Disusun oleh:
Raviarasan (130600172)
Sarah Muchfida Harahap (180631052)
Khairun Nisah (180631011)
Annisa Zahra Purba (140600024)
Yuli Kartilla Panjaitan (180631026)
Dosen Pembimbing:
Zulfi Amalia Bachtiar, drg., MDSc.
NIP: 198408282009122007
Pendahuluan
Fraktur akar horizontal merupakan lesi yang tidak biasa terjadi sekitar 0,5-7%
dari trauma yang terjadi pada gigi permanen. Fraktur horizontal terjadi paling sering
di sepertiga tengah akar dan jarang terjadi di sepertiga apikal. Fraktur ini melibatkan
jaringan pendukung gigi, pulpa dan struktur mineral, terutama mempengaruhi
sepertiga tengah gigi insisivus atas yang biasanya terjadi pada pria selama beberapa
dekade. Tentu saja, fraktur akar dapat dikaitkan dengan fraktur tulang alveolar.
Radiografi konvensional adalah cara umum untuk mengetahui terjadinya fraktur akar.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan; faktor ini
termasuk saat tahap perkembangan akar, reposisi dislokasi fragmen dan tanda atau
gejala seperti rasa sakit dan mobiliti. Meskipun hasil dari fraktur akar umumnya
menguntungkan pada 60-80% kasus, komplikasi seperti nekrosis pulpa, resorpsi
radikuler dan obliterasi saluran pulpa dapat muncul. Karena itu, setelah melakukan
manajemen pemeriksaan klinis yang adekuat, perawatan dan penilaian klinis serta
keberhasilan perawatan pasien sangat penting. Laporan kasus ini menjelaskan dua
fraktur serta akar yang dirawat dengan reposisi dan fiksasi serta dilakukan kontrol
setelah satu tahun dan terjadi penyembuhan yang baik.
Laporan kasus
Pada 1 Februari 2005, seorang pasien wanita berusia 8 tahun dirujuk ke Department
Pediatric of Shiraz Dental School mengeluh adanya rasa sakit pada gigi anterior
rahang atas yang terkait dengan riwayat trauma pada 7 hari yang lalu. Riwayat medis
jelas. Pemeriksaan intra oral terlihat gigi insisivus sentralis terjadi mobiliti pada
mahkota. Terdapat adanya sensitivitas saat dilakukan palpasi, dan kedua gigi yang
trauma mengalami sensitivitas saat diperkusi. Gigi insisivus sentralis rahang atas
kanan dan kiri menunjukkan respon yang normal saat dilakukan vitalitas pulpa
menggunakan tes termal dingin. Gambaran radiografi menunjukkan fraktur akar
horizontal pada sepertiga apikal gigi insisivus sentralis rahang atas kanan dan kiri
(Gambar 1A). Terjadinya fraktur sepertiga apikal tetapi tidak ada perubahan pada
periapikal. Berdasarkan pemeriksaan klinis menunjukkan sensitivitas pulpa saat
dilakukan test termal dingin, tidak adanya perubahan periapikal dan mahkota tidak
berubah warna digunakan splint rigid dengan kawat ortodonti 0,7 mm pada
permukaan labial gigi rahang atas dan photopolymerizable resin komposit (dari gigi
kaninus ke kaninus) selama 3 bulan (Gambar 1B). Pemeriksaan kembali dilakukan
saat 15 hari, 3 dan 6 bulan untuk mengevaluasi sensitivitas pulpa dan mobiliti gigi
dan mengevaluasi dari karakteristik radiografi. Setelah tiga bulan maka splinting
dapat dilepaskan.
Diskusi
Fraktur akar merupakan lesi yang jarang terjadi, trauma yang berat disebabkan
karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan saat berolahraga, kekerasan dan maloklusi.
Gigi dengan fraktur akar vertikal memiliki prognosis yang buruk yang
diklasifikasikan indikasi untuk ATT. Insisivus sentralis rahang atas lebih mudah
terkena injuri, terjadi kira-kira 80% dari semua injuri diikuti insisivus lateralis dan
insisivus rahang bawah. Luasnya garis fraktur, keadaan jaringan pulpa, dislokasi
fragmen dan kesehatan umum pasien merupakan variabel yang berbeda yang dapat
mempengaruhi prognosis fraktur akar. Fraktur akar horizontal di sepertiga tengah
akar menunjukkan prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan fraktur akar
vertikal dan gigi dengan fraktur akar vertikal memiliki prognosis lebih buruk yang
diklasifikasikan sebagai indikasi untuk autogenous transplantasi. Berdasarkan
keadaan pulpa, penurunan kekakuan harus dilakukan dan pasien harus dibawah
pemeriksaan klinis dan radiografi untuk menilai penyembuhan. Pada bulan pertama,
harus dilakukan observasi setiap minggu dan pemeriksaan radiografi, test sensitivitas
pulpa dan pemeriksaan mobiliti gigi. Hal ini, pasien harus melakukan kunjungan
berkala setiap 6 bulan selama 5-10 tahun. Selama periode ini, pasien yang
menunjukkan gejala inflamasi dan peradangan pada jaringan pulpa harus menjalani
perawatan endodonti. Pada kasus ini, penyembuhan jaringan keras dan pemeliharaan
vitalitas pulpa pada kedua fragmen dilakukan observasi menurut Ferrari et al.
Andrade et al. Dan Polat-Ozsoy et al. Rigid splint pada fragmen koronal dilakukan
untuk mengurangi mobiliti pada daerah trauma. Waktu penggunaan splinting
bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan kasus. Tidak perlu menggunakan splin
selama 3-4 bulan. Pada kasus ini, dilakukan splinting selama 4 bulan. Setelah 120
hari di observasi, pemeriksaan klinis ditemukan tidak ada perubahan dan oleh karena
itu splin dilepaskan.
Pada kasus ini, tidak dilakukan perawatan saluran akar dengan fraktur
horizontal pada sepertiga apikal, karena penelitian ini menunjukkan bahwa pulpa
akan tetap vital dalam kebanyakan kasus dengan persentase penyembuhan tinggi
tanpa dilakukan perawatan endodonti. Hilangnya vitalitas gigi yang fraktur dan
sklerosa saluran akar biasanya dapat diamati kira-kira pada akhir tahun pertama.
Waktu minimal observasi direkomendasikan untuk kerusakan gigi tanpa komplikasi.
Dengan demikian, akan terlihat pasien dengan cedera. Pemeriksaan kembali pada
waktu yang akan datang sangat penting untuk melihat perubahan patologis yang dapat
terjadi selama beberapa tahun.
Kesimpulan
Manajemen klinis, diagnosis yang benar, dan pemeriksaan radiografi pada
kunjungan berkala sangat penting untuk keberhasilan perawatan fraktur akar
horizontal.
DAFTAR PUSTAKA