Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2 BLOK 14

BEDAH MINOR

Dosen Pembimbing Tutorial


drg. Pebrian Diki Prestya
Disusun Oleh
Ketua: Rika Widya Kartika J2A017016
Scrable Ketik: Vina Widya Putri J2A017017
Scrable Tulis: Hety Rahmawati J2A017018
Anggota: Nabela Intania Sekarini J2A017014
Isnadia Rachmah Ika J2A017015
Shafira Varianda Fatimah J2A017019
Hakmi Adhimah J2A017021
Melinda Savira Ayudyawati J2A017022
Syarafina Ummu Salamah J2A017023
Ayu Anggraeni Mardian J2A017024
Sahara Sa’adillah Isri J2A017026
Ira Naca Gistina Saputri J2A017045
Idzhar Qolby Fatichin J2A017050

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena


dengan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario 2
Blok 14 Bedah Minor yang berjudul “CHAT TEMAN NANYAIN MASALAH
GIGI”.

Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas Tutorial. Dalam laporan ini
dibahas mengenai Impaksi Gigi & Perikoronitis. Dengan selesainya laporan ini,
maka tidak lupa kami mengucapkan terima kasih khususnya kepada drg. Pebrian
Diki Prestya selaku Tutor Tutorial Blok 14 SGD 1, teman-teman yang sudah
memberi masukan baik langsung maupun tidak langsung, juga pihak-pihak yang
menyediakan sumber yang telah kami satukan.

Demikian laporan ini kami selesaikan, semoga dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan disana-sini. Saran-saran
serta kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna
peningkatan pembuatan laporan pada tugas yang lain di waktu mendatang. Akhir
kata, kami mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Semarang, 25 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………...…………………. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………...……….. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………. 2

1.3 Tujuan ………………………………………………………………... 3

1.4 Manfaat ………………………………………………………………. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Impaksi Gigi

2.1.1 Definisi Impaksi Gigi ………………………………………. 4

2.1.2 Klasifikasi Impaksi Gigi ….……………………………….... 5

2.1.2.1 Impaksi Gigi Molar Ketiga Mandibula …...……… 5

2.1.2.2 Impaksi Gigi Molar Ketiga Maksila …………….. 10

2.1.2.3 Impaksi Gigi Kaninus Maksila ………………….. 11

2.1.3 Komplikasi Impaksi Gigi ……………………………..…... 12

2.2 Perikoronitis

2.2.1 Definisi Perikoronitis ……………………………………... 15

2.2.2 Etiologi Perikoronitis ……………………………………... 15

2.2.3 Faktor Risiko Perikoronitis ……………………………….. 16

2.2.4 Tanda & Gejala Perikoronitis ……………………………... 16

2.2.5 Klasifikasi Perikoronitis …………………………………... 17

ii
2.2.6 Patogenesis Perikoronitis …………………………………. 17

2.2.7 Komplikasi Perikoronitis …………………………………. 18

2.2.8 Rencana Perawatan Perikoronitis …………………………. 19

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Skenario 2 Blok 14 ……………..…………………………..……….. 21

3.2 Diagnosis Kasus Pada Skenario …………………………….……….. 22

3.3 Rencana Perawatan Kasus Pada Skenario …………………………... 22

3.3.1 Alat dan Bahan Odontektomi ……………………………... 23

3.3.2 Prosedur Odontektomi Gigi Impaksi Molar Ketiga Rahang

Bawah ………………………………………………..…… 23

3.3.3 Penatalaksanaan Pasca Bedah …………………………….. 28

3.4 Kerangka Teori ……………………………………………………… 30

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan …………………………………………………………. 31

4.2 Kritik dan Saran ……………………………………………………... 31

4.3 Ayat/Hadist Terkait ……………………………………………..…... 32

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...... 34

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga mulut merupakan bagian tubuh yang penting untuk dijaga. Rongga
mulut mencerminkan kesehatan secara umum, karena banyak penyakit umum
mempunyai gejala-gejala yang dapat dilihat dari dalam mulut. Rongga mulut
merupakan suatu unit fungsional dimana semua bagian seperti gigi geligi, lidah, pipi,
gingiva serta saliva saling berkaitan satu sama lainnya. Gigi geligi sendiri memiliki
peranan yang penting sebagai bagian dari tubuh manusia. Kesehatan gigi merupakan
investasi bagi masa depan sehingga kita harus benar-benar menjaga kesehatan gigi.
Gigi geligi memiliki banyak fungsi, antara lain yaitu sebagai fungsi pengunyahan
(mastikasi), bicara (artikulasi), serta estetis.1
Perkembangan dan pertumbuhan gigi geligi serigkali mengalami gangguan
erupsi baik pada gigi anterior maupun posterior. Gigi yang tidak berhasil erupsi
dengan sempurna atau bahkan terpendam di dalam rahang dengan posisi yang
abnormal disebut impaksi. Gigi impaksi atau gigi terpendam adalah gigi yang erupsi
normalnya terhalang atau terhambat, biasanya oleh karena kurangnya ruang pada
lengkung rahang, obstruksi pada jalannya erupsi gigi karena gigi didekatnya atau
jaringan patologi, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna dan tidak
mencapai oklusi normal di dalam deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi.2
Gigi molar ke tiga maksila dan mandibula, kaninus maksila dan premolar rahang
bawah merupakan gigi yang paling sering terjadi impaksi.3 Gigi molar ke tiga rahang
bawah yang mengalami impaksi dapat mengganggu fungsi kunyah dan sering
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa resorbsi
patologi gigi yang berdekatan, terbentuknya kista folikular, rasa sakit neuralgik,
perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahang dan gigi anterior yang
berdesakan akibat tekanan gigi impaksi tersebut ke arah anterior. Akibat lainnya
adalah terjadi periostitis, neoplasma dan komplikasi lainnya. 3
Perikoronitis adalah infeksi yang terjadi pada jaringan lunak disekitar
mahkota gigi yang mengalami impaksi sebagian, paling sering terjadi pada gigi molar

1
ke tiga mandibula, biasanya pada pasien muda. Gejala umum yang terjadi saat
perikoronitis adalah jaringan disekitar gigi mengalami pembengkakan, kemerahan
serta sakit pada saat membuka mulut. Sedangkan perikoronitis akut memiliki gejala
sakit yang tajam dan berdenyut, kemerahan, bengkak dan bernanah (Abses
Perikoronal) pada gigi molar ke tiga yang mengalami inflamasi. Abses perikoronal
merupakan abses periodontal rekuren yang terjadi akibat sisa makanan, plak dan
bakteri yang menginvasi pada poket mahkota ketika gigi molar erupsi. Perikoronitis
juga dapat disebabkan karena operkulum pada gigi molar mandibula yang berkontak
dengan gigi molar maksila secara berulang, akibatnya terbentuk lesi pada operkulum
sehingga memudahkan bakteri dan plak masuk kedalam jaringan periodontal yang
akan mengakibatkan inflamasi. Keadaan perikoronitis dapat membuat penderitanya
merasa sangat terganggu karena keadaan yang akut tersebut. Oleh karena itu perlu
dilakukan perawatan pada gigi molar ke tiga yang mengalami perikoronitis.4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya antara lain
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan impaksi gigi?
2. Apa saja klasifikasi dari impaksi gigi?
3. Apa saja komplikasi dari impaksi gigi?
4. Apa yang dimaksud dengan perikoronitis?
5. Apa saja etiologi dari perikoronitis?
6. Apa saja faktor risiko dari perikoronitis?
7. Apa saja tanda & gejala dari perikoronitis?
8. Apa saja klasifikasi dari perikoronitis?
9. Bagaimana patogenesis dari perikoronitis?
10. Apa saja komplikasi dari perikoronitis?
11. Apa saja rencana perawatan dari perikoronitis?

2
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan pembuatan laporan ini adalah
sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi impaksi gigi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi impaksi gigi.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi impaksi gigi.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi perikoronitis.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi perikoronitis.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor risiko perikoronitis.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda & gejala perikoronitis.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi perikoronitis.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis perikoronitis.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi perikoronitis.
11. Mahasiswa mampu menjelaskan rencana perawatan perikoronitis.

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menambah wawasan.
2. Untuk mengetahui hal-hal mengenai Impaksi Gigi & Perikoronitis.
3. Untuk memperkaya penulisan dalam bidang Kedokteran/Kesehatan
khususnya mengenai Impaksi Gigi & Perikoronitis.
4. Dapat dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan laporan kedepannya yang
lebih luas dan mendalam.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Impaksi Gigi


2.1.1 Definisi Impaksi Gigi
Gigi yang impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi sepenuhnya ke dalam
lengkung gigi dalam kisaran waktu yang diharapkan. Gigi menjadi impaksi karena
orientasi gigi tersebut yang tidak normal, gigi yang berdekatan, tulang di atasnya yang
padat, jaringan lunak yang berlebihan, atau kelainan genetik yang mencegah erupsi.
Karena gigi yang impaksi tidak erupsi, gigi tersebut akan tertahan seumur hidup pasien,
kecuali jika diangkat atau dioperasi dengan pembedahan. Istilah gigi yang tidak erupsi
termasuk gigi yang mengalami impaksi dan gigi yang sedang dalam proses
perkembangan dan erupsi.5
Gigi paling sering menjadi impaksi dikarenakan panjang total lengkung tulang
alveolar lebih kecil daripada total panjang lengkung gigi. Gigi yang paling umum
mengalami impaksi adalah molar ketiga rahang atas dan rahang bawah, diikuti oleh
kaninus rahang atas dan premolar mandibula. Gigi molar ketiga adalah yang paling
sering mengalami impaksi karena merpakan gigi terakhir yang ber-erupsi. Oleh karena
itu, mereka adalah yang paling mungkin memiliki ruang yang tidak memadai untuk
erupsi secara lengkap.5
Pada maksila anterior, gigi kaninus juga biasanya dicegah untuk ber-erupsi
dikarenakan adanya crowding gigi. Kaninus biasanya akan erupsi setelah gigi insisivus
lateral rahang atas dan premolar pertama rahang atas. Jika ruang tidak memadai untuk
memungkinkan erupsi, gigi kaninus menjadi impaksi atau ber-erupsi ke arah labial dari
lengkung gigi. Pada mandibula, situasi yang sama juga mempengaruhi premolar
mandibula karena mereka biasanya akan erupsi setelah molar pertama dan kaninus
mandibula. Oleh karena itu, jika ruang untuk erupsi tidak memadai, salah satu premolar,
biasanya premolar kedua, menjadi impaksi atau ber-erupsi ke arah bukal atau lingual
dari lengkung gigi.5

4
Berikut merupakan faktor yang berkaitan dengan Impaksi Gigi: 6
Faktor Lokal Faktor Sistemik
 Retensi gigi sulung yang
berkepanjangan
 Cleft Lip/Palate  Displasia Cleidocranial
 Kista atau tumor odontogenik  Kekurangan endokrin (misalnya,
 Panjang lengkung rahang yang hipotiroidisme,
kurang hipopituitarisme)
 Benih gigi yang malposisi  Penyakit demam/Febrile
 Jalur erupsi gigi yang tidak  Sindrom Down
normal  Iradiasi
 Blokade oleh gigi
supernumerary
Tabel 1. Faktor Lokal & Faktor Sistemik yang berkaitan dengan Impaksi Gigi.

2.1.2 Klasifikasi Impaksi Gigi


2.1.2.1 Impaksi Gigi Molar Ketiga Mandibula
Klasifikasi oleh George B. Winter
Berdasarkan angulasi, yaitu posisi anatomi gigi molar ketiga yang impaksi pada
gambaran radiografi, terkait dengan sumbu panjang/long axis gigi molar kedua.
1. Impaksi Mesioangular
Mahkota gigi yang mengalami impaksi mesioangular miring ke arah molar
kedua, dalam arah mesial. Jenis impaksi ini adalah yang paling umum terlihat,
angka kejadiannya mencakup sekitar 43% dari semua impaksi molar ketiga.
Merupakan impaksi paling umum dan termudah untuk dihilangkan. 4,5,6,7

5
Gambar 1. Impaksi gigi Mesioangular.

2. Impaksi Vertikal
Dalam impaksi vertikal, sumbu panjang gigi yang impaksi sejajar dengan sumbu
Panjang gigi molar kedua. Impaksi ini terjadi dengan frekuensi terbesar kedua,
yaitu sekitar 38% dari semua impaksi molar ketiga bawah, dan dianggap mudah
untuk dihilangkan. 4,5,6,7

Gambar 2. Impaksi gigi Vertikal.

3. Impaksi Distoangular
Dalam impaksi distoangular, sumbu panjang dari gigi molar ketiga menyudut ke
arah distal atau posterior, menjauhi gigi molar kedua. Impaksi ini adalah yang
paling sulit untuk dihilangkan karena terdapat bagian gigi yang masuk ke dalam
ramus mandibula, dan pengangkatannya membutuhkan intervensi bedah yang
signifikan. Impaksi distoangular hanya terjadi sekitar 6% dari semua impaksi
molar ketiga bawah. Gigi molar ketiga yang sudah erupsi juga mungkin berada
dalam posisi distoangular. Ketika ini terjadi, gigi ini jauh lebih sulit untuk

6
dihilangkan dibandingkan dengan gigi erupsi lainnya. Alasannya adalah bahwa
akar mesial molar ketiga sangat dekat dengan akar gigi molar kedua. 4,5,6,7

Gambar 3. Impaksi gigi Distoangular.

4. Impaksi Horizontal
Dalam impaksi horizontal, sumbu panjang gigi molar ketiga tegak lurus terhadap
gigi molar kedua. Jenis impaksi ini biasanya dianggap lebih sulit dihilangkan
dibandingkan dengan impaksi mesioangular. Impaksi horizontal terjadi lebih
jarang, terjadi sekitar 3% dari semua impaksi molar ketiga mandibula. 4,5,6,7

Gambar 4. Impaksi gigi Horizontal.

7
5. Impaksi Buccoangular
Impaksi yang condong/miring ke arah bukal. Merupakan impaksi gigi molar
ketiga mandibula yang jarang terjadi. 4,5,6,7

Gambar 5. Impaksi gigi Buccoangular.

6. Impaksi Linguoangular
Impaksi yang condong/miring ke arah Lingual. Merupakan impaksi gigi molar
ketiga mandibula yang jarang terjadi. 4,5,6,7

Gambar 6. Impaksi gigi Linguoangular.

7. Impaksi Inverted/Terbalik
Impaksi yang terbalik. Merupakan impaksi gigi molar ketiga mandibula yang
jarang terjadi. 4,5,6,7

Gambar 7. Impaksi gigi Inverted/Terbalik.

8
Klasifikasi oleh Pell & Gregory
Dibagi menjadi dua, antara lain:
A. Berdasarkan hubungannya dengan bidang oklusal (kedalaman impaksi)
1. Kelas A: Permukaan oklusal gigi molar ketiga yang impaksi setinggi atau
hampir sejajar dengan bidang oklusal gigi molar kedua.
2. Kelas B: Permukaan oklusal gigi molar ketiga yang impaksi terletak antara
bidang oklusal dan garis servikal gigi molar kedua.
3. Kelas C: Permukaan oklusal gigi molar ketiga yang impaksi terletak di
bawah garis servikal gigi molar kedua. 5,6,7

Gambar 8. Secara berurutan dari kiri ke kanan: Impaksi Kelas A, Kelas B dan Kelas C.

B. Berdasarkan hubungannya dengan batas anterior ramus mandibula (ruang yang


tersedia)/banyaknya bagian gigi yang ditutupi oleh tulang ramus mandibula
1. Kelas I: Tersedianya ruang yang cukup antara batas anterior ramus
mandibula dan sisi distal gigi molar kedua untuk erupsi gigi molar ketiga.
2. Kelas II: Ruang yang tersedia antara batas anterior ramus mandibula dan
sisi distal gigi molar kedua kurang dari lebar mesiodistal mahkota gigi
molar ketiga, sehingga terdapat mahkota bagian distal gigi molar ketiga
yang ditutupi oleh tulang dari ramus mandibula.
3. Kelas III: Gigi molar ketiga benar-benar tertanam di dalam tulang ramus
mandibula karena kurangnya ruang. 5,6,7

Gambar 9. Secara berurutan dari kiri ke kanan: Impaksi Kelas I, Kelas II dan Kelas III.

9
Tiga sistem klasifikasi yang sudah dibahas sebelumnya dapat digunakan bersamaan
untuk menentukan tingkat kesulitan ekstraksi gigi. Sebagai contoh: Impaksi
mesioangular dengan Ramus Kelas I dan Kedalaman Kelas A, biasanya mudah untuk di
ekstraksi.5

Gambar 10. Impaksi Mesioangular dengan Ramus Kelas I dan Kedalaman Kelas A.

2.1.2.2 Impaksi Gigi Molar Ketiga Maksila


Sistem klasifikasi untuk impaksi molar ketiga rahang atas pada dasarnya sama
dengan impaksi molar ketiga mandibula. Namun, beberapa perbedaan dan tambahan
harus dibuat untuk menilai dengan lebih akurat kesulitan ekstraksi gigi impaksi molar
ketiga rahang atas tersebut. 5
Mengenai angulasi, ketiga jenis impaksi molar ketiga rahang atas adalah: (1) impaksi
vertikal, (2) impaksi distoangular, dan (3) impaksi mesioangular. Impaksi vertikal
terjadi sekitar 63%, impaksi distoangular sekitar 25%, dan impaksi mesioangular sekitar
12%. Sedangkan untuk angulasi dalam posisi lain seperti transversal, inverted/terbalik,
serta horizontal jarang ditemui. Ketiga posisi yang jarang terjadi ini, menyumbang
sekitar kurang dari 1% dari semua kejadian impaksi molar ketiga rahang atas. 5
Meskipun memiliki klasifikasi angulasi yang sama, tingkat kesulitan ekstraksi gigi
molar ketiga rahang atas memiliki tingkat kesulitan yang berlawanan dengan ekstraksi
gigi molar ketiga rahang bawah. Impaksi vertikal dan distoangular dari gigi molar ketiga
rahang atas kurang sulit untuk dihilangkan, sedangkan impaksi mesioangular dari gigi
molar ketiga rahang atas adalah yang paling sulit untuk dihilangkan. Hal ini disebabkan
karena terdapat tulang yang cukup tebal, yang menutupi impaksi mesioangular dari gigi
molar ketiga rahang atas sehingga membutuhkan pengangkatan atau ekspansi yang
berada pada aspek posterior gigi dan jauh lebih tebal daripada impaksi vertikal atau

10
distoangular. Selain itu, akses menuju gigi yang mengalami impaksi mesioangular dari
gigi molar ketiga rahang atas jauh lebih sulit jika gigi molar kedua sudah erupsi. 5
Posisi molar ketiga rahang atas dalam arah buccopalatal juga penting untuk
menentukan kesulitan ekstraksi. Kebanyakan molar ketiga rahang atas mengarah ke
aspek bukal dari prosesus alveolar, ini membuat tulang di atasnya tipis dan oleh karena
itu mudah dihilangkan atau diperluas. Kadang-kadang molar ketiga rahang atas yang
impaksi mengarah ke aspek palatal dari prosesus alveolar. Hal ini membuat gigi jauh
lebih sulit untuk diekstraksi karena jumlah tulang yang harus dihilangkan lebih besar
untuk mendapatkan akses ke gigi yang mengalami impaksi, dan pendekatan dari aspek
palatal berisiko cedera pada saraf dan pembuluh foramina palatine. Kombinasi dari
gambaran radiografi dan palpasi digital klinis pada daerah tuberositas biasanya dapat
membantu menentukan apakah molar ketiga rahang atas berada dalam posisi bukal atau
palatal. Jika gigi mengarah ke aspek bukal, tonjolan yang teraba akan ditemukan di
daerah tersebut. Jika gigi mengarah ke aspek palatal, defisit tulang ditemukan di daerah
itu. Dengan begitu, ahli bedah harus mengantisipasi prosedur yang lebih lama dan lebih
terlibat. 5

Gambar 11. Impaksi Gigi Molar Ketiga Maksila, (A)Impaksi Vertikal, (B)Impaksi
Distoangular, dan (C)Impaksi Mesioangular.

2.1.2.3 Impaksi Gigi Kaninus Maksila


Klasifikasi oleh Archer
1. Kelas I: Impaksi gigi kaninus terletak di Palatum. Dibagi menjadi horizontal,
vertikal dan semivertikal.
2. Kelas II: Impaksi gigi kaninus terletak di labial atau bukal rahang atas. Dibagi
menjadi horizontal, vertikal dan semivertikal.
3. Kelas III: Impaksi gigi kaninus terletak pada kedua bagian yaitu di palatal dan di
labial atau bukal rahang atas. Misalnya posisi mahkota berada di palatum dan akar

11
lewat di antara akar gigi yang berdekatan dalam prosesus alveolar dan berakhir di
sudut tajam pada permukaan labial atau bukal rahang atas.
4. Kelas IV: Impaksi gigi kaninus terletak dalam tulang alveolar, biasanya dalam
posisi vertikal antara gigi insisivus dan premolar pertama.
5. Kelas V: Impaksi gigi kaninus terletak di daerah tidak bergigi/endentulous di
rahang atas. 8

2.1.3 Komplikasi Impaksi Gigi


Komplikasi dari impaksi gigi antara lain sebagai berikut.
A. Neuralgia kepala lokal atau general
Gigi impaksi mungkin bertanggung jawab atas berbagai gejala yang berhubungan
dengan sakit kepala dan berbagai jenis neuralgia. Rasa sakit mungkin disebabkan
oleh tekanan yang diberikan oleh gigi yang impaksi, di mana ia bersentuhan dengan
banyak ujung saraf. Banyak orang berpendapat bahwa gejalanya dapat mereda
setelah pencabutan gigi terkait. 7
B. Perikoronitis
Ini adalah infeksi akut pada jaringan lunak yang menutupi gigi semi-impaksi dan
folikel terkait. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh cedera pada operkulum
(jaringan lunak yang menutupi gigi) oleh molar ketiga antagonis atau karena
jebakan makanan di bawah operkulum, yang mengakibatkan invasi bakteri dan
infeksi pada daerah tersebut. Setelah peradangan terjadi, dan teap bertahan, maka
menyebabkan terjadinya episode akut dari waktu ke waktu. Ini muncul sebagai rasa
sakit yang parah di daerah gigi yang terkena, yang menjalar ke telinga, sendi
temporomandibular, dan daerah submandibular posterior. Trismus, kesulitan
menelan, limfadenitis submandibular, rubor, dan edema operkulum juga termasuk
tanda dan gejalanya. Karakteristik perikoronitis adalah ketika tekanan diberikan

12
pada operkulum, nyeri hebat dan keluarnya nanah dapat diamati. Perikoronitis akut
sering menyebabkan penyebaran infeksi ke berbagai daerah leher dan wajah.7

Gambar 12. Perikoronitis.

C. Karies gigi
Jebakan partikel makanan dan kebersihan mulut yang buruk keberadaan gigi semi-
impaksi, dapat menyebabkan terjadinya karies pada permukaan distal gigi molar
kedua, serta pada mahkota gigi impaksi itu sendiri. 7

Gambar 13. Karies pada permukaan distal gigi molar kedua (kiri) & karies pada area
distal mahkota gigi molar ketiga semi-impaksi (kanan).

D. Destruksi dari gigi yang berdekatan karena resorpsi akar serta dukungan tulang
yang menurun dari gigi yang berdekatan
Resorpsi akar gigi yang berdekatan adalah salah satu kondisi yang tidak diinginkan,
yang mungkin disebabkan oleh gigi yang terimpaksi. Hal ini disebabkan karena
adanya tekanan dari gigi impaksi terhadap gigi yang berdekatan. Kasus ini terutama
melibatkan gigi posterior rahang atas dan rahang bawah. Ini dimulai dengan
resorpsi akar distal dan akhirnya dapat benar-benar menghancurkan gigi. 7

13
Gambar 14. Resorpsi tulang pada permukaan distal akar molar kedua mandibula,
menghasilkan pocket periodontal (kiri) & resorpsi akar distal molar pertama mandibula kiri,
akibat molar kedua yang terimpaksi (kanan).

E. Obstruksi erupsi normal dari gigi permanen


Gigi impaksi dan gigi supernumerary sering menghambat erupsi normal dari gigi
permanen, sehingga menimbulkan masalah fungsional dan estetika. 7

Gambar 15. Obstruksi erupsi molar kedua rahang bawah karena impaksi molar ketiga (kiri) &
Insisivus sentral rahang atas impaksi, terhambat karena gigi supernumerary (kanan).

F. Perkembangan berbagai kondisi patologis


Keberadaan gigi impaksi dan berbagai kondisi patologis bukanlah fenomena yang
tidak biasa. Seringkali lesi berupa kista berkembang di sekitar mahkota gigi dan
digambarkan pada radiograf sebagai radiolusen dengan ukuran berbeda. Kista ini
mungkin besar dan dapat memindahkan gigi yang terimpaksi ke posisi mana pun
pada rahang. Ketika keberadaan lesi osteolitik seperti itu dipastikan secara
radiografi, mereka harus dihilangkan bersama-sama dengan gigi yang mengalami
impaksi tersebut. 7

14
Gambar 16. Molar ketiga mandibula impaksi dengan radiolusen yang jelas di daerah distal
(kiri) & Kaninus mandibula impaksi yang dikelilingi oleh lesi (kanan).

2.2 Perikoronitis
2.2.1 Definisi Perikoronitis
Perikoronitis mengacu pada peradangan jaringan lunak dalam hubungannya dengan
mahkota gigi yang tidak erupsi sepenuhnya, termasuk gingiva dan folikel gigi. Kata
perikoronitis berasal dari Bahasa Yunani, Peri berarti "sekitar"; Bahasa Latin, Corona
berarti "mahkota" dan Itis berarti "peradangan." Ia juga dikenal sebagai operkulitis.
Jaringan lunak yang menutupi gigi yang erupsi sebagian dikenal sebagai flap
perikoronal atau operkulum gingiva. Pemeliharaan kebersihan mulut di area tersebut
sangat sulit untuk dicapai dengan metode normal kebersihan mulut. 9
Molar ketiga mandibula paling sering mengalami perikoronitis. Kondisi patologis ini
paling umum terjadi pada orang dewasa muda, meskipun dapat terjadi pada semua
kelompok umur. Kerentanan terhadap perikoronitis sangat besar pada periode antara
usia 16 hingga 30 tahun, dengan insiden maksimum pada usia 21-25 tahun, selama
periode paling umum untuk erupsi gigi molar ketiga. 10

2.2.2 Etiologi Perikoronitis


Penyebab paling umum di balik peradangan perikoronal adalah akumulasi plak dan
sisa makanan antara mahkota gigi dan penutup gingiva atau operkulum. Ini adalah area
yang ideal untuk pertumbuhan bakteri dan sulit untuk menjaganya agar tetap bersih.
Spesies bakteri yang dominan dalam perikoronitis antara lain Streptococcus,
Actinomyces, dan spesies Propionibacterium. Bersamaan dengan ini, ada juga bukti
keberadaan bakteri penghasil β-laktamase seperti Prevotella, Bacteroides,

15
Fusobacterium, Capnocytophaga dan Staphylococcus sp. Terbukti bahwa flora mikroba
perikoronitis sebagian besar merupakan bakteri anaerob. 9
Secara klinis, retromolar pad pada gigi molar yang mengalami impaksi berkontak
dengan gigi antagonisnya ketika mengunyah, sehingga menyebabkan terjadinya trauma
dan membentuk poket yang dalam, yang mana merupakan jalan masuk plak dan bakteri
dan akan menyebabkan inflamasi yaitu berupa perikoronitis. Faktor predisposisi lain
dalam terjadinya perikoronitis adalah siklus menstruasi yang tidak teratur, virulensi
bakteri, anemia, stress, keadaan fisik yang lemah, gangguan pernafasan, oral hygiene
yang buruk, dan trauma yang disebabkan oleh cups gigi antagonis. Selain itu, diketahui
bahwa perikoronitis sering dialami oleh wanita pada saat pre-menstruasi dan post-
menstruasi. Wanita yang juga hamil diketahui mengalami perikoronitis pada trimester
kedua. Lebih lanjut, lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap terjadinya
perikoronitis, termasuk stress dan emosi. Stress menyebabkan penurunan saliva
sehingga menyebabkan penurunan lubrikasi dari saliva dan meningkatkan akumulasi
plak.4

2.2.3 Faktor Risiko Perikoronitis


Faktor risiko dari peikoronitis antara lain:
 Adanya gigi yang tidak erupsi/erupsi sebagian. Molar ketiga mandibula (yang
mengalami impaksi vertikal dan distoangular) paling sering terkena.
 Adanya periodontal pocket yang berdekatan dengan gigi yang tidak erupsi/erupsi
sebagian.
 Gigi antagois/gigi yang berhubungan dengan jaringan perikoronal yang
mengelilingi gigi yang tidak erupsi/erupsi sebagian.
 Riwayat perikoronitis sebelumnya.
 Status kebersihan mulut individu buruk.
 Infeksi saluran pernapasan dan radang tonsilitis.4

2.2.4 Tanda & Gejala Perikoronitis


Tanda dan gejala yang umum dari perikoronitis antara lain yaitu nyeri, bengkak,
trismus, disfagia halitosis, rasa tidak enak, inflamasi pada flap perikoronal dan
keluarnya nanah dari bawahnya, adanya kemerahan dan kelunakan pada flap

16
perikoronal, radang kadangkala diperparah oleh trauma dari gigi antagonis. Pada
episode yang parah, abses perikoronal akut dapat berkembang yang mungkin tetap
terlokalisasi atau menyebar untuk melibatkan satu atau lebih ruang fascia yang
berdekatan dan dapat dikaitkan dengan tanda dan gejala sistemik seperti peradangan
pada kelenjar limfatik (limfadenitis), demam serta malaise. 4

2.2.5 Klasifikasi Perikoronitis


Menurut International Classification of Diseases, perikoronitis dapat
diklasifikasikan sebagai perikoronitis akut dan kronis.
A. Akut
Perikoronitis akut ditandai dengan onset mendadak dengan waktu yang singkat,
tetapi memiliki gejala yang signifikan, seperti berbagai tingkat keterlibatan pada
inflamasi flap perikoronal. Selain itu terdapat juga keterlibatan sistemik. Biasanya
bentuk akut dari perikoronitis terlihat pada pasien yang memiliki kebersihan mulut
yang sedang atau buruk. 4
B. Kronis
Perikoronitis juga dapat diklasifikasikan sebagai kronis atau berulang. Dalam
kategori ini, episode berulang dari perikoronitis akut terjadi secara berkala. Hal ini
mungkin menyebabkan timbulnya beberapa gejala dan beberapa tanda terlihat pada
saat pemeriksaan intraoral. Biasanya bentuk kronis dari perikoronitis terlihat pada
pasien yang memiliki kebersihan mulut yang baik atau sedang. 4

2.2.6 Patogenesis Perikoronitis


Penyebab paling umum di balik peradangan pericoronal adalah akumulasi dari plak
dan sisa makanan antara mahkota gigi dan gingival flap atau operkulum. Ini adalah area
yang ideal untuk pertumbuhan bakteri dan sulit untuk menjaganya agar tetap bersih.
Spesies bakteri yang dominan dalam pericoronitis antara lain Streptococcus,
Actinomyces, dan spesies Propionibacterium. Bersamaan dengan ini, ada juga bukti
keberadaan bakteri penghasil β-laktamase seperti Prevotella, Bacteroides,
Fusobacterium, Capnocytophaga dan Staphylococcus sp. Terbukti bahwa flora mikroba
pericoronitis sebagian besar merupakan bakteri anaerob. 4

17
Tingkat keparahan pericoronitis, baik kronis maupun akut, tergantung pada
serangkaian faktor yang terdiri dari interaksi patogen periodontal, respons sistem
kekebalan, sifat mekanis terkait pengunyahan serta derajat impaksi molar ketiga. Pada
keadaan normal, operkulum yaitu mukosa gingiva yang meliputi benih gigi yang sedang
dalam proses erupsi, secara fisiologis akan membuka dan secara lambat laun akan
mengalami atrofi dan dapat menghilang, sehingga memungkinkan gigi untuk muncul di
rongga mulut. Pada gigi bungsu yang mengalami impaksi parsialis, operkulum menetap
dan celah dibawah operkulum menjadi tempat akumulasi debris yang menjadi media
sempurna untuk pertumbuhan mikroorganisme anaerob. Operkulum juga dapat
mengalami trauma gigitan dari molar ketiga rahang atas yang sudah erupsi sehingga
terbentuk lesi berupa ulcer. Ulser dapat menjadi pintu masuk bagi mikroorganisme
sehingga terjadi operkulitis yaitu infeksi operkulum seputar korona gigi. Infeksi dapat
meluas ke daerah perikoronal yaitu seluruh mukosa sekitar korona gigi, atau disebut
pericoronitis. 11

2.2.7 Komplikasi Perikoronitis


Perikoronitis adalah kondisi yang menyakitkan dan dapat menyebabkan masalah
yang lebih serius jika tidak ditangani. Jika kondisinya terlokalisasi, maka dapat berubah
menjadi abses perikoronal. Perikoronitis dapat menyebar ke arah posterior hingga
mencapai orofaring dan menyebar ke arah medial hingga mencapai dasar lidah, oleh
karena itu terdapat kesulitan menelan. Tergantung pada parahnya kondisi, biasanya juga
terdapat keterlibatan dari kelenjar getah bening, seperti kelompok submaksila, serviks
posterior, serviks dalam, dan retrofaringeal. Infeksi perikoronal kronis dapat meluas ke
ruang potensial jaringan lunak seperti ruang sublingual, ruang submandibular, ruang
parapharyngeal, ruang pterygomandibular, ruang infratemporal, ruang submasseteric
dan ruang bukal. Sekuel dari pericoronitis akut adalah pembentukan abses peritonsillar,
selulitis, dan Ludwig Angina. Kondisi tersebut mungkin memerlukan rawat inap dan
bisa menjadi situasi yang mengancam jiwa.4
Ludwig Angina biasanya ditandai dengan demam, malaise, elevasi lidah dan dasar
mulut karena adanya keterlibatan ruang sublingual, kesulitan menelan, bicara cadel dan
pembengkakan seperti papan dari ruang submandibular secara bilateral yang pada
akhirnya melibatkan bagian anterior dari leher. 4

18
Abses parapharyngeal menyebabkan demam dan malaise, nyeri hebat saat menelan,
dispnea dan penyimpangan laring ke satu sisi. Kondisi ini memerlukan pendekatan
bedah yang mendesak sehingga jalan napas dapat diamankan bersamaan dengan
drainase dan dekompresi dari ruang fascia yang terkena. 4

2.2.8 Rencana Perawatan Perikoronitis


Tiga metode perwatan didasarkan pada tingkat keparahan:
1. Manajemen nyeri dan infeksi.
2. Operasi kecil untuk menghilangkan tumpang tindih dengan gingival flap
(operculectomy).
3. Pengangkatan gigi. 11
Jika penyebab perikoronitis tidak dihilangkan, mungkin saja hadir sebagai kondisi
berulang yang membutuhkan banyak ragkaian pengobatan. The Royal College of
Surgeons of England telah memberikan pedoman Klinis Nasional untuk pengelolaan
pericoronitis, antara lain sebagai berikut:
• Lakukan irigasi pada ruang perikoronal menggunakan air hangat, dengan lembut
menyiram area sehingga sisa makanan dan eksudat dapat dihilangkan.
• Mengangkat flap perikoronal dengan lembut dari gigi dengan scaler atau kuret dan
usap bagian bawah permukaan flap dengan antiseptik.
• Evaluasi oklusi harus dilakukan untuk menentukan apakah gigi antagonisnya
menyebabkan trauma pada pericoronal flap atau tidak.
• Jika terdapat abses perikoronal, buatlah sayatan anteroposterior dengan blade #15
untuk membuat drainase.
• Pada kasus perikoronitis parah atau jika gejala sistemik hadir, maka pemberian
antibiotik bersama dengan analgesik dianjurkan.
• Berikan instruksi kebersihan mulut kepada pasien dan menyarankan penggunaan
obat kumur chlorhexidine 0,12% dua kali sehari.
• Setelah fase akut telah mereda atau telah terkontrol, perawatan selanjutnya yaitu
mempertimbangkan:
a) Keputusan untuk mempertahankan atau mengekstraksi gigi
(odontektomi) tergantung pada kondisi erupsi gigi apakah tumbuh
menjadi fungsional yang baik dari segi posisi atau tidak.

19
b) Jika keputusan dibuat untuk mempertahankan gigi, Operculectomy dapat
dilakukan menggunakan surgical scalpel, electrosurgery dan laser.
Sebuah loop elektroda juga dapat digunakan untuk menghilangkan flap. 9

Gambar 17. Operculecomy dengan radio-surgical loop. 12

20
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Skenario 2 Blok 14

“CHAT TEMAN NANYAIN MASALAH GIGI”

Pasien seorang pemuda berumur 23 tahun bertanya kepada temannya doker gigi
muda yang sedang kuliah profesi kedokteran gigi di FKG UNIMUS, pembicaraannya
sebagai berikut:

Pasien : Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bro!

Koass : Wa’alaikumussalam Wr. Wb. Ada apa Bro?

Pasien : Ini Bro… Gigiku sakit sama terasa bengkak, makan susah sampai
buka mulut pun susah, kira-kira tau kenapa enggak?

Koass : Gigi yang sebelah mana Bro?

Pasien : Gigi belakang kayaknya deh Bro, sebelah kiri bawah sakitnya nyut-
nyutan sampai kepala.

Koass : Udah coba minum obat Bro?

Pasien : Udah sih, kalo engga salah nama obatnya Cataflam, tapi bertahan
cuma 2 jam abis itu sakit lagi.

Koass : Coba fotoin keadaan giginya Bro.

Pasien : Oke Bro, bentar.

21
Koass : Ooh, ini mah giginya berlubang dan tumbuhnya ngga sempurna
Bro. Sini kebetulan aku tinggal satu kasus nih Bro

Pasien : Beneran Bro??! Tapi ini engga diapa-apain kan? Ntar dijadiin
kelinci percobaan lagi, hahaha.

Koass : Udah tenang ajaa…

KEYWORD: PERIKORONITIS, IMPAKSI, INFLAMASI, PEMBENGKAKAN.

3.2 Diagnosis Kasus Pada Skenario

Gambar 18. Kasus Impaksi Gigi pada Skenario 2 Blok 14.


Berdasarkan apa yang dilihat dari gambaran radiografi gigi 38 (molar ketiga kiri
mandibula), dapat dikatakan pasien tersebut mengalami Impaksi Mesioangular
dengan Ramus Kelas 2 dan Kedalaman/Posisi Kelas A, karena ruang yang tersedia
antara batas anterior ramus mandibula dan sisi distal gigi molar kedua kurang dari lebar
mesio-distal mahkota gigi molar ketiga, sehingga ruang untuk erupsi gigi molar ketiga
kurang serta permukaan oklusal dari gigi molar ketiga yang impaksi setinggi atau
hampir sejajar dengan bidang oklusal gigi molar kedua.

3.3 Rencana Perawatan Kasus Pada Skenario


Berdasarkan pada kasus yang dipaparkan dalam skenario, yaitu gigi 38 (molar ketiga
kiri mandibula) pasien mengalami Impaksi Mesioangular dengan Ramus Kelas 2 dan
Kedalaman/Posisi Kelas A, maka dilakukan tindakan odontektomi terhadap gigi 38.

22
3.3.1 Alat dan Bahan Odontektomi
Alat dan Bahan yang digunakan dalam prosedur Odontektomi gigi impaksi molar
ketiga rahang bawah yaitu sebagai berikut. 14
1. Alat dasar kedokteran gigi: kaca mulut, sonde, eskavator, pinset kedokteran gigi.
2. Alat anastesi: disposible syringe 2,5 ml.
3. Alat pembuatan flap: handle dan scalpel, rasparatorium (periosteal elevator),
pinset anatomis.
4. Alat untuk membuang jaringan penghambat: contra high speed, diamond bur
gigi bentuk long shank bur, diamond bur tulang bentuk ulir, chisel dan hammer.
5. Alat pengungkit: bein lurus (besar dan kecil), bein bengkok dan cryer.
6. Alat pencabutan: tang mahkota gigi molar rahang bawah, tang sisa akar rahang
bawah dan tang trismus.
7. Alat penjahitan: needle holder, needle cutting edge, gunting dan pinset cirrurgis.
8. Alat lain: Neirbeken, cheek retractor, knable tang, water syringe, tempat
alkohol, kain penutup wajah, lap dada, bone file, kuret, duck clamp, petridish,
suction, cotton roll, deppen glass dan arteri clamp.
9. Bahan yang digunakan: Betadine antiseptik, pehacain, adrenalin, vaseline,
alkohol 70%, aquades steril, benang non absorbable (silk), cotton pellet dan
tampon.

3.3.2 Prosedur Odontektomi Gigi Impaksi Molar Ketiga Rahang Bawah


Teknik: 13
1. Asepsis
Membersihkan jaringan luka pada ekstraoral dan intraoral dengan Povidone-iodine.
2. Lokal anestesi
Anestesi local mandibula berfungsi untuk memblok nervus alveolaris inferior.
Infiltrasi dikatakan baik apabila dapat menentukan jaringan yang akan diberikan
anestesi dan kemudian terjadi hemostasis.
3. Insisi-desain flap
Flap mukoperiosteal untuk pengangkatan gigi impaksi diperlukan dan harus
dirancang dengan baik untuk mendapatkan akses yang memadai dan untuk
mengeliminasi penyumbatan jalur pembedahan.

23
4. Refleksi flap mucoperiosteal
5. Pengambilan tulang
Bertujuan untuk mengekspos mahkota dengan pengambilan tulang di bagian
atasnya serta untuk pengambilan tulang yang menghalangi jalur untuk
pengangkatan gigi. Tulang yang diambil harus dalam jumlah yang cukup untuk
mengaktifkan elevasi.
6. Elevasi gigi
7. Ekstraksi/pengambilan gigi
8. Penghalusan dan pembersihan tulang
Terdiri dari irigasi soket, kuretase untuk menghilangkan folikel gigi dan epitel yang
tersisa, memeriksa sisa-sisa jaringan tulang/granulasi pendarahan dan memeriksa
karies (akar/mahkota)/erosi/kerusakan gigi yang berdekatan.
9. Kontrol pendarahan
10. Penjahitan
Benang yang digunakan adalah benang hitam 3-0. Jahitan interrupted digunakan
dan dipertahankan selama 7 hari. Dalam kasus impaksi gigi molar ketiga, jahitan
pada bagian distal gigi molar kedua harus ditempatkan pertama.
11. Medikasi-antibiotik, analgesik
12. Instruksi pasca bedah
13. Kontrol

24
Tahapan ekstraksi gigi molar ketiga dengan Impaksi Mesioangular yaitu antara lain:
 Buat insisi/sayatan horizontal, hingga lipatan mucoperiosteal dapat di
refleksikan. Refleksi dimulai pada papilla interdental dari aspek mesial molar
pertama dan berlanjut hingga ke posterior, sepanjang sayatan sampai batas
anterior ramus. 7

Gambar 19. Insisi Horizontal (Envelope Flap) menggunakan scalpel no. #15.

Gambar 20. Setelah menyelesaikan insisi.

Gambar 21. Refleksi flap dan retraksi menggunakan periosteal elevator.

 Tulang yang menutupi gigi dihilangkan menggunakan bur bulat, sampai seluruh
mahkota terbuka. Setelah itu, dengan menggunakan bur fisur, tulang pada aspek
bukal dan aspek distal dari gigi dihilangkan (teknik guttering). Jika gigi berakar
tunggal, untuk memudahkan pencabutannya, bagian mesial gigi dihilangkan

25
terlebih dahulu, sedangkan bagian yang tersisa kemudian luksasi. Jika gigi
memiliki dua akar, akar tersebut dapat dipisahkan/separasi dan setiap akar
mungkin diekstraksi ke arah yang paling mudah, tergantung pada
kelengkungannya. Lebih spesifik lagi, alur vertikal dalam/vertical groove dibuat
pada mahkota gigi menggunakan bur fisur, kira-kira sejauh tulang intraradikular.
Pemisahan dicapai dengan menggunakan straight elevator, yang mana setelah
ditempatkan di alur vertikal dalam yang sudah dibuat, kemudian diputar sehingga
memisahkan akar. Pemisahan gigi ini memungkinkan pengangkatan tulang yang
terbatas, sehingga menyebabkan lebih sedikit trauma dan penyelesaian prosedur
pembedahan yang lebih cepat. 7

Gambar 22. Membuka mahkota dari gigi menggunakan bur bulat.

Gambar 23. Menghilangkan tulang menggunakan bur fisur dengan teknik guttering. Dimana
sebuah alur yang dalam/groove dibuat ke arah bukal dan meluas ke arah distal dari mahkota
gigi, membentuk ruang yang akan memfasilitasi luksasi gigi tersebut.

26
Gambar 24. Pemisahan mahkota dari gigi yang impaksi dengan arah bukolingual, yang mana meluas
sejauh tulang intraradikular.

Gambar 25. Pemisahan gigi dengan memposisikan dan memutar straight elevator pada
groove yang sudah dibuat.

 Gigi dicabut dalam dua tahapan. Pertama-tama akar distal diangkat bersama-
sama dengan bagian mahkota, kemudian setelah meletakkan blade dari elevator
pada aspek mesial gigi, akar lainnya dihilangkan dengan gerakan rotasi ke arah
distal. 7

Gambar 26. Luksasi dari segmen distal gigi yang impaksi menggunaka straight elevator dengan
gerakan rotasi ke arah distal.

27
Gambar 27. Luksasi dari segmen mesial gigi yang impaksi menggunakan straight elevator.

 Selanjutnya dilakukan perawatan terhadap soket, seperti halnya penjahitan luka,


yang dilakukan dengan cara yang persis sama seperti dalam kasus-kasus lain dari
gigi yang terkena impaksi (menggunakan teknik interrupted suture). 7

Gambar 28. Membuang folike gigi menggunakan hemostat dan kuret periapikal (kiri) &
Lapang pandang area pembedahan setelah dilakukan penjahitan (kanan).

3.3.3 Penatalaksanaan Pasca Odontektomi


Instruksi pasca odontektomi antara lain: 14
 Pasien diinstruksikan menggigit tampon selama 30-60 menit.
 Pasien diberitahu bahwa kadang-kadang setelah tampon dilepas darah masih
merembes, maka sebaiknya dikompres dengan air es.
 Daerah luka tidak boleh dimainkan dengan lidah dan dihisap.
 Tidak boleh berkumur keras-keras setelah operasi.
 Selama 24 jam setelah operasi tidak boleh makan dan minum yang panas.
 Jika ada pembengkakan setelah 24 jam disarankan kumur-kumur dengan air garam
yang hangat.
 Pasien isarankan untuk banyak beristirahat.

28
 Pasien disarankan untuk meningkatkan kebersihan mulutnya.
 Apabila masih terjadi perdarahan pasien disarankan untuk melakukan kontrol setelah
operasi.
 Pasien disarankan untuk minum obat secara teratur sesuai resep yang diberikan.

Pengobatan medikamentosa dilakukan dengan pemberian antibiotik, antiinflamasi


dan analgetik untuk membantu mengatasi berbagai komplikasi tersebut. Antibiotik
golongan penisilin tetap merupakan pilihan utama, namun bila terdapat alergi, alternatif
lain yang bisa diberikan adalah klindamisin dengan dosis 3×300 mg selama 3-5 hari.
Untuk penghilang nyeri ringan biasanya cukup diberikan tablet ibuprofen 400-800 mg
atau asetaminofen 500 mg 3-4 kali sehari, selama 2-3 hari. Agar lebih efektif, sebaiknya
obat langsung diminum segera setelah tindakan bedah karena diperlukan waktu sekitar
1 jam untuk mendapatkan efek maksimal obat. Pasien dianjurkan makan-makanan
berbentuk cair (lunak), berprotein tinggi dan meningkatkan kebersihan rongga mulut
dengan merendam daerah pembedahan pada cairan antiseptik oral klorheksidin 0,2%
atau povidone iodine 1% yang dapat mempercepat proses penyembuhan. Irigasi dengan
larutan H2O2 3% juga sangat efektif terhadap kuman anaerob, selain itu juga
memberikan efek mekanis untuk membersihkan oral debris ataupun sisa makanan. 13

29
3.4 Kerangka Teori

30
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Impaksi gigi molar ketiga baik parsial maupun total, masing-masing dapat
menyebabkan masalah serius dan berpotensi menimbulkan komplikasi ringan sampai
berat yang bahkan dapat mengancam jiwa. Salah satu komplikasi dari gigi molar ketiga
yang impaksi yaitu perikoronitis. Meskipun perikoronitis di sekitar gigi molar ketiga
sebagai suatu penyakit terlihat kecil, tetapi kita tidak dapat mengabaikan kemungkinan
komplikasinya yang akan terjadi. Selain berupa gejala lokal, peradangan kecil ini dapat
berubah menjadi abses yang terlokalisasi atau bahkan dapat menyebar ke ruang fascial
jaringan lunak yang berdekatan, sehingga mengarah ke kondisi yang mengancam jiwa
jika tidak diobati. Diagnosis yang tepat harus dibuat berdasarkan riwayat kasus secara
menyeluruh, pemeriksaan klinis dan evaluasi hasil gambaran radiografi. Bergantung
pada diagnosis, rencana perawatan yang paling tepat harus benar-benar di
implementasikan, sehingga perikoronitis dapat ditangani.

4.2 Kritik dan Saran


Skenario yang diberikan sudah cukup baik dan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Selain itu, kasus yang digunakan dalam skenario juga mudah untuk ditelaah dan
dipahami. Semoga di skenario berikutnya juga dipermudah dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.

31
4.3 Ayat/Hadist Terkait

‫صيبُهُ ُمس ِلم ِمن َما‬ َ ‫ّللاُ َح‬


ِ ُ‫ط إِ َّل ِس َواهُ فَ َما َم َرض ِمن أَذًى ي‬ َ ‫سيِئَاتِ ِه بِ ِه‬
َ
َ ‫َو َرقَ َها ال‬
‫ش َج َرة ُ تَ ُحط َك َما‬
Artinya: “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan
Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan
daun-daunnya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Q.S. At-Tin ayat 4

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.”

“Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan


rupa, dengan postur yang tegap berdiri, semua anggota tubuh lengkap dan
menjadikannya bagus sempurna”. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir
Rahimahullah dalam Tafsirnya (4/680). 15

Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan (‫)تقويم أحسن في‬
adalah: memberikannya keseimbangan dan menyempurnakannya. Demikianlah yang
dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Dan manusialah sebaik-baik apa yang diciptakan;
Karena sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu itu diletakkan di atas
wajahnya, dan Dia menciptakan manusia sejajar berdiri tegap dan baginya lisan, tangan
dan jari-jemari yang dipergunakan untuk menggenggam. Abu Bakar bin Thohir berkata:
Manusia dihiasi dengan Akal, yang dipergunakan untuk menjalankan perintah, bisa
membedakan baik dan buruk dengan petunjuk, postur yang tinggi tegap, dia bisa meraih
makanan dengan tangannya” dikutip dari Tafsir Al Qurthubi (20/105). 15

Hal ini tidak menyebabkan seseorang terlarang memeriksakan gigi-giginya,


merapikan yang tidak rata dan bengkok, sebagaimana tidak ada larangan baginya untuk
mengobati penyakit-penyakitnya yang lain, dan yang terpenting adalah dia melakukan
ini semua bukan semata-mata untuk mempercantik dan memperindah gigi saja. Karena
hal ini masuk dalam ketentuan umum tentang hukum memperindah anggota tubuh.

32
Adapun jika proses perbaikan tersebut untuk menghilangkan cacat atau rasa sakit, maka
tidak ada larangan untuk itu, akan tetapi jika hanya untuk hiasan dan mempercantik saja
maka hal tersebut dilarang. 15

Wallahu a’lam bish-shawabi.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Wihardja R, Setiadhi R. Kondisi Kesehatan Gigi dan Mulut Siswa SDK Yahya.
Jurnal Kedokteran Gigi UNPAD. 2016 Desember;28(3):148-54.
2. Nompa SNHA. Prevalensi Gigi Impaksi Disertai Lesi Jaringan Keras Rongga
Mulut Menggunakan Teknik Radiografi Panoramik di RSGM Kandea UNHAS
Periode 2016-2017. Makassar: Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin. 2017.
3. Amaliyana E, Cholil, Sukmana BI. Deskripsi Gigi Impaksi Molar Ke Tiga Rahang
Bawah di RSUD Ulin Banjarmasin. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. 2014
September;2(2):134-7.
4. Bustamin F. Prevalensi Insidensi Perikoronitis Terhadap Posisi Impaksi Molar Ke
Tiga Mandibula di RSGM Halimah Dg. Sikati Makassar. Makassar: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 2014.
5. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 7th
ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. h. 160-84.
6. Lam D, Laskin DM. Oral and Maxillofacial Surgery Review: A Study Guide.
Berlin: Quintessece Publishing Co, Inc; 2015. h. 76-89.
7. Fragiskos FD. Oral Surgery. New York: Springer; 2007. h. 121-77.
8. Malik NA. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd ed. New Delhi: Jaypee;
2012. h. 147-59.
9. Dhonge RP, Zade RM, Gopinath V, Amirisetty R. An Insight into Pericoronitis. Int
J Dent Med Res. 2015;1(6):172-5.
10. Wehr C, Cruz G, Young S, Fakhouri WD. An Insight into Acute Pericoronitis and
the Need for an Evidence-Based Standard of Care. Dentistry Journal. 2019;7(88):1-
10.
11. Rahayu S. Odontektomi, Tatalaksana Gigi Bungsu Impaksi. E-Journal Widya
Kesehatan dan Lingkungan. 2014;1(2):81-9.
12. Doran J. Operculectomy [Internet]. [Updated: July 29 2019, Cited on: November
27 2019]. Available from: http://www.exodontia.info/Operculectomy.html.

34
13. Anisa. Mengetahui Kelengkapan Peralatan Odontektomi Molar Tiga Rahang
Bawah di Puskesmas Kecamatan Medan Petisah Tahun 2016. Medan: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2016.
14. Putra PPGAM. Rencana Perawatan Odontektomi Gigi Molar Ketiga Bawah Kiri
Dengan Angulasi Mesioangular, Kedalaman Level A. Jember: Laboratorium Bedah
Mulut RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. 2013.
15. Al-Munajid MS. Ayat ini Tidak Melarang Merapikan Tekstur dan Tatanan Gigi-
gigi [Internet]. [Updated: December 17 2014, Cited on: December 02 2019].
Available from: https://islamqa.info/id/answers/69812/ayat-ini-tidak-melarang-
merapikan-tekstur-dan-tatanan-gigi-gigi.

35

Anda mungkin juga menyukai