Anda di halaman 1dari 10

Kata sulit

1. Gigi depan atas maju


Gigi tonggos dikenal juga dengan istilah overbite atau maloklusi. Kondisi ini terjadi ketika posisi gigi atas
lebih maju dibandingkan dengan gigi bawah. Beda jarak yang normal antara deret gigi atas dengan bawah biasanya
tidak terlalu kentara, tapi dapat dikatakan tonggos jika berjarak lebih dari 2 mm.
Gigi tonggos merupakan salah satu gambaran umum dari kondisi yang dinamakan maloklusi, yaitu hubungan
yang tidak normal antara lengkung gigi atas dan bawah ketika rahang dalam keadaan tertutup. Maloklusi seringkali
bersifat turunan, namun juga dapat terjadi karena ukuran rahang terlalu kecil atau ukuran gigi yang terlalu besar.
Penyebab lain dari maloklusi adalah kebiasaan menggunakan dot saat minum susu hingga berusia lebih dari 3 tahun,
mengisap jari, dan adanya gigi yang hilang atau tidak tumbuh. Kondisi maloklusi, termasuk yang ditimbulkan oleh gigi
tonggos, berpengaruh terhadap kesehatan karena Anda bisa kesulitan mengunyah makanan, gigi lebih rentan
mengalami pembusukan atau kerusakan, bahkan kemungkinan mengalami kesulitan bicara. Di samping itu, tidak
menutup kemungkinan Anda mengalami stres karena penampilan yang kurang sempurna atau minder karena merasa
kurang cantik, bahkan mungkin juga diejek orang-orang.
2. Rekam medis
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang dimaksud
dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis, dijelaskan
bahwa rekam medis merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Kemudian diperbaharui dengan PERMENKES No : 269/MENKES/PER/ III/2008 yang dimaksud rekam
medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang
telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Kedua pengertian rekam medis
diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 hanya menekankan pada sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada
UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan. Namun
dengan terbitnya PERMENKES No: 269 / MENKES / PER / III / 2008 sudah tidak ada perbedaan lagi.
3. Model studi
Model studi adalah model mulut yang dibuat untuk mempelajari morfologi kasus, mendirikan diagnosis,
mengatur rencana perawatan dan merencanakan perawatan protesa atau ortodonsi.
4. Foto panoramic
Pemeriksaan panoramic merupakan pemeriksaan noninvasif. Selain itu, panoramic merupakan prosedur
ekstraoral sederhana yang menggambarkan daerah rahang atas dan rahang bawah dalam satu film.
Pemeriksaan panoramic pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam kedokteran gigi berupa bentuk foto
Rotgen. Pemeriksaan gigi ini bertujuan untuk melihat lebih jauh dan jelas gambaran gigi dan jaringan lunak yang ada
di sekitarnya.
Rontgen atau pemeriksaan panoramic yang membantu dokter untuk mendiagnosis penyakit ini, dilakukan oleh
dokter gigi atau spesialis bedah. Pemeriksaan ini nantinya akan memberikan informasi mengenai sinus maxillary,
posisi gigi, dan kelainan tulang di daerah mulut.
Tak hanya itu, melalui rontgen panoramic, dokter juga bisa mengetahui kelainan di periodontal, tumor rahang
atau kanker mulut, kista pada tulang rahang, kelainan rahang, gigi yang terganggu akibat gigi geraham belakang yang
baru tumbuh, hingga kelainan terkait daerah mulut lainnya.
5. Sefalometri
Definisi sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran-pengukuran kuantitatif bagian-bagian tertentu
kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial.
Manfaat Manfaat sefalometri sefalometri 1. mempelajari mempelajari pertumbuhan pertumbuhan &
perkembangan perkembangan kraniofasial kraniofasial 2. analisis analisis kelainan kelainan kraniofasial kraniofasial 3.
mempelajari mempelajari tipe fasial 4. rencana rencana perawatan perawatan ortodontik ortodontik 5. evaluasi evaluasi
hasil perawatan perawatan 6. analisis analisis fungsional fungsional 7. Penelitian
Radiografi sefalometri adalah metode standar untuk mendapatkan gambaran radiografi tulang tengkorak yang
bermanfaat untuk membuat rencana perawatan dan memeriksa perkembangan dari pasien yang sedang menjalani
perawatan ortodonti.
6. Kebiasaan menghisap ibu jari
Menghisap ibu jari merupakan kebiasaan yang menyenangkan bagi anak. Kebiasaan tersebut apabila
berlangsung dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi serta membutuhkan pengobatan yang
mahal untuk memperbaikinya.
Prevalensi maloklusi akibat menghisap ibu jari pada usia 3 – 12 tahun cukup tinggi.
7. Tipe profil cembung dan gigi anterior berdesakan
Muka cembung: garis pertama lurus garis ke dua mengarah ke posterior.
Gigi berdesakan disebabkan ketidaksesuaian ukuran gigi dan lengkung geligi. Gigi berdesakan ditandai
dengan adanya tumpeng tindih (overlapping) gigi-gigi yang berdekatan. Penyebabnya misalnya adanya disproporsi
ukuran gigi dan panjang lengkung geligi (tooth length discrepancy, TSALD), gigi sulung yang tanggal premature
kemudian gigi yang berdekatan bergeser sehingga gigi permanen pengganti tidak mendapat tempat.
8. Tipe profil lurus
Muka lurus: dua garis ini membentuk garis lurus
9. Relasi molar neutroklusi
Kelas 1( ortognatik/ neutroklusi) : posisi normal ( tonjol mesiobukal M1 atas beroklusi dgn cekung bukal atau
groove M1 bawah)
Menurut Dewey:
Tipe 1: crowded anterior dan gigi C lebih ke labial
Tipe 2 : gigi anterior protusif maju
Tipe 3 : crossbite pada gigi anterior
Tipe 4 : crossbite pada gigi posterior
Tipe 5 : gigi posterior terjadi migrasi ke arah mesial, karena ekstraksi terlalu dini m2 atau P.
*Semua kelas berpatokan : M1, namun anterior yang bervariasi
Relasi Molar yang dapat terjadi yaitu :
1. Neutroklusi : Cusp mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada bukal groove molar pertama permanen
bawah.
2. Distoklusi : Cusp distobukal molar pertama permanen atas terletak pada bukal groove molar pertama permanen
bawah.
3. Mesioklusi : Cusp mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada cusp distal molar pertama permanen
bawah.
4. Gigitan tonjol : Cusp mesiobukal molar pertama permanen atas beroklusi dengan cusp mesiobukal molar pertama
permanen bawah.
5. Tidak ada relasi : Bila salah satu molar pertama permanen tidak ada misalnya karena telah dicabut, atau bila pada
kaninus permanen yang belum erupsi.
10. Gigi 11 dan 21 prostusi
Protrusi anterior maksila adalahposisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi
anterior rahang bawah dengan relasi molar kelas I. Maloklusi ini disertai dengan keadaan gigi geligi anterior yang
proklinasi. Protrusi rahang bisa terjadi dalam arah vertikal dan anteroposterior.
Protrusi adalah gigi yang posisinya maju ke depan. Protrusi dapat disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan
jelek seperti menghisap jari dan menghisap bibir bawah, mendorong lidah ke depan, kebiasaan menelan yang salah
serta bernafas melalui mulut.
11. Gigitan terbuka anterior dan jarak gigit besar
Gigitan terbuka anterior adalah maloklusi yang ditandai dengan tidak berkontaknya gigi-gigi rahang atas dan
rahang bawah secara vertikal. Gigitan terbuka menurut letaknya dibagi menjadi 2 macam, yaitu gigitan terbuka anterior
dan gigitan terbuka posterior. Gigitan terbuka anterior ditandai dengan tidak adanya kontak antara tepi gigi insisivus
rahang atas dan rahang bawah sehingga memperlihatkan tumpang gigit (overbite) negatif dengan gigi posterior dalam
keadaan oklusi.
Gigitan terbuka anterior didefinisikan sebagai tidak adanya kontak dalam arah vertikal antara gigi-geligi
anterior atas dan bawah pada saat oklusi sentrik yang dikenal sebagai tumpang gigit insisif negative. Gigitan terbuka
dapat dibagi menjadi dua yaitu gigitan terbuka dental dan gigitan terbuka skeletal. Gigitan terbuka dental tidak
menunjukkan malformasi kraniofasial, dan umumnya disebabkan karena adanya hambatan erupsi pada gigi-geligi
anterior. Gigitan terbuka tersebut dapat berkurang atau terkoreksi secara spontan tanpa dilakukan perawatan (75-80%),
sebagian dapat terkoreksi dengan terapi myofungsional atau dengan mekanoterapi ortodontik. Gigitan terbuka skeletal
disebut juga sebagai true open bite, terjadi karena adanya malformasi kraniofasial dalam arah vertikal. Namun kelainan
yang sering terjadi adalah kombinasi antara gigitan terbuka dental dan skeletal.1 Terdapat berbagai variasi gigitan
terbuka anterior skeletal, yang dapat dilihat dengan bantuan sefalometrik. Jenis gigitan terbuka anterior seperti ini sulit
dirawat dan tidak dapat diperbaiki hanya dengan terapi myofungsional.
Terjadinya maloklusi gigitan terbuka anterior merupakan hasil interaksi dan saling mempengaruhi antara
faktor genetik dan faktor lingkungan. Penyebab gigitan terbuka anterior adalah multifaktorial. Tidak ada satupun
penyebab tunggal yang memungkinkan terjadinya gigitan terbuka. Beberapa faktor penyebab gigitan terbuka anterior
adalah pola pertumbuhan yang abnormal, kebiasaan buruk (tongue thrusting, mengisap jari, bernafas melalui mulut),
dan jaringan limfatik yang membesar (adenoid, tonsil).
Perawatan gigitan terbuka anterior terbagi berdasarkan perbedaan tahap perkembangan gigi geligi, karena
tumpang gigit mempunyai reaksi yang berbeda pada setiap tahapan. Perawatan gigitan anterior pada periode gigu susu
akan lebih mudah karena 95% hanya melibatkan dental dan hanya sedikit sekali yang melibatkan skeletal. Sangat
jarang dilakukan perawatan gigitan terbuka anterior pada periode gigi susu terutama bila terjadi pada usia 5 tahun.
Maloklusi gigitan terbuka anterior yang terjadi tersebut umumnya disebabkan habitual dan postur lidah ke anterior,
sehingga biasanya gigitan terbuka anterior akan terkoreksi secara spontan.
Identifikasi
Maloklusi
 Definisi
Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dari lengkung gigi di luar rentang kewajaran yang dapat
diterima. Maloklusi juga bisa merupakan variasi biologi. Terdapat bukti bahwa prevalensi maloklusi
meningkat, peningkatan maloklusi tersebut dapat dipengaruhi oleh proses evolusi yang diduga akibat
meningkatnya variabilitas gen dalam populasi yang bercampur dalam kelompok ras (Rahardjo, 2009).
Maloklusi adalah oklusi yang menyimpang dari keadaan normal, terdapat ketidakteraturan gigi atau
penempatan yang salah lengkung gigi di luar rentang normal.
 Etiologi
Etiologi maloklusi terbagi atas penyebab khusus yang meliputi gangguan perkembangan embriologi,
gangguan pertumbuhan skeletal, disfungsi otot, akromegali dan hipertrofi hemimandibula serta gangguan
perkembangan gigi, pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan yang meliputi teori keseimbangan dan
perkembangan oklusi gigi serta pengaruh fungsional pada perkembangan dentofasial.
Etiologi maloklusi menurut Moyers berasal dari herediter, perkembangan kerusakan dari sumber
yang tidak diketahui, trauma (misalnya: trauma prenatal, cedera saat kelahiran, dan trauma postnatal), agen
fisik, kebiasaan (misalnya: menghisap jempol, menggigit bibir, dll), penyakit (meliputi penyakit sistemik dan
penyakit lokal), dan malnutrisi (Premkumar, 2015).
Graber menyatakan etiologi maloklusi berasal dari faktor umum dan faktor lokal. Faktor umum
meliputi herediter, kerusakan kongenital (misalnya: celah palatum, cerebral palsy, dan sifilis), lingkungan
terdiri dari prenatal (misalnya: trauma dan pola makan ibu saat kehamilan) dan postnatal (misalnya: cedera
kelahiran, cerebral palsy, dan cedera TMJ), kondisi metabolis (misalnya: ketidakseimbangan endokrin,
gangguan metabolis, dan penyakit infeksi), defisiensi nutrisi, kebiasaan buruk, postur, dan trauma. Faktor
lokal meliputi anomali jumlah gigi (supernumerary teeth dan missing teeth), anomali bentuk dan ukuran gigi,
premature loss, prolonged retention, keterlambatan erupsi gigi permanen, ankylosis, karies, dan tumpatan
yang kurang baik (Premkumar, 2015).
Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor tertentu.
Secara garis besar etiologi suatu maloklusi dapat digolongkan dalam beberapa faktor herediter dan faktor
lokal (Profit, 2007).
a. Faktor Herediter
Pada populasi primitif yang terisolir jarang dijumpai maloklusi yang berupa disproporsi ukuran
rahang dan gigi. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi disbanding populasi primitif
diduga karena adanya kawin campur yang menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi (Profit,2013).
Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu :
1) Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan
atau maloklusi berupa diastema multiple.
2) Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi
rahang yang tidak harmonis. Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat mempengaruhi
faktor genetic atau herediter sedangkan dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor lokal.
b. Faktor Lokal
1) Gigi sulung tanggal dini dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin muda umur pasien
pada saat terjadi tanggal maka gigi sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivus
yang tanggal dini tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan menyebabkan pergeseran garis
median.
2) Persistensi gigi sulung Oover retained deciduous teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati
waktu tanggal tetapi tidak tanggal.
3) Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila terjadi trauma pada
saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang
mengalami distorsi bentuk.
4) Jaringan lunak, tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap letak
gigi. Meskipun tekanan otot-otot ini jauh lebih kecil dibanding tekanan otot pengunyahan tetapi
berlangsung lebih lama.
5) Kebiasaan buruk, suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi
dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda-
benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi.
 Klasifikasi

a. Klasifikasi Maloklusi menurut Angle


1) Klasifikasi maloklusi menurut Angle berdasarkan hubungan gigi molar pertama permanen atas
dengan bawah sebagai kunci oklusi. Klasifikasi Angle terbagi atas tiga klas sebagai berikut :
 Klas I : Hubungan antero-posterior yang sedemikian berupa, dengan gigi-gigi berada pada
posisi yang tepat di lengkung rahang,ujung gigi kaninus atas berada pada bidang vertikal
yang sama seperti ujung distal gigi kaninus bawah. Gigi-gigi premolar atas berinterdigitasi
dengan cara yang sama dengan gigi-gigi premolar bawah, dan tonjol antero-bukal dari molar
pertama atas tetap beroklusi dengan groove bukal dari molar pertama bawah permanen.
 Klas II : Hubungan molar, dimana cusp disto-buccal dari molar permanen pertama maksila
beroklusi pada groove buccal molar permanen pertama mandibula. Ada dua tipe klas II yang
umum dijumpai, klas II umumnya dikelompokkan menjadi dua divisi :
- Klas II divisi 1, lengkung gigi mempunyai hubungan Klas 2, dengan gigi-gigi Insisvus
sentral dan lateralis atas proklinasi,dan overjet insisal lebih besar
- Klas II divisi 2, lengkung gigi mempunyai hubungandengan klas 2, dengan gigi-gigi
insisivus sentral arat yang proklinasi dengan overbite insisal yang besar. Gigi-gigi
insisvus lateral atas bisa proklinasi atau retroklinasi.
 Klas III : hubungan lengkung gigi bawah terletak lebih anterior lengkung gigi atas
dibandingkan pada hubungan Klas I. Oleh karena itu, hubungan ini kadang disebut sebagai
hubungan prenormal. Gigi-gigi Insisvus bawah berkontak dengan insisvus atas sebelum
mencapai oklusi sentrik, sehingga mandibula bergerak ke depan pada penutupan translokasi,
menuju ke posisi interkuspal (Bhalaji,2006).
2) Overjet adalah jarak horizontal antara gigi-gigi insisivus atas dan bawah pada keadaan oklusi, yang
diukur pada ujung incisal insisvus atas. Overjet tergantung pada inklinasi dari gigi-gigi insisvus dan
hubungan antero-posterior dari lengkung gigi. Jika gigi rahang atas berada pada lingual gigi insisivus
rahang bawah, hubungan tersebut digambarkan sebagai underjet. Ukuran Overjet normal berkisar 0 -
4,0 mm (Bishara,2001) .
3) Overbite adalah jarak vertikal antara ujung gigi-gigi insisivus atas dan bawah. Overbite dipengaruhi
oleh derajat perkembangan vertikal dari segmen dento-alveolar anterior. Idealnya, gigi-gigi insisivus
bawah harus berkontak dengan sepertiga permukaan palatal dari insisivus atas, pada keadaan oklusi,
namun bisa juga terjadi overbite yang berlebihan atau tidak ada kontak insisal. Pada keadaan ini
overbite disebut tidak sempurna jika insisivus bawah di atas ketinggian edge insisal atas, atau gigitan
terbuka anterior, jika insisivus bawah lebih pendek dari edge insisal atas pada oklusi.Overbite pada
gigi permanen bervariasi antara 10 - 40% (Bishara et al, 2001).
4) Open bite atau biasa disebut gigitan terbuka merupakan keadaan dimana terdapat celah atau ruangan
atau tidak ada kontak diantara gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah apabila rahang dalam keadaan
hubungan sentrik. Anterior Open Bite cenderung terjadi pada anak-anak yang memiliki kebiasaan
buruk mengisap jari di atas 4 tahun (Keyf , 2011) .
5) Cross bite biasa juga disebut dengan gigitan silang, crossbite merupakan keadaan dimana satu atau
beberapa gigi atas terdapat disebelah palatinal atau lingual gigi-gigi bawah. Dikenal beberapa macam
crossbite , seperti : anterior cross bite dan posterior crossbite. Beberapa penyebab dari crossbite
berupa faktor genetika atau keturunan dan kebiasaan buruk akibat penggunaan dot dalam jangka
waktu lama (Keyf, 2011 ) .
6) Gigitan dalam disebut juga sebagai deep bite merupakan kelainan oklusi, overbite melebihi normal.
Overbite merupakan jarak vertikal dari tutup menutupnya gigi insisivus atas dan bawah dalam oklusi
sentries (Bishara et al, 2001) .
7) Bishara menyatakan bahwa diastema adalah celah atau ruangan yang terdapat antara gigi geligi dapat
terjadi pada gigi geligi atas dan bawah. Suatu diastema yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi
(Bishara et al, 2001) .
8) Gigi berdesakan atau crowding teeth merupakan akibat maloklusi yang disebabkan oleh tidak
proporsionalnya dimensi mesiodistal secara keseluruhan dari gigi geligi dengan ukuran maksila atau
mandibular. Crowding akan mengakibatkan perubahan lengkung gigi (Bishara et al, 2001).
Radiografi panoramic
Radiografi Panoramik menghasilkan foto rontgen yang dapat memperlihatkan gambaran struktur facial
termasuk mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Teknik radiografi ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan
mengevaluasi trauma. Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam satu
rontgen foto, untuk menentukan urutan erupsi gigi, dll.
Radiografi Panoramik adalah teknik yang banyak digunakan dalam berbagai jenis perawatan kedokteran gigi.
Radiografi Panoramik sudah bisa didapat secara luas, sehingga teknik ini menjadi populer sebagai alat screening
seleksi dan penilaian menyeluruh. Kualitas dan ketajaman radiografi Panoramik tidak sebagai radiografi Panoramik
adalah dapat memperlihatkan rahang atas dan bawah sekaligus, serta struktur anatomis yang berdekatan. Indikasi
Panoramik sangat luas, meliputi evaluasi umum untuk:
a. Medical record ( individu dengan mobilitas tinggi atau resiko pekerjaan besar )
b. Evaluasi awal kelainan periodontal
c. Penilaian perawatan ortodonsi
d. Membandingkan gambaran radiografik sisi kiri dan kanan (sinus maksilaris, TMJ dll.)
e. Perluasan lesi /kelainan di rahang (kista, tumor, kelainan sistemik, dan tumbuh-kembang)
f. Pertumbuhan benih gigi tetap dan susunan geligi
g. Fraktur kompleks, gigi impaksi, sinus maksilaris, dan kasus-kasus bedah mulut lainnya
h. Kondisi (kualitas dan kuantitas tulang rahang), termasuk perawatan implant
Kelebihan panoramic, yaitu:
a. Pemeriksaan posisi dan akar gigi dari berbagai posisi.
b. Revolusioner baru panorama / tomografi sistem x-ray
c. Unit ini konsisten memberikan film di Panorama, Sinus, TMJ dan fungsi Cephalometrik.
d. Pemeriksaan yang dinamis pada TMJ (Temporo Mandibular Joint) memungkinkan studi tentang membuka dan
menutup temporo-sendi rahang.
e. Jangkauan yang luas dari tulang muka dan gigi
f. Dosis radiasi terhadap pasien yang rendah
g. Kenyamanan pasien ketika pemeriksaan
h. Dapat digunakan kepada pasien yang tidak bisa membuka mulut
i. Waktu yang pendek diperlukan untuk menghasilkan gambar, biasanya berkisar 3–4 menit (termasuk waktu yang
dibutuhkan untuk memposisikan pasien dan siklus ekspos aktual)
j. Pemahaman pasien tentang film panoramik, mambuat gambar ini sangat berguna untuk edukasi pasien dan
presentasi kasus
Kelemahan utama dari radiografi Panoramik adalah tidak tersedianya detail gambar anatomi yang baik seperti
pada radiografi Periapikal Intra Oral. Masalah lain dari radiografi Panoramik adalah pembesaran yang tidak sama dan
distorsi geometri dalam gambar. Kadang terdapat gambar struktur yang tumpang tindih, seperti spina servikal yang
dapat menyembunyikan lesi odontogenik, khususnya dalam daerah insisivus. Lebih jauh lagi, objek yang secara klinis
penting dapat terkesampingkan dari bidang fokus (image layer) dan mungkin dapat muncul distorsi atau bahkan hilang
sama sekali.
Sefalometri
 Definisi
Definisi sefalometri adalah suatu ilmu yang mempelajari pengukuran kepala beserta komponen-
komponennya secara radiografi. Komponen tersebut meliputi : basis cranial, maksila, geligi RA, geligi RB
dan mandibula (Brahmanta, 2011).
Istilah sefalometri di bidang ortodonti berarti sefalometri rontgenografi. Perangkat yang digunakan
disebut radiografi sefalometri yang di Eropa biasa di sebut telerontgenogram (Rahardjo, 2009).
Sefalometrik adalah ilmu yang mempelajari pengukuran-pengukuran yang bersifat kuantitatif
terhadap bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial.
 Manfaat
a. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Dengan membandingkan sefalogram-
sefalogram yang diambil dalam interval waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan
perkembangan kraniofasial.
b. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi
(seperti ketidak seimbangan struktur tulang muka).
c. Mempelajari tipe fasial. Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial. Ada 2 hal
penting yaitu : (1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan (2) relasi mandibula
terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus atau cekung.
d. Merencanakan perawatan ortodontik. Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-
perhitungan sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.
e. Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat. Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum,
sewaktu dan sesudah perawatan ortodontik.
f. Analisis fungsional. Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi kondilus
pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi istirahat.
g. Penelitian
 Kegunaan
a. Memberikan gambaran relasi dental dan skeletal secara terperinci.
b. Memberikan gambaran yang jelas mengenai hasil perawatan dengan membandingkan keadaan sebelum
dan sesudah perawatan.
Sefalometri digunakan untuk mengetahui keadaankeadaan sebagai berikut :
a. Evaluasi hubungan dentomaksila terhadap kranium sebelum dan sesudah perawatan.
b. Perawatan matriks jaringan lunak
c. Kelasifikan pola fasial
d. Menentukan letak mandibula pada posisi istirahat
e. Memperkirakan pertumbuhankembangan kraniofasial
f. Memantau relasi dentoskeletal semasa perawatan
g. Memeriksa relasi gigi dan rahang sebelum, segera sesu-dah perawatan dan beberapa tahun sesudah
perawatan.
Untuk perawatan ortodonti yang komprehensif radiografi sefalometri merupakan hal yang rutin
karena untuk mengubah posisi dan atau rahang perlu diketahui posisi awal gigi dan relasi rahang. Untuk
melihat perubahan posisi perlu dilakukan superimposisi radiografi sefalometri awal dan progres. Untuk pera-
watan yang sifatnya menunjang (adjunctive) pada orang dewasa atau perawatan sederhana pada anak-anak
tidak perlu selalu dibuat foto sefalometri karena pada keadaan tersebut tidak per-lu dilakukan perubahan letak
rahang dan letak gigi secara nyata. Radiografi sefalometri posteroanterior hanya dibuat apabila terdapat
asimetris wajah (Rahardjo, 2009).
Analisis sefalometri meliputi analisis dental, skeletal dan jaringan lunak. Analisis sefalometri
berguna untuk mengetahui pertumbuhan skeletal, diagnosis sefalometri, perencanaan perawatan, hasil
perawatan dan stabilitas hasil perawatan. Dengan cara menumpuk (superimposed) dua tracing radiografi
sefalo-metri pada bidang orientasi tertentu (misalnya garis SN) dapat diketahui perubahan yang terjadi.
Meskipun analisis sefalometri memberikan data yang lebih tepat tetapi suatu diagnosis tidak dapat hanya
didasarkan pada analisis sefalometri (Rahardjo, 2009).
Neutroklusi
Kelas I (neutroklusi): Hubungan posisi gigi anteroposterior normal, hubungan molar Kelas I, yaitu dimana
tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang atas beroklusi dengan mesiobukal molar pertama permanen rahang
bawah. Kemudian hubungan kaninus Kelas I, yaitu kaninus permanen rahang atas beroklusi pada ruang bukal antara
kaninus permanen rahang bawah dan premolar pertama permaenen rahang bawah. Orang yang memiliki hubungan
molar dan kaninus tersebut, bisa mempunyai satu atau lebih dari karakteristik berikut: rotasi, diastema, crossbite, dan
open bite.
Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada celah bagian bukal (buccal groove) gigi M1 bawah.
b. Gigi C atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi C bawah dan tepi mesial P1 bawah.
c. Tonjol mesiolingual M1 atas beroklusi pada Fossa central M1 bawah
Protrusi
Protrusi adalah gigi yang posisinya maju ke depan. Protrusi dapat disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan
jelek seperti menghisap jari dan menghisap bibir bawah, mendorong lidah ke depan, kebiasaan menelan yang salah
serta bernafas melalui mulut.
Gigitan terbuka

Etiologi: Terjadinya maloklusi gigitan terbuka anterior merupakan hasil interaksi dan saling mempengaruhi
antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Penyebab gigitan terbuka anterior adalah multifaktorial. Tidak ada satupun
penyebab tunggal yang memungkinkan terjadinya gigitan terbuka. Beberapa faktor penyebab gigitan terbuka anterior
adalah pola pertumbuhan yang abnormal, kebiasaan buruk (tongue thrusting, mengisap jari, bernafas melalui mulut),
dan jaringan limfatik yang membesar (adenoid, tonsil).

Gigitan terbuka dapat terjadi pada regio anterior maupun posterior dan dapat melibatkan dental maupun
skeletal. Maloklusi yang bersifat dental hanya melibatkan gigi geligi saja tanpa kelainan pada hubungan rahang.
Karakteristik pasien dengan gigitan terbuka tipe dental meliputi gigi anterior maksila yang proklinasi, terdapat ruang
antara gigi anterior atas dan bawah karena tidak saling beroklusi, dan ada kemungkinan pasien memiliki lengkung
maksila yang sempit karena posisi lidah yang lebih rendah. Pasien yang mengalami gigitan terbuka tipe skeletal dapat
memiliki beberapa karasteristik seperti peningkatan tinggi wajah anterior bawah, penurunan tinggi wajah anterior atas,
peningkatan tinggi wajah anterior dan penurunan tinggi wajah posterior, bidang mandibula yang curam, serta ramus
dan corpus mandibula yang kecil,1 serta peningkatan sudut gonial. Pasien ini memiliki pola pertumbuhan yang tidak
menguntungkan dengan tulang basal yang divergen.

Perawatan gigitan terbuka meliputi menghilangkan penyebab gigitan terbuka, perawatan miofungsional,
perawatan ortodontik, maupun koreksi bedah. Penyebab gigitan terbuka harus dihilangkan terutama bila disebabkan
oleh kebiasaan yang masih aktif, dapat menggunakan habit breaker lepasan maupun cekat. Perawatan miofungsional
dapat dilakukan untuk memodifikasi arah pertumbuhan rahang bila pasien masih dalam usia pertumbuhan. Alat yang
dapat digunakan seperti Frankel IV atau modifikasi aktivator dengan peninggi gigitan posterior untuk intrusi posterior
dalam perawatan gigitan terbuka anterior, atau vertical pull headgear dan chin cup untuk memodifikasi pertumbuhan
vertikal maksila yang berlebih dan rotasi mandibula searah jarum jam. Perawatan ortodontik dapat dilakukan dengan
alat cekat untuk mengekstrusi gigi anterior atau mengintrusi molar. Pada gigitan terbuka skeletal yang berat dapat
dilakukan tidakan bedah ortognatik.

Anda mungkin juga menyukai