Anda di halaman 1dari 33

LESI HIPERPLASTIK/REAKSIONER

MAKALAH BIOLOGI MOLEKULER

DISUSUN OLEH :

Anten Siti Sundari 160421180010

Pembimbing :

Prof. Sunardhi Widyaputra, drg., MS., PhD

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BABI

PENDAHULUAN……………………………………………………..………. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peripheral Ossifying Fibroma………………………………………………. 3

2.1.1 Patofisiologis…………………………………………………………. 3

2.1.2 Gambaran Klinis……………………………………………………… 4

2.1.3 Gambaran Histopatologi……………………………………………… 5

2.1.4 Terapi…..……………………………………………………………... 7

2.2 Gingival Hyperplasia………………………………………………………... 8

2.2.1 Inflamatory gingival hyperplasia ………………………….………… 10

2.2.2 Drug Induced Gingival Hyperplasia………..……………………….. 11

2.2.3 Berhubungan dengan penyakit sistemik / kondisi…..……………….. 17

2.2.4 Neoplastic Enlargement………………..…………………………..... 22

2.2.5 False Enlargement……………………………..…………………..... 23

2.3 Parulis……………………………………………………………………... 24

BAB III kesimpulan……………………………………………………………. 28

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peripheral ossifying fibroma. Massa berulserasi pada gingiva maksila,

berwarna merah. Lesi ini mirip dengan pyogenic

granuloma…………………………………………….……………….. 5

Gambar 2.2 Gambaran klinis Peripheral ossifying fibroma : massa berasal dari

maxillary gingiva , berwarna pink, nonulcerated, terdapat akar gigi molar

pertama………………………………………… …………..………… 5

Gambar 2.3 Gambaran histipatologi peripheral ossifying fibroma. A. massa gingiva

berulserasi menunjukkan adanya mineralisasi awal , B/ massa fibrous tidak

berulser pada gingiva menunjukkan central bone

formation………………………………….…… …………………….. 6

Gambar 2.4 Formasi tulang dengan cellular fibrous

stroma…………………………………………………………………... 7

Gambar 2.5 Bedah eksisi……………………………………………………. 7

Gambar 2.6 Berdasarkan lokasi dan distribusi……………………………… 9

Gambar 2.7 Inflammatory gingival hyperplasia A. plak dan kalkulus;

B. protesa; C. Orthodontik…………………………………………. 10

Gambar 2.8 gingival abses dan periodontal abses…………………………… 11

Gambar 2.9 Cyclosporine- dan nifedipine-related gingival hyperplasia. Gingival

hyperplasia berat pada pasien yang menggunakan 2 jenis obat yang mengakibatkan

pembesaran gingiva……………………………………………………….. 12
Gambar 2.10. Phenytoin-related gingival hyperplasia. Hiperplasia gingiva

menutupi sebagian mahkota pada beberapa

gigi……………………….……………………………………………….. 14

Gambar 2.11 phenytoin-related gingival hyperplasia. Hiperplasia gingiva hampir

menutupi seluruh mahkota gigi posterior

maksila……………………………………………………………………… 14

Gambar 2.12 Typical multiple interproximal enlargements pada pasien

hamil………………………………………………………………….…….. 16

Gambar 2.13 Gambaran klinis pasien dengan pembesaran gingiva sel

plasma………………………………………………………………………… 19

Gambar 2.14 Gambaran klinis pada pasien wegenersgranulomatosis ; berwarna

ungu kemerahan dan terdapat exsophytic gingival

overgrowth…………………………………………….……………………… 21

Gambar 2.15 Kasus pseudoenlargement A: Gingiva diatasnya tidak menunjukkan

gambaran klinis yang abnormal kecuali peningkatan besar-besaran pada area

tersebut; B: Dibentuk sepenuhnya oleh tulang di

bawahnya……………………………………………………………………… 22

Gambar 2.16 Gambaran klinis parulis…………………………………………... 23

Gambar 2.17 abses alveolar akut memperlihatkan banyaknya leukosit

polimorfonukleat dan pembuluh darah yang mengalami

dilatasi………………………………………………..……………………….. 24
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Gingival

Hyperplasia…………………………………………………...………………… 8

Tabel 2. Obat- obatan yang dapat mengakibatkan hyperplasia

gingiva…………………………………………………………………….…… 11
BAB I

PENDAHULUAN

Lesi hiperplastik reaksioner merupakan lesi yang paling sering dijumpai

pada rongga mulut. Lesi-lesi ini merupakan reaksi terhadap beberapa jenis iritasi

atau cedera ringan seperti mengunyah, sisa makanan, kalkulus, gigi fraktur dan

factor-faktor iatrogenic termasuk landasan gigi tiruan yang berlebih dan restorasi

overhang. Trauma kronis dapat menyebabkan peradangan yang menghasilkan

jaringan granulasi dengan sel endotel, sel inflamasi kronis dan kemudian fibroblas

berkembang dan bermanifestasi sebagai pertumbuhan berlebih yang disebut

hiperplasia reaktif. Lesi seperti tumor ini bukan neoplastik, tetapi menunjukkan

proses kronis di mana perbaikan berlebihan terjadi (jaringan granulasi dan

pembentukan bekas luka) setelah perbaikan.

Lesi hiperplastik yang paling sering ditemukan adalah inflammatory

fibrous hyperplasia, pyogenic granuloma, giant cell peripheral granuloma,

peripheral ossifying fibroma, gingival hyperplasia, parulis. Lesi- lesi tersebut

paling sering ditemukan pada gingiva, lidah, palatum, pipi dan dasar mulut (jarang).

Insiden lesi di gingiva menunjukkan bahwa lesi reaktif berasal dari ligamen

periodontal dan jaringan ikat. Lebih lanjut, ini bisa jadi disebabkan oleh

kecenderungan ruang interdental terhadap agregasi plak bakteri dan partikel

makanan yang menyebabkan gingiva terpapar pada iritasi kronis.

Sebagian besar lesi hiperplastik reaktif terjadi pada jenis kelamin

perempuan dengan rasio perempuan terhadap laki-laki 1,5 : 1. Distribusi usia


terjadinya lesi hiperplastik reaktif dari rongga mulut terjadi pada dekade ke-2, ke-

3 dan ke-4. Usia rata-rata terjadinya lesi ini adalah 31,56 tahun.

Gambaran klinisnya berupa suatu massa yang bertangkai dengan

permukaan halus atau terluka, mempunyai warna yang berbeda dari pink muda

sampai merah. Gambaran klinis lesi-lesi hiperplastik tidak terlalu berbeda

sehingga para periodontologist dan ahli bedah maksilofasial sering menyebutnya

dengan istilah “epulis”.

Lesi-lesi hiperplastik mempunyai gambaran histopatologi yang berbeda,

tetapi mempunyai suatu kesamaan pada tahap maturasi tertentu. Everson dan Rovin

berspekulasi bahwa entitas histologis yang berbeda dari inflamasi hyperplasia

gingiva mungkin disebabkan oleh respon jaringan ikat terhadap intensitas iritasi

mukosa yang bervariasi. Respon ini mungkin dipengaruhi oleh kadar serum

hormone endokrin tertentu10.


BAB II

2.1 Peripheral Ossifying Fibroma

Peripheral ossifying fibroma (POF) merupakan suatu massa seperti tumor

yang biasa ditemukan di dalam rongga mulut di mana lesi ini lebih reaktif

dibandingkan neoplastic pada umumnya 2,3. Nama lain dari lesi ini adalah

peripheral cemento-ossifying fibroma, peripheral odontogenic fibroma dengan

sementogenesis, peripheral fibroma dengan osteogenesis, fibrous epulis, calcifying

fibroblastic granuloma dan peripheral fibroma dengan kalsifikasi 1.

2.1.1 Patofisiologis

Peripheral ossifying fibroma biasanya muncul pada remaja atau dewasa

muda, dengan puncak pervalensi pada usia 10 hingga 19 tahun. Hampir 2/3 kasus

terjadi pada wanita. Lesi ini seringkali terjadi pada maksila dengan lebih dari 50%

kasus terjadi di regio gigi incisivus. Biasanya tidak terdapat keterlibatan pada gigi,

tetapi dapat menyebabkan terjadinya pergeseran gigi dan hilangnya perlekatan

gigi2.

Peripheral ossifying fibroma (POF) adalah suatu nodul gingiva yang terdiri

dari stroma jaringan ikat fibroblastik seluler yang berhubungan dengan

pembentukan fokus terdispersi secara acak dari produk mineralisasi yang terdiri

dari tulang (anyaman dan pipih),sementum dan kalsifikasi distrofik. Mineralisasi

mungkin berasal dari sel pada periosteum atau ligamen periodontal 1.


Etiopatogenesis POF belum diketahui secara pasti. Iritasi lokal seperti plak

gigi atau trauma menyebabkan sel-sel ligamen periodontal akan memproduksi lesi

yang terdiri atas sementum, lamelar tulang, jaringan fibrous atau kombinasi dari

cementum, lamelar tulang dan jaringan fibrous. Iritasi gingiva atau kalkulus

subgingiva menyebabkan proliferasi berlebihan dari jaringan ikat fibrosa dewasa.

Iritasi kronis pada periosteal dan membran periodontal menyebabkan metaplasia

jaringan ikat dan mengakibatkan inisiasi pembentukan tulang atau kalsifikasi

distrofik4.

Karena gambaran klinis dan histopatologisnya yang hampir mirip,

peripheral ossifying fibroma dianggap sebagai perkembangan lebih lanjut dari

pyogenic granuloma di mana terjadi maturasi dan kalsifikasi jaringan fibrosa

(gambar 2.1) . Bagaimana pun juga, tidak semua peripheral ossyfing fibroma

berawal dari pyogenic granuloma2,5.

2.1.2 Gambaran klinis

Peripheral ossifying fibroma seringkali terjadi pada gingiva. Gambaran

yang terlihat yaitu massa nodular, baik bertangkai maupun menempel pada dasar,

biasanya muncul dari interdental papilla. Warna lesi merah atau merah muda,

dengan permukaan biasanya terjadi ulserasi/non ulser. Pertumbuhan biasanya jinak,

sebagaimana lesi ulser dapat terjadi penyembuhan pada lesi. Lesi ulser berwara

merah ini seringkali sulit dibedakan dengan pyogenic granuloma. Sedangkan

apabila lesi non ulser berwarna merah muda seringkali sulit dibedakan dengan
fibroma. Sebagian lesi berukuran kurang dari 2 cm, walaupun terkadang muncul

lesi dengan ukuran besar. Lesi ini dapat berkembang hingga beberapa minggu atau

beberapa bulan sebelum dapat dilakukan penegakan diagnosis.

Gambar 2.2 Gambaran klinis Peripheral ossifying fibroma : massa berasal dari
maxillary gingiva , berwarna pink, nonulcerated, terdapat akar gigi molar
pertama.

2.1.3 Gambaran histopatologi

Gambaran mikroskopis peripheral ossifying fibroma nampak proliferasi

fibrosa hasil dari mineralisasi. Apabila epithelium terdapat ulser, permukaannya

dilapisi membran fibrinopurulent dengan jaringan granulasi di bawahnya. Dalam

beberapa kasus, proliferasi fibroblastic dan mineralisasi tersebut hanya berupa


komponen kecil massa yang lebih besar yang menyerupai fibroma atau pyogenic

granuloma.

Secara histopatologis, lesi menunjukkan epitel skuamosa bertingkat yang

meliputi massa seluler yang sangat banyak dari jaringan ikat yang terdiri dari

fibroblas, fibrosit, stroma fibrilar dan area mineralisasi dengan sel raksasa berinti

banyak di dekat mereka dalam beberapa kasus. Mineralisasi dapat terdiri dari

tulang, bahan seperti sementum atau kalsifikasi distrofik.

Gambar 2.3 Gambaran histipatologi peripheral ossifying fibroma. A. massa


gingiva berulserasi menunjukkan adanya mineralisasi awal , B/ massa fibrous
tidak berulser pada gingiva menunjukkan central bone formation.

Biasanya tulang berbentuk anyaman dan trabecular, walaupun lesi yang

lebih lama bisa menunjukan tulang lamellar matang. Trabekula osteoid yang tidak

termineralisasi umum terjadi. Terbentuk droplet ovoid material seperti sementum

basofilik. Kalsifikasi distrofik memiliki ciri multiple granula, globulus kecil, atau

besar, massa irregular material termineralisasi basofilik. Kalsifikasi distrofik

tertentu lebih umum terjadi di awal, lesi berulser; lesi non ulser yang lebih lama

lebih cenderung menunjukan tulang atau sementum yang terbentuk dengan baik.

Pada beberapa kasus, multinucleated giant cells bisa terlihat, biasanya berhubungan

dengan produk termineralisasi.


Gambar 2.4 Formasi tulang dengan cellular fibrous stroma.

2.1.4 Perawatan

Pilihan perawatan untuk peripheral ossifying fibroma adalah bedah eksisi

lokal dengan mengirim spesimen untuk pemeriksaan histopatologis (biopsy eksisi)

untuk meyakinkan diagnosis. Massa harus dieksisi ke arah periosteum karena

rekurensi cenderung terjadi jika dasar lesi tertinggal. Selain itu, gigi yang

bersebelahan harus di bersihkan untuk menghilangkan kemungkinan iritan lainnya.

Rekurensi tidak umum terjadi. Menurut Candiff, dari kasus yang terjadi

rekurensinya sekitar 16% dan dari 50 kasus yang dilaporkan Eversule dan Rovin,

rata-rata rekurensinya 20% .


2.2 Gingival Hyperplasia

Gingival hyperplasia atau sering disebut gingival enlargement adalah suatu

pertumbuhan abnormal dari gingiva. Suatu kondisi yang menyebabkan gangguan

estetis, psikologis dan pengunyahan pada rongga mulut 7. Hyperplasia gingiva

menyebabkan impaksi makanan dan plak yang terdiri dari bakteri periodontopik

diyakini dapat memperpanjang dan memperburuk proses penyakit dan

mengakibatkan kehilangan tulang dan resorpsi akar6.

Patofisiologi

Pada proses inflamasi kronis, monosit melalui sirkulasi darah akan migrasi

ke tempat terjadinya inflamasi,menjadi makrofag. Aktifasi sistem imun spesifik

akibat inflamasi akan mengaktifkan makrofag untuk memproduksi sejumlah sitokin

dan faktor pertumbuhan yang berperan pada pembentukan fibrosis9.

Ada dua tipe dasar respons jaringan terhadap pembesaran gingiva yang

mengalami inflamasi yaitu edematous dengan tanda gingiva halus, mengkilat, lunak

dan merah, serta fibrous dengan tanda gingiva lebih kenyal,hilangnya stippling dan

buram, biasanya lebih tebal,pinggiran tampak membulat 9.

Berdasrkan perubahan patologi dan factor etiologi, gingival hyperplasia

dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu : (tabel 1)8

Tabel 1. Klasifikasi Gingival Hyperplasia


klasifikasi Gingival Hyperplasia
Berdasarkan Etiopatologi Berdasarkan Lokasi dan Distribusi
I. Inflammatory gingival hyperplasia Lokal
A. Akut General
B. kronis Marginal
II. Drug-Induced Gingiva Papillary
Hyperplasia Difuse
III. Berhubungan dengan penyakit Discrete
sistemik atau kondisi
A. Kondisi
1. Kehamilan
2. Pubertas
3. Defisiensi Vitamin C
4. Gingivitis Sel Plasma
5. Nonspecific conditioned
enlargement (pyogenic granuloma)
B. Penyakit Sistemik
1. Leukemia
2. Granulomatous disease
IV. Neoplastic enlargement
V. False enlargement

Gambar 2.6 Berdasarkan lokasi dan distribusi.

2.2.1 Inflamatory gingival hyperplasia

Inflamatory gingival hyperplasia dapat terjadi akibat perubahan kronis atau

akut. Perubahan kronis disebabkan oleh pemaparan berkepanjangan oleh plak dan

kalkulus, iritasi kronis akibat peralatan restoratif & ortodontik yang tidak tepat, atau

kebiasaan bernapas melalui mulut (gambar 2.7). Lesinya bisa bersifat local atau
general, prosesnya berjalan lambat dan tidak sakit. Awalnya, pembesaran yang

berbentuk life-presever terlihat pada gingiva marginal. Perlahan-lahan bertambah

ukuran & melibatkan papilla. Gingiva lunak, rapuh & berwarna merah tua/kebiru-

biruan , mengkilap halus dan mudah berdarah. Kadang-kadang, pada inflamasi

kronis pembesaran tampak tegas, lentur, berwarna merah muda dan fibrotik yang

secara histologis menunjukkan fibroblas dan serat kolagen yang berlebih7,8.

Lesi dapat diobati dengan menghilangkan faktor-faktor lokal dengan scaling

& root planing. GH lunak yang bertahan bahkan setelah terapi konvensional paling

baik diobati dengan gingivektomi sedangkan GH yang bertahan lama paling baik

diobati dengan flap surgery. Akut gingiva hyperplasia biasanya dalam bentuk abses

gingiva dan periodontal. Abses gingiva adalah infeksi purulent yang melibatkan

gingiva marginal atau interdental yang terutama disebabkan oleh bakteri yang

terbawa jauh ke dalam jaringan oleh bulu sikat gigi atau alat orthodonti. Abses

periodontal disebabkan karena adanya perluasan infeksi dari poket periodontal ke

jaringan pendukung periodontal yang menyebabkan pembengkakkan gingiva,

probe periodontal dalam dan gigi yang terkena dapat ditekan kedalam soket 7.

Gambar 2.7 Inflammatory gingival hyperplasia A. plak dan kalkulus; B. protesa;


C. Orthodontik
Gambar 2.8 gingival abses dan periodontal abses

2.2.2 Drug Induced Gingival Hyperplasia

Hyperplasia gingiva dapat dikaitkan dengan pemberian beberapa obat

seperti antikonvulsan, calcium channel blocker, cyclosporine, immunosuppressant.

Obat-obatan yang dapat mengakibatkan hiperplasia gingiva dapat dilihat pada tabel

22 .

Tabel 2. Obat- obatan yang dapat mengakibatkan hyperplasia gingiva


Obat-obatan yang dapat mengakibatkan hiperplasia gingiva

Anticonvulsants
• Carbamazepine
• Ethosuximide
• Ethotoin
• Felbamate
• Mephenytoin
• Methsuximide
• Phenobarbital
• Phensuximide
• Phenytoin
• Primidone
• Sodium valproate
• Vigabatrin

Calcium channel blockers


• Amlodipine
• Bepridil
• Diltiazem
• Felodipine
• Nifedipine
• Nitrendipine
• Verapamil

• Cyclosporine
• Erythromycin
• Oral contraceptives

Dari berbagai obat-obatan tersebut, cyclosporine merupakan jenis obat yang

paling erat kaitannya dengan lesi ini. Obat-obatan lainnya yang berperan terhadap

terjadinya lesi ini walaupun lebih ringan adalah agent calcium channel-blocker

seperti diltiazem, amlodipine dan verapamil. Cyclosporine dikenal erat kaitannya

dengan hipertensi, sering mengarah pada pemanfaatan calcium channel blocker.

Saat cyclosporine dan nifedipine dikonsumsi secara bersamaan, tingkat keparahan

hyperplasia sering meningkat (Gambar 2.9)2.

Gambar 2.9 Cyclosporine- dan nifedipine-related gingival hyperplasia. Gingival


hyperplasia berat pada pasien yang menggunakan 2 jenis obat yang mengakibatkan
pembesaran gingiva.
Tingkat pembesaran gingiva sangat tergantung pada tingkat kelemahan atau

ketahanan pasien dan kebersihan mulutnya. Pada pasien yang memiliki tingkat

kebersihan mulut yang sangat baik, pembesaran gingiva berkurang sangat drastis

atau tidak terlihat. Namun, terkadang walaupun pasien memiliki kebersihan mulut

yang baik, beberapa derajat pembesaran gingiva dapat ditutupi oleh ketahanan

individual, walaupun pada beberapa kasus perubahannya sulit terdeteksi 2.

Patofisiologi

Drug induced gingival hyperplasia diawali dengan lesi like fibrotic

generalized papillary enlargement yang melibatkan attached gingiva pada tahap

akhirnya. Pembesaran ini menghasilkan suatu pseudopoket sehingga terjadi

akumulasi plak dan gambaran klinisnya merupakan kombinasi dari fibrous dan

inflammatory. Pathogenesis drug induced gingival hyperplasia dipengaruhi oleh

interaksi beberapa faktor, yaitu usia, gender, genetic, farmakokinetik, interaksi obat

dan status periodontal.

Dikarenakan pasien muda lebih sering menggunakan phenytoin, hiperplasia

yang dikarenakan obat ini merupakan masalah utama pada pasien yang lebih muda

dari 25 tahun. Kasus-kasus yang disebabkan oleh obat-obatan calcium channel

blocker terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Resiko berat hiperplasia gingiva

lebih terjadi ketika obat-obatan digunakan pada anak-anak, khususnya remaja.

Terjadinya pertambahan besar gingival yang diinduksi oleh obat-obatan ini

tidak terlepas dari pengaruh faktor genetik sehingga hanya pada individu tertentu

saja bisa terinduksihiperplasia. Para pakar menghipotesakan bahwa terjadinya


pertambahan besar gingival tersebut adalah karena obat atau metabolisme obat yang

menyebabkan :

1.Peningkatan sintesa/produksi kolagen oleh fibroblast gingival.

2.Pengurangan degradasi kolagen akibat diproduksinya enzim kolagenase

yang inaktif

3.Pertambahan matriks non-kolagen" sebagai #ontoh glikosaminoglikans

dan proteoglikans dalam jumlah yang lebih banyak dari matriks kolagen.

Fenitoin menginduksi penurunan masuknya sel Ca2+ menyebabkan

penurunan penyerapan asam folat, sehingga membatasi produksi kolagenase aktif.

Obat ini mengurangi kolagen endositosis melalui induksi ekspresi α2β1 – intergrin

yang lebih rendah oleh fibroblast.

Fibroblast yang diaktifkan fenitoin menghasilkan sejumlah besar IL-6, IL-

1 dan IL-8. Mediator tersebut mampu mengaktifkan proliferasi sel T da perekrutan

neutrofil ke jaringan yang terlibat.

Factor pertumbuhan seperti CTGF, PDGF, FGF Dan TGFβ mengalami

peingkatan dalam jaringan fibrotic dan berperan dalam pembesaran. Fenitoin dapat

mempengaruhi produksi IL-13 oleh aktivasi sel Th2, serta dapat menginduksi

peleppasan TGFβ , CTGF dan factor pertumbuhan lainnya oleh makrofag , yang

mengarah, sinergis, proliferasi fibroblast, kolagen biosisntesis, aktivasi TIMP s,

penghambatan MMPs dan sintesis ECM

Gambaran Klinis
Segmen anterior dan fasial adalah area yang paling sering terlibat. Pada

kasus-kasus berat, gingiva hiperplastik dapat menutupi sebagian atau seluruh

mahkota gigi (Gambar 2.10 dan Gambar 2.11)

Gambar 2.10. Phenytoin-related gingival hyperplasia. Hiperplasia gingiva


menutupi sebagian mahkota pada beberapa gigi

Gambar 2.11 phenytoin-related gingival hyperplasia. Hiperplasia gingiva hampir

menutupi seluruh mahkota gigi posterior maksila.


Perluasan hiperplasia gingiva kearah lingual dan oklusal dapat mengganggu

bicara dan pengunyahan. Pada kondisi tidak adanya inflamasi, pembesaran gingiva

memiliki warna dan kegetasan yang normal, dengan permukaan yang halus,

stippled atau granular. Pada konsisi terdapatnya inflamasi, gingiva yang terlibat

akan memiliki warna merah gelap dan edema dengan permukaan yang friable,

mudah mengalami perdarahan dan biasanya mengalami ulserasi. Pembesaran

gingiva – menyerupai pyogenic granuloma biasanya terlihat pada kondisi inflamasi

berat.

Gambaran Histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologi, permukaan atas epitelium menunjukkan

elongasi rete ridge, dengan perluasan kedalam lapisan dibawah stroma. Lamina

propria menunjukkan peningkatan jumlah jaringan ikat fibrosa yang memiliki

densitas normal fibroblas. Pada pasien dengan inflamasi sekunder, terdapat

peningkatan vaskularitas dan infiltrat seluler inflamasi kronis umumnya terdiri atas

limfosit dan sel-sel plasma. Pada pasien dengan pyogenic granuloma-like

overgrowths, proliferasi biasanya menunjukkan peningkatan vaskularitas dan

inflamasi subakut signifikan.

Perawatan dan Prognosis

Pemberhentian penggunaan obat-obatan atas persetujuan dokter dapat

mengurangi lesi atau menghentikan pembesaran gingiva atau alternatif lainnya

adalah dengan penggnatian jenis obat dengan obat lainnya pada golongan yang
sama. Pilihan perawatan lainnya adalah dengan konsumsi agent antiplak seperti

chlorhexidine dapat bermanfaat dalam dal mencegah pembentukan plak.

Konsumsi asam folat sistemik atau topikal telah menunjukkan dapat

meringankan hiperplasia gingiva pada beberapa kasus. Penggunaan metronidazole,

azithromycin atau roxithromycin juga dapat menyembuhkan hiperplasia gingiva

terkait dengan nifedipine dan phenytoin.

2.2.3 Berhubungan dengan penyakit sistemik atau kondisi

A. Kondisi

1. Hormonal (kehamilan dan pubertas)

Perubahan horomonal yang terjadi selama masa pubertas dan kehamilan

secara signifikan berpotensi menimbulkan iritasi local pada jaringan gingiva. Pada

masa pubertas, hyperplasia terjadi pada wanita dan pria dewasa dan timbul di

daerah yang mempunyai akumulasi plak yang banyak. Interproksimal gingiva

menunjukkan pembesaran yang lebih jelas dibandingkan permukaan fasial dan/

lingual. Gambaran klinisnya biasanya lunak dan rapuh, berwarna merah terang atau

magenta dengan permukaan mengkilat. Setelah pubertas selesai secara spontan

akan berkurang tetapi tidak akan hilang sampai plak dan kalkulus dihilangkan 7, 8.

Gambar 2.12 Typical multiple interproximal enlargements pada pasien hamil.


Insidensi gingivitis pada wanita hamil bervariasi sekitar 50%-100%.

Kehamilan tidak mempengaruhu gingiva, tetapi akan memparah keadaan yang

sebelumnya sudah terjadi peradangan. Kornman & Loesch (1980) telah melaporkan

bahwa flora subgingiva berubah menjadi flora yang lebih anaerob saat kehamilan

berlangsung. "Prevotella intermedia" adalah satu-satunya mikroorganisme yang

meningkat secara signifikan selama kehamilan. Mereka juga menyatakan bahwa

peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan kadar estradiol sistemik &

progesteron, yang pada akhir trimester ketiga, mencapai tingkat sepuluh & tiga

puluh kali lipat dari tingkat selama siklus menstruasi. Secara umum dapat diterima

bahwa peningkatan inflamasi gingiva biasanya dimulai pada bulan kedua &

mencapai tingkat maksimal selama bulan kedelapan kehamilan. Perubahan respon

jaringan gingiva terhadap plak ini disebabkan oleh depresi limfosit T ibu, dapat

menyebabkan gingiva yang tampak edema, hiperplastik & eritematosa. Perubahan

dapat dilokalisasi atau digeneralisasi, & biasanya dicatat pada marginal gingiva &

papilla interdental, tingkat prevalensi menjadi 10% menurut Butter (1987)& 70%

menurut Ziskin (1933).

Dalam beberapa kasus, gingiva yang meradang membentuk massa diskrit

yang disebut sebagai tumor kehamilan. Ini adalah pembesaran non-neoplastik yang

biasanya muncul selama trimester pertama atau kedua. Insidensinya adalah 1,8% -

5%. Kehamilan tidak menyebabkan kondisi tersebut, tetapi metabolisme jaringan

yang berubah pada kehamilan menonjolkan respons terhadap iritasi lokal. Oleh

karena itu, pemeliharaan kebersihan mulut sebelum & selama kehamilan sangat

penting untuk mengurangi kejadian & keparahan inflamasi gingiva. Lesi yang tidak
menyebabkan masalah fungsional atau estetika yang signifikan seharusnya tidak

dieksisi selama kehamilan karena, pertama, mereka dapat terulang kembali &,

kedua mereka dapat sembuh secara spontan setelah melahirkan 7.

2. Defisiensi vitamin C

Defisiensi vitamin C didefinisikan sebagai kadar asam askorbat serum <2

μg / mL. Diabetes, stres, dan merokok adalah faktor-faktor umum yang

menyebabkan kekurangan vitamin C ringan8. Defisiensi vitamin c akut bukan

merupakan penyebab utama gingival hyperplasia, tetapi defisiensi ini dapat

menimbulkan hemoragi, degenerasi kolagen dan edema jaringan ikat gingiva.

Perubahan-perubahan ini memodifikasi respons gingiva terhadap plak & tingkat

peradangan berlebihan yang mengakibatkan GE besar. Pembesaran marginal

gingiva biasanya terlihat dengan gingiva berwarna merah kebiruan, lunak, rapuh &

memiliki permukaan mengkilap halus. Perdarahan spontan pada sedikit provokasi,

area hemoragik & nekrosis permukaan dengan pembentukan pseudomembran

adalah gambaran umumnya7.

3. Gingivitis Sel Plasma (alergi)

Gingivitis sel plasma (Sinonim: Gingivitis atipikal, Gingivostomatitis sel

plasma) dianggap sebagai respons alergi atau reaksi hipersensitif terhadap beberapa

komponen seperti, permen karet, pasta gigi, atau diet. Biasa terlihat pada wanita

muda. Lesi ini terkait dengan sensasi terbakar, hiperemia intens & edema pada

attached gingiva & interdental, penampilannya seedikit granularr. Pasien biasanya

mempunyai riwayat pergeseran ke pasta gigi baru / obat kumur atau permen karet.
Identifikasi agen alergi & merubah pola diet adalah strategi perawatan pertama

bersama dengan perencanaan scaling & root7,8. (gambar 2.13).

Gambar 2.13 Gambaran klinis pasien dengan pembesaran gingiva sel plasma.

B. Penyakit Sistemik

1. Leukemia

Gingiva hyperplasia yang terkait dengan leukemia disebabkan oleh infiltrasi

masif sel-sel leukemia kedalam jaringan ikat gingiva. Secara klinis mungkin meniru
asal inflamasi. Selain dari pembesaran gingiva, fitur-fitur terkait lainnya bisa

berupa ulserasi oral, perdarahan gingiva spontan, petechiae, mukosa pucat, infeksi

herpes, dan kandidiasis. Kondisi paling serius yang terkait dengan pembesaran

gingiva dalam kategori ini adalah leukemia myeloid akut. Ini dapat dikaitkan

dengan tanda dan gejala kegagalan sumsum tulang, seperti ekimosis, keringat

malam, infeksi baru-baru ini dan kelesuan. Diagnosis cepat dapat dibuat dengan

hitung darah lengkap sederhana. Kasus langka hiperplasia gingiva sekunder akibat

leukemia limfoblastik akut juga telah dilaporkan.

2. Penyakit granulomatosa - Granulomatosis Wegener

Granulomatosis Wegener adalah trias patologis necrotizing granuloma

hidung, sinus paranasal & paru-paru, vaskulitis & glomerulonefritis. Pertumbuhan

dilokalisasi / digeneralisasikan. Ini disebut sebagai penampilan “strawberry yang

terlalu matang” karena warna ungu kemerahan & kecenderungan berdarah. Lesi

oral dapat sangat membantu dalam diagnosis tepat waktu dari kondisi yang

berpotensi fatal ini, karena mereka bertahan lama sebelum keterlibatan multiorgan

terjadi (Gambar 2.14). Setidaknya dua dari kondisi berikut harus dipenuhi untuk

mendiagnosis kondisi tersebut sebagai granulomatosis Wegener: (1) lesi ulseratif

pada mukosa mulut atau perdarahan hidung atau peradangan; (2) nodul, infiltrat

tetap atau rongga pada foto toraks; (3) sedimen urin yang abnormal; dan (4)

peradangan granulomatosa pada biopsi Karena merupakan cedera jaringan yang

dimediasi secara imunologis, kortikosteroid atau imunosupresan adalah obat

pilihan untuk pengobatan penyakit. Penyakit granulomatosa lain yang


menghasilkan pembesaran adalah: Sarcoidosis, penyakit Chrohn, Merkellson -

sindrom Rosenthal dll.

Gambar 2.14 Gambaran klinis pada pasien wegenersgranulomatosis ; berwarna ungu


kemerahan dan terdapat exsophytic gingival overgrowth.

2.2.4 Neoplastic Enlargement

Neoplastic enlargement terdiri dari 8% dari semua neoplasma oral. Tumor

jinak yang paling umum yang menyebabkan GE termasuk - Fibroma, Papilloma,

granuloma sel raksasa periferal dll. Mereka biasanya diobati dengan eksisi bedah.

Di antara lesi ganas, leukemia adalah neoplasma paling umum yang menghasilkan

pertumbuhan berlebih gingiva8.

2.2.5. False Enlargement

Pseudoenlargements ini muncul sebagai akibat dari peningkatan ukuran

osseous yang mendasarinya (tori, exostosis, Paget disease, cherubism, osteoma,

dll.) Atau jaringan gigi (selama erupsi gigi). Gingiva di atasnya muncul tanpa

gambaran klinis yang abnormal kecuali peningkatan besar-besaran pada daerah

tersebut (Gambar 2.15).


Gambar 2.15 Kasus pseudoenlargement A: Gingiva diatasnya tidak menunjukkan
gambaran klinis yang abnormal kecuali peningkatan besar-besaran pada area
tersebut; B: Dibentuk sepenuhnya oleh tulang di bawahnya.

2.3 Parulis

Parulis atau yang sering juga disebut dengan gumboil adalah massa jaringan

granulasi subakut yang terinflamasi pada sinus tract intraoral yang terbuka. Parulis

yang terjadi pada gigi non vital tidak menimbulkan gejala sehingga menimbulkan

kesulitan untuk menentukan gigi penyebab. Untuk membantu diagnosa dapat

dilakukan dengan cara memasukkan gutta-percha kedalam tract saat pemeriksaan

radiografi. Mikroorganisme yang paling berperan pada lesi ini adalah steptokokus

dan staphylococcus. Parulis merupakan suatu reaksi lanjutan akibat infeksi pada

apeks, kemudian infeksi menyebar ke jaringan lunak di daerah bukal berupa parulis

atau abses yang berisi eksudat kemudian pecah dan meniggalkna saluran fistul
2.3.1 Gambaran Klinis

Parulis biasanya ditemukan pada pembukaan saluran sinus periapical atau

fistula periodontal. Secara klinis muncul sebagai massa yang tidak menyakitkan,

lunak, kemerahan, biasanya terjadi pada gigi sulung, jaringan granulasi exophytic,

dan identic dengan granuloma pyogenic.

Gambar 2.16 Gambaran klinis parulis.

2.3.2 Gambaran Radiografi

Jika lesi ini terjadi dalam waktu yang singkat dan terbatas pada tulang

medular maka tidak akan terlihat adanya kerusakan pada tulang alveolar. Pada

pemeriksaan radiografi lesi parulis akan terlihat adanya pelebaran ligamen

periodontal dan pada kasus yang terjadi dalam jangka waktu yang lama akan

terdapat rarefaksi periapikal.


2.3.3 Gambaran Histopatologi

Gambaran histopatologi lesi parulis memperlihatkan area supurasi yang

terdiri dari :

- Central area leukosit polimorfonukleat disintegrasi (Gambar 2.16)

- Dilatasi pembuluh darah

- Jaringan disekitar area supurasi mengandung eksudat serousa

2.3.4 Perawatan

Perawatan lesi parulis adalah dengan melakukan drainase segera mungkin,

pulpektomi atau ekstraksi diindikasikan pada gigi tertentu dan kontrol reaksi

sistemik. (Chaudhary; 2011)

Gambar 2.17 abses alveolar akut memperlihatkan banyaknya leukosit


polimorfonukleat dan pembuluh darah yang mengalami dilatasi
BAB III

KESIMPULAN

Lesi hyperplastik reaktif adalah kelompok lesi umum yang mungkin

ditemui selama pemeriksaan gigi rutin. Terlepas dari kesamaan, semua lesi

hyperplastic ini menunjukkan beberapa perbedaan dalam jenis kelamin, jenis ,

lokasi, durasi, gambaran fisiologis dan histologi. Deteksi dini dan pengobatan lesi

reaktif oleh dokter gigi dapat mengurangi komplikasi dentoalveolar. Oleh karena

itu pengetahuan tentang frekuensi, distribusi, gambaran klinis dan histologi dari lesi

ini bermanfaat ketika akan menegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang

tepat dalam praktek.

Dalam pengobatan lesi ini haru dilakukan penghilangan iritasi local lengkap

dengan perawatan lanjutan, serta pemeliharaan kebersihan gigi untuk mencegah

rekurensi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Shetty Pushparaja, Soniya Adyanthaya. Peripheral Ossifying Fibroma- A

Clinical and Histological Evaluation of 51 Cases. People’s Journal of

Scientific Research Vol. 5(1), Jan. 2012

2. Neville BW, et al. oral & Maksilofacial Pathology. 2 nd ed. Philadelphia.

Pennsylvania: W>B. Saunders Company; 2002.

3. Nagaveni NB , et al. Peripheral ossifying fi broma in a pediatric patient: A

case report with review of the literature

4. Ashutosh, et al. Peripheral Ossifying Fibroma: Report of 2 Cases with

Management. International Journal of Contemporary Medical Research.

Juni 2016.3(6);1652-1654.

5. Gandhi B, et al. Reactive Lession of Oral Cavity. NJIRM 2016; Vol. 7(4)

July – Auguest.

6. Patil Lalil. Idiopathic Gingival Hyperplasia: a case report. Journal of

International Medicine and Dentistry 2016; 3(1): 52-57

7. Thada SR, et al. Unusual Clinical Presentation of Generalised Gingival

Enlargement – A Report of 3 Cases. International Journal of Collaborative

Research on Internal Medicine & Public Health ,April 20124(4): 239-155.

8. Agrawal AA. Gingival Enlargements: Differential Diagnosis And Review

Of Literature. World J Clin Cases 2015 September 16; 3(9): 779-788.

9. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical periodontology. 9th ed.

Philadelphia: WB Saunders Co; 2002. p. 74–94, 263–9, 432–53, 631–50,


749–61.Reactive lesion of oral cavity : a survey of 100 cases in eluru, west

Godavari district

Anda mungkin juga menyukai