Anda di halaman 1dari 24

BBDM Modul 4.

2
Skenario 1
Aku Tidak Pernah Sakit Gigi

Pasien perempuan berumur 19 tahun datang ke klinik dokter gigi karena


mengeluhkan giginya yang tonggos dan berantakan, pasien bermaksud untuk
memakai kawat gigi karena merasa malu dengan penampilannya terutama saat
tersenyum dan berbicara. Hasil pemeriksaan ekstraoral tampak gigi anterior atas
protusif, wajah pasien tampak simetris. Hasil pemeriksaan intra oral terlihat
bahwa overjet pasien berlebih dan terdapat gigi 36 dan 46 sudah pernah ditambal.
Pasien tidak pernah mengeluhkan sakit pada area tersebut setelah giginya
ditambal dan tidak ditemukan adanya pembengkakan pada jaringan lunak.

A. TERMINOLOGI
1. Protrusif: kondisi gigi maxilla lebih maju sehingga overjet yang
ditimbulkan besar (gigi tonggos).
2. Gigi tonggos: Gigi tonggos dikenal juga dengan
istilah overbite atau maloklusi. Kondisi ini terjadi ketika posisi gigi atas lebih
maju dibandingkan dengan gigi bawah. Beda jarak yang normal antara deret
gigi atas dengan bawah biasanya tidak terlalu kentara, tapi dapat dikatakan
tonggos jika berjarak lebih dari 2 mm.
Seseorang dikatakan punya gigi tonggos, bila:

 Ukuran rahang atas lebih besar dari normal, namun ukuran rahang bawah normal
 Ukuran rahang atas normal, namun ukuran rahang bawah lebih kecil dari normal
 Ukuran rahang atas lebih besar dari normal
 Ukuran rahang bawah lebih kecil dari normal

3. Overjet: Jarak horizontal antara incisal edge gigi insisif RA terhadap


bidang labial insisif RB. Overjet normal: 2-4 mm

4. Kawat gigi: Kawat gigi atau yang biasanya dikenal sebagai behel
adalah sebagai salah satu upaya untuk merapikan susunan gigi yang
tidak rapih. Kawat gigi merupakan bagian dari perawatan ortodonti
yang bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi agar rapi dan teratur,
memperbaiki hubungan gigitan atau oklusi antara gigi yang ada di
rahang atas dan rahang bawah, bahkan juga memperbaiki posisi rahang
dan proporsi wajah atau nilai estetik.
5. Bengkak: Salah satu tanda inflamasi, disebut tumor yang terjadi
karena ekstravasasi cairan karena vasodilatasi.
6. Wajah simetris: Keseimbangan letak kanan dan kiri
terhadap garis poros yakni garis yang ditarik dari
rambut ke titik glabela kemudian ke subnation hingga
berakhir di menton. Kesimetrisan wajah tidak terdapat
pembengkakan atau hal lain.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menyebabkan terjadinya protrusi pada gigi pasien?
Faktor genetik, kebiasaan menghisap jempol, menjulurkan lidah,
bruxism, lip biting, faktor skeletal.
-kebiasaan seperti mengisap jari, terlalu lama ngedot, menjulurkan lidah saat
bicara, suka menggigit kuku, clenching, bruxism, gigit pensil dll
-gigi yang renggang apabila terdapat gigi yang ompong, lama2 dapat
menggeser gigi lain dan mempengaruhi posisi gigi anterior
ruang untuk gigi tumbuh tidak mencukupi

2. Apa interpretasi dari foto ronsen tersebut?


a. Adanya gambaran radioopak pada gigi yang terdapat tumpatan.
b. Lapisan tipis radioopak di sekeliling lesi radiolusen.
c. Impaksi M3 di seluruh regio.
d. Dibawah gigi 46-48 terdapat lesi radiolusen,
berbatas jelas, unileculer, ukurannya lebih dari
0,5 cm
e. Gigi Anterior RA crowding dan terlihat lebih lusen
dibanding gigi posterior
f. Terdapat lesi karies sekunder pada tumpatan gigi 46
3. Pemeriksaan EO dan IO apasaja yang terlibat?
EO: inspeksi, palpasi limfonodi dan TMJ. IO: inspeksi, palpasi,
perkusi, probing dan sondasi. Pemeriksaan penunjang: radiologi dan
biopsi.
4. Bagaimana seharusnya kondisi gigi pasca penambalan?
Tidak ada keluhan, tidak sakit dan tidak mengganjal saat oklusi.

5. Apakah hubungan antara gigi tambalan dengan gambaran lusen


pada panoramic?
Lesi merupakan lesi kista radikuler. Hubungannya dengan tambalan
gigi adalah kurang baiknya pembersihan pulpa gigi sebelum
penumpatan sehingga menyebabkan terjadinya kista radikuler.
6. Dari gambaran panoramik, apakah pasien memenuhi syarat
untuk perawatan ortho?
RA sepertinya bisa dilakukan perawatan ortho. Untuk RB belum bisa
karena harus dirawat dulu lesinya.
7. Apa dampak dari gigi anterior RA yang protrusi?
Mengganggu estetika, menyebabkan maloklusi, gangguan berbicara,
konveksitas wajah menjadi cembung.
– masalah estetika
- kondisi rahang yang terlalu maju membuat gig sering mneyembul keluar
sehingga menyulitkan untuk menutup mulut dengan benar
- mulut yang sering terbuka akan cepat mongering karena akan terbiasa
bernapas lewat mulut yang dapat meningkatkan resiko masalah
pernapasan lainnya
- mengganggu proses mengunyah makanan, sehingga dapat
mengakibatkan masalah pencernaan dan malnutrisi
gigi berantakan: struktur/bentuk gigi yg tidak rata bisa membuat beberapa
area gigi tidak terjangkau saat menggosok gigi sehingga dapat terbentuk plak
akibat penumpukan kotoran pada gigi, dalam jangka panjang hal ini dapat
menyebabkan: terbentuknya karang gigi, gigi berlubang, kerusakan lapisan
gigi dan radang gusi.

8. Bagaimana tatalaksana lesi tersebut? Apakah lesi bisa rekuren


atau tidak?
Enukleasi  diambil kistanya secara utuh. Marsupiliasi  dibuatkan
window opening untuk mengambil kista. Lesi kista bisa rekuren atau
tidak tergantung kepada jenis lesinya.
9. Berdasarkan skenario, kasus maloklusi tersebut
termasuk jalam kelas berapa?
Maloklusi kelas 2 divisi 1
10. Mengapa pasien ingin mnegenakan kawat gigi?
- Memperbaiki penampilan gigi dan wajah
- Mengurangi dampak maloklusi
- Mempertahankan perkembangan rahang dan wajah
yang normal
- Mengembalikan fungsi mastikasi dan berbicara
- Bad habit
11. Mengapa pasien tidak merasakan sakit pada gigi
yang ditambal, sedangkan pada gambar radiograf
terdapat lesi ?
Karena gigi sudah non vital dan pulpanya nekrosis. Kemungkinan ada
periapikal cyst pembesarannya tidak terasa.
12. Apakah tatalaksana pemasangan kawat gigi sesuai keinginan
pasien meupakan hal yang tepat untuk masalah tersebut? Dan apa
langkah yang harus dilakukan dokter?
Pemasangan kawat gigi sesuai, namun sebelum dipasang harus dilakukan
diagnosa terhadap lesi dan perawatan terhadap lesi karena keberadaan lesi
dapat menyebabkan gigi berjejal, terlambatnya erupsi gigi, dan
pembengkakan. Perawatanya bisa dilakukan biopsi terlebih dahulu. Jika
ganas, dapat dilakukan pembedahan. Jika jinak, gigi yang terkena dapat
dilakukan perawatan. Perlu dipertimbangkan juga karena gigi pasien ada
yang ditambal, nanti bisa menyebabkan tambalan bocor dan retak sehingga
menyebabkan karies sekunder.
12. diagnosis? Kista radikuler

13. Apa penyebab dan dampak dari overjet berlebih?

Penyebab:

 Menghisap jempol (membuat gerakan maju mundur)


 Penggunaan dot ( mengubah arah rahang) normalnya sampai usia
2,5 tahun
 Faktor keturunan
 Pola skeletal (klas 2) karena mandibulla normal dengan posisi yang
lebih posterior terhadap basis cranial
 Menggigit bibir bawah

Dampak:
 Tidak bisa menutup mulut dengan benar
 Proses pengunyahan makanan
 Mouth breathing ( dapat menyebabkan penampilan luar terganggu)
 Dampak estetik
 Dampak psikologis (tidak percaya diri)
 Gangguan bicara
 Oral hygiene buruk
14. Apa penyebab lesi radiolusen?
Ada karies sebelum ditambal, jadi bakterinya masuk, meyebabkan pulpitis, karena
tidak dirawat bisa menyebabkan nekrosis. Diperparah karena karies sekunder.
Penyebabnya karena agen iritan seperti mediator inflmasi (pulpa irreversibel), zat
kimia (zat irigasi dan disinfeksi).

15. Adakah indikasi untuk dilakukan ekstraksi?


Indikasinya jika gigi sudah dilakukan perawaatan saluran akar, karies
sudah meluas, ada kista di akar atau disekitarnya. Ekstraksi pada molar 3,
gigi yang ada kista saat pembedahan disertai giginya.

INDIKASIKONTRAINDIKASI KAWATGIGI
Indikasi: individu yang mengalami maloklusi gigi yang membutuhkan
pergerakan beberapa gigi, mempunyai overjet lebih dari 4 mm dan juga
overbite lebih dari 4 mm, kebiasaan buruk.
Kontra indikasi: individu yang tidak bisa menjaga oral hygiene dengan
baik secara rutin, malokusi berada di luar ruang lingkup perawatan ortho.
Overjet normal: 2-4 mm

C. PETA KONSEP

Pemeriksaan
Holistik Kista
Radikuler

Impaksi
Surat Etiologi
Diagnosis
Rujukan
Crowding
Rencana
Perawatan
Nekrosis
Pulpa
D. SASARAN BELAJAR
1. Mampu menjelaskan etiologi, patogenesis, dan pemeriksaan penunjang
dari kista radikuler.
2. Mampu menjelaskan etiologi dari gigi impaksi.
3. Mampu menjelaskan etiologi dari gigi crowding.
4. Mampu menjelaskan etiologi dari nekrosis pulpa.
5. Mampu membuat surat rujukan yang baik dan benar.
6. Mampu menjelaskan cara interpretasi gambaran panoramik.
7. Mampu menjelaskan rencana perawatan secara umum dari kista
radikuler, gigi impaksi, crowding dan nekrosis pulpa.
Peta Konsep

Tatalaksan etiopatoge
a Lesi pada nesis
gambaran
radiografi

Jenis

Impaksi Karies Kista Crowding

Sasaran Belajar

1. Mengetahui dan menjelaskan jenis lesi pada gambaran


radiograf.
2. Mengetahui dan menjelaskan etiopatogenesis lesi yang
terdapat pada gambaran radiograf
3. Mengetahui dan menjelaskan tatalaksana lesi pada
gambaran radiograf
4. Mengetahui dan menjelaskan cara membuat rujukan
kepada dokter yang berkopeten
5. Mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan penunjang pada
kista di gambaran radiograf
6. PETA KONSEP

PROTRUSIF

KARIES PATOGENESIS KISTA ETIOLOGI


RADIKULER
SEKUNDER

IMPAKSI
KISTA

RADIKULER
PROSEDUR INTERPRETASI
PEMERIKSAAN HOLISTIK
RUJUKAN RADIOGRAFI

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS DAN


PENUNJANG KISTA RENCANA PERAWATAN
RADIKULER

PROTRUSI KARIES IMPAKSI


KISTA
SEKUNDER
RADIKULER

7. SASARAN BELAJAR

1. Mengetahui dan menjelaskan etiologi dari kasusu di skenario


2. Mengetahui dan menjelaskan patogenesis kista radikuler

3. Mengetahui dan menjelaskan interpretasi gambaran radiologi kasus di


skenario

4. Mengetahui dan menjelaskan manajemen dan tatalaksana kasus di


sekenario

5. Mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan penunjang kista radikuler

6. Mengetahui dan menjelaskan prosedur rujukan

E. HASIL BELAJAR MANDIRI


1. Menjelaskan Etiologi, Patogenesis, Kista Radikuler, dan
Pemeriksaan Penunjang
a. Etiologi
 Adanya peradangan pulpa non vital ke area periapikal gigi
 Karies gigi
 Gigi nekrotik
 Trauma
 Gigi dengan tumpatan yang tidak benar
 Kegagalan perawatan endodontik dan trauma oklusi
 Infeksi gigi sebagai hasil dari periodontitis apikalis
b. Patofisiologi
Kista ini diklasifikasikan sebagai inflamasi, karena pada sebagian
besar kasus, ini merupakan konsekuensi dari nekrosis pulpa setelah
karies, dengan respons inflamasi periapikal yang terkait. Penyebab
lain termasuk setiap kejadian yang dapat menyebabkan nekrosis
pulpa seperti fraktur gigi dan restorasi yang tidak tepat, antara lain.
Garis pertahanan pertama terhadap nekrosis pulpa di daerah
periapikal adalah pembentukan granuloma. Granuloma adalah
jaringan yang sangat vaskularisasi yang mengandung banyak
infiltrat sel kompeten secara imunologis, yaitu limfosit, makrofag,
dan sel plasma. Bagian epitel Malassez, yang secara pluripotensial
dapat dibedakan menjadi jenis epitel apa pun, di bawah rangsangan
yang tepat. Istirahat ini memainkan peran sentral dalam
pembentukan kista radikuler. Di tengah-tengah daerah vaskular
yang kaya yang disediakan oleh granuloma periapikal, sisa-sisa
Malassez berkembang biak dan akhirnya membentuk massa sel
yang besar. Dengan pertumbuhan terus-menerus, sel-sel bagian
dalam dari massa kekurangan makanan dan mereka mengalami
nekrosis likuifaksi. Ini mengarah pada pembentukan rongga yang
terletak di tengah granuloma, sehingga menimbulkan kista
radikuler. Pulau epitel skuamosa yang telah berkembang dari sisa
odontogenik Malassez juga dapat ditemukan di granuloma
periapikal tanpa transformasi kistik. Ahli endodontik menyebut
granuloma ini sebagai 'cyst bay’ atau teluk kista. Secara umum
pembentukan kista radikular terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap
inisiasi, tahap pembentukan kista, dan tahap pembesaran kista.
Pada tahap inisiasi, sisa-sisa sel Malassez di ligamen periodontal
berproliferasi akibat peradangan di granuloma periapikal.
Granuloma periapikal tersebut merupakan bagian mekanisme
pertahanan lokal terhadap peradangan pulpa kronis agar infeksi
tidak meluas. Faktor yang memicu peradangan dan respons imun
yang dapat menyebabkan proliferasi epitel diduga adalah
endotoksin bakteri yang berasal dari pulpa yang mati. Selanjutnya
pada tahap pembentukan kista sisa-sisa sel Malassez
berproliferasi pada dinding granuloma membentuk massa epitel
yang makin membesar. Kurangnya nutrisi terhadap sel-sel epitel
dibagian sentral menyebabkan kematian dan mencairnya sel
tersebut sehingga terbentuk rongga berisi cairan yang dibatasi oleh
epitel. Pada tahap pembesaran kista tekanan osmosis diduga
merupakan faktor yang berperan penting. Beberapa peneliti
menyatakan bahwa eksudat protein plasma dan asam hialuronat
serta produk yang dihasilkan oleh kematian sel menyebabkan
tingginya tekanan osmosis pada dinding rongga kista yang pada
akhirnya menyebabkan resorpsi tulang dan pembesaran kista.

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan
radiologis foto panoramik. Hasilnya tampak gambaran radiolusen
yang berbatas tegas pada gigi-gigi 4.6 sampai 4.7, dengan gigi 4.6
mengenai radiks gigi.

Pemeriksaan histologis, membuat apusan melalui aspirasi dengan


jarum FNAB. hasil pemeriksaan histologis menunjukkan bahwa
kista radikuler dilapisi oleh Non-Keratinized Stratified Squamous
Epithelium. Dinding kista radikuler terdiri dari sel epitel, sel
plasma, jaringan ikat, limfosit, makrofag, dan leukosit
polymorphonuclear.
2. Menjelaskan Etiologi Gigi Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi keposisi fungsional
normalnya, karena itu dikategorikan sebagai patologik dan
membutuhkan perawatan. Tidak semua gigi yang tidak erupsi adalah
gigi impaksi, gigi yang disebut impaksi apabila gigi tersebut gagal
untuk bererupsi secara keseluruhan kedalam kavitas oral dalam jangka
waktu perkembangan yang diharapkan. Penyebab impaksi ini biasanya
oleh gigi didekatnya atau jaringan patologis sehingga gigi tersebut
tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal didalam
deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi.

Etiologi gigi impaksi bermacam-macam diantaranya kekurangan


ruang, kista, gigi supernumeri, infeksi, trauma, anomali dan kondisi
sistemik. Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi
gigi adalah ukuran gigi. Sedangkan faktor yang paling erat
hubungannya dengan ukuran gigi adalah bentuk gigi. Hambatan dari
sekitar gigi dapat terjadi karena:
- Tulang yang tebal serta padat
- Tempat untuk gigi tersebut kurang
- Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
- Adanya gigi desidui yang persistensi
- Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat.
Sedangkan hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi oleh karena:
- Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal dan lain-lain.
- Daya erupsi gigi tersebut kurang.
Gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan jarang
pada gigi anterior. Pada gigi posterior,yang sering mengalami impaksi
adalah: gigi molar tiga mandibula dan maksila serta gigi premolar
mandibula dan maksila. Pada gigi anterior yang dapat ditemui
mengalami impaksi adalah gigi kaninus maksila dan mandibula serta
gigi insisivus maksila dan mandibula. Gigi impaksi terjadi karena
berbagai hal, misalnya masalah genetik, ketiadaan benih, benih
terbentuk namun impaksi dan yang tidak kalah penting adalah
pengaruh nutrisi. Masalah genetik biasanya merupakan kondisi yang
diwarisi dari orang tua baik dari ayah maupun ibu. Contohnya orang
tua yang memiliki lengkung rahang kecil, dengan ukuran gigi geligi
relatif besar dapat menurunkan kondisi tersebut pada keturunannya.
Faktor lain yaitu nutrisi, terutama berhubungan dengan bentuk
makanan. Makanan yang dikonsumsi manusia modern cenderung
lebih lunak sehingga kurang merangsang pertumbuhan dan
perkembangan lengkung rahang. Proses mengunyah makanan yang
keras dianggap dapat merangsang pertumbuhan rahang karena terjadi
aktivasi otot mastikasi sehingga rahang terangsang untuk tumbuh
maksimal. Selain faktor-faktor tersebut, impaksi dapat terjadi karena
benih gigi malposisi atau benih terbentuk dalam berbagai angulasi
yaitu mesial, distal, vertikal, dan horisontal yang mengakibatkan jalur
erupsi yang salah arah. Impaksi mesial merupakan malposisi yang
paling sering ditemukan, diikuti oleh impaksi vertikal, horisontal dan
yang paling jarang adalah impaksi distal.
3. Menjelaskan Etiologi Gigi Crowding
a. Penyebab tidak langsung
- Faktor genetik: orang tua dengan kelainan skeletal, rahang
bawah lebih maju ke depan di banding rahang atas kemungkinan
akan mempunyai anak dengan kondisi rahang yang serupa.
- Faktor kongenital: Misalnya mengkonsumsi obat-obatan pada
saat hamil, menderita trauma/penyakit tertentu dan kurang gizi.
Faktor kongenital ini harus menjadi perhatian bagi para calon
orang tua.
- Gangguan keseimbangan kelenjar endokrin: Kelenjar
endokrin berfungsi menghasilkan hormon dalam tubuh untuk
mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk ini adalah
kelenjar pituitary, thyroid dan parathyroid. Jika ada kelainan,
dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan
tubuh termasuk rahang dan gigi.
b. Penyebab langsung
- Gigi desidui yang tanggal sebelum waktunya: Pergeseran gigi
di sebelahnya menyebabkan penyempitan ruang pada lengkung
gigi. Akibatnya, gigi permanen tidak memperoleh ruang cukup
dan menyebabkan gigi berjejal.
- Gigi yang tidak tumbuh/tidak ada benih: terdapat ruangan
kosong sehingga tampak celah antara gigi (diastema).
- Gigi yang berlebih: Gigi berlebih tersebut timbul dalam
lengkung gigi, akan menyebabkan gigi berjejal.
- Tanggalnya gigi tetap: Gigi permanen yang tanggal dengan
cepat dan tidak diganti segera dengan protesa akan
menyebabkan gigi lainnya mengisi ruangan kosong bekas gigi
yang tanggal tadi.
- Gigi desidui tidak tanggal: Walaupun gigi tetap penggantinya
telah tumbuh (persistens) gigi tetap muncul diluar lengkung
rahang dan tampak berjejal.
- Bentuk gigi tetap tidak normal: Misalnya ada gigi permanen
yang makrodontia ada juga yang mikrodontia. Atau bisa saja
jika ukuran gigi besar dan rahang kecil, hingga gigi berjejal.
- Kebiasaan-kebiasaan buruk, antara lain: bernapas lewat
mulut, menghisap jari, proses penelanan yang salah, menggigit
pensil atau membuka jepit rambut dengan gigi, meletakkan lidah
di antara gigi rahang atas dan gigi rahang bawah dan lain-lain.

4. Menjelaskan Etiologi Gigi Nekrosis


Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, saraf dan sel odontoblast;
memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu
kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan.
Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau
merupakan proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan
menyebabkan kematian pulpa/ nekrosis pulpa. Hal ini sebagai akibat
kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau
penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang
semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan
vitalitasnya. Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena
adanya infeksi bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat
adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat
terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpa exposure, hal ini
memudahkan infeksi bakteri ke jaringan pulpa yang menyebabkan
radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan,
maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi
perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya
menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai
hasil dari operative atau restorative procedure yang kurang baik atau
akibat restorative material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan
karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan
abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteri dapat mencapai
jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal
exposure bisa disebabkan karena proses trauma, operative procedure
dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini
mengakibatkan bakteri menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi
peradangan jaringan pulpa. Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya
trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa dalam waktu
yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya sama
yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada
akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat
menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apeks dan
selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler
pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler
dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada
pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada
pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal
tersebut memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh
dara kecil pada apeks. Semua proses tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya nekrosis pulpa.
5. Membuat Surat Rujukan
6. Interpretasi Gambaran Panoramik

Adanya crowding pada segmen anterior rahang atas dan rahang bawah.
Pada regio I terdapat impaksi gigi 18 dan malposisi gigi 13, 14. Pada
regio II terdapat impaksi gigi 28 dan malposisi gigi 21, 22, 23, 24.
Pada regio III terdapat impaksi gigi 38, malposisi gigi 31, 32, 33, 34,
radiolusensi pada gigi 36 menandakan adanya karies yang mencapai
pulpa, melebarnya ruang periodontal pada gigi 36 (1/3 apikal) yang
diikuti dengan hilangnya lamina dura pada mesiolateral, mesiomedial,
distomedial, dan terdapat periodontitis apikalis pada gigi 36. Pada
regio IV terdapat penurunan alveolar crest pada gigi 45, 46, radiopak
pada gigi 46, terdapat karies sekunder pada tumpatan gigi yang
mencapai kamar pulpa, sehingga menyebabkan lesi radiolusen
unilokuler, berbatas tegas radiopak yang meluas hingga di apical gigi
47 dan 48, yang berukuran  2,5 cm, adanya radiolusensi di apikal gigi
46 menyebabkan penurunan alveolar crest pada gigi 46 dan 47 yang
menyebabkan penurunan densitas tulang rahang dan melebarnya ruang
periodontal pada gigi 46 dan 47 diikuti dengan hilangnya lamina dura
pada mesiolateral, mesiomedial, distomedial, distolateral, (apical,
medial, servikal. Differential diagnosis pertama  Kista Radikuler e.c
karies sekunder mencapai pulpa. Differential diagnosis kedua 
Periapikal Granuloma e.c karies sekunder mencapai pulpa.

7. Rencana Perawatan dari kista radikuler, gigi impaksi, crowding


dan nekrosis pulpa
a. Gigi impaksi
Odontektomi: Prosedur untuk ekstraksi gigi terutama gigi yang
impaksi. Tahapannya terdiri dari:
1) Asepsis;
2) Anestesi (lokal/umum);
3) Insisi (memunculkan flep mukoperiosteal);
4) Bur tulang sekitar yang menghalangi gigi;
5) Ekstraksi gigi;
6) Pembersihan luka, kontrol perdarahan
7) Dijahit.

b. Perawatan Kista Radikuler


- Apicoektomi: Pemotongan sepertiga apical gigi pada gigi
yang memiliki kista radikuler.
- Enukleasi: Pengangkatan semua lesi kista tanpa adanya
rupture.

- Marsupiliasi: Membuat surgical window pada dinding kista


untuk membuang isi kista, dan mempertahankan kontinuitas
antara
kista
dan

rongga mulut.
c. Perawatan Saluran Akar
Dibagi 3 tahap:
1) Preparasi biomekanis saluran akar, yaitu tahap pembersihan dan
pembentukan saluran akar dengan membuka jalan masuk
menuju kamar pulpa dari koronal.
2) Tahap sterilisasi, yaitu irigasi dan desinfeksi saluran akar.
3) Tahap obturasi.

d.

Perawatan Ortodontik
Dirujuk ke Spesialis Orthodontist
DAFTAR PUSTAKA
Shafer, et al. 2009. Shafer's Textbook of Oral Pathology. Sixty Edition.
New Delhi: Elsevier
Nuryana E, Syafriadi M. Pembentukan Kista Radikuler dalam Granuloma
Dental. Jurnal PDGI Edisi Khusus Kongres PDGI XXIII 2008. p.61-65
Monaco G. Montevecchi M. Bonetti GA. Gatto MRA. Checchi L.
“Reliability of panoramic radiography in evaluating the topographic
relationship between the mandibular canal and impacted third molars”
dalam JADA American Dental Association 2004:135:315
American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons. Wisdom teeth.
Diunduh dari: Anonymous. What Are Impacted Wisdom Teeth: Types
of Impactions. Animated-teeth.com.
Bishara, S.E., 2001, Textbook of Orthodontics, WB, Saunders Co.,
Philadelphia.
Apriyono, Dwi Kartika. Kedaruratan Endodonsia. Stomatognatic (JKG
UNEJ) vol. 7 no.1 2010:45-50
Regezi, Josep A., et al. 2012. Oral Pathology: Clinical Pathology
Correlation. China: Elsevier Saunders.

Anda mungkin juga menyukai