Anda di halaman 1dari 26

CRS MODUL ORTHODONTI

PERAWATAN MALOKLUSI KLAS I SKELETAL


DENGAN KLAS I ANGLE TIPE 1 DEWEY
(CROWDING ANTERIOR)

OLEH

Oleh :
Ayu Ervita Hydayaty
0910342006
PEMBIMBING
drg. Didin, K. Sp. Ortho

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
1

BAB I
PENDAHULUAN
Orthodonti menurut American Board of Orthodontics (ABO) adalah cabang
spesifik dalam profesi kedokteran gigi yang bertanggungjawab pada studi dan supervisi,
pertumbuhkembangan geligi dan struktur anatomi yang berkaitan, sejak lahir sampai
dewasa meliputi tindakan preventif dan korektif pada ketidakteraturan letak gigi yang
membutuhkan reposisi gigi dengan piranti fungsional dan mekanik untuk mencapai
oklusi normal dan muka yang menyenangkan. Tujuan dari perawatan ortodonti adalah
menjaga kesehatan gigi dan mulut, estetik muka dan geligi, fungsi kunyah dan bicara
yang baik dan stabilitas hasil perawatan.
Maloklusi, khususnya kelainan dentofasial, merupakan salah satu penyakit yang
perlu ditanggulangi dengan kesungguhan. Selain itu, luasnya pengaruh maloklusi
terhadap kesehatan juga akan menimbulkan gangguan terhadap keserasian dan estetika
muka. Maloklusi tidak dapat diberantas, jadi akan senantiasa ada, karena penyebab
kelainan tersebut tidak hanya karena faktor lingkungan, tetapi juga faktor keturunan
yang tidak dapat dihindari. Namun demikian maloklusi dapat dicegah agar tidak
bertambah parah. Dampak dari maloklusi itu sendiri diantaranya adalah dari segi
fungsional gigi sulit dibersihkan ketika menyikat gigi, dari segi segi rasa sakit maloklusi
yang parah dapat menimbulkan kesulitan menggerakkan rahang (gangguan TMJ dan
nyeri), dan dari segi fonetik salah satunya adalah distooklusi dapat mempengaruhi
kejelasan pengucapan huruf p, b, m sedangkan mesio-oklusi s, z, t dan n.
Moyers (1988) menyatakan bahwa diagnosis ortodontik adalah perkiraan yang
sistemik, bersifat sementara, akurat dan ditunjukkan pada 2 hal: klasifikasi (penentuan
problema klinis) dan perancanaan tindakan berikutnya (perawatan). Diagnosis didahului
oleh pemeriksaan awal ( pada saat pasien datang untuk pertama kali ) pemeriksaan awal
ini perlu untuk menentukan diagnosis sementara yaitu ada tidaknya maloklusi. Bila
pasien mempunyai maloklusi maka perlu dilakukan pengumpulan data yang lebih
banyak . data dapat berupa riwayat kesehatan pasien , pemeriksaan langsung intraoral ,
model cetakan geligi atas dan bawah (model study), foto rontgent local maupun
panoramic dan sefalometri , serta foto wajah. Pada saat ini berkembang pemikiran untuk

menggunakan sesuatu yang dihasilkan secara digital, misalnya foto sefalometrik dan
panoramic digital
Perawatannya maloklusi dapat dilakukan perawatan secara preventif, interseptif,
dan kuratif. Untuk preventif yaitu segala tindakan menghilangkan segala pengaruh yang
dapat merubah jalannya perkembangan normal agar tidak terjadi malposisi gigi dan
hubungan rahang yang abnormal. Sedangkan untuk interseptif adalah perawatan
ortodontik pada maloklusi yang telah mulai tampak, untuk mencegah agar maloklusi
yang ada tidak berkembang menjadi parah. Dan yang terakhir kuratif adalah untuk
mengoreksi maloklusi atau malposisi yang ada dan mengembalikan kepada posisi,
oklusi dan lengkung ideal.

BAB II
3

LAPORAN KASUS
I.

Data Pasien
1.1 Data Identitas Pasien
Nama

: Ferzelia Nitami

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 19 Tahun

Suku

: Minang

Pekerjaan

: Mahasiswa

Alamat

: Tunggul Hitam

No. Rekam Medis

: 001141

Nama Ayah

: Nazirwan

Umur

: 50 tahun

Suku

: Minang

Pekerjaan

: Dosen

Nama Ibu

: Febrawati

Umur

: 48 tahun

Suku

: Minang

Pekerjaan

: Bidan

1.2 Data Medik Umum


Penyakit jantung

: Tidak ada

Diabetes

: Tidak ada

Haemophilia

: Tidak ada

Hepatitis

: Tidak ada

Penyakit lain

: Tidak ada

Alergi obat

: Tidak ada

Alergi makanan

: Tidak ada

1.3 Anamnesa
1. Alasan permintaan perawatan
Pasien datang dengan keluhan ingin merapatkan gigi depannya
2. Keadaan waktu lahir
Perkembangan gigi geligi normal
3. Pemberian susu
a. ASI s/d umur

: 2 tahun

b. Botol s/d umur

: 6 tahun

4. Riwayat penyakit
a. Kesehatan anak
1) Umur

:
0 6 bulan

: baik

2) Umur 6 bulan 5 tahun

: baik

3) Umur 5 tahun - 12 tahun

: baik

4) Umur 12 tahun sekarang

: baik

b. Penyakit yang pernah diderita:


Pasien tidak pernah menderita penyakit sistemik
5. Riwayat kesehatan gigi geligi
Normal / karies superfisial pada gigi
a. Gigi decidui

: caries, prematur extraction

b. Gigi bercampur

: caries

c. Gigi Permanen

:-

6. Riwayat keadaan gigi geligi keluarga


a. Ayah

: distema sentral

b. Ibu

: gigi berlubang

c. Anak pertama

: gigi berlubang

d. Anak Kedua

: diatema anterior RB

e. Anak ketiga

: gigi berlubang

f. Anak keempat

: gigi berlubang

7. Kebiasaan Buruk
Bertopang dagu : durasi 30 menit, frekuensi 1 x sehari, intensitas sering
8. Pemeriksaan Klinik
a. Tinggi badan

: 165 cm

b. Berat badan

: 50 Kg

c. Jasmani

: Baik

d. Mental

: Baik

e. Gizi

: Baik

f. Pengunyahan

: Baik

g. Pencernaan

: Baik

9. Analisa Fungsional
a. Freeway space

: 2 mm

b. Sendi tempora mandibular

: Normal

c. Pola atrisi

: Normal

10. Pemeriksaan Ekstra Oral


a. Bentuk Kepala

Indek kepala = lebar kepala x 100 / panjang kepala


= 12,5 X 100 / 15
= 83
Indek Kepala = Brahisepali
b. Indeks Muka = tinggi muka x 100 / lebar muka
= 11 X 100 / 12
= 91,6
Indek Muka

= Leptoprosop / simetris

c. Profil muka

: cembung

d. Posisi rahang
Maksila

: Normal

Mandibula

: Normal

e. Garis simon

: Normal

f. Otot otot
Mastikasi

: Normal

Bibir atas

: Normal

Bibir bawah

: Normal

Bibir saat reposisi

: Menutup

11. Pemeriksaan Intra Oral


a. Hygiene mulut

: Baik

b. Lingua

: Normal

c. Palatum

: Normal

d. Gingiva

: Normal

e. Mucossa

: Normal

f. Attact frenulum labii superior

: Normal

g. Attact frenulum labii inferior

: Normal

h. Attact frenulum lingue

: Normal

i. Tonsila

: Normal

12. Pemeriksaan Gigi Geligi

a. Oklusi

: Normal

b. Torus Palatinus

: Tidak ada

c. Torus Mandibularis

: Tidak ada

d. Palatum

: Sedang

e. Supernumery teeth

: Tidak ada

f. Diastema

: Ada

g. Gigi anomali

: Tidak ada

h. Lain lain

: Tidak ada

13. Analisa Foto Muka

Analisa Foto
14. Analisa Foto Rontgen
Foto Rontgen Chepalometri

Foto Panoramik

15. Analisa Model Studi


a. Bentuk lengkung
Rahang atas

: elips Simetris

Rahang bawah

: elips Asimetris

b. Hubungan Rahang

: Orthognatic

16. Malposisi Gigi Geligi


a. 2.2 = mesiolabioversi
b. 3.3-3.2 = diastema 1 mm
c. 3.2-4.1 = diastema 0,7 mm
d. 4.1-4.2 = diastema 0,4 mm
e. 4.2-4.3 = diastema 1,3 mm
17. Relasi gigi geligi RA dan RB dalam oklusi sentrik
a. Gigi anterior
1) Overjet

: 0,35 mm

2) Overbite

: 0,4 mm

3) Open bite

: tidak ada

4) Edge to edge

: tidak ada

5) Crossbite

: tidak ada

6) Palatalbite

: tidak ada

b. Gigi posterior
1) Relasi M1 kanan

: klas I

2) Relasi M1 kiri

: klas I

3) Crossbite

: tidak ada

4) Openbite

: tidak ada

5) Scissorbite

: tidak ada

c. Median line

: tidak segaris

1) Rahang atas

: segaris

2) Rahang bawah

: tidak segaris, bergeser 3 mm ke kiri

10

18. Pengukuran lebar mesio distal gigi geligi


Gigi Rahang Atas (mm)
Gigi
Kanan
Kiri
1
8.6
8.6
2
6.3
6.8
3
7
7
4
7
6.7
5
6.9
6.9
6
10.5
10.4
7
10.3
10.3
8
UE
UE

Gigi Rahang Bawah (mm)


Kanan
Kiri
5
5.7
5.5
missing
6.3
6.3
7
6.8
6.9
6.7
10.5
10.4
9.4
9.4
UE
UE

19. Gigi geligi Rahang Atas dan Rahang Bawah

Model Studi RA dan RB

20. Perhitungan Gigi Geligi


a. Metode Moyers
Tidak dilakukan perhitungan, karena pasien dalam periode gigi permanen
b. Metode Nance
Tidak dilakukan perhitungan, karena pasien dalam periode gigi permanen

11

c. Metode Pont
1) Jatak mesiodistal 12 - 22

= 30,3 mm

2) P1 P1 pengukuran

= 37,3 mm

3) P1 P1 perhitungan

= 37,8 mm

4) M1 M1 pengukuran

= 46,5 mm

5) M1 M1 perhitungan

= 47,3 mm

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa :


-

Pasien memiliki lebar lengkung yang ideal

d. Metode korkhaus
Tidak dilakukan perhitungan, karena pasien dalam periode gigi permanen
e. Metode Howes
Rahang Atas
1) Jumlah mesio distal M1-M1 = 92,7 mm
2) Jarak PI-PI

= 44 mm

3) Jarak fossa caninus-fossa caninus = 38,5 mm

Hasil perhitungan Howes :


-

Jarak PI-PI : 44/92,7 x 100% = 47,46 %

Jarak C-C : 38,5/92,7 x 100% = 41,53%

Keterangan : Basis apikal memiliki ruang yang cukup lebar untuk


menampung seluruh gigi rahang atas, tidak perlu pencabutan ataupun
ekspansi
Rahang Bawah
4) Jumlah mesio distal M1-M1 = 77,1 mm

12

5) Jarak PI-PI

= 39 mm

6) Jarak fossa caninus-fossa caninus = 26,5 mm


Hasil perhitungan Howes :
-

Jarak PI-PI : 39/77,1 x 100% = 50,58 %

Jarak C-C : 26,5/77,1 x 100% = 34,37%

Keterangan : Basis apikal memiliki ruang yang cukup lebar untuk


menampung seluruh gigi rahang bawah, tidak perlu pencabutan ataupun
ekspansi
21. Determinasi Lengkung

Rahang atas :
-

Lengkung mesial M1-M1

= 71,8 mm

Lengkung ideal

= 72 mm

Terdapat kekurangan ruangan sebesar 0,2 mm sehingga diperlukan slicing


dari mesial 1.3 hingga mesial 2.3
Rahang bawah :
-

Lengkung mesial M1-M1

= 56,2 mm

Lengkung ideal

= 55 mm
13

Terdapat kelebihan ruangan sebesar 1,2 mm sehingga diperlukan plat aktif


untuk merapatkan gigi yang diastema
22. Analisa Chepalometri
a. Analisa skeletal
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Titik
Facial Angel
Angel of convexity
SNA
SNB
SNA-SNB
Frankfurd mand
Y axis
Sudut Gonion

Min
82
8,5
71
69,5
4,5
17
53
-

Rata2
87,9
0
81
78
42,8
22
59,4
120

Max
95
100
89
82,5
47
28
66
-

Indonesia
87,2
+5
82,4
78,9
43,5
25,9
62,1
120,8

Pasien
87
0
85
84
1
21
58
124

Max

Indonesia
115
121
99

b. Hubungan dento skeletal dengan profil


No
1
2
3
4
5
6

Titik
Sudut I thd FHP
Sudut I thd I
IMPA
FMIA
Protusi I
Kedudukan thd profil
Jarak incisal I thd APG
Sudut I thd APG

Min

150
92

4 mm

Rata2
107
135
90
65
12,7 mm

15 mm

Pasien
112
128
90
62
5 mm

-2 mm

+ 0,5

3mm

2 mm

150

mm
22

26

130
85

24

23. Diagnosa
Maloklusi klas I Skeletal dengan klas 1 Angle Tipe 1 dewey
Dengan malposisi gigi individual :
2.2 = mesiolabioversi
3.3-3.2 = diastema 1 mm
3.2-4.1 = diastema 0,7 mm

14

4.1-4.2 = diastema 0,4 mm


4.2-4.3 = diastema 1,3 mm
24. Analisi Etiologi Maloklusi
a. Kebiasaan buruk pasien:
-

Topang dagu

b. Lain-lain

Diastema disebabkan juga oleh faktor genetik


25. Prosedur perawatan (Rencana Perawatan)
a. Dental Health Education kepada pasien
b. Scalling rahang atas dan rahang bawah
c. Pembuatan alat orthodonti lepasan Rahang Atas dan Rahang Bawah
untuk mengkoreksi cowded ringan pada rahang atas dan distema pada
rahang bawah
Rahang Atas :
Digunakan plat aktif berupa labial bow untuk mengoreksi gigi 2.2
yang mesiolabioversi dengan cara slicing dari mesial gigi 1.3 hingga
mesial gigi 2.3 untuk memenuhi kebutuhan ruang sebesar 0,2 mm.
Rahang Bawah:
Digunakan plat aktif berupa labial bow untuk mengoreksi
diastema antara gigi 3.3 sampai 4.3 sebesar 3,4 mm
26. Perawatan
a. Rahang Atas
Menggunakan alat orthodonti lepasan berupa

15

1) Komponen aktif
Labial bow pada gigi 1.3-2.3 dengan lup pada gigi 1.3 & 2.3
2) Komponen retentif
Cangkolan adam pada gigi 1.6 dan 2.6 untuk mencegah
perubahan letak komponen ortho

3) Basis plat akrilik


Meliputi seluruh jaringan lunak dengan akhiran pertengahan gigi
1.7 dan 2.7 dengan verkeilung dibebaskan dari gigi 1.3-2.3
4) Komponen penjangkar 1.6 dan 2.6 sebagai penahan tekanan yang
diterima oleh komponen aktif
b. Rahang bawah
Menggunakan alat orthodonti lepasan berupa
1) Komponen aktif
Labial bow pada gigi 3.3-4.3 dengan lup pada gigi 3.3 dan 4.3
2) Komponen retentif
Cangkolan adam pada gigi 1.6 dan 2.6 untuk mencegah
perubahan letak komponen ortho
3) Basis plat akrilik
4) Meliputi seluruh jaringan lunak dengan akhiran pertengahan gigi
1.7 dan 2.7 dengan verkeilung dibebaskan dari gigi 1.3-2.3
5) Komponen penjangkar 3.6 dan 4.6 sebagai penahan tekanan yang
diterima oleh komponen aktif

16

LANGKAH PERAWATAN

a. Kunjungan I (5 Juni 2015)


1. Pemeriksaan subjektif, objektif, penegakkan diagnosa dan penentuan
rencana perawatan
2. Pro rontgen panoramic dan cephalometri
b. Kunjungan II (5 Juni 2015)
1. Pengisian rekam medik ortodonti (terlampir)
2. Pengambilan foto wajah dan foto profil
3. Pencetakan rahang atas dan rahang bawah
4. Pembuatan model studi
5. Pembuatan model kerja
6. Penanaman model kerja pada basis segi tujuh
7. Pembuatan catatan interoklusal
c. Kunjungan III (9 Juli 2015)
1. Insersi plat aktif RA dan RB lepasan pada pasien
2. Edukasi pasien dan instruksi pemakaian dan pemeliharaan alat ortho lepasan
kepada pasien
d. Kunjungan IV (29 Juli 2014)

17

Aktivasi labial bow rahang atas dan rahang bawah


-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,5 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,6 mm
diastema 4.1-4.2 : 0,3 mm
diastema 4.2-4.3 : 1 mm

e.

Kunjungan V (kontrol pertama) 6 Agustus 2015


-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,4 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,5 mm
diastema 4.1-4.2 : 0,3 mm
diastema 4.2-4.3 : 1 mm

f. Kunjungan VII (kontrol kedua) 12 Agustus 2015


-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,3 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,4 mm
diastema 4.1-4.2 : 0,3 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,9 mm
g. Kunjungan VIII (kontrol ketiga) 21 Agustus 2015
-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,2 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,4 mm
diastema 4.1-4.2 : 0,2 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,9 mm
h. Kunjungan IX (kontrol keempat) 28 Agustus 2015
-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,3 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,4 mm
diastema 4.1-4.2 : 0,1 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,8 mm

18

i. Kunjungan X (kontrol kelima) 3 September 2015


-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,15 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,3 mm
diastema 4.1-4.2 : 0,1 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,8 mm

j. Kunjungan XI (kontrol keenam) 9 September 2015


-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,1 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,2 mm
diastema 4.1-4.2 : 0,1 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,8 mm
k. Kunjungan XII (kontrol ketujuh) 15 September 2015
-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,1 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,15 mm
diastema 4.1-4.2 : 0,1 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,7 mm
l. Kunjungan XIII (kontrol kedelapan) 22 September 2015
-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,1 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,1 mm
diastema 4.1-4.2 : 0 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,7 mm
m. Kunjungan XIV (kontrol sembilan) 30 Oktober 2015
-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,1 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,1 mm
diastema 4.1-4.2 : 0 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,6 mm

19

n. Kunjungan XV (kontrol kesepuluh) 11 November 2015


-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0,1 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,1 mm
diastema 4.1-4.2 : 0 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,5 mm

o. Kunjungan XVI (kontrol kesebelas) 20 Januari 2015


-RA : slicing gigi anterior
-RB : diastema 3.3-3.1 : 0 mm
diastema 3.1-4.1 : 0,1 mm
diastema 4.1-4.2 : 0,1 mm
diastema 4.2-4.3 : 0,5 mm

Kemajuan Perawatan
Sebelum perawatan

Sesudah perawatan

20

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gigi Berjejal
Gigi berjejal merupakan keadaan berjejalnya gigi di luar susunan gigi yang
normal. Menurut Nance, gigi berjejal adalah suatu keadaan dimana terdapat perbedaan
antara ruang yang diperlukan di dalam lengkung gigi dengan ruang yang tersedia di
dalam lengkung gigi. Ditinjau dari segi permasalahan, gigi berjejal dikategorikan
menjadi dua yaitu gigi berjejal simpel dan gigi berjejal kompleks. Gigi berjejal simpel
artinya ketidakharmonisan antara ukuran gigi dengan ruangan yang tersedia di alveolus
dengan tidak disertai gangguan pada skeletal, muskular, atau fungsional oklusi. Gigi
berjejal simpel sering ditemukan pada maloklusi klas I, walaupun dapat dijumpai pula
pada maloklusi klas II dengan protrusi gigi maksila dan skeletal yang normal.
Sedangkan gigi berjejal kompleks artinya gigi berjejal yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan skeletal, fungsi bibir dan lidah, dan disfungsional oklusi yang
menyebabkan ketidakharmonisan antara ukuran gigi dengan ruangan yang tersedia.
Derajat Keparahan Gigi Berjejal
Banyak kategori yang digunakan dalam menentukan derajat keparahan gigi
berjejal. Menurut Proffit, derajat keparahan gigi berjejal dikategorikan sebagai berikut :
a. Ideal, yaitu kekurangan ruangan sebesar 0-1 mm.
b. Gigi berjejal ringan (mild crowded), yaitu kekurangan ruangan sebesar 2-3 mm.

21

c. Gigi berjejal sedang (moderate crowded), yaitu kekurangan ruangan sebesar 4-6
mm.
d. Gigi berjejal berat (severe crowded), yaitu kekurangan ruangan sebesar 7-10
mm.
e. Gigi berjejal ekstrim (extreme crowded), yaitu kekurangan ruangan di atas 10
mm.
Etiologi Gigi Berjejal
Etiologi gigi berjejal masih belum diketahui secara pasti. Hooton menyatakan
bahwa gigi berjejal mungkin merupakan hasil evolusi dari manusia modern dengan
terjadinya pengurangan ukuran skeletal wajah tanpa koresponden dengan pengurangan
ukuran gigi. Brash mengatakan bahwa penyebab gigi berjejal adalah faktor herediter
(keturunan). Akan tetapi, peneliti lain seperti Barber, Moore, Lavelle, dan Spence
mengatakan bahwa faktor lingkungan (misalnya makanan lunak dan kehilangan panjang
lengkung yang disebabkan karies) lebih berpengaruh daripada faktor herediter terutama
pada kedua kelompok etnik yang dibandingkan. Faktor-faktor lingkungan yang
menyebabkan gigi berjejal yaitu :
a. Kelainan dalam pola dan urutan erupsi gigi permanen
b. Gigi yang transposisi
c. Gigi desidui yang tidak mengalami resorpsi
d. Gigi desidui yang premature loss yang menyebabkan pengurangan panjang
lengkung yang dihubungkan dengan miringnya (drifting) gigi permanen
e. Pengurangan panjang lengkung yang dihubungkan dengan karies interproksimal
pada gigi desidui
f. Gigi desidui yang persisten. Ukuran gigi dan dimensi lengkung gigi yang akan
dibahas termasuk di dalam faktor herediter yang berperan di dalam terjadinya
gigi berjejal.
3.2 Diastema
Diastema merupakan ruangan yang terdapat diantara dua gigi bersebelahan.
Diastema sering terjadi pada akhir masa desidui dan merupakan keadaan fisiologis
22

karena adanya pertumbuhan rahang dalam arah transversal. Diastema yang terjadi pada
regio insisivus sentralis biasanya disebabkan gigi insisivus lateralis yang erupsi
mengadakan penekanan pada apeks bagian distal gigi insisivus sentralis pertama
permanen sehingga mahkota bergerak ke arah distal. Diastema sentralis akan tetap
terlihat walaupun gigi insisivus telah erupsi sempurna, tetapi akan tertutup kembali pada
saat gigi kaninus erupsi.
Diastema patologis adalah diastema yang disebabkan karena perlekatan
frenulum labialis yang abnormal. Selain itu diastema patologis juga disebabkan karena
mesiodens.

BAB IV
KESIMPULAN

23

Kelainan yang berhubungan dengan maloklusi klas I pada dasarnya bersifat


dental seperti crowding, spacing, crossbite, deepbite, openbite, dan protrusif
bimaksiler. Crowding dirawat dengan meretraksi lengkung gigi dengan alat lepasan
yang dilengkapi labial bow, z spring dan klamer adams.
Data yang lengkap tentang keadaan pasien dari hasil pemeriksaan diperlukan
sebelum melakukan tindakan perawatan ortodontik terhadap kasus maloklusi. Data
yang diperoleh kemudian dilakukan analisis dengan berbagai macam metoda.
Setelah itu baru dapat ditetapkan diagnosis, etiologi maloklusi, perencanaan
perawatan , macam dan desain alat yang akan dipergunakan selama perawatan serta
memperkirakan prognosis pasien akibat perawatan yang dilakukan .pertumbuhan
tulang khususnya kraniofasial mempengaruhi timbulnya maloklusi.
Perawatan dari maloklusi dengan crowding anterior pada rahang atas dapat
dilakukan dengan memakai perawatan orthodontic lepasan dengan melakukan
slicing untuk mencari ruangan pergeseran gigi geligi. Sedangkan untuk rahang
bawah yang diastema, dapat bawah dilakukan dengan memakai perawatan
orthodontic lepasan dengan menggunakan labial bow Setelah pemasangan alat
orthodontic lepasan maka perlu dilakukan nantinya kontrol berkala. Setelah nantinya
gigi geligi telah berada pada lengkung ideal yang diharapkan maka pasien akan
diberikan alat retainer sebagai pertahanan agar tidak terjadi relaps.
Retainer merupakan alat ortodonti yang bertujuan untuk mempertahankan gigi
dan lengkung gigi pasca perawatan. Alat ini harus tetap dipakai sampai terjadi
transformasi sempurna pada jaringan lunak sekitar gigi, yaitu sampai tercapainya proses
aposisi dan resorbsi. Retainer bersifat pasif dan menahan gigi yang telah dgerakkan agar
tidak relaps.

24

SARAN

1. Dokter gigi harus menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, sehingga
mampu memberikan motivasi pada pasien untuk dapat bekerja sama dalam
melaksanakan perawatan sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan yang
diharapkan.
2. Dokter gigi harus mendiagnosa pasien dengan benar dan cermat sehingga
rencana perawatan yang akan dilakukan kepada pasien tepat.
3. Dokter gigi juga disarankan agar dapat menjelaskan keuntungan dan kelemahan
perawatan pada pasien sehingga pasien memiliki pertimbangan dalam memilih

DAFTAR PUSTAKA

25

1. Moyers, R.E. 1988. Handbook of Orthodontics 4th Ed. Chicago : Year Book
Medical Publisher, Inc
2. Singh, G. 2007. Textbook of Orthodontics. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publisher
3. Kusmaryati, D, dkk. 2011. Makalah Seminar Ortodonsia IV : Manajemen
Maloklusi Klas I. Yogyakarta : FKG UGM
4. Proffit, W.R, Fields, H.W. 2000. Contemporary Orthodontics 3rd ed. St. Louis,
Missouri : Mosby, Inc
5. Bishara, S.E. 2001. Textbook of Orthodontics. Philadelphia : W.B. Saunders
Company
6. Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya : Airlangga University
press
7. Tim penyusun buku IKGA. 2011. Bahan kuliah ilmu kedokteran gigi anak.
Medan : Fakultas kedokteran gigi universitas sumatera utara

26

Anda mungkin juga menyukai