PROPOSAL SKRIPSI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
MAKASSAR
2019
0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penentuan dimensi vertikal yang tepat merupakan salah satu tahap penting
dalam prosedur klinis yang memberikan informasi tentang hubungan vertikal dari
mandibula terhadap maksila. Penentuan ini menjadi dasar dalam perawatan gigi dari
vertikal atau tinggi vertikal wajah merupakan jarak antara dua titik anatomi yaitu
satu titik pada basis kranium atau maksila dan satu titik pada mandibula.2
Dimensi vertikal dibagi atas dimensi vertikal oklusi (DVO) dan dimensi
vertikal istirahat (DVI). Dimensi vertikal oklusi (DVO) adalah jarak antara dua titik
anatomi yang dipilih ketika posisi oklusi sentrik, sedangkan dimensi vertikal
istirahat (DVI) merupakan jarak antara dua titik anatomi yang dipilih ketika
mandibula dalam keadaan posisi istirahat fisiologis. Dalam keadaan normal, gigi-
gigi tidak berkontak saat posisi istirahat pada pasien yang memiliki gigi geligi.
Ruang yang terbentuk antara gigi-gigi pada posisi istirahat ini disebut Free Way
Space (FWS). Ketika beroklusi, gigi geligi kontak satu sama lain dan ruang ini akan
Kesalahan dalam penentuan dimensi vertikal, bisa saja terjadi seperti relasi
vertikal yang terlalu tinggi atau relasi vertikal yang terlalu rendah. Relasi vertikal
1
yang terlalu tinggi mengakibatkan 1) gigi tiruan tidak stabil karena permukaan
oklusi gigi tiruan letaknya terlalu jauh dari puncak lingir, 2) gigi tiruan tidak
nyaman dipakai dan otot pengunyahan terlalu lelah, 3) profil pasien menjadi jelek
karena otot ekspresi tegang dan apabila terlalu tinggi, bibir tidak dapat menutup, 4)
terjadi kliking dari gigi, 5) terjadi luka pada jaringan pendukung, resorpsi tulang
dan gangguan pada sendi temporomandibula. Selain itu relasi vertikal yang terlalu
pengunyahan berkurang, 2) ekspresi wajah terlihat lebih tua karena bibir kehilangan
kepadatan dan terlihat terlalu titpis, sudut mulut menjadi turun dan melipat, 3) dapat
terjadi Costen syndrome, dengan gejala-gejala tuli yang ringan, sering pusing,
tinitus, nyeri saat pergerakan sendi dan nyeri bila ditekan, terjadi gejala neurologik
seperti lidah terasa terbakar, nyeri sakit pada lidah dan tenggorkan, rasa nyeri
kepala pada regio temporalis, gangguan pada kelenjar ludah sehingga sekresi air
dimensi vertikal oklusi. Perubahan ini terjadi pada jaringan keras dan lunak wajah
dan daerah rahang. Jadi, ada banyak perubahan fungsional dan estetika pada semua
tepat sangat penting sebelum menentukan diagnosis pada suatu kasus yang
melibatkan hubungan antara rahang atas dan bawah ataupun dalam pembuatan gigi
tiruan. Penentuan dimensi vertikal oklusi tidak hanya digunakan dalam pembuatan
gigi tiruan, namun juga sangat penting dilakukan pada pasien bergigi untuk
mengetahui kelainan yang ada, seperti bruxism, deep bite, dan sebagainya.5,6,7
2
Metode penentuan dimensi vertikal oklusi dibagi atas dua yaitu metode
tidak langsung dan metode langsung. Metode tidak langsung seperti studi
bagian sudut lateral dari orbit occular.8 Dalam jurnal Chou TM,dkk mengatakan
dimensi vertikal oklusi.9 Basnet,dkk, juga melakukan penelitian pada etnik Aryan
dan Mongoloid. Hasil penelitiannya menyatakan ada juga korelasi yang hampir
telinga kiri untuk menentukan DVO melalui jenis kelamin, jenis wajah, dan usia,
sehingga hasil penelitiannya menyimpulkan jarak mata-telinga kiri lebih baik dalam
menentukan DVO.11 Adapun metode two dot merupakan metode yang sering
digunakan di klinik. Pasien dengan posisi kepala tegak yang nyaman di kursi dental
ditetapkan dua titik pengukuran pada garis tengah wajah; satu di hidung dan satu di
dagu. Keduanya dipilih pada daerah yang tidak mudah bergerak akibat otot
ekspresi.4
berasal dari luar Indonesia, sehingga perbedaan hasil dapat terjadi dengan penelitian
yang dilakukan di Indonesia. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya perbedaan
ras antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat luar Indonesia. Hal lain yang
3
juga dapat mempengaruhi perbedaan pengukuran yaitu jarak mata-telinga yang
yang akan dijadikan objek penelitian adalah yang sedang aktif menempuh
tahun yang berasal dari berbagai daerah. Hal tersebut dilandasi oleh petumbuhan
tulang dan jaringan berhenti pada kisaran usia 18 hingga 23 tahun, sehingga
Rumusan masalah yang akan dipecahkan melalui penelitian ini pada dasarnya
Tujuan umum :
Tujuan khusus :
4
1. Untuk mengetahui perbandingan hasil pengukuran antara metode knebelman
3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan jarak mata-telinga kiri dan kanan
angkatan 2017-2019.
1. Bagi penulis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan referensi bagi para
peneliti untuk memperoleh kajian penelitian yang lebih dalam dan memperoleh
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
jarak antara suatu titik pada rahang atas dan rahang bawah dengan gigi dalam posisi
intercuspation maximum.12 Biasanya, satu pada ujung hidung (nasion) dan satu pada dagu
(menton) digunakan untuk titik-titik ini. Hubungan vertikal rahang bawah terhadap rahang
atas ditentukan oleh dua faktor yaitu otot-otot rahang bawah dan titik-titik kontak oklusi
gigi-gigi atau galengan gigit. Pada bayi dan orang dewasa tidak bergigi, hubungan vertikal
Oklusi adalah posisi gigi-gigi atas dan bawah saling berkontak. Andrew menyebutkan
enam kunci oklusi normal adalah 1) hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap
pada bidang sagital, 2) angulasi mahkota gigi-gigi incisivus yang tepat pada bidang
transversal, 3) inklinasi mahkota gigi-gigi incisivus yang tepat pada bidang sagital, 4) tidak
adanya rotasi gigi-gigi individual, 5) kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam
masing-masing lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal, 6) bidang oklusal yang datar
atau sedikit melengkung. Andrew memperkirakan bahwa jika satu atau beberapa ciri ini
Hubungan vertikal antar rahang adalah hubungan yang ditetapkan oleh besarnya
jarak antara rahang atas dan rahang bawah dalam kondisi tertentu. Hubungan ini
6
istirahat, 3) posisi yang lain (misalnya jika mulut setengah terbuka atau terbuka lebar).
Dimensi vertikal oklusi ditetapkan oleh gigi-gigi alami ketika masih ada dan beroklus
Posisi mandibula pasien ternyata dipengaruhi oleh postur dan ketengangan. Oleh
karena itu pada saat penentuan DV, pasien harus dalam keadaan relaks, dengan bidang
Frankfurt sejajar lantai. Posisi kepala yang tegak lurus pada saat menentukan DVF
Menengadahkan kepala ke belakang akan menarik mandibula menjauh dari maksila dan
Salah satu metode konvensional yang digunakan secara luas oleh dokter gigi di
Indonesia yaitu Teknik two dots . Metode konvensional secara garis besar dibagi atas
metode mekanik dan fisiologis. Metode konvensional terdiri dari metode mekanik dan
fisiologis. Metode mekanis antara lain menentukan relasi linggir, penggunaan gigi tiruan
lama, serta catatan pra-ekstraksi dan pengukurannya. Salah satu pengukuran catatan pra-
ekstraksi menggunakan Teknik two dots untuk mengukur tinggi sepertiga bagian bawah.
Metode fisiologis termasuk penentuan posisi fisiologis istirahat, estetik, fonetik, ambang
batas penelanan, serta sensasi taktil dan kenyamanan Semua hasil perkiraan pengukuran
DVO secara mekanis dan fisiologis dianggap sebagai nilai sementara sampai dilakukan
7
Gambar 1. Teknik two dots(sumber : Amiruddin M, Thalib B. Pengukuran dimensi vertikal
secara langsung pada wajah dan tidak langsung dengan analisis sefalometri. Makassar Dent J
2019;8(1):29)
Metode antropometri merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
penentuan DVO. Leonardo da Vinci dan Mc Gee (1947) menyatakan terdapat hubungan
untuk menentukan DVO, salah satunya. Metode Knebelman merupakan pengukuran jarak
meatus auditorius eksternal dengan sudut lateral orbit okuler. Knebelman (1987)
mengatakan telah didapatkan cara mudah untuk menentukan dimensi vertikal oklusi yaitu
jarak antara sumbu horizontal kondilus mandibula dan sutur zygomaticus sama dengan
jarak antara tulang belakang hidung dan bagian paling anterior dari sub-mentale mandibula,
ketika postur tulang craniocervical normal, dan gigi atas dan bawah dalam oklusi sentris.
8
Gambar 2. Metode Knebelman (sumber : Knebelman S. The Craniometric Method For
Establishing Occlusal Vertical Dimension. U.S. Patent No. 4718850. Wynnewood, Pa.:
Craniometrics, Inc., 1987).
mempengaruhi DVO. DVO akan mencapai ukuran yang maksimal apabila proses
tumbuh kembang tersebut telah sempurna. Menurut Valadian dan Porter, semua
individu sehat memiliki fase pertumbuhan yang hampir sama. Fase dewasa muda
terjadi pada rentang usia yang sama terhadap kedua jenis kelamin, tetapi fase ini
terjadi lebih awal pada perempuan yaitu berusia 10-18 tahun, sedangkan pada laki-
laki berusia 12- 20 tahun. Menurut Hasil Rapat Kerja UKK Pediatri Sosial, masa
pubertas perempuan lebih cepat sekitar umur 8-18 tahun dibandingkan laki-laki
yaitu pada umur 10-20 tahun. Berdasarkan hal tersebut fase pertumbuhan pada
perempuan dua tahun lebih awal dibandingkan laki-laki. Penelitian yang dilakukan
oleh Love, dkk mengenai perubahan skeletal kraniofasial dan gigi geligi saat post
pubertas dengan sefalogram lateral kelas 1 pada sampel yang memiliki umur 16,
9
18, dan 20 tahun. Pertumbuhan mandibula yang signifikan ditemukan pada periode
umur 16-18 tahun daripada periode umur 18-20 tahun. Pertumbuhan mandibula
secara keseluruhan dua kali lebih cepat daripada maksila. Selama periode
kranium yang dilihat dari lateral. Rotasi ini terjadi dalam arah keatas dan kedepan
yang mengubah rahang selama masa pertumbuhan, khususnya pada bidang vertikal.
gonial mandibula, dan gigi geligi yang sedang erupsi akan mempengaruhi tinggi
anterior wajah atau dimensi vertikal. Pola pertumbuhan ini menunjukkan panjang
ramus, sudut gonial mandibula, dan gigi geligi yang sedang erupsi akan
berkembang normal, bagian tengah wajah yang diukur dari glabella ke subnasion
adalah sama dengan pengukuran wajah bagian bawah yaitu dari subnasion ke
gnation saat masa pertumbuhan sudah selesai. Setelah pertumbuhan selesai, erupsi
gigi penting untuk mempertahankan DVO. Gigi geligi maksila dan mandibula
Gigi molar ketiga mendapatkan ruangan untuk erupsi yang akan mencapai posisi
Secara garis besar, di barat dan utara Indonesia terdapat unsur Mongoloid dan
10
Austromelanesoid. Sekarang terjadi pergerakan dari unsur Mongoloid ke timur di
terdapat dua ras yang kurang lebih memiliki kesamaan, yaitu ras Protomalayid
yaitu Sub Ras Deutro Melayu, Sub Ras Proto Melayu dan Sub Ras Asiatic
Mongoloid. Kelompok Proto Melayu datang sebelum 3000 SM dari Yunan melalui
Indo Tiongkok untuk mencapai Indonesia. Kelompok kedua berasal dari daerah
Yunan kira-kira antara 300-200 SM. Penduduk Indonesia yang termasuk sub ras
deutro melayu atau melayu muda terdiri dari suku bangsa Aceh, Minangkabau,
11
BAB III
Dimensi Vertikal
Foto Lama
Mekanis Fisiologis Pasien
Foto Sefalometri
Posisi Istirahat
Relasi Alveolar Fisiologik Foto Digital
Pengukuran Keterangan :
Wajah
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
12
3.2 Kerangka Konsep
Pengukuran Dimensi
Vertikal Oklusi
Langsung
Posisi Kepala
DVO
Laki-laki
HORMON
Perempuan
Keterangan:
3.3 Hipotesis
13
BAB IV
METODE PENELITIAN
rancangan cross sectional study yaitu metode penelitian yang dilakukan untuk
antropometri
14
4.4 Definisi Operasional Variabel
Dimensi vertikal oklusi adalah jarak antara mandibula dan maksila yang
ditandai oleh titik pada subnation dan gnathion ketika gigi gigi yang beroklusi
saling berkontak.
Panjang jari tangan pada penelitian ini adalah panjang dari aspek palmar,
dari puncak jari tangan hingga lipatan jari yang terjauh dari puncak atau ujung jari.
4.5.1 Populasi
informed consent.
4.5.2 Sampel
populasi.
Kriteria Inklusi
15
2. Hubungan gigi geligi neutroklusi
Kriteria Eksklusi
2. Cacat tangan.
3. Kehilangan gigi geligi lebih dari satu gigi tiap kuadran yang dapat mempengaruhi
4. Trauma wajah.
16
DAFTAR PUSTAKA
sebelum dan setelah insersi gigi tiruan lengap dengan metode Niswonger
17
3. Chairani CM, Rahmi E. Korelasi Antara dimensi vertikal oklusi dengan
Panjang jari klingking pada sub-ras deutro melayu. Maj Kedd Gi Ind
2016;2(3):155-6.
Inc., 1987.
71(6): 570-3.
10. Basnet BB, Parajuli PK, Singh RK, Suwal P, Shrestha P, Baral D. An
18
11. Morata C, Pizarro A, Gonzalez H, Zambra FR. A Craniometry-Based
12. Ferro KJ. The Glossary Of Prosthodontic Terms, Ninth Edition. J Prosthetic
19