perikoronitis adalah siklus menstruasi yang tidak teratur, virulensi
bakteri, anemia, stress, keadaan fisik yang lemah, gangguan pernafasan, oral hygiene
yang buruk, dan trauma yang disebabkan oleh cups gigi antagonis. Selain itu, diketahui
bahwa perikoronitis sering dialami oleh wanita pada saat pre-menstruasi dan post-
menstruasi. Wanita yang juga hamil diketahui mengalami perikoronitis pada trimester
kedua. Lebih lanjut, lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap terjadinya
perikoronitis, termasuk stress dan emosi. Stress menyebabkan penurunan saliva
sehingga menyebabkan penurunan lubrikasi dari saliva dan meningkatkan akumulasi
plak.4
16
perikoronal, radang kadangkala diperparah oleh trauma dari gigi antagonis. Pada
episode yang parah, abses perikoronal akut dapat berkembang yang mungkin tetap
terlokalisasi atau menyebar untuk melibatkan satu atau lebih ruang fascia yang
berdekatan dan dapat dikaitkan dengan tanda dan gejala sistemik seperti peradangan
pada kelenjar limfatik (limfadenitis), demam serta malaise. 4
17
Tingkat keparahan pericoronitis, baik kronis maupun akut, tergantung pada
serangkaian faktor yang terdiri dari interaksi patogen periodontal, respons sistem
kekebalan, sifat mekanis terkait pengunyahan serta derajat impaksi molar ketiga. Pada
keadaan normal, operkulum yaitu mukosa gingiva yang meliputi benih gigi yang sedang
dalam proses erupsi, secara fisiologis akan membuka dan secara lambat laun akan
mengalami atrofi dan dapat menghilang, sehingga memungkinkan gigi untuk muncul di
rongga mulut. Pada gigi bungsu yang mengalami impaksi parsialis, operkulum menetap
dan celah dibawah operkulum menjadi tempat akumulasi debris yang menjadi media
sempurna untuk pertumbuhan mikroorganisme anaerob. Operkulum juga dapat
mengalami trauma gigitan dari molar ketiga rahang atas yang sudah erupsi sehingga
terbentuk lesi berupa ulcer. Ulser dapat menjadi pintu masuk bagi mikroorganisme
sehingga terjadi operkulitis yaitu infeksi operkulum seputar korona gigi. Infeksi dapat
meluas ke daerah perikoronal yaitu seluruh mukosa sekitar korona gigi, atau disebut
pericoronitis. 11
18
Abses parapharyngeal menyebabkan demam dan malaise, nyeri hebat saat menelan,
dispnea dan penyimpangan laring ke satu sisi. Kondisi ini memerlukan pendekatan
bedah yang mendesak sehingga jalan napas dapat diamankan bersamaan dengan
drainase dan dekompresi dari ruang fascia yang terkena. 4
19
b) Jika keputusan dibuat untuk mempertahankan gigi, Operculectomy dapat
dilakukan menggunakan surgical scalpel, electrosurgery dan laser.
Sebuah loop elektroda juga dapat digunakan untuk menghilangkan flap. 9
20
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien seorang pemuda berumur 23 tahun bertanya kepada temannya doker gigi
muda yang sedang kuliah profesi kedokteran gigi di FKG UNIMUS, pembicaraannya
sebagai berikut:
Pasien : Ini Bro… Gigiku sakit sama terasa bengkak, makan susah sampai
buka mulut pun susah, kira-kira tau kenapa enggak?
Pasien : Gigi belakang kayaknya deh Bro, sebelah kiri bawah sakitnya nyut-
nyutan sampai kepala.
Pasien : Udah sih, kalo engga salah nama obatnya Cataflam, tapi bertahan
cuma 2 jam abis itu sakit lagi.
21
Koass : Ooh, ini mah giginya berlubang dan tumbuhnya ngga sempurna
Bro. Sini kebetulan aku tinggal satu kasus nih Bro
Pasien : Beneran Bro??! Tapi ini engga diapa-apain kan? Ntar dijadiin
kelinci percobaan lagi, hahaha.
22
3.3.1 Alat dan Bahan Odontektomi
Alat dan Bahan yang digunakan dalam prosedur Odontektomi gigi impaksi molar
ketiga rahang bawah yaitu sebagai berikut. 14
1. Alat dasar kedokteran gigi: kaca mulut, sonde, eskavator, pinset kedokteran gigi.
2. Alat anastesi: disposible syringe 2,5 ml.
3. Alat pembuatan flap: handle dan scalpel, rasparatorium (periosteal elevator),
pinset anatomis.
4. Alat untuk membuang jaringan penghambat: contra high speed, diamond bur
gigi bentuk long shank bur, diamond bur tulang bentuk ulir, chisel dan hammer.
5. Alat pengungkit: bein lurus (besar dan kecil), bein bengkok dan cryer.
6. Alat pencabutan: tang mahkota gigi molar rahang bawah, tang sisa akar rahang
bawah dan tang trismus.
7. Alat penjahitan: needle holder, needle cutting edge, gunting dan pinset cirrurgis.
8. Alat lain: Neirbeken, cheek retractor, knable tang, water syringe, tempat
alkohol, kain penutup wajah, lap dada, bone file, kuret, duck clamp, petridish,
suction, cotton roll, deppen glass dan arteri clamp.
9. Bahan yang digunakan: Betadine antiseptik, pehacain, adrenalin, vaseline,
alkohol 70%, aquades steril, benang non absorbable (silk), cotton pellet dan
tampon.
23
4. Refleksi flap mucoperiosteal
5. Pengambilan tulang
Bertujuan untuk mengekspos mahkota dengan pengambilan tulang di bagian
atasnya serta untuk pengambilan tulang yang menghalangi jalur untuk
pengangkatan gigi. Tulang yang diambil harus dalam jumlah yang cukup untuk
mengaktifkan elevasi.
6. Elevasi gigi
7. Ekstraksi/pengambilan gigi
8. Penghalusan dan pembersihan tulang
Terdiri dari irigasi soket, kuretase untuk menghilangkan folikel gigi dan epitel yang
tersisa, memeriksa sisa-sisa jaringan tulang/granulasi pendarahan dan memeriksa
karies (akar/mahkota)/erosi/kerusakan gigi yang berdekatan.
9. Kontrol pendarahan
10. Penjahitan
Benang yang digunakan adalah benang hitam 3-0. Jahitan interrupted digunakan
dan dipertahankan selama 7 hari. Dalam kasus impaksi gigi molar ketiga, jahitan
pada bagian distal gigi molar kedua harus ditempatkan pertama.
11. Medikasi-antibiotik, analgesik
12. Instruksi pasca bedah
13. Kontrol
24
Tahapan ekstraksi gigi molar ketiga dengan Impaksi Mesioangular yaitu antara lain:
Buat insisi/sayatan horizontal, hingga lipatan mucoperiosteal dapat di
refleksikan. Refleksi dimulai pada papilla interdental dari aspek mesial molar
pertama dan berlanjut hingga ke posterior, sepanjang sayatan sampai batas
anterior ramus. 7
Gambar 19. Insisi Horizontal (Envelope Flap) menggunakan scalpel no. #15.
Tulang yang menutupi gigi dihilangkan menggunakan bur bulat, sampai seluruh
mahkota terbuka. Setelah itu, dengan menggunakan bur fisur, tulang pada aspek
bukal dan aspek distal dari gigi dihilangkan (teknik guttering). Jika gigi berakar
tunggal, untuk memudahkan pencabutannya, bagian mesial gigi dihilangkan
25
terlebih dahulu, sedangkan bagian yang tersisa kemudian luksasi. Jika gigi
memiliki dua akar, akar tersebut dapat dipisahkan/separasi dan setiap akar
mungkin diekstraksi ke arah yang paling mudah, tergantung pada
kelengkungannya. Lebih spesifik lagi, alur vertikal dalam/vertical groove dibuat
pada mahkota gigi menggunakan bur fisur, kira-kira sejauh tulang intraradikular.
Pemisahan dicapai dengan menggunakan straight elevator, yang mana setelah
ditempatkan di alur vertikal dalam yang sudah dibuat, kemudian diputar sehingga
memisahkan akar. Pemisahan gigi ini memungkinkan pengangkatan tulang yang
terbatas, sehingga menyebabkan lebih sedikit trauma dan penyelesaian prosedur
pembedahan yang lebih cepat. 7
Gambar 23. Menghilangkan tulang menggunakan bur fisur dengan teknik guttering. Dimana
sebuah alur yang dalam/groove dibuat ke arah bukal dan meluas ke arah distal dari mahkota
gigi, membentuk ruang yang akan memfasilitasi luksasi gigi tersebut.
26
Gambar 24. Pemisahan mahkota dari gigi yang impaksi dengan arah bukolingual, yang mana meluas
sejauh tulang intraradikular.
Gambar 25. Pemisahan gigi dengan memposisikan dan memutar straight elevator pada
groove yang sudah dibuat.
Gigi dicabut dalam dua tahapan. Pertama-tama akar distal diangkat bersama-
sama dengan bagian mahkota, kemudian setelah meletakkan blade dari elevator
pada aspek mesial gigi, akar lainnya dihilangkan dengan gerakan rotasi ke arah
distal. 7
Gambar 26. Luksasi dari segmen distal gigi yang impaksi menggunaka straight elevator dengan
gerakan rotasi ke arah distal.
27
Gambar 27. Luksasi dari segmen mesial gigi yang impaksi menggunakan straight elevator.
Gambar 28. Membuang folike gigi menggunakan hemostat dan kuret periapikal (kiri) &
Lapang pandang area pembedahan setelah dilakukan penjahitan (kanan).
28
Pasien disarankan untuk meningkatkan kebersihan mulutnya.
Apabila masih terjadi perdarahan pasien disarankan untuk melakukan kontrol setelah
operasi.
Pasien disarankan untuk minum obat secara teratur sesuai resep yang diberikan.
29
3.4 Kerangka Teori
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Impaksi gigi molar ketiga baik parsial maupun total, masing-masing dapat
menyebabkan masalah serius dan berpotensi menimbulkan komplikasi ringan sampai
berat yang bahkan dapat mengancam jiwa. Salah satu komplikasi dari gigi molar ketiga
yang impaksi yaitu perikoronitis. Meskipun perikoronitis di sekitar gigi molar ketiga
sebagai suatu penyakit terlihat kecil, tetapi kita tidak dapat mengabaikan kemungkinan
komplikasinya yang akan terjadi. Selain berupa gejala lokal, peradangan kecil ini dapat
berubah menjadi abses yang terlokalisasi atau bahkan dapat menyebar ke ruang fascial
jaringan lunak yang berdekatan, sehingga mengarah ke kondisi yang mengancam jiwa
jika tidak diobati. Diagnosis yang tepat harus dibuat berdasarkan riwayat kasus secara
menyeluruh, pemeriksaan klinis dan evaluasi hasil gambaran radiografi. Bergantung
pada diagnosis, rencana perawatan yang paling tepat harus benar-benar di
implementasikan, sehingga perikoronitis dapat ditangani.
31
4.3 Ayat/Hadist Terkait
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.”
Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan ()تقويم أحسن في
adalah: memberikannya keseimbangan dan menyempurnakannya. Demikianlah yang
dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Dan manusialah sebaik-baik apa yang diciptakan;
Karena sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu itu diletakkan di atas
wajahnya, dan Dia menciptakan manusia sejajar berdiri tegap dan baginya lisan, tangan
dan jari-jemari yang dipergunakan untuk menggenggam. Abu Bakar bin Thohir berkata:
Manusia dihiasi dengan Akal, yang dipergunakan untuk menjalankan perintah, bisa
membedakan baik dan buruk dengan petunjuk, postur yang tinggi tegap, dia bisa meraih
makanan dengan tangannya” dikutip dari Tafsir Al Qurthubi (20/105). 15
32
Adapun jika proses perbaikan tersebut untuk menghilangkan cacat atau rasa sakit, maka
tidak ada larangan untuk itu, akan tetapi jika hanya untuk hiasan dan mempercantik saja
maka hal tersebut dilarang. 15
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Wihardja R, Setiadhi R. Kondisi Kesehatan Gigi dan Mulut Siswa SDK Yahya.
Jurnal Kedokteran Gigi UNPAD. 2016 Desember;28(3):148-54.
2. Nompa SNHA. Prevalensi Gigi Impaksi Disertai Lesi Jaringan Keras Rongga
Mulut Menggunakan Teknik Radiografi Panoramik di RSGM Kandea UNHAS
Periode 2016-2017. Makassar: Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin. 2017.
3. Amaliyana E, Cholil, Sukmana BI. Deskripsi Gigi Impaksi Molar Ke Tiga Rahang
Bawah di RSUD Ulin Banjarmasin. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. 2014
September;2(2):134-7.
4. Bustamin F. Prevalensi Insidensi Perikoronitis Terhadap Posisi Impaksi Molar Ke
Tiga Mandibula di RSGM Halimah Dg. Sikati Makassar. Makassar: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 2014.
5. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 7th
ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. h. 160-84.
6. Lam D, Laskin DM. Oral and Maxillofacial Surgery Review: A Study Guide.
Berlin: Quintessece Publishing Co, Inc; 2015. h. 76-89.
7. Fragiskos FD. Oral Surgery. New York: Springer; 2007. h. 121-77.
8. Malik NA. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd ed. New Delhi: Jaypee;
2012. h. 147-59.
9. Dhonge RP, Zade RM, Gopinath V, Amirisetty R. An Insight into Pericoronitis. Int
J Dent Med Res. 2015;1(6):172-5.
10. Wehr C, Cruz G, Young S, Fakhouri WD. An Insight into Acute Pericoronitis and
the Need for an Evidence-Based Standard of Care. Dentistry Journal. 2019;7(88):1-
10.
11. Rahayu S. Odontektomi, Tatalaksana Gigi Bungsu Impaksi. E-Journal Widya
Kesehatan dan Lingkungan. 2014;1(2):81-9.
12. Doran J. Operculectomy [Internet]. [Updated: July 29 2019, Cited on: November
27 2019]. Available from: http://www.exodontia.info/Operculectomy.html.
34
13. Anisa. Mengetahui Kelengkapan Peralatan Odontektomi Molar Tiga Rahang
Bawah di Puskesmas Kecamatan Medan Petisah Tahun 2016. Medan: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2016.
14. Putra PPGAM. Rencana Perawatan Odontektomi Gigi Molar Ketiga Bawah Kiri
Dengan Angulasi Mesioangular, Kedalaman Level A. Jember: Laboratorium Bedah
Mulut RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. 2013.
15. Al-Munajid MS. Ayat ini Tidak Melarang Merapikan Tekstur dan Tatanan Gigi-
gigi [Internet]. [Updated: December 17 2014, Cited on: December 02 2019].
Available from: https://islamqa.info/id/answers/69812/ayat-ini-tidak-melarang-
merapikan-tekstur-dan-tatanan-gigi-gigi.
35