1. Prosedur Anamnesis
Anamnesis meliputi :
a. Identitas Penderita : nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamta dan nomor telepon
yang dapat dihubungi.
b. Keluhan yang diderita saat ini, meliputi:
Where – Dimana lokasi kelainan/lesi tersebut (semakin membesar, semakin sakit, dll)
d. Riwayat kesehatan gigi sebelumnya, meliputi: status kebersihan gigi dan jaringan
pendukung gigi, hal ini sekaligus melihat motivasi penderita dalam melakukan
perawatan kesehatan gigi dan mulutnya, yang sedikit banyak akan mempengaruhi
kepatuhan penderita dalam hal pemakaian obat-obatan yang diberikan.
e. Riwayat keluarga. Hal ini terutama diperlukan pada kelainan/ lesi dalam mulut yang
berhubungan dengan faktor keturunan seperti kanker, stomatitis aftosa rekuren,
penyakit sistemik tertentu, dan lain- lain.
f. Riwayat sosial. Hal ini berguna untuk dapat mengetahui profil kehidupan penderita
sehari-hari, seperti kebiasaan makan, kebiasaan merokok , atau kebiasaan buruk
lainnya yang mungkin dapat mempunyai hubungan dengan terjadinya kelainan/lesi
pada penderita.
2. Pemeriksaan Klinis, dibagi menjadi dua:
a. Pemeriksaan ekstra oral: kepala, muka, leher, mata, bibir, kelenjar liur,
temporomandibular joint, otot-otot ekstra oral ini, yang perlu diamati: apakah
ada perubahan warna, tekstur, pembengkakan, kelainan/lesi dan rasa sakit
pada tempat-tempat tersebut. angguan sendi temporomandibular dapat
didiagnosa dengan menggunakan beberapa pemeriksaan seperti:
1. Inspection (Bilateral).
Pada saat inspeksi dapat diperhatikan adanya pembengkakan, deformasi ,deviasi pada dagu
dan kondisi gigi-geligi. Pembengkakan dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri atau
inflamasi sendi. Beberapa inflamasi sendi yang terjadi pada anak-anak juga dapat
menyebabkan terlihatnya pertumbuhan asimetri pada wajah bagian bawah. Synovitis juga
dapat mengakibatkan deviasi ipsilateral ketika membuka mulut dan deviasi kontralateral
ketika menutup mulut. Kehilangan gigi, maloklusi, kondisi abnormal yang diakibatkan oleh
bruxism merupakan beberapa kondisi gigi-geligi yang dapat mengawali adanya gangguan
sendi temporomandibular (Hodges, 1990; Bont dkk., 1989)
1. Palpation (Bilateral).
Palpasi dapat dilakukan pada area sendi temporomandibular yaitu di anterior tragus. Palpasi
TMJ dan otot dilakukan untuk mengetahui adanya rasa sakit dan abnormalitas pada saat TMJ
dalam kondisi statis dan kondisi bergerak. Pergerakan kondilus yang asimetri dapat dirasakan
saat palpasi dilakukan ketika pasien diintruksikan untuk membukan dan menutup mulut.
1. TMJ Sounds.
Auskultasi stetoskop padaTMJ untuk mendengarkan suara yang tidak normal saat
pembukaan dan penutupan mandibula (cliking, crepitus, popping). Kliking yang terjadi pada
awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi discus ke antrior ringan, sedangkan
kliking yang terjadi atau timbul lebih lambat berkaitan dengan kelainan meniscus. Krepitus
sendi ditunjukkan melalui bunyi kemeretak atau mencericit yang lebih sering timbul saat
translasi. Perforasi perlekatan discus posterior juga berkaitan dengan krepitus sendi
(Pedersen, 1988)
b. Pemeriksaan intra oral meliputi: mukosa pipi, mukosaibir, lidah, dasar mulut,
punggung dan dasar lidah, palatum keras dan lunak, fausea, kelenjar liur,
aliran saliva, gingival, dan gigi-geligi. Dengan cara mengistruksikan penderita
untuk membuka mulut dan melepaskan denture (bila ada), raba dengan cara
palpasi dan kemudian catat semua perubahan mukosamulut dalam hal :
warna,ukuran (adanya pembengkakan), tekstur, kekenyalan, dan adanya lesi.
c. Pemeriksaan penunjang
Perawatan yang umum dilakukan untuk memperbaiki GTL yang longgar adalah relining.
Akan tetapi sebelum dilakukan tindakan relining, kita harus terlebih dahulu mendiagnosis
penyebab sebenarnya dari longgarnya gigi tiruan tersebut. Cara mendiagnosis keluhan
tersebut sangat penting dan tergantung pada faktor mana dari keempat faktor tersebut yang
dinilai kurang. Tahap-tahap yang dapat digunakan untuk menganalisis keluhan-keluhan
pasien dan membimbing kita dalam upaya perbaikannya adalah sebagai berikut:
1. Gigi tiruan dapat dikeluarkan dari mulut tanpa perlawanan yang nyata
2. GTL rahang atas saat dipasang dengan tekanan jari yang kuat, lalu terjatuh setelah jari
dilepaskan
3. Batas tepi dan basis GTL tidak sesuai dengan jaringan pendukung
Sumber:
JITEKGI 2018, 14 (1) : 27-32. RELINING GIGI TIRUAN RAHANG BAWAH SECARA
LANGSUNG DENGAN PENCETAKAN MULUTTERTUTUP (Laporan Kasus) oleh Niko
Falatehan
Pada skenario diketahui: Pemeriksaan intra oral edentulous RA dan posterior RB, gigi 43, 31,
32 sisa akar, resorbsi menyeluruh pada ridge alveolar rahang bawah, jaringan flabby pada
anterior RA, palpasi pada ridge alveolar regio 33 & 34 terasa tonjolan keras dan sakit,
vestibulum labial mandibula terlihat dangkal dan ujung lidah dalam posisi istirahat terletak di
permukaan lingual processus alveolaris rahang bawah.
Diagnosis kasus : Edentolus rahang atas dan bawah klas II disertai dengan TMD
Klas II : klasifikasi ini dibedakan dengan penurunan fisik nya terlihat di sk pasiennya ada
penyakit sistemik, Faktor lokal terjadi pada jaringan lunak dan managemen atau
pertimbangan penampilan. Karekteristik klas ini dengan tinggi linggir sisa 16-20 mm, relasi
mandibula dan maksila klas I, morfologi linggir sisa dapat menahan basis bergerak vertikal
dan horizontal.
Setelah penyembuhan selesai, tepi anterior protesa mandibula harus disesuaikan dengan
ketinggian vestibular yang baru. Kekurangan itu disesuaikan dengan senyawa cetakan
cetakan tepi yang kemudian diganti dengan resin kemopolimerisasi. Akhirnya, penyesuaian
oklusal dilakukan (Gambar 8(a)–8(c)).
Selain itu, koreksi bedah dari fibromukosa yang tidak disisipkan pada punggungan
posteromandibular diperlukan dan dikelola dengan koreksi bedah yang mencakup
pemangkasan sederhana dari jaringan yang berlebihan tetapi tidak mengganggu fibromukosa
yang melekat (Gambar 9(a)–9(c)).
Sumber:
Case Reports in Dentistry Volume 2021, Article ID 6613628, 14 pages . Case Report:
Preprosthetic Management of “Flabby Ridge” on Edentulous Patient oleh Amani Mizouri,
Oumaima Tayari , AlaEddine Mahfoudhi, Adel Bouguezzi, and Jamila Jaouadi
Ekstraksi gigi
Ekstraksi gigi adalah tindakan perawatan yang cukup sering dilakukan oleh seorang dokter
gigi. Tindakan Ekstraksi merupakan pengambilan gigi beserta akar gigi dari soketnya
melibatkan jaringan tulang dan jaringan lunak dalam rongga mulut dan prosesnya bisa
ditemui faktor penyulit seperti adanya gerakan dari rahang bawah dan bibir. Jumlah gigi yang
dilakukan ekstraksi atau pencabutan gigi dalam suatu populasi dapat menjadi tolak ukur
penting dalam menentukan derajat kesehatan gigi dan mulut karena umumnya kondisi gigi
yang dicabut merefleksikan adanya penyakit karies gigi dan penyakit periodontal yang sudah
tergolong berat. Ekstraksi gigi juga dapat digunakan sebagai tolak ukur tingkat pengetahuan
dan motivasi masyarakat dalam mempertahankan giginya. Semakin tinggi angka pencabutan
di suatu komunitas masyarakat, maka ditengarai semakin rendah tingkat pengetahuan dan
motivasi masyarakat dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di daerah tersebut. Ekstraksi
lebih banyak dilakukan oleh pasien ada kelompok usia lanjut (lansia) dibandingkan dengan
kelompok usia lainnya. Kelompok pasien usia lanjut memiliki peningkatan kerentanan
terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut. Di sisi lain, proses penuaan secara fisiologis
menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan tampilan gigi geligi, struktur gigi menjadi
semakin rapuh akibat atrisi, erosi, ataupun abrasi, mukosa oral semakin tipis, halus, dan
kering sehingga rentan terhadap trauma, penurunan fungsi kelenjar ludah, dan hilangnya
mineral tulang melalui resorbsi matriks tulang. Terjadinya resorpsi matriks tulang
mengakibatkan kelompok pasien usia lanjut lebih sering mengalami kehilangan gigi
dibandingkan kelompok usia lainnya karena diperparah dengan terjadinya perubahan pada
jaringan periodontal karena faktor fisiologis maupun faktor penyakit sistemik. Indikasi
dilakukannya pencabutan gigi di antaranya adalah akibat kelainan atau penyakit periodontal
dan sebagai tindakan praprostetik atau mouth preparation pembuatan protesa.
Sumber:
Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 18 No. 1 2021: 11-14. Laporan Kasus: Ekstraksi Gigi
dengan Perubahan Matriks Tulang sebagai Persiapan Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap oleh
Fadhila Nurin Shabrina dan Bambang Tri Hartomo.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan akhir
(pembuatan GTL) (windy, naufal)
Perawatan dilakukan dengan persetujuan pasien. Kunjungan pertama dilakukan pemeriksaan
lengkap serta memberikan informasi kepada pasien mengenai lamanya waktu kunjungan serta
bahan yang digunakan. Pasien dicetak untuk pembuatan model studi dan model kerja dengan
menggunakan bahan alginat. Setelah mendapatkan hasil cetakan model kerja dibuatkan
sendok cetak individual yang dibuat dengan bahan shellac. Shellac dilunakkan dengan cara
dipanaskan di atas lampu spiritus, lalu ditekantekan di atas model kerja hingga bentuknya
sesuai denngan desain gigi tiruan penuh yang telah dibuat sebelumnya. Kelebihan shellac
dipotong dengan gunting, selanjutnya dibuat pegangan dan lubanglubang pada sendok cetak
individual.
Kunjungan kedua dilakukan pencetakan kembali menggunakan sendok cetak individual.
Sebelum pencetakan dilakukan border moulding dengan menggunakan greenstick compound
yang dipanaskan. Greenstick ditambahkan sedikit demi sedikit pada tepi luar sendok cetak
individual. Pencetakan ini menggunakan bahan elastomer dengan metode pencetakan
mukodinamik. Hasil cetakan dikirim ke laboratorium untuk dibuatkan base plate dari bahan
resin akrilik.
Kunjungan ketiga dilakukan try-in base plate heat cure untuk rahang atas dan rahang bawah
dengan memperhatikan retensi dan stabilisasi kemudian dilakukan pembuatan bite rim.
Kunjungan berikutnya dilakukan pencatatan Maxillo-mandibular relationship (MMR) dengan
cara; mula-mula pasien dipersilahkan duduk di dental chair, dataran oklusal diusahakan
sejajar dengan lantai kemudian tentukan garis chamfer dari ketiga titik (4mm dari meatus
acusticus externus, telinga kanan dan kiri, spina nasalis anterior). Kemudian ketiga titik
tersebut ditandai dengan benang dan diisolasi. Bite rim rahang atas dibuat sejajar dengan
garis chamfer (garis yang berjalan dari ala nasi sampai titik tertinggi dari porus acusticus
externa) untuk bagian posterior dan sejajar garis pupil untuk bagian anterior. Alat yang
digunakan adalah occlusal guide plane. Kemudian dicari dimensi vertikal pada posisi istirahat
(VDR) dengan cara mengukur jarak pupil dengan sudut mulut sama dengan jarak hidung
sampai dagu (PM=HD) pada keadaan rest position. Selanjutnya dilakukan pengurangan 2 mm
pada bite rim rahang bawah dengan maksud sebagai free way space sehingga didapatkan
vertikal dimensi oklusi (VDO). Setelah didapatkan VDO, dilakukan fiksasi pada bagian bite
rim, membuat garis median pada rahang atas dan rahang bawah, garis kaninus, serta mencatat
ukuran dan bentuk gigi tiruan sesuai dengan bentuk muka, jenis kelamin, usia serta warna
kulit pasien. Kemudian dilakukan pemasangan gigi anterior rahang atas dan bawah dengan
menggunakan artikulator.
Kunjungan kelima dilakukan try-in pada gigi anterior rahang atas dan bawah. Pada saat tryin
perlu diperhatikan garis ketawa, garis kaninus, overjet, overbite, midline serta fonetik dengan
meminta pasien mengucapkan huruf “f” atau “s”. Setelah sesuai, dilanjutkan penyusunan gigi
posterior. Kunjungan keenam dilakukan try-in pada gigi posterior rahang atas dan bawah.
Dilakukan pemeriksaan oklusi, stabilisasi, retensi serta fonetik dengan cara menginstruksikan
pasien mengucapkan huruf S, D, O, M, R, A, T dengan jelas dan tidak ada gangguan.
Kemudian dilanjutkan dengan proses konturing gingiva dan tahap prosesing laboratorium.
Kunjungan ketujuh, gigi tiruan lengkap diinsersikan ke rongga mulut pasien. Diperhatikan
artikulasi, retensi, stabilisasi, dan oklusi. Kemudian pasien diberi instruksi cara pemakaian
dan pemeliharaan gigi tiruan lengkap. Pasien diminta untuk kontrol 1 minggu kemudian.
Kunjungan kedelapan dilakukan satu minggu berikutnya, pasien datang untuk melakukan
kontrol, pasien tidak memiliki keluhan dan sudah merasa nyaman dengan gigi tiruannya.
Keadaan mukosa mulut, palatum, lingual, dan gingiva dalam keadaan baik, retensi dan
stabilisasi baik dan posisi GTL terhadap jaringan mulut baik, serta tidak ada traumatik oklusi.
Sumber:
JIKG (Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi) Vol. 4 No. 2 – Desember 2021. GIGI TIRUAN LENGKAP RESIN
AKRILIK PADA KASUS FULL EDENTULOUS Sri Oetami dan Mia Handayani.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan alat dan bahan, prosedur dan
teknik pencetakan anatomis (lulu,salsa)
Pencetakan anatomis dilakukan dengan menggunakan bahan cetak alginat (Gambar 3) dan
cetakan diisi gips tipe III untuk mendapatkan model anatomis
Keberhasilan suatu gigi tiruan sangat tergantung pada tahap pencetakan, dimana hasil cetakan
yang akurat menghasilkan gigi tiruan dengan adaptasi yang baik. Pencetakan rahang adalah
salah satu tahap pembuatan gigi tiruan berupa pembuatan tiruan bentuk negatif dari jaringan
rongga mulut yang didapat dari peletakan bahan cetak (Alginat) kedalam rongga mulut
sampai bahan cetak tersebut setting. Hasil cetakan negatif gigi dan jaringan sekitarnya ini
kemudian dibuat model studi maupun model kerja. Teknik yang digunakan pada pencetakan
yaitu teknik mukostatik. Teknik mukostatik adalah suatu teknik pencetakan dimana jaringan
lunak mulut berada dalam keadaan istirahat. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan
bahan yang mempunyai viskositas yang sangat rendah, dimana hanya sejumlah kecil tekanan
yang dibutuhkan, sehingga pada keadaan ini sedikit atau tidak ada sama sekali terjadi
pergerakan dari mukosa. Bahan cetak yang digunakan adalah irreversible hidrokoloid.
Sumber:
Budiono, dkk / Journal of Educational Research and Evaluation 5 (1) (2016).
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA KETERAMPILAN
MENCETAK RAHANG BERGIGI TEKNIK MUKOSTATIK.
Jurnal B-Dent, Vol 2, No. 1, Juni 2015 : 44 - 50 44. PENATALAKSANAAN GIGI TIRUAN
LENGKAP DENGAN LINGGIR DATAR DAN HUBUNGAN RAHANG KLAS III
DISERTAI CEREBROVASCULAR ACCIDENT (LAPORAN KASUS) oleh Veronica
Angelia dan Syafrinani
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan alat dan bahan, prosedur dan
Teknik pencetakan fisiologis (ayu, galuh)
Pencetakan fisiologis
Pencetakan fisiologis pada kasus ini dengan teknik mukofungsional menggunakan bahan
cetak elastomer monophase. Sebelum pencetakan, spacer dilepaskan dari sendok cetak
kemudian dilakukan pembuatan lubang retensi pada sendok cetak selanjutnya dilakukan
pencetakan fisiologis (Gambar 6).
Hasil pencetakan dilakukan beading dan boxing pada sekeliling sendok cetak, utility wax
diletakkan 3 mm di bawah green kerr, ditutup dengan wax dan diisi dengan gips tipe IV untuk
mendapatkan model fisiologis (Gambar 7).
Sumber:
Budiono, dkk / Journal of Educational Research and Evaluation 5 (1) (2016).
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA KETERAMPILAN
MENCETAK RAHANG BERGIGI TEKNIK MUKOSTATIK.
Jurnal B-Dent, Vol 2, No. 1, Juni 2015 : 44 - 50 44. PENATALAKSANAAN GIGI TIRUAN
LENGKAP DENGAN LINGGIR DATAR DAN HUBUNGAN RAHANG KLAS III
DISERTAI CEREBROVASCULAR ACCIDENT (LAPORAN KASUS) oleh Veronica
Angelia dan Syafrinani