Anda di halaman 1dari 41

Kenapa habis dicabut... Ko ada tonjolan...

Tutor : drg. Deby Kania T. P., M.Kes


KELOMPOK 3
• Bayu Yordha S. I1D114227
• Disi Raudatul Janah I1D114210
• Rina Fitriana I1D114207
• Sahdina Rismawati I1D114226
• Monica Thiodora L. I1D114271
• Dwiki Azhar I1D114230
• Anshori Rohimi I1D114253
• Maulidya Hanifa I1D114232
• M. Hernandi Y. I1D114213
• Ratih Yuasnita I1D114248
• Niketa Khairina I1D114240
• Arifanni Setyawan I1D114229
SKENARIO 3
Kenapa habis dicabut… kok ada tonjolan…

Seorang pria datang keklinik dokter gigi dengan keluhan sakit pada bagian rahang kiri bawah,
setelah dilakukan pemeriksaan klinis ditemukan bahwa ada adentulous ridge pada bagian
34,35,36 dan 37, dari anamnesa pasien melakukan pencautan sekitar 2 bulang yang lalu karena
ingin membuat gigi tiruan sebagian lepasan dan setelah dilakukan pencabutan pasien malah
mengeluh kesakitan pada daerah bekas pencabutan jika terkena makanan saat mengunyah.
Dokter kemudian melakukan palpasi pada daerah bekas pencabutan jika terkena makanan saat
mengunyah. Dokter kemudian melakukan palpasi pada daerah edentoulus ridge dan
menyarankan untuk segera dilakukan perawatan.
PROBLEM TREE
Eksostosis

Alveolektomi Alveoplasty

- Definisi
- Etiologi
- Epidemiologi
- Gejala dan Manifestasi
- Definisi Klinis - Definisi
- Tujuan - Patofisiologi - Tujuan
- Indikasi dan Kontraindikasi - Komplikasi - Indikasi dan Kontraindikasi
- Prosedur / Teknik - Diagnosa Banding - Prosedur / Teknik
- Komplikasi
- Komplikasi
- Instruksi kepada pasien
- Instruksi kepada pasien
EKSOSTOSIS
EKSOSTOSIS

• Adalah perkembangan tulang yang menonjol dari permukannya. Bisa karena peradangan kronik,
tekanan yang tetap pada tulang atau pembentukan tumor. Dapat mempengaruhi dalam
kestabilan dan pembuatan protesa.
(Harty, FJ dan Ogston, R. 2012)
ETIOLOGI EKSOSTOSIS

• Belum diketahui secara pasti tetapi pada beberapa orang diturunkan secara autosomal dominan
(Faktor genetik)
• Lingkungan
• Multifaktor

(Rocca,2012)
EPIDEMIOLOGI EKSOSTOSIS

• Lebih sering terjadi pada orang dewasa


• Pria lebih sering dibanding wanita
• Usia dari 35-65 tahun dgn insiden terbanyak umur 60tahun
• Maksila lebih sering dari mandibula perbandingan 5,1 : 1

(Blaggana, 2011)
GEJALA KLINIS EKSOSTOSIS
• Tidak sakit, tidak ada sensitivitas
• Mukosa sekitar normal
• Tidak mempengaruhi vitalitas gigi
• Saat di palpasi terasa (rock-hard)
• Dalam tampakan radiograf terlihat radiopak ovoid

(Gordon W, Pederson. 2012)


Eksostosis Bukal pada Maksila Eksostosis Bukal pada Mandibula

Eksostosis Lingualis (Torus Mandibularis)


PATOFISIOLOGI EKSOSTOSIS
Eksostosis merupakan penonjolan tulang yang dapat terjadi pada rahang baik pada
mandibula maupun mada maksila. Eksostosis bukan merupakan tumor tapi lesi
dysplasticexophytic. Etiologi belum diketahui dengan pasti tetapi beberapa ahli menduga terjadi
karena adanya proses inflamasi pada tulang.
(Fragiskos, 2007)

Secara morfologi perubahan dapat terjadi pada jaringan periodontal setelah gigi hilang
khususnya tulang rahang (tulang alveolar). Jaringan periodontal dan tulang alveolar mendukung
gigi, dan saat gigi hilang tulang alveolar akan diresorbsi. Tulang alveolar berubah bentuk secara
nyata saat gigi hilang, baik dalam bidang horizontal maupun vertical. Setelah terjadi resorbsi
secara fisiologis, struktur tulang rahang yang tinggal disebut dengan istilah residualridge. Tulang
yang ada setelah tulang alveolarmengalamiresorbsi disebut dengan tulang basal.
LANJUTAN…

Kehilangan gigi dapat menyebabkan resorbsi tulang alveolar, semakin banyak tulang yang diserap,
semakin besar masalah yang ditimbulkan. Fisiologi normal tulang alveolar tergantung pada
keseimbangan aktifitas antara tiga tipe sel. Osteoblas untuk membentuk tulang, osteosit untuk
mempertahankannya, dan osteoklas untuk menghancurkan tulang. Saat aktifitasosteoblastik
tidak seimbang dengan aktifitasosteoklastik, tulang menjadi resorbsi atau berkurang massanya
yang dapat dilihat dengan jelas pada resorbsilingir alveolus. Hal ini terjadi pada semua pasien
yang telah kehilangan gigi/edentulous yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal seperti teknik
mengekstraksi gigi, kapasitas penyembuhan luka pasien dan beban pada ridge.

(Jemeson, 2000)
KOMPLIKASI EKSOSTOSIS
• Mengganggu estetis
• Mengganggu fonetik dan mastikasi karena eksostosis mengurangi space lidah
• Ulserasi akut atau kronis karena eksostosis memiliki jaringan yang sangat tipis dan mudah
teriritasi
• Mengganggu keberhasilan perawatan prostodonsia (gigi tiruan)
• Menimbulkan penyakit periodontal jika dibiarkan terlalu lama

(Gordon W, Pederson. 2012)


DIAGNOSA BANDING EKSOSTOSIS
• Osteoma
• Osteosarkoma
• Kondrosarkoma

(Laskaris, 2014)
BEDAH PRE-PROSTETIK
BEDAH PRE-PROSTETIK

• Merupakan tindakan bedah yang bertujuan memperbaiki tulang alveolar rahang agar dapat jadi
lebih baik untuk penempatan gigitiruan

• Tujuan dilakukan bedah preprostetik adalah mendapatkan protesa dengan retensi, stabilisasi,
estetik dan fungsi yan lebih baik

(Gordon W, Pederson. 2012)


MACAM BEDAH PRE-PROSTETIK

1. Bedah jaringa tulang


- Alveolektomi
- Implant
- Alveolar augmentasi : pada keadaan resorpsi tulang yang hebat
- Alveoplasty
- Aleolotomi : tindakan membuka tulang alveolar yang bertujuan mempermudah pengambilan gigi impaksi
atau sisa akar yang terbenam atau kista atau tumor
- Torektomi : dilakukan untuk pengambilan torus, apabila menggangu pemasangan gigitiruan
2. Bedah jaringan lunak
- Gingivoplasti
- frenektomi
2. Vestibuloplasty (Gordon W, Pederson. 2012)
INDIKASI BEDAH PRE-PROSTETIK

• Adanya eksostosis
• Adanya torus
• Adanya frenulum yang tinggi
• Memperoleh keadaan lingir alveolar yang baik
• Tidak ada kondisis patologis pada intra oral dan ekstra oral
• Nyeri akibat pemasangan gigi tiruan
• Atrofi rahang karena proses fisiologis
• Disfungsi yang tidak berkurang dengan perbaikan konvensional

(Gordon W, Pederson. 2012)


KONTRAINDIKASI BEDAH PRE-
PROSTETIK
• Pasien usia lanjut
pada usia lanjut tulang mengalami resorbsi sehingga dilakukan pembedahan harus dengan
hati-hati
• Kelainan psikologi

(Gordon W, Pederson. 2012)


ALVEOLEKTOMI
ALVEOLEKTOMI

• Adalah tindakan pembuangan sebagian atau seluruh prosesus alveolaris yang menonjol dengan
tujuan untuk mepermudah proses pembuatan maupun pemakaian suatu protesa atau gigi tiruan.

(Regezi, 2012)
TUJUAN ALVEOLEKTOMI

1. Memperbaiki kelainan dan perubahan alveolar ridge yang berpengaruh dalam adaptasi
gigitiruan.
2. Pengambilan eksostosis, torus palatinus maupun torus mandibularis yang besar yang dapat
mengganggu pemakaian gigitiruan.
3. Membuang alveolar ridge yang tajam atau menonjol.
4. Untuk menghilangkan undercut yang dapat mengganggu pemasangan gigitiruan.

(Fragiskos, 2007)
INDIKASI ALVEOLEKTOMI
1. Untuk mengeluarkan pus dari suatu abses pada gigi
2. Menghilangkan alveolar ridge yang runcing
3. Menghilangkan tuberositas untuk mendapatkan protesa yang stabil dan nyaman dipakai
4. Menghilangkan undercut
5. Untuk preparasi rahang dengan tujuan prostetik yaitu memperkuat kestabilan dan retensi dari
suatu gigi tiruan
6. Penyakit periodontal yang parah yang mengakibatkan kehilangan sebagian kecil tulang alveolarnya
7. Untuk pengurangan prosessus alveolaris yang mengalami alongasi
8. Pada kasus kelainan eksostosis, torus palatina maupun torus mandibula yang besar
9. Pencabutan gigi multiple
10. Gigi posterior yang mengalami eks strusi atau supra-erupsi, apabila dicabut akan terlihat
prosessus alveolaris yang lebih menonjol

(Carol Dealey. 2012)


KONTRAINDIKASI ALVEOLEKTOMI

1. Pada pasien yang memiliki bentuk prosesus alveolaris yang tidak rata, tetapi tidak mengganggu
adaptasi gigitiruan baik dalam hal pemasangan, retensi maupun stabilitas.
2. Pada pasien yang memiliki penyakit sistemik yang tidak terkontrol yaitu penyakit
kardiovaskuler, Diabetes Mellitus (DM) dan aterosklerosis.
3. Pada pasien yang memiliki penyakit periostitis
4. Pada pasien yang memiliki penyakit periodontal
5. Pasien tidak kooperatif
6. Pasien sedang dalam perawatan radioterapi
(Carol Dealey. 2012)
PROSEDUR ALVEOLEKTOMI
Alveolektomi Pada Edentulous Alveolar Ridge.
• Setelah pencabutan gigi dan luka telah sembuh dalam waktu yang cukup lama, sering terjadi
permukaan tulang alveolar yang tidak rata. Hal ini biasanya terjadi karena tidak memeriksa
dengan teliti permukaan tulang setelah pencabutan gigi.
• Dalam beberapa kasus, tulang harus dihaluskan untuk mencegah kerusakan dan membuang
hambatan pada pemasangan gigitiruan penuh. Apabila penonjolan tulang besar, pertama sekali
insisi dibuat sepanjang puncak ridge alveolar dari penonjolan tulang yang dilokalisasi dan
kemudian mukoperiosteum dibuka;
• selanjutnya daerah tersebut dihaluskan dengan bone file dan tulang dipalpasi untuk memastikan
kehalusan dari tulang diikuti dengan irigasi larutan salin yang banyak pada daerah operasi dan
terakhir dilakukan penjahitan
(Fragiskos, 2007)
LANJUTAN…
Teknik yang dilakukan dalam melakukan alveolektomi adalah sebagai berikut :
 Melakukan diseksi kemudian melakukan retraksi sekitar 3-4 mm ke apikal
 Pengambilan eksostosis dengan cara memotong tonjolan tulang tersebut yang menghambat
pemasangan protesa hingga ketinggiannya sama dengan residual ridge normal
 Penggunaan larutan saline harus dilakukan untuk mencegah jaringan mati atau kolaps
 Setelah memotong penonjolan tulang (eksostosis) dilakukan pengonturan tulang hingga halus
tanpa ada irregularitas
 Setelah itu mengembalikan mukoperiosteal flap ke atas tulang yang telah di kontur
 Setelah itu lakukan penjahitan

(Fragiskos, 2007)
VIDEO PROSEDUR ALVEOLEKTOMI
ALVEOPL AST Y
ALVEOPLASTY

• Adalah tindakan bedah untuk mempertahankan dan membentuk kembali linggir yang tersisa,
biasanya dilakukan segera setelah pencabutan gigi agar permukannya dapat dibebani gigi tiruan
dengan baik.

(Fragiskos, 2007)
TUJUAN ALVEOPLASTY

1. Memperbaiki abnormalitas dan deformitas alveolar ridge yang berpengaruh dalam gigi tiruan
2. Membuang bagian ridge prossesus alveolaris yang tajam/menonjol
3. Membuang tulang intersepral yang terinfeksi pada saat gingivektomi
4. Mengurangi tuberositas agar mendapatkan basisi gigi tiruan yang baik atau untuk
menghilangkan undercut

(Rocca,2012)
INDIKASI ALVEOPLASTY
• Prossesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut, cortical plate yg tajam, puncak ridge yg tdk teratur, tuberositas
tulang & elongasi yg mengganggu dalam proses pembuatan dan adaptasi gigi tiruan
• Jika gigi impaksi dan sisa akar yang terbenam dalam tulang
• Pada rahang dimana dijumpai neoplasma yang ganas, dan untuk penanggulangannya akan dilakukan terapi radiasi
• Pada prossesus alveolaris adanya kista/tumor
• Akan dilakukan tindakan apikotektomi
• Jika terdapat ridge prossesus alveolaris yang tajam/menonjol sehingga dapat mengakibatkan rasa sakit
• Pada tulang interseptal yang terinfeksi, dimana tulang ini dibuang waktu dilakukan gingivektomi
• Pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan alveoplasti yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan antero-
posterior antara maksila dan mandibula
• Memperbaiki overbite dan overjet
• Adanya torus palatinus/mandibula

(Rocca,2012)
KONTRAINDIKASI ALVEOPLASTY
1. Pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya masih sangat
elastis maka proses resorbsi tulang lebih cepat dibandingkan
dengan pasien tua
2. Pada pasien yang jarang melepaskan gigi tiruannya
3. Jika bentuk tulang alveolaris tidak rata tetapi tidak menganggu
adaptasi gigi tiruan baik dalam hal pemasangan, retensi maupun
stabilitas

(Rocca,2012)
MACAM-MACAM TEKNIK ALVEOPLASTY
1. SIMPLE ALVEOPLASTY
Teknik ini dapat digunakan jika dibutuhkan pengurangan cortical margin labial atau bukal, dan
kadang-kadang juga alveolar margin lingual atau palatal. Biasanya digunakan flep tipe envelope,
tetapi kadangkala digunakan juga flep trapesoid dengan satu atau beberapa insisi. Pada teknik ini
pembukaan flep hanya sebatas proyeksi tulang, karena pembukaan yang berlebihan pada bagian
apikal dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan.
2. KOMPRESI ALVEOPLASTY
Merupakan teknik alveoloplasti yang paling mudah dan paling cepat. Pada teknik ini dilakukan
penekanan cortical plate bagian luar dan dalam di antara jari- jari. Teknik ini paling efektif
diterapkan pada pasien muda, dan harus dilakukan setelah semua tindakan ekstraksi, terutama
pada gigi yang bukoversi. Tujuan dilakukannya tindakan ini adalah untuk mengurangi lebar soket
dan menghilangkan tulang-tulang yang dapat menjadi undercut.
3. KORTIKO LABIAL ALVEOPLASTY
LANJUTAN…
Teknik ini merupakan teknik alveoloplasti yang paling tua dan paling populer, di mana dilakukan
pengurangan cortical plate bagian labial. Teknik ini telah dipraktekkan secara radikal selama
bertahun-tahun, dengan hanya mening- galkan sedikit alveolar ridge yang sempit. Dalam tindakan
bedah preprostodontik teknik inilah yang paling sering digunakan, karena pada teknik ini
pembuangan tulang yang dilakukan hanya sedikit, serta prosedur bedahnya yang sangat sederhana.
4. DEAN ALVEOPLASTY
Teknik Dean ini didasari oleh prinsip- prinsip biologis sebagai berikut :
• mengurangi alveolar margin labial dan bukal yang prominen,
• tidak mengganggu perlekatan otot,
• tidak merusak periosteum,
• Melindungi cortical plate sehingga dapat digunakan sebagai onlay bone graft yang hidup dengan suplai
darah yang baik,
• Mempertahankan tulang kortikal sehingga dapat memperkecil resorbsi tulang setelah operasi.
(Miloro, Michael.2012)
VIDEO PROSEDUR
INSTRUKSI PASCA TINDAKAN

1. Pasien dianjurkan untuk melakukan kompres dengan cairan kompres, bisa juga air dingin selama kurang
lebih 30 menit pada jam pertama untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya pembengkakan.
2. Pasien diharapkan tidak mengganggu daerah operasi dan menjaga kebersihan mulutnya dengan cara
berkumur pelan-pelan setiap selesai makan dengan cairan antiseptik atau obat kumur yang telah
disiapkan.
3. Pasien diminta datang pada hari berikutnya untuk melakukan kontrol kembali pada daerah operasinya.
4. Lima hari pasca operasi pasien diminta datang untuk pembukaan jahitan.
5. Pasien yang telah melakukan alveolektomi hendaklah diberikan bekal resep obat anti sakit (analgesik)
dan vitamin untuk mempercepat penyembuhan.

(Balaji, 2009)
KOMPLIKASI ALVEOLEKTOMI-
ALVEOPLASTY
1. Pembengkakan yang umumnya terjadi 8. Resorpsi tulang berlebihan.
pasca operasi. 9. Timbulnya rasa tidak enak pasca operasi
2. Rasa sakit dan ngilu pada tulang alveolar. (ketidaknyamanan).
3. Parastesi. 10. Proses penyembuhan yang lambat.
4. Peradangan di daerah jahitan. 11. Osteomielitis
5. Lepasnya jahitan. 12. Infeksi
6. Perdarahan. 13. Fraktur Tulang
7. Hematoma. 14. Nekrosis

(Gordon W, Pederson.2012; Fragiskos, 2007; Miloro, Michael. 2012)


PROGNOSIS
Prognosisnya baik apabila setelah pelaksanaan tindakan bedah
dilakukan kontrol berkala untuk mengetahui proses penyembuhan,
menjaga agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan dan
evaluasi keadaan jaringan dan kondisi pasien. Jika hasilnya baik dapat
dilakukan pembuatan gigi tiruan pada pasien untuk menjaga
prognosis yang lebih baik
(Jainkittivog,2000)
DAFTAR PUSTAKA
• Fragiskos, FD. 2007. Oral Surgery. Berlin : Springer
• Carol Dealey. 2012. The care of wounds a guide for nurses 4th ed Willey black well. John willey
and Sons
• Regezi JA, Sciubba JJ dan Jordan Richard. 2012. Oral Pathology : Clinical Pathologic Correlations
6th ed. Missouri : Elsevier Saunders.
• Harty, FJ dan Ogston R. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC. 2012
• Gordon W, Pederson. 2012. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery). Jakarta : EGC
• Rocca J.P, H. Raybaud, E.Merigo, P. Vecovi, and C, Fornaini, Er.YAG Laser, A New Technical
Approach to Remove Torus Palatinus and Torus Mansibularis. Case Report in Dentistry.
Hindawi Publishing Corporation. Prancis, 2012. p. 1-4
• Blaggana A. Sirgical Management of An Atypical Case of Multipele Mandibular Exostoses : A
Case Report. Journal of Bioengineering. India. 2011. 5(1); p.1-7
• Jainkittivog a. Bucal and Palatal Exostosis; Prevalence and concurrence with tori. Oral Surgery
Oral Med Pathology : 2000. 90(1)
• Jameson WS. Fabricationand Use of a Metal ReinforcingFrame in a Fracture-
ProneMandibularCompleteDenture. J ProsthetDent; 2000: 83: 476.)
• Balaji SM. Oral and Maksilofacial Surgery. India:Elseiver. 2009
• Smitha K and Smitha GP. Alveolar eksostosis- resivited : A narrative review of theliterature.
The saudi journal for dental research. 2015
• Laskaris, G. 2014.Atlas saku penyakit mulut. Jakarta : EGC
• Miloro, Michael. 2012. Peterson’s Principles of oral and maxillofacial surgery 3rd edition. People’s
medical publishing home. USA
THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai