Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 19 MODUL 2

"Rencana Perawatan Maloklusi"

Kelompok 4

Tutor: Dr. drg. Febrian

Ketua: Shindy Ollivia (1411411005)

Sekretaris Meja: Trisna Dewi Avriany (1411412024)

Sekretaris Papan : Lala Viodita (1411411023)

Nama Anggota:

Dwiyatri Sumartiningsih (14114107)

Clarisa Khairani (1411411017)

Melina Vania Elian (1411412005)

Agung Putra Sakti (1411412011)

Nancy Valencia (1411412015)

Nurlaili Syafar Wulan (1411412020)

M. Iqbal Pahlawan (1311412003)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ANDALAS

2017
Skenario 2 "Hadeeuuhh Gigiku"

Nadya (9 tahun) besama ibunya datang ke RSGMP untuk konsultasi mengenai keadaan gigi
depan atas yang terlihat maju. Ibu Nadya merasa cemas dengan keadaan gigi anaknya yang
menyebabkan wajah Nadya terlihat kurang menarik.

Dokter gigi melakukan anamnesa, menanyakan riwayat gigi keluarganya. Pemeriksaan intra
oral menunjukkan gigi yang ada 16, 55, 14, 5, 12, 1, 21, 22, 63, 24, 65, 26, 36, 75, 74, 33, 32, 31,
41, 42, 85, 46, partial erupsi gigi, 43 44. Relasi molar tonjol mesio bukal molar satu atas erkontak
dengan lekuk bukal molar satu bawah, jarak gigit 7,5 mm, tumpang gigit 4, mm, bentuk kepala
dolicosepalik, bentuk wajah leptoprosop, profil muka cembung. Analisa sefalometri menunjukkan
SNA=830, SNB=810, fasial angle=900.

Bagaimana saudara menjelaskan kasus diatas dan rencana perawatan ?

Langkah Seven Jumps :

A. Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang dapat
menimbulkan kesalahan interpretasi

B. Menentukan masalah

C. Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge

D. Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan mencari


korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat solusi secara
terintegrasi

E. Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives

F. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain

G. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh

Uraian:

A. Terminologi

1. Dolicosefalik
Dolicosefalik adalah bentuk kepala yang panjang dan sempit.
2. Leptoprosop
Leptoprosop adalah bentuk muka yang tinggi dan sempit.
3. SNA
SNA adalah posisi maksila terhadap basis cranium.
4. SNB
SNB adalah posisi mandibular terhadap basis cranium.
5. Facial Angle
Facial Angle adalah yang dibentuk dari garis Fh dengan NPog yang menunjukkan protusif
mandibular.

B. Masalah

1. a) Apa kemungkinan gigi atas Nadya terlihat maju ?

b) Apa penyebab dari Maloklusi ?

2. Dari skenario termasuk maloklusi kelas berapa ?

3. Bagaimana cara mengukur indeks sefalik ?

4. Apa interpretasi dari nilai SNA, SNB, dan Facial Angle ?

5. Bagaimana cara mengatas kebiasaan buruk dan apa saja pirantinya ?

6. Apa saja prinsip dasar dari perencanaan perawatan orthodonti ?

7. a) Bagaimana rencana perawatan Nadya ?

b) Apa saja piranti untuk rencana perawatannya?

C. Analisa masalah, brain storming menggunakan prior knowledge

1. a) Kemungkinan gigi atas Nadya terlihat maju, yaitu :

- Faktor Herediter seperti bawaan kongenital


- Faktor lingkungan dan bad habit, seperti mnghisap ibu jari, bernafas lewat mulut,
mendorong lidah, mengigit kuku, mengigit bibir, menggunakan dot terlalu lama

b) Penyebab dari Maloklusi, yaitu :

- Faktor Herediter seperti bawaan kongenital


- Faktor lingkungan dan bad habit, seperti mnghisap ibu jari, bernafas lewat mulut,
mendorong lidah, mengigit kuku, mengigit bibir, menggunakan dot terlalu lama.
- Trauma
- Penyakit sistemik, seperti adenoid
- Premature loss
- Rahang keci dengan ukuran gigi yang besar
- Fusi & geminasi
- Jaringan lunak, seperti tidak ada keseimbangan otot (lip incompeten dan lip hipertonus)
- Abnormal frenulum labial
- Supernumerary teeth
- Ankilosis
- Karies pada proksimal
- Kelainan bentuk gigi
- Sikap tubuh dan keadaan metabolic
- Ukuran gigi dan persistensi gigi

2. Skenario termasuk maloklusi jenis :


Kelas I Angle tipe 2 Dewey dan skeletal kelas I karena relasi molar dan sefalometri masih
dalam renang normal yaitu SNA (800 840) dan SNB (780 820), serta protusif

3. Cara mengukur indeks sefalik, yaitu :

Lebar Kepala Max X 100

Panjang Kepala Max

Ket :

- Dolicosefalik : < 75,9

- Mesosefalik : 76 80,9

- Branoisefalik : > 81

4. interpretasi dari nilai SNA, SNB, dan Facial Angle, yaitu :

SNA < 80 : maksila retrusif

> 84 : maksila protusif

SNB < 78 : mandibula retrognati

> 82 : mandibula prognati

Fasial Angle 900 : normal

5. Cara mengatasi kebiasaan buruk dan apa saja pirantinya, yaitu :

- Bruxism Night Guard


- Menghisap bibir Lip Bumper
- Menghisap jari Palatal Crib
- Mendorong lidah Palatal Crib

6. Prinsip dasar dari perencanaan perawatan orthodonti, yaitu :

- Keadaan Mulut, seperti : OH baik, karies dirawat, kalkulus di scalling


- Rencana perawatan rahang atas menyesuaikan dengan rencana perawatan rahang bawah
- Relasi molar kelas I, tapi boleh kelas II dan kelas III
- Penjangkaran gigi
- Massa retensi kapan boleh dilepas/ tidak
- Memperhatikan tipe maloklusi dan etiologi
- Tentukan apakah maloklusi dental atau skeletal, jika dental bisa dirawat oleh spesialis
ortho, namun jika skeletal harus dilakukan perawatan bedah
- Riwayat tumbuh kembang gigi
- Keinginan pasien dan harapan
- Menganalisa untuk dibuatkan seideal mungkin
- Menganalisa kekurangan ruangan

7. a) Rencana perawatan Nadya, yaitu :


- mencari ruangan (ekspansi)

- memasang piranti ortho, untuk gigi depan yang protusif

- bisa dipasangkan skrup ekspansi

- mengasah gigi untuk mencari ruang

b) Piranti untuk rencana perawatannya, yaitu :

- Skrup ekspansi

- Kawat covin, diameter 1,2 mm, untuk melebarkan

- Retensi berupa cangkolan

- Labial bow

D. Skema

Nadya (9 tahun)
Pergi ke RSGMP dengan
keluhan Gigi Anterior rahang
atas terlihat maju

Pemeriksaan Intra oral Pemeriksaan Ekstra Oral Sefalometri

- Gigi 43 & 44 Partial Erupsi - Bentuk kepala: dolicosefalik - SNA : 830


- Overbite: 7,5 mm - Bentuk muka: leptoprosop - SNB : 810
- Overjet : 4,3 mm - Profil muka : cembung - Facial Angle : 900

Rencana Perawatan

Klasifikasi Etiologi Prinsip Rencana Piranti


Maloklusi Maloklusi Perawatan Lepasan

E. Tujuan pembelajaran/ learning objectives

1. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi maloklusi

2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi maloklusi

3. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip rencana perawatan

4. Mahasiswa mampu menjelaskan piranti yang digunakan

F. Kumpulan informasi

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Klasifikasi Maloklusi


Maloklusi adalah hal yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai
bentuk normal.

GOLONGAN MALOKLUSI :

Dental displasia

Skeleto Dental displasia

Skeletal dysplasia

1. Dental displasia :

Maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam satu atau dua rahang dalam
hubungan abnormal satu dengan lain.
Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal
Keseimbangan muka dan fungsi normal
Perkembangan muka dan pola skeletal baik

Macam-macam kelainan :

Misalnya : kurang tempatnya gigi dalam lengkung, oleh karena prematur loss,
tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besr, sehingga dapat terjadi keadaan
linguiversi, labioversi dan sebagainya.

2. Skeleto Dental displasia

Tidak hanya giginya yang abnormal, tetapi dapat terjadi keadaan yang tidak
normal pada hubungan rahang atas terhadap rahang bawah, hubungan rahang
terhadap kranium, fungsi otot dapat normal atau tidak tergantung macam kelainan
dan derajat keparahan kelainan tersebut.

3. Skeletal Displasia
Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang tidak normal pada :

Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah terhadap basis


kranium.
Hubungan rahang atas dan rahang bawah
Posisi gigi dalam lengkung gigi normal

Klasifikasi Maloklusi terhadap Hubungan Molar

Klasifikasi Angle & Modifikasi Dewey


Kelas I Angle = Neutro Oklusi

Jika mandibula dengan lengkung giginya dalam hubungan mesiodistal yang normal
terhadap maksila.

Tanda-tanda :

a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada celah bagian bukal (buccal
groove) gigi M1 bawah.
b. Gigi C atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi C bawah dan tepi
mesial P1 bawah.
c. Tonjol mesiolingual M1 atas beroklusi pada Fossa central M1 bawah.

Dr. Martin Dewey membagi klasifikasi kelas I maloklusi Angle menjadi 5 tipe yaitu :
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C
ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik
(anterior crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat
prematur ekstraksi.

Kelas II Angle = Disto oklusi

Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan


mesiodistal yang lebih ke distal terhadap maksila.
Tanda-tanda :

a. Tonjol mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara tonjol

mesiobukal M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal gigi P2 bawah.

b. Tonjol mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrasur dari tonjol

mesiobukal gigi M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal P2 bawah.


c. Lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam

hubungan yang lebih ke distal terhadap lengkung gigi di maksila sebanyak

12 lebar mesiodistal M1 atau selebar mesiodistal gigi P.


Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 :

Kelas II Angle Divisi 1 :

Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi


Kelas II Angle Divisi 2 :
Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya tidak ke labial atau retrusi.

Disebut sub divisi bila kelas II hanya dijumpai satu sisi atau unilateral.

Kelas III Angle = Mesio Oklusi

Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam

hubungan yang lebih ke mesial terhadap lengkung gigi di maksila.

Tanda-tanda :

a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal
gigi M1 bawah dan tepi mesial tonjol mesial tonjol mesial gigi M2 bawah.
b. Terdapat gigitan silang atau gigitan terbalik atau cross bite anterior pada relasi
gigi anterior.
c. Lengkung gigi mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan
yang lebih mesial terhadap lengkung gigi maksila.
d. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi pada ruangan interdental antara
bagian distal gigi M1 bawah dengan tepi mesial tonjol mesial gigi M2 bawah.
Kelas III Angle dibagi menjadi :
True Class III maloklusi skeletal kelas III
Pseudo Class III pergerakan ke depan dari manibula ketika rahang menutup
Class III Subdivision kondisi dikarakteristik pada hubungan molar klas III pada
satu sisi dan hubungan molar klas I di sisi yang lain

Dr. Martin Dewey membagi klasifikasi kelas III maloklusi Angle menjadi 3 tipe yaitu :

Tipe 1 : adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.
Tipe 2 : adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila tetapi ada
linguoversi dari gigi anterior mandibula.
Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi anterior
maksila; lengkung gigi mandibula baik

Klasifikasi Maloklusi terhadap Hubungan Caninus


Relasi caninus juga berfungsi pada klasifikasi oklusi anteriorposterior, dimana :
Class I Caninus permanen maksila beroklusi tepat pada embrasure antara
caninus mandibular dan premolar pertama mandibular
Class II Caninus permanen maksila beroklusi didepan embrasure antara
caninus mandibular dan premolar pertama mandibular
Class III Caninus permanen maksila beroklusi dibelakang embrasure antara
caninus mandibular dan premolar pertama mandibular

Klasifikasi Maloklusi terhadap Hubungan Insisivus

Metode yang lebih klinis untuk mengklasifikasikan maloklusi didasarkan pada hubungan gigi
insisivus rahang atas dan rahang bawah. Ini merupakan cerminan yang lebih benar hubungan dasar
pada basis kerangka dan sering menjadi perhatian pasien. pada dasarnya adalah klasifikasi Angle,
seperti yang diterapkan pada gigi insisivus. didefinisikan pada hubungan ujung insisivus
mandibular ke cingulum gigi insisivus sentral rahang atas, dibagi atas :
Class I ujung gigi insisivus bawah beroklusi atau berada di bawah dataran tinggi
cingulum gigi insisivus atas
Class II ujung gigi insisivus bawah beroklusi atau terletak di posterior dataran tinggi
cingulum gigi insisivus atas.
Klasifikasi ini dibagi lagi menjadi:
- Class II, Divisi I : overjet meningkat dengan gigi insisivus atas tegak lurus (gigi
insisivus atas proinklinasi)
- Class II, Divisi II :gigi insisivus atas retroinklinasi, dengan overjet normal atau kadang
meningkat.
Class III ujung insisivus bawah beroklusi atau terletak di anterior dataran tinggi cingulum
gigi insisivus atas.

Kebingungan bisa timbul bila gigi seri atas tegak lurus atau retroclined, tapi dengan bertambah
overjet Hal ini menyebabkan diperkenalkannya Class II intermediet (Williams dan Stephens,
1992):
Class II intermediet tepi gigi insisivus bawah terletak di posterior dataran cingulumgigi
seri atas. Gigi seri atas berdiri tegak atau sedikit bergaris dan overjet terletak di antara 5 dan
7 mm.

Kenyataannya, overjet yang meningkat dengan gigi insisivus atas retroclined ada dalam deskriptif
Class II divisi 2.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi Maloklusi

Untuk mempermudah mengetahui etiologi dari maloklusi dibuat klasifikasi dari


penyebab kelainan maloklusi tersebut. Terdapat dua pembagian pokok klasifikasi
maloklusi :

1. Faktor Ekstrinsik atau disebut faktor sistemik atau faktor umum

2. Faktor Intrinsik atau faktor lokal

1. Faktor Ekstrinsik

a. Keturunan (hereditair)
b. Kelainan bawaan (kongenital) misal : sumbing, tortikollis, kleidokranial diostosis,
cerebral plasi, sifilis dan sebagainya.

c. Pengaruh lingkungan

Prenatal, misalnya : trauma, diet maternal, metabolisme maternal dan


sebagainya.

Postnatal, misalnya : luka kelahiran, cerebal palsi, luka TMJ dan sebagainya.
d. Predisposisi ganguan metabolisme dan penyakit

Gangguan keseimbangan endokrin

Gangguan metabolisme

Penyakit infeksi

e. Kekurangan nutrisi atau gisi


f. Kebiasaan jelek (bad habit) dan kelainan atau penyimpangan fungsi.

Cara menetek yang salah

Mengigit jari atau ibu jari

Menekan atau mengigit lidah

Mengigit bibir atau kuku

Cara penelanan yang salah

Kelainan bicara

Gangguan pernapasan (bernafas melalui mulut dan sebagainya)

Pembesaran tonsil dan adenoid

Psikkogeniktik dan bruksisem

g. Posture tubuh

h. Trauma dan kecelakaan

2. Faktor Intrinsik :
a. Kelainan jumlah gigi

b. Kelainan ukuran gigi

c. Kelainan bentuk

d. Kelainan frenulum labii

e. Prematur los

f. Prolong retensi

g. Kelambatan tumbuh gigi tetap

h. Kelainan jalannya erupsi gigi

i. Ankilosis

j. Karies gigi

k. Restorasi gigi yang tidak baik

FAKTOR EKSTRINSIK

a. Faktor keturunan atau genetik

Faktor keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang diturunkan dari orang
tuanya atau generasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah ciri-ciri khusus suatu ras
atau bangsa misalnya bentuk kepala atau profil muka sangat dipengaruhi
oleh ras atau suku induk dari individu tersebut yang diturunkan dari kedua
orang tuanya. Bangsa yang merupakan prcampuran dari bermacam-macam ras atau
suku akan dijumpai banyak maloklusi

b. Kelainan bawaan
Kelainan bawaan kebanyakan sangat erat hubungannya dengan faktor keturunan
misalnya sumbing atau cleft : bibir sumbing atau hare lip, celah langit-langit (cleft
palate).
Tortikolis : adanya kelainan dari otot-otot daerah leher sehingga tidak dapat
tegak mengkibatkan asimetri muka.

Kleidokranial disostosis adalah tidak adanya tulang klavikula baik sebagian atau
seluruhnya, unlateral atau bilateral, keadaan ini diikuti dengan terlambatnya
penutupan sutura kepala, rahang atas retrusi dan rahang bawah protrusi.
Serebral palsi adalah adanya kelumpuhan atau gangguan koordinasi otot yang
disebabkan karena luka didalam kepala yang pada umumnya sebagai akibat
kecelakaan pada waktu kelahiran. Adanya gangguan fungsi pada otot-otot
pengunyahan, penelanan, pernafasan dan bicara akan mengakibatkan oklusi gigi
tidak normal.

Sifilis : akibat penyakit sifilis yang diderita orang tua akan menyebabkan
terjadinya kelainan bentuk dan malposisi gigi dari bayi yang dilahirkan
c. Gangguan keseimbangan endokrine

Misal : gangguan parathyroid, adanya hipothiroid akan menyebabkan kritinisme


dan resorpsi yang tidak normal sehingga menyebabkan erupsi lambat dari gigi
tetap.

d. Kekurangan nutrisi dan penyakit

Misal : Rickets (kekurangan vitamin D), Scorbut (kekurangan vitamin C), beri-beri
(kekurang vitamin B1) mengakibatkan maloklusi yang hebat.

Ciri-ciri faktor oklusi yang diturunkan (herediter)

1. Kedudukan dan penyesuaian antara otot-otot perioral dengan bentuk dan ukuran
lidah mempengaruhi keseimbangan oklusi (oklusi normal). Adanya penyesuaian
antara bentuk muka, bentuk dan ukuran rahang dan lidah.

2. Sifat-sifat mukosa, ukuran, bentuk lidah dan frenulum.

Sifat mukosa : keras, lunak, kencang atau lembek mempengaruhi erupsi gigi.

Frenulum labii dapat mengakibatkan celah gigi dan mempengaruhi

kedudukan bibir.

Frenulum buccinator mengakibatkan rotasi gigi.

3. Ukuran gigi-gigi dan lebar serta penjang lengkung rahang dapat mengakibatkan gigi
berjejal atau bercelah. Misalnya makrodontia, mikrodomtia. Lebar dan panjang
lengkung rahang, penyesuaian antara rahang atas dan rahang bawah mengakibatkan
terjadinya mandibuler retrusi atau prognatism.

FAKTOR INTRINSIK ATAU LOKAL


a. Kelainan jumlah gigi

1. Super numerary gigi (gigi kelebihan)


Lebih banyak terjadi pada rahang atas, kedudukan dekat midline (garis mediana)
sebelah palatival gigi seri rahang atas disebut mesiodens. Bentuknya biasanya
konus kadang-kadang bersatu (fused) dengan gigi pertama kanan atau kiri,
jumlahnya pada umumnya sebuah tapi kadang-kadang sepasang. Gigi
supernumery kadang-kadang tidak tumbuh (terpendam atau impected) sehingga
menghalangi tumbuhnya gigi tetap didekatnya atau terjadi kesalahan letak
(malposisi). Oleh karena itu pada penderita yang mengalami kelambatan atau
kelainan tumbuh dari gigi seri rahang atas perlu dilakukan Ro photo.

2. Agenese dapat terjadi bilateral atau unilateral atau kadang-kadang unilateral


dengan partial agenese pada sisi yang lain

Lebih banyak terjadi dari pada gigi supernumerary. Dapat terjadi pada rahang
atas maupun rahang bawah tetapi lebih sering pada rahang bawah. Urutan
kemungkinan terjadi kekurangan gigi adalah sebagai berikut :

- Gigi seri II rahang atas ( I2 )

- Gigi geraham kecil II rahang bawah ( P2 )

- Gigi geraham III rahang atas dan rahang bawah

- Gigi geraham kecil II ( P2 ) rahang bawah

- Pada kelainan jumlah gigi kadang diikuti dengan adanya kelainan bentuk
atau ukuran gigi. Misalnya bentuk pasak dari gigi seri II (peg shaps tooth).

b. Kelainan ukuran gigi

Salah satu penyebab utama terjadinya malposisi adalah gigi sendiri yaitu ukuran gigi
tidak sesuai dengan ukuran rahang, ukuran gigi lebih lebar atau sempit dibandingkan
dengan lebara lengkung rahang sehingga meyebabkan crowded atau spasing.
c. Kelainan bentuk gigi

Kelainan bentuk gigi yang banyak dijumpai adalah adanya peg teeth ( bentuk pasak)
atau gigi bersatu (fused). Juga perubahan bentuk gigi akibat proses atrisi (karena
fungsi) besar pengaruhnya terhadap terjadinya maloklusi, terutama pada gigi sulung
(desidui).
d. Kelainan frenulum labii

e. Premature los
Fungsi gigi sulung (desidui) adalah : pengunyahan, bicara, estetis

Juga yang terutama adalah menyediakan ruang untuk gigi tetap, membantu
mempertahankan tinggi oklusal gigi-gigi lawan (antagonis), membimbing erupsi gigi
tetap dengan proses resopsi.

Akibat premature los fungsi tersebut akan terganggu atau hilang sehingga dapat
mengkibatkan terjadinya malposisi atau maloklusi.

f. Kelambatan tumbuh gigi tetap (delayed eruption)

Dapat disebabkan karena adanya gigi supernumerary, sisa akar gigi sulung atau
karena jaringan mucosa yang terlalu kuat atau keras sehingga perlu dilakukan
eksisi. Kadang-kadang hilang terlalu awal (premature los) gigi sulung akan
mempercepat erupsinya gigi tetap penggantinya, tetapi dapat pula menyebabkan
terjadinya penulangan yang berlebihan sehingga perlu pembukaan pada waktu gigi
permanen akan erupsi, sehingga gigi tetap penggantinya dapat dicegah.

g. Kelainan jalannya erupsi gigi

Merupakan akibat lebih lanjut dari gangguan lain. Misalnya adanya pola herediter
dari gigi berjejal yang parah akibat tidak seimbangnya lebar dan panjang lengkung
rahang dengan elemen gigi yaitu adanya : persistensi atau retensi, Supernumerary,
pengerasan tulang, tekanan-tekanan mekanis : pencabutan, habit atau tekanan
ortodonsi, faktor-faktor idiopatik (tidak diketahui)

h. Ankilosis

Ankilosis atau ankilosis sebagian sering terjadi pada umur 6 12 tahun. Ankilosis
terjadi oleh karena robeknya bagian dari membrana periodontal sehingga lapisan
tulang bersatu dengan laminadura dan cemen.

Ankilosis dapat juga disebabkan oleh karena gangguan endokrin atau penyakit-
penyakit kongenital (misal : kleidokranial disostosis yang mempunyai predisposisi
terjadi ankilosis, kecelakaan atau trauma).

i. Karies gigi

Adanya karies terutama pada bagian aproksimal dapat mengakibatkan terjadinya


pemendekan lengkung gigi sedang karies beroklusal mempengaruhi vertikal dimensi.
Adanya keries gigi pada gigi sulung mengakibatkan berkurangnya tekanan
pengunyahan yang dilanjutkan ke tulang rahang, dapat mengakibatkan rangsangan
pertumbuhan rahang berkurang sehingga pertumbuhan rahang kurang sempurna.

j. Restorasi gigi yang tidak baik


Terutama tumpatan aproksimal dapat menyebabkan gigi elongasi, sedangkan
tumpatan oklusal dapat menyebabkan gigi ektrusi atau rotasi.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan Prinsip Rencana Perawatan

Daftar prioritas problem orthodontic

Contoh : jika pasien mengeluh protusi dan gigi I tidak teratur, maka harus diutamakan
keluhannya, walaupun ada gigi yang butuh perawatan.

Kemungkinan perawatan

Mendaftar kemungkinan perawatan dari setiap problem yang diprioritas tertinggi

Faktor-faktor dalam mengevaluasi kemungkinan perawatan

1. Interaksi antar kemungkinan solusi, kalau bisa rencana perawatan yang kita
lakukan bisa menjadi solusi untuk masalah yang lainnya juga.

2. Kompromi, pada pasien dengan problem yang bermacam-macam tidak


mungkindiselesaikan semuanya karena itu, harus dilakukan kompromi prioritas
dari daftar problem. Tujuan perawatan ortho adalah oklusi ideal, estetik fasial yang
ideal, hasil yang stabil, namun sulit untuk mencapai ketiganya.

3. Biaya dan resiko

Hubungan antara kesulitan perawatan dan manfaat perawatan harus


dipertimbangkan

Informed consent.

Timing of treatment

Kebanyakan maloklusi bisa terjadi pada masa awal gigi bercampur dan perawatan
dapat dimulai pada masa ini (ekspansi rahang). Disarankan untuk melakukan
perawatan sejak dini untuk memaksimalkan pertumbuhkan. Mengurangi resiko jika
gigi insisivus maksila prominen, mengurangi kemungkinan ekstraksi,
menyederhanakan perawatan selanjutnya. Selain itu juga manfaat psikologinya agar
meningkatkan kepercayaan diri akan tetapi perawatan yang terlalu dini juga
memiliki kerugian, seperti :

1. Durasi perawatan keseluruhan akan lebih lama

2. Ada kemungkinan kembalinya bentuk rahang/ susunan gigi kembali seperti


semula karena ada faktor pertumbuhan jadi perlu menngunakan retensi.

3. Hasil jangka panjang kurang baik.

Waktu yang paling tepat untuk memulai treatment adalah saat masa akhir periode
gigi bercampur, lebih tepatnya setelah hilangnya masa molar kedua desidui.
Hasilnya akan terlihat dalam waktu yang cepat, tetapi ada beberapa perawatan yang
sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Seperti :

1. Kelas III dengan hipoplagia maksila

2. Kelas II skeletal

3. Maloklusi atau overjet yang bisa menyebabkan gangguan psikologi.

4. Perawatan crossbite posterior dengan displacement.

Prinsip perawatan ortho :

1. Memposisikan gigi dan skeletal serta jaringan lunak untuk mendapatkan bentuk
wajah yang estetik.

2. Mencapai oklusi stabil dan ideal

4. Mahasiswa mampu menjelaskan Piranti Lepasan dan Komponennya

Alat Lepasan : Alat ortodontik ini dapat dipasang dan dilepas oleh pasien sendiri.

Contoh: a. Plat Dengan Pir-Pir Pembantu

b. Plat Dengan Peninggi Gigitan

c. Plat Ekspansi

d. Aktivator/Monoblock

Komponen alat lepasan terdiri dari :

A. Pelat Dasar /Baseplate

B. Komponen Retentif :

1. Klamer / Clasp

2. Kait / Hook

3. Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow (dalam keadaan pasif)

B. Komponen Aktif :

1. Pir-pir Pembantu / Auxilliary Springs


2. Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow

3. Skrup Ekspansi / Expansion Screw

4. Karet Elastik / Elastic Rubber

C. Komponen Pasif :

1. Busur Lingual / Lingual Arch / Mainwire

2. Peninggi Gigitan / Biteplane


E Komponen Penjangkar :
a. Verkeilung,

b. Busur Labial dalam keadaan tidak aktif.

c. Klamer-klamer. dan modifikasinya

Keterangan :

A. Pelat Dasar /Baseplate

B. Komponen Retentif

C. Komponen Aktif

D. Komponen Pasif

E Komponen Penjangkar

KOMPONEN ALAT LEPASAN

A.Plat Dasar /Baseplate

Merupakan rangka (frame work) dari alat ortodontik lepasan, umumnya berupa plat akrilik,
berfungsi untuk :

1. Mendukung komponen-komponen yang lain , seperti tempat penanaman basis spring,


klammer, busur labial dan lain-lain.
2. Meneruskan kekuatan yang dihasilkan oleh bagian aktif ke gigi penjangkar.
3. Mencegah pergeseran gigi-gigi yang tidak akan digerakkan.
4. Melindungi spring-spring di daerah palatal.
5. Menahan dan meneruskan kekuatan gigitan
Plat akrilik dibuat setipis mungkin agar tidak menyita rongga mulut sehingga bisa enak
dipakai oleh pasien (comfortable), tetapi cukup tebal agar tetap kuat jika dipakai di dalam
mulut. Umumnya ketebalan plat setebal 1 malam model (2mm).

Stabilitas alat di dalam mulut yang bebas dari goncangan ketika mulut berfungsi
(mengunyah, bicara) akan memberikan kenyamanan pemakaian, mempertinggi akurasi /
ketepatan tekanan spring, memperbesar reaksi penjangkar di daerah rahang bagian depan .
Untuk mencapai stabilitas alat yang maksimal ada beberapa hal yang harus diperhatikan :

1. Lebar plat dibuat selebar mungkin tetapi disesuaikan dengan kebutuhan karena plat yang
terlalu lebar akan menggangu fungsi lidah dan kenyamanan pemakaian.
2. Plat dasar secara keseluruhan harus dapat beradaptasi dengan mukosa mulut, permukaan
plat dapat menempel dengan baik tanpa menimbulkan rasa menekan, tepi plat dapat
beradaptasi dengan kontur permukaan cervical di palatinal/lingual gigi-gigi masuk dengan
pas didaerah interdental membentuk Verkeilung, tanpa ada celah tempat terselipnya sisa
makanan.

3. Plat di daerah gigi yang akan digerakkan harus dibebaskan sehingga tidak tertahan setelah
mendapat tekanan dari pir atau busur labial yang telah diaktifkan.

Plat dasar di daerah gig-gigi yang akan digerakan dapat dibebaskan sehingga pir-pir
penggerak gigi tersebut tampak terbuka, tetapi dalam keadaan tertentu untuk menghindari
terganggunya lidah, atau pada pemasangan pir dibawah bite plane anterior plat masih tetap
menutupi pir-pir tersebut tapi tetap dalam keadaan bebas dalam box/ruangan di bawah plat.

Bagian kawat yang tertanam didalam plat (basis spring) ujungnya harus dibengkokkan
untuk retensi agar tidak mudah lepas, dan bagian retensi tersebut harus berada dalam ketebalan
platnya.

B. Klamer/Clasp dan Modifikasinya

Klamer adalah suatu bengkokan kawat merupakan bagian/komponen retentif dari alat
ortodontik lepasan .

Bagian retensi dari Alat Lepasan umumnya berupa cangkolan/klamer/clasp dan kait /
hook, berfungsi untuk :

a. Menjaga agar plat tetap melekat di dalam mulut.


b. Mempertahankan stabilitas alat pada saat mulut berfungsi.
c. Membantu fungsi gigi penjangkar/anchorage, menghasilkan kekuatan pertahanan yang
berlawanan arah dengan kekuatan yang dihasilkan oleh bagian aktif untuk
menggerakkan gigi.
d. Klamer dapat diberi tambahan hook untuk tempat cantolan elastik.
Klamer dipasang pada gigi dapat memberikan tahanan yang cukup terhadap kekuatan
yang dikenakan terhadap gigi yang digerakkan. Dapat menahan gaya vertikal yang dapat
mengangkat plat lepas dari rahang dan menggangu stabilitas alat .
Macam-macam klamer dan modifikasinya yang di pakai sebagai komponen retentif
pada alat ortodontik lepasan adalah :

1. Klamer C / Simple/Buccal Clasp.

2. Klamer Adams / Adams Clacp.

3. Klamer kepala panah / Arrow Head Clasp

4. Bentuk modifikasi (Kawat tunggal, Ring, Triangulair, Arrowhea, Pinball)

1. Klamer C (Simple/Bukal Clasp)

Klamer ini biasanya dipasang pada gigi molar kanan dan kiri tetapi bisa juga pada gigi

yang lain. Pembuatannya mudah, tidak memerlukan tang khusus, tidak memerlukan banyak
materi kawat, tidak melukai mukosa , retensinya cukup, tetapi tidak efektif jika dikenakan pada
gigi desidui atau gigi permanen yang baru erupsi.

Ukuran diameter kawat yang dipakai : untuk gigi molar 0,8 0,9 mm, sedangkan untuk
gigi premolar dan gigi anterior 0,7 mm. bagian-bagiannya terdiri dari : legan, pundak, dan
basis.

2. Klamer Adams (Adams Clasp)

Klamer Adams merupakan alat retensi plat aktif yang paling umum digunakan.
Biasanya dikenakan pada gigi molar kanan dan kiri serta pada gigi premolar atau gigi anterior.

Diameter kawat yang digunakan : 0,7 mm untuk gigi molar dan premolar serta 0,6 mm
untuk gigi anterior. Bagian-bagiannya terdiri dari : Cross bar, U loop, pundak, dan basis.

3. Klamer Kepala Panah (Arrow Head Clasp)

Klamer ini mempunyai bagain yang berbentuk seperti ujung/kepala anak panah, masuk
daerah interdental membentuk sudut 90 terhadap posisi lengannya. Lengan tidak boleh
menempel pada mukosa tetapi berjarak 1 mm di sebelah bukalnya, lengan juga tidak boleh
terlalu panjang sampai melebihi posisi vornic supaya tidak melukai sulcus buccalis.

Klamer ini dapat dipakai untuk memegang lebih dari satu gigi, biasanya dipakai
sebagi bagian retentif plat ekspansi. Diameter kawat yang di pakai : 0,7 mm
4. Klamer Modifikasi
Modifikasi klamer berupa tekukan kawat yang ujungnya men cengkram
permukaan interdental dua buah gigi bersebelahan.Bagian-bagiannya terdiri dari :
basis, pundak, dan ujung (End).
Modifikasi klamer jenis ini baisanya dipasang di daerah interdental pada gigi
posterior, pemasangannya bisa dikombinasikan dengan klamer C Dibuat dari kawat
berdiameter 0,7 mm

D. Busur Labial/Labial Arch/Labial Bow

Sesuai dengan namanya busur labial merupakan kawat melengkung yang menempel pada
permukaan labial gigi-gigi.

Fungsi Busur labial :

a. Untuk meretraksi gigi-gigi depan ke arah lingual/palatianal.

b. Untuk mempertahankan lengkung gigi dari arah labial.

c. Untuk mempertinggi retensi dan stabilitas alat.

Bagian-bagiannya :

a. Basis : merupakan bagian yang tertanam dalam plat akrilik.


b. Pundak :Merupakan kawat lanjutan dari basis keluar dari plat akrilik di ujung Verkeilung
melewati daerah interdental gigi.
c. Lup : berbentuk huruf U sehingga disebut U loop

E. Busur Lingual (Lingual Arch/Mainwire)

Merupakan lengkung kawat dibagian palatinal / lingual gigi anterior berfungsi untuk :
1. Mempertahankan lengkung gigi bagian palatinal / lingual.
2. Tempat pematrian auxilliary springs auxilliary
3. Untuk mempertahankan kedudukan auxilliary springs
4. Meningkatkan stabilitas alat di dalam mulut

- Busur lingual dibuat dari kawat berdiameter 0,9 - 1,0 mm.


- Menggunakan ukuran kawat yang besar karena tidak diperlulan sifat elasitisitasnya dan
diharapkan dapat kokoh mendukung auxilliary springs yang akan dipatrikan pada busur
labial tersebut.
- Busur lingual/mainwire berbentuk lengkung kawat yang berjalan menelusuri daerah servikal
gigi-gigi dari sisi kanan ke sisi kiri dibagian palatianal/lingual menempel pada cingulum
gigi-gigi yang posisinya normal dan palato/linguoversi, sedangkan posisinya berjarak
tertentu pada gigi-gigi yang labio/bukoversi sehingga tidak menghambat pergerakan gigi
tersebut pada saat diretraksi ke palatinal/lingual.
- Spring-spring dipasang di bawah busur lingual di atas jaringan mukosa.

F. PLAT AKTIF

Plat Aktif merupakan alat ortodontik lepasan yang dilengkapi dengan komponen aktif yang
berfungsi untuk menggerakkan gigi
Plat Aktif merupakan alat/pesawat ortodontik bersifat:

1. Removable/lepasan, karena dalam pemakaiannnya dapat dipasang dan dilepas oleh pasien
sendiri
2. Aktif:, karena bagian-bagian dari alat tersebut secara aktif dapat menghasilkan suatu
kekuatan untuk menggerakkan gigi.
3. Mekanik, karena kekuatan yang dihasilkan memberikan tekanan atau tarikan secara mekanis
kepada gigi.
4. Korektif, karena alat ini dipakai utuk tujuan merawat kelainan letak gigi (malposisi),

kelaianan hubungan gigi-geligi (maloklusi) dan kelainan hubungan rahang (malrelasi).

Komponen aktifnya dapat berupa :

a. Pir-pir Pembantu (auxilliary


springs) b.Sekrup Ekspansi (expansion
screw) c.Karet elastik (elastic rubber)
G. Daftar Pustaka

1. Cobourne, MT dan D Biase A,t., Walmsley AD., Handbook of Orthodontics, 2010, Mosby
Elsevier. St Louis.

2. Moyers, Robert E., Handbook of Orthodontics, 4th ed,1988. Year Book Medical Publishers.
London

3. Singh, Gurkeerat., Textbook of Orthodontics, 2nd ed, 2007, Jaypee Brothers Medical
Publishers, New Delhi.

4. Sulandjari, Heryumani., Buku Ajar Ortodonsia I, 2008, Gadjah Mada University.


Yogyakarta

5. Iman, Prihandini., Buku Ajar Ortodonsia II, 2008, Gadjah Mada University. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai