Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PBL

SKENARIO 3 BLOK 9

Kelompok F (DK 6)

Ketua : Rania Luthfiyah El Ma’suma (195160107111010)


Sekretaris : Diva Mutiara Afina (195160107111002)
Anggota : Yuan Marcelita (195160101111030)
Farhan Al Rasyid Munthe (195160107111001)
Herlambang Pangestu (195160107111003)
Vivi Anggia Puspitasari (195160107111004)
Salima Izzati (195160107111005)
Rizky Akbar Nimastama Putra (195160107111006)
Alfin Efendi (195160107111007)
Ayu Nabilatul Ummah (195160107111008)
Mutiara Azzahra (195160107111012)
Ramadhan Waskita Gemilang (195160107111013)
Luluk Nadzifah Ranitasari (195160107111014)

DK 1 : Senin / 6 September 2021


DK 2 : Kamis / 9 September 2021

FASILITATOR DK 1: Rudhanton, drg., Sp.Perio.


FASILITATOR DK 2: Rudhanton, drg., Sp.Perio.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Rudhanton, drg., Sp.Perio. atas
bimbinganya dalam diskusi berlangsung, sehingga penulis dapat menyusun laporan ini dengan
tepat waktu. Laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas laporan Problem Based
Learning (PBL).
Penyusunan laporan ini tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan.
Namun berkat kerjasama teman-teman, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Terkait
dengan hal ini, penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran pembuatan tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca,
sehingga dapat memperbaiki penulisan karya tulis selanjutnya. Akhir kata, semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul……………………………………………………………………………………………………..……i

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………...................ii

Daftar Isi………………………………………………………………………..............................................iii

I. Skenario…………………………………………………………………………………………………….…….1

II. Kata Sulit…………………………………………………………………………………………………….……1

III. Keywords………………………………………………………………………………………………………...1

IV. Identifikasi Masalah…………………………………………………………………………………….…….1

V. Brainstorming………………………………………………………………………………………….……….1

VI. Hipotesis………………………………………………………………………………………….………………2

VII. Learning Issue s………………………………………………………………………………………………..2

VIII. Learning Outcomes……………………………………………………………………………………………3

1. Indeks Maloklusi……………………………………………………………………………………………….3

Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………………………………..16

iii
I. SKENARIO
Perawatan Ortodonti Pasienku, Berhasil atau Tidak?
Seorang anak laki-laki, usia 10 tahun datang ke dokter gigi mengeluhkan giginya
berjejal. Sebelum dilakukan perawatan, dokter gigi melakukan pemeriksaan untuk
mengetahui tingkat kebutuhan perawatan pasien. Hasil pemeriksaan dan
perhituungan, menunjukkan pasien memerlukan perawatan ringan, sehingga
dokter gigi memutuskan untuk menggunakan peranti ortodonti lepasan. Setelah 1
tahun perawatan, dokter gigi ingin mengetahui tingkat keberhasilan perawatan
yang dilakukan. Saat pasien datang, dilakukan pencetakan model studi dan
pengukuran sehingga didapatkan data yang valid, reliable, mudah dipelajari dan
digunakan, serta dapat dipertanggungjawabkan.
II. KATA SULIT

1. Reliable : dapat dipercaya


2. Berjejal : Kondisi gigi dimana gigi tersebut berdempetan

III. KEYWORDS
1. Anak laki-laki 10 tahun
2. Gigi berjejal
3. Peranti ortodonti lepasan
4. Pencetakan model studi
5. Data yang valid dan reliable

IV. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Fase gigi apakah yang sedang dialami anak usia 10 tahun?
2. Apa penyebab gigi berjejal?
3. Apa yang membuat dokter gigi memutuskan untuk menggunakan peranti
ortodonti lepasan?
4. Apakah metode pengukuran ruang yang dapat digunakan pada fase gigi pasien
tersebut?
5. Bagaimana prosedur perawatan piranti ortodonti?
6. Apa indikasi dari perawatan ortodonti lepasan?

V. BRAINSTORMING
1. Fase gigi campuran (mixed dentition)

2. Gigi berjejal disebabkan oleh:


• faktor genetik
• gigi permanen yang sudah tumbuh disaat gigi sulung yang belum tanggal,
• kebiasaan buruk contohnya menghisap jari, bernafas melalui mulut,
menggigit kuku,karena lengkung rahangnya pendek sehingga menyebabkan
giginya berjejal
• gigi yang berlebih
• ukuran gigi yang tidak normal

3. Karena pada skenario tertulis bahwa pasien memerlukan perawatan yang


ringan, dan umur pasien yaitu 10 tahun sehingga dapat kooperatif dengan
dokter dalam pemakaian peranti ortodonti lepasan.

1
4. Metode pengukuran ruang fase gigi campuran:
• Metode analisis huckaba (Radiografi)
• Tanaka Johnston
• Moyers (Tabel Probabilitas)
• Tabel Sitepu
• Kombinasi

5. Prosedur Perawatan Peranti Ortodonti:


• Anamnesis terlebih dahulu
• Dilakukan pembuatan model studi
• Analisis foto rontgen untuk tahap perawatan
• Analisis indeks maloklusi
• Menentukan perawatan
• Evaluasi

6. Indikasi dari perawatan ortodonti lepasan:


• Usia pasien yang kooperatif
• maloklusi yang disebabkan oleh kelainan gigi pada rahang
• kondisi dari pasien tidak terlalu parah

VI. HIPOTESIS

VII. LEARNING ISSUES

1. Indeks maloklusi
a. Definisi
b. Kriteria
c. Tujuan dan manfaat
d. Macam
e. Cara penggunaan
f. Interpretasi Hasil
g. Kelebihan dan kekurangan

2
VIII. LEARNING OUTCOMES
1. Indeks maloklusi
a. Definisi
- Indeks adalah sebuah angka atau bilangan yang digunakan sebagai
indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah
rasio proporsional yang dapat disimpulkan dari sederetan pegamatan
yang terus-menerus (Rahardjo, 2019).
- Maloklusi Suatu penyimpangan dalam pertumbuhan dentofasial yang
dapat mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan, berbicara, dan
keserasian wajah
- Index Maloklusi adalah suatu penilaian keparahan maloklusi
perawatan ortodonti yang dilakukan dengan menggunakan suatu
standar yang seragam untuk mengurangi subyektivitas, sebagai
contoh: Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Peer
Assessment Rating Index (PAR), Handicapped Labio-Lingual
Deviation Index, dan Dental Aesthetics Index. Indeks-indeks yang
telah disebutkan sebelumnya hanya melibatkan satu aspek perawatan
ortodonti. Sedangkan Index of Complexity, Outcome, and Need
(ICON) merupakan indeks yang memperhitungkan kompleksitas,
hasil, dan kebutuhan perawatan sekaligus telah dikembangkan dan
digunakan secara luas pada dekade ini (Damaryanti, 2019).
- Metode untuk menentukan jumlah deviasi dari oklusi normal,
tingkatan perawatan yang dibutuhkan, dan untuk evaluasi pasien
serta populasi (Richmond, 1992).

b. Kriteria
- Menurut (Rahardjo P, 2016), syarat suatu indeks maloklusi adalah
sebagai berikut;
• Sahih (valid) artinya indeks harus dapat mengukur apa yang
akan diukur
• Reliable atau dapat dipercaya artinya indeks dapat mengukur
secara konsisten pada saat yang berbeda dan dalam kondisi
yang bermacam-macam serta pengguna yang berbeda-beda.
Kadang- kadang ada yang menyebutnya sebagai reproducible
• Mudah digunakan
• Diterima oleh kelompok pengguna indeks.
- Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh
pemeriksa walaupun tanpa instruksi khusus dalam diagnosis ortodonti
- Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data
epidemiologi tentang maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan
keparahan,contohnya frekuensi malposisi dari masing- masing gigi
- Kriteria indeks maloklusi yang baik (Drakker, 1960; Summer, 1971;
Buchanan, 1993) :
• Valid yaitu indeks harus dapat mengukur apa yang akan diukur
• Reliable (dapat dipercaya) yaitu indeks dapat mengukur serta
konsisten pada saat yang berbeda dan dalam kondisi yang
bermacam- macam serta pengguna yang berbeda-beda
• Mudah dipelajari dan digunakan
• Diterima oleh kelompok pengguna indeks (tidak menimbulkan
kontroversi)
• Dapat mendeteksi secara dini adanya perubahan pada suatu
kelompok tertentu

3
• Dapat membedakan beberapa tingkatan dengan jelas
• Dapat dipertanggung jawabkan secara statistik
- Menurut WHO (1996) syarat utama sebuah indeks maloklusi ialah:
• Dapat dipercaya (reliable) artinya bila orang lain menggunakan
indeks tersebut akan mendapatkan hasil yang sama.
• Sahih (valid) artinya indeks tersebut harus merupakan alat ukur
yang sesuai dengan apa yang akan diukur.
• Valid sepanjang waktu (validity during time) artinya indeks
tersebut mempertimbangkan perkembangan normal dari oklusi

c. Tujuan dan manfaat


- Indeks maloklusi telah banyak ditemukan dan indeks itu dibuat untuk
suatu tujuan tertentu. Tujuan inilah yang membedakan indeks yang
satu dengan yang lain, diantaranya:
• Untuk menentukan klasifikasi maloklusi menggunakan klasifikasi
Angle
• Keperluan epidemiologi yaitu Epidemiological Registration of
Malocclusion, Indeks oleh WHO
• Mengukur kebutuhan perawatan yaitu, Treatment Priority Index,
Handicapping labio-lingual deviations (HLD) index,
Handicapping Malocclusion Assesment Record (HMAR), dan
Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN).
• Estetik dento-fasial yaitu Photographic Index dan Dental
Aesthetic Index (DAI), SCAN Index.
• Menentukan keberhasilan perawatan yaitu Occlusal Index, Peer
Assesment Rating (PAR Index) dan ABO’s Objective Grading
System (OGS).
• Menentukan keberhasilan perawatan dan kebutuhan perawatan
yaitu Index of Complexity, Outcome and Need (ICON).
- Untuk mengukur kebutuhan perawatan ortodonti (Cobourne, 2010)
- Manfaat Indeks Maloklusi yaitu dapat dinilai beberapa hal yang
menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi dan
hasil perawatan. Indeks Maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam
suatu format kategori atau numerik sehingga penilaian suatu maloklusi
bisa objektif (Rahardjo, 2009).
- Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format
kategori atau numerik sehingga penilaian suatu maloklusi bisa objektif
(Rahardjo P, 2016)

d. Macam
Indeks maloklusi yang dihasilkan antara lain: Irregularity Index (Little),
Handicapping Malocclusion Assessment Record (HMAR, Salzmann),
Occlusal Index (Summers), Dental Aesthetic Index (DAI, Cons, dkk), Index
of Orthodontic Treatment Need (IOTN, Shaw, dkk), Peer Assessment
Rating Index (PAR Index, Richmond, dkk), dan Index of Complexity,
Outcome, and Need (ICON, Daniels dan Richmond). Indeks yang mudah
digunakan langsung pada pasien adalah HMAR (Rahardjo, 2019).
1. IOTN
1.1. Definisi
- Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) merupakan indeks
untuk menilai kebutuhan dan kelayakan dilakukannya perawatan

4
ortodontik pada anak dibawah 18 tahun dengan alasan kesehatan
gigi.
- Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) dikembangkan di
Inggris oleh Brook dan Shaw pada tahun 1989. IOTN dibagi menjadi
Kesehatan Gigi dan komponen Estetika (Cobourney, 2010). Indeks ini
dibuat untuk membantu menentukan kemungkinan dampak maloklusi
terhadap kesehatan gigi dan kesehatan psikososial seseorang
(Rahardjo, 2012).
- IOTN mempunyai dua komponen yaitu:
a) DHC (Dental Health Component)
DHC dibuat untuk menyatakan keadaan oklusal yang dapat
mempengaruhi fungsi dan kesehatan gigi dalam jangka panjang.

b) AC (Aesthetic Component) (Rahardjo, 2012).


Aesthetic Component (AC) dikembangkan untuk memeriksa
keadaan estetik dari suatu maloklusi yang mungkin berdampak
pada kondisi psikososial pasien.

1.2. Cara Penggunaan


Mengukur indeks maloklusi dengan mengacu pada 2 komponen
IOTN yaitu DHC dan AC.
a) Dental Health Component (DHC)
DHC dari IOTN memiliki lima kategori yang tersusun dari 1-5
kategori, yaitu:
Skor 1-2 : Tidak perlu perawatan/perawatan ringan
Skor 3 : Perawatan borderline/sedang
Skor 4-5 : Sangat memerlukan perawatan
yang dapat diaplikasikan secara klinis atau pada studi kasus pasien.
Pada pasien grade 5 termasuk pasien dengan cleft lip dan cleft
palate, beberapa gigi yang hilang atau maloklusi destruktif, dan
juga termasuk didalamnya beberapa gigi yang terjadi perpindahan
tempat. Dental Health Component menggunakan aturan yang
simpel serta menggunakan istilah MOCDO untuk membimbing
peneliti dalam meneliti maloklusi. Untuk membantu pengukuran
Dental Health Component (DHC) digunakan penggaris plastik yang
transparan dimana pada penggaris tersebut berisi semua informasi
yang diperlukan Dika et all., 2011).

Penggaris IOTN

b) Aesthetic component (AC)


Aesthetic Component (AC) terdiri dari 10 foto berwarna yang
digunakan untuk menunjukkan tingkatan derajat yang berbeda dari
penampilan estetik susunan geligi. Dengan mengacu pada gambar
ini, derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat dinilai dalam
salah satu tingkatan derajat tertentu. Tingkat 1 menunjukkan

5
susunan gigi yang paling menarik dari sudut estetik geligi,
sedangkan tingkat 10 menunjukkan susunan geligi yang paling
tidak tidak menarik. Dengan demikian skor ini merupakan refleksi
dari kelainan estetik susunan geligi (Dika et all., 2011).

1.3. Interpretasi Hasil


a) DHC (Dental Health Component)
Gambaran gejala maloklusi yang paling parah dicatat dan
dikategorikan pada
salah satu dari lima grade yang mencerminkan kebutuhan
perawatan
ortodonti (Rahardjo, 2012).
Skor derajat keparahannya yaitu:
- Grade 1 (hanya mempunyai satu subgrade): tidak
membutuhkan perawatan
- Grade 2 (hanya mempunyai tujuh subgrade): sedikit
membutuhkan perawatan
- Grade 3 (hanya mempunyai enam subgrade): cukup
membutuhkan perawatan
- Grade 4 (hanya mempunyai sebelas subgrade): membutuhkan
perawatan
- Grade 5 (hanya mempunyai enam subgrade): amat
membutuhkan perawatan (Rahardjo, 2012).

6
a. Overjet adalah jarak antara tepi insisal gigi insisivus rahang atas
dengan permukaan labial dari gigi insisivus rahang bawah yang
diukur secara horizontal. Pada DHC, overjet ditandai dengan
subdivisi “a”.
b. Overbite adalah jarak antara tepi insisal rahang atas terhadap
tepi insisal rahang bawah yang diukur secara vertikal, yang ditandai
dengan subdivisi “f”.
c. Crossbite merupakan hubungan yang abnormal dalam arah
labiolingual atau bukolingual yang melibatkan satu gigi atau lebih
terhadap satu gigi atau lebih pada rahang yang berlawanan.
d. Open bite adalah tidak adanya kontak vertikal antara gigi di
rahang atas dengan gigi di rahang bawah, yang ditandai dengan
subdivisi “e”.
e. Reverse overjet adalah jarak antara tepi insisal insisivus rahang
atas dengan gigi insisivus rahang bawah jika insisivus rahang atas
oklusi dengan permukaan lingual insisivus rahang bawah, ditandai
dengan subdivisi “b”.
f. Hypodontia adalah Kekurangan gigi di dalam deretan lengkung
gigi, yang ditandai dengan subdivisi “h”.
g. Supernumerary teeth adalah kelebihan gigi di dalam deretan
lengkung gigi yang ditandai dengan subdivisi “x”.
Dental Health Components (DHC) biasanya diletakkan di sebelah
kursi secara langsung yang dicobakan pada subyek tetapi juga
didapatkan dari model gigi. Ketika menggunakan model gigi tidak
seperti informasi klinis yang siap diujikan sehingga alasan ini
merupakan sebuah petunjuk yang dikembangkan saat
menggunakan model gigi:
Jika overjet 3.5 mm – 6 mm pada model gigi, diasumsikan bibir
inkompeten dan dinilai kelas 3a
Jika terdapat crossbite pada model gigi, diasumsikan diskrepansi
diantara posisi kontak retrusi dan posisi intercuspal lebih besar dari
2 mm dan dinilai kelas 4c
Jika terdapat kebalikan overjet pada model gigi, diasumsikan
bahwa terjadi gangguan pengunyahan atau kesulitan bicara dan
dinilai 4m (Hagg et al, 2007).

b) AC (Aesthetic Component)
Skor dikategorikan berdasarkan kebutuhan perawatan sebagai
berikut:
·Skor 1 atau 2: tidak membutuhkan perawatan
·Skor 3 atau 4: sedikit membutuhkan perawatan
·Skor 5, 6 atau 7: cukup membutuhkan perawatan
·Skor 8, 9 atau 10: jelas membutuhkan perawatan
Skor akhir didapatkan dari rerata Dental Health Component dan
Aesthetic Component tetapi lebih sering menggunakan Dental
Health Component saja.
Aesthetic Component dianggap subjektif terutama bila digunakan
untuk memeriksa maloklusi kelas III atau gigitan terbuka (open
bite) anterior karena foto-foto yang ada mencerminkan maloklusi
kelas I dan kelas II.

7
(Proffit,2013)
1.4. Kelebihan dan Kekurangan
a) Kelebihan:
- IOTN merupakan indeks klinis untuk menilai kebutuhan perawatan
ortodonti.
- Indeks ini dapat digunakan baik secara langsung pada pasien atau
pada model.
- Validitas dan reliabilitas dari IOTN telah diverifikasi.
- IOTN merupakan salah satu indeks oklusal yang paling umum
digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti pada
anak-anak dan orang dewasa.
- Indeks mendefinisikan, kategori yang berbeda dari kebutuhan,
termasuk fungsi.
- Penggunaan indeks IOTN memungkinkan peningkatan fokus
layanan dan memiliki potensi untuk menginduksi keseragaman
yang lebih besar pikir profesi dan standardisasi dalam menilai
kebutuhan perawatan ortodonti.
- IOTN telah mendapat pengakuan secara internasional sebagai
metode objektif dalam menilai kebutuhan perawatan.
- Data IOTN memberikan dukungan untuk awal kebutuhan
perawatan ortodonti.
- IOTN adalah tujuan, sintetis dan memungkinkan untuk
perbandingan antara kelompok populasi yang berbeda.
- IOTN terbukti menjadi metode yang mudah digunakan dan dapat
diandalkan untuk menggambarkan kebutuhan perawatan
ortodonti.
- DHC dari IOTN membantu dalam menentukan kebutuhan tenaga
kerja untuk perencanaan perawatan ortodonti.
- AC dari IOTN menggambarkan kebutuhan sosial dan psikologis
untuk kebutuhan perawatan ortodonti (Purba, 2017).

8
- Keuntungan Dental Health Component (DHC) Merekap beberapa
gambaran/ciri oklusal dari suatu maloklusi yang dapat
meningkatkan keabnormalan gigi geligi dan struktur sekitarnya
(variasi maloklusi akan meningkatkan morbiditas gigi). Gambaran
maloklusi tersebut adalah overjet, reverse overjet, overbite,
openbite, crossbite, displacement of teeth, terganggunya erupsi
gigi, oklusi bukal, hipodontia, cleft lip and palate.. selain itu,
gangguan fungsional juga direkap, seperti kompetensi bibir,
displacement mandibula, traumatik oklusi dan kesulitan mastikasi
atau bicara
- DHC menyediakan metode terstruktur untuk penilaian maloklusi--
dapat digunakan sebagai alat epidemiologi (Cobourne, 2010)
- Reproducible (hasil yang didapatkan dapat didapatkan kembali
dengan tingkat reliabilitas yang tinggi ketika analisis dilakukan lagi)
- Mudah untuk diaplikasikan
b) Kekurangan:
- Batasan IOTN adalah ketika diaplikasikan pada pasien mixed
dentition
- Komponen AC dianggap subjektif

2. PAR
2.1. Definisi
- The Peer Assesment Rating Index (PAR) dikembangkan
olehRichmond Dkk (1992). Digunakan untun membandingkan
maloklusi sebelum dansesudah perawatan dalam melakukan
evaluasi standart kualitas hasil perawatan.Indeks PAR menguji
reliabilitas.
- British Orthodontic Standards Working Party membuat Peer
Assessment Rating (PAR) dikarenakan tidak adanya index yang
dibuat untuk mengukur keparahan maloklusi awal dan hasil
perawatan (Araujo, 2016).
- Indeks ini digunakan untuk membandingkan maloklusi sebelum dan
sesudah perawatan dalam menentukan evaluasi standar kualitas
hasil perawatan. Indeks PAR dikembangkan khusus untuk model
studi (Rahardjo, 2012).
- Indeks yang digunakan untuk menentukan hasil perawatan.
Dengan membandingkan model studi sebelum dan sesudah
perawatan pasien serta menilai hasil dari perawatan dalam hal
perubahan dento-oklusal. Penilaian sepenuhnya bergantung pada
model studi pasien dan tidak memperhitungkan peningkatan profil
wajah, kemiringan gigi, lebar lengkung, dan jarak antar gigi
posterior (Singh, 2007).

2.2. Cara Penggunaan


- Dilakukan dengan dua cara, yaitu
1. Menghitung pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan
sesudah perawatan
2. Menghitung persentase pengurangan bobot indeks PAR
sebelum dan sesudah perawatan.
Pengukuran pada model sebelum dan sesudah perawatan
dilakukan dengan penggaris khusus indeks PAR. (Haag. 2007)
- Prosedur (cara) pengukuran masing-masing indeks

9
Penilaian antara kasus sebelum dan sesudah perawatan
menggunakan indeks PAR memiliki komponen, masing-masing
komponen memiliki beberapa skor yang dinilai dengan kriteria
tertentu berdasarkan keparahannya (Dewi, 2008).
- Komponen indeks PAR antara lain :
• Segmen bukal rahang atas kanan
• Segmen anterior rahang atas
• Segmen bukal rahang atas kiri
• Segmen bukal rahang bawah kanan
• Segmen anterior rahang bawah
• Segmen bukal rahang bawah kiri
• Oklusi bukal kanan
• Overjet
• Overbite
• Garis median
• Oklusi bukal kiri

-Dari 11 komponen, terdapat 5 komponen utama dalam


pemeriksaannya, Lima komponen utama yang diperiksa beserta
bobotnya adalah
1. Penilaian skor segmen anterior, bobotnya 1
Pengukuran pergeseran titik kontak dimulai dari mesial gigi kaninus
kiri ke titik kontak mesial gigi kaninus kanan (Gambar 1). Penilaian
skor pada kasus ini yaitu mengukur gigi berjejal (crowded),
berjarak (spacing), dan impaksi gigi (impacted teeth). Gigi kaninus
yang impaksi dicatat pada segmen anterior rahang atas dan rahang
bawah.
Penilaian skor pergeseran Titik Kontak

10
2. Penilaian skor oklusi bukal, bobotnya 1
Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan oklusi gigi posterior di sisi
kiri dan kanan mulai dari gigi kaninus ke molar terakhir, dengan
cara melihat dalam tiga arah yaitu anteroposterior, vertikal dan
transversal.

3. Penilaian skor overjet, bobotnya 6


Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus. Penilaian dilakukan
dengan menempatkan penggaris indeks PAR sejajar dataran
oklusal dan radial dengan lengkung gigi. Jika terdapat dua insisivus
yang crossbite dan memiliki overjet 4 mm, skornya adalah 3 (untuk
crossbite) ditambah 1 (untuk overjet 4 mm), sehingga total skornya
adalah 4.

4. Penilaian skor overbite, bobotnya 2


Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus yang dinilai dari jarak
tumpang tindih dalam arah vertikal gigi insisivus atas terhadap
panjang mahkota klinis gigi insisivus bawah, dan dinilai
berdasarkan besarnya gigitan terbuka. Skor yang dicatat adalah
nilai overbite yang terbesar diantara gigi insisivus

11
5. Penilaian skor garis median, bobotnya 4

Penilaian skor ini dinilai dari hubungan garis tengah lengkung gigi
atas terhadap lengkung gigi bawah. Garis tengah lengkung gigi
diwakili oleh garis pertemuan kedua gigi insisivus pertama atas
terhadap garis pertemuan kedua gigi insisivus bawah.

2.3. Interpretasi Hasil


- Perbedaan skor dinyatakan dalam persen dan suatu standar
keberhasilan perawatan yang baik adalah apabila terjadi penurunan
skor lebih besar daripada 30% atau jika dinyatakan pada angka
yaitu lebih besar dari 22
- Keberhasilan dinyatakan kurang jika skor awal kecil sehingga tidak
mencerminkan adanya perubahan yang nyata sesudah perawatan
(kasus awal tidak parah sehingga tidak diperoleh perubahan lebih
dari 22, contoh: skor awal 15, jadi tidak mungkin terjadi penurunan
skor lebih dari 22) Perbedaan antara skor PAR pada awal dan akhir
pengobatan dapat dihitung, dan dari sini diperoleh persentase
perubahan skor PAR, yang merupakan cerminan keberhasilan
pengobatan. Standar pengobatan yang tinggi ditunjukkan dengan
persentase penurunan rata-rata lebih besar dari 70%. Perubahan
30% atau kurang menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan yang
berarti telah dicapai. Besarnya skor PAR pada awal pengobatan

12
memberikan indikasi beratnya maloklusi. Jelas sulit untuk mencapai
penurunan PAR yang signifikan dalam kasus dengan skor pra-
perawatan yang rendah (Littlewood & Mitchell, 2019)
- Dengan demikian skor nol berarti keselarasan dan oklusi yang
sempurna dan skor yang lebih besar (di atas 50 dalam kasus yang
jarang terjadi) menunjukkan peningkatan tingkat ketidakteraturan
gigi. Indeks digunakan untuk mengevaluasi baik pada awal dan
akhir pengobatan dalam model studi dan perubahan skor total
mencerminkan keberhasilan perawatan dalam menciptakan
keselarasan dan oklusi secara keseluruhan. (Premkumar, 2015)
- Penilaian Keparahan Maloklusi (Rahardjo, 2012)
a. Skor 0 :oklusi ideal
b. Skor 1-16 :maloklusi ringan
c. Skor 17-32 : maloklusi sedang
d. Skor 33-48 : maloklusi parah
e. Skor > 48 :maloklusi sangat parah

2.4. Kelebihan dan Kekurangan


a) Kelebihan:
- Telah diterima secara universal dengan reliabilitas dan
validitas yang sudah terbukti
- Ketepatan kriteria yang digunakan
- Metode kuantitatif yang objektif terhadap pengukuran
maloklusi dan efektivitas hasil perawatan ortodonti.
- Selain mengukur keberhasilan perawatan ortodonti, indeks
PAR juga dapat digunakan untuk mengukur keparahan
maloklusi
b) Kekurangan:
- Terdapat keterbatasan pada pembobotan nilai kriteria
terutama pada poin overjet dan overbite
- Oklusi dengan skor kurang dari 22 poin tidak bisa menjadi
perawatan dengan hasil yang “sangat meningkat”
- Tidak adanya pembobotan nilai displacement pada kriteria
Segmen bukal yang meliputi gigi impaksi, menunjukkan
bahwa kelainan tersebut diabaikan meskipun perawatan
pada kelainan tersebut mampu memberikan efek yang
signifikan dari hasil perawatan
- Pengukuran indeks PAR khusus dilakukan pada model studi,
sehingga tidak memperhitungkan dekalsifikasi, resesi
gingival, resorbsi akar atau TMJ sebagai hasil dari
perawatan ortodontik
- Beberapa komponen individual tidak dimasukkan dalam
bobot indeks PAR karena tidak memiliki nilai yang bermakna
dalam memprediksi keberhasilan perawatan ortodonti
3. ICON
3.1. Definisi
- Indeks ini merupakan modifikasi dari Index of Orthodontic
Treatment Need (IOTN) dan Peer Assessment Rating Index (PAR)
dimana sebagian besar cara penilaian sama dengan kedua indeks
tersebut sehingga lebih mudah digunakan (Damaryanti, 2019).
- terdiri dari 5 komponen, yang masing masing memiliki bobot yang
berbeda sesuai dengan kepentingannya. Komponen pertama

13
diadaptasi dari komponen estetik IOTN. Komponen lainnya
termasuk berdesakan, diastema, rahang atas, crossbite, openbite,
overbite anterior, dan relasi AP segmen bukal. Masing-masing
komponen dapat dilihat dari model studi dan model progres. Skor
ICON mencerminkan tingkat dari kebutuhan, kekomplekan dan
derajat perubahan sebagai hasil dari perawatan (Hariyanti, et all.,
2011).

3.2. Cara Penggunaan


- Pengukuran ICON (Index of Complexity, Outcome and Need)
(Anggriani et all., 2017)
a.Pengambilan data komponen estetik Foto yang telah diambil
pada masing-masing sampel dibandingkan dengan 10 grade
aestethetic component pada ICON.
b. Pengambilan data berjejal atau diastema rahang atas Berjejal
diukur dengan metode Lundstorm. Setelah dilakukan
pengukuran, keenam segmen selanjutnya dijumlahkan. Nilai ini
dibandingkan dengan ukuran mesial distal 12 gigi mulai molar
pertama permanen kiri hingga kanan. Selisih keduanya
menunjukkan keadaan ruangan yang tersisa. Catatan: Skor
yang dicatat adalah skor yang tertinggi baik untuk diastema
maupun berjejal
c. Pengambilan data crossbite Crossbite diamati dengan
mengoklusikan model studi rahang atas dan bawah, lalu dilihat
ada tidaknya crossbite.
d. Pengambilan data relasi vertikal anterior Openbite anterior
diukur secara vertikal pada insisal gigi insisivus atas dan bawah
dengan menggunakan jangka sorong. Catatan: Skor yang
dicatat adalah skor yang tertinggi, baik openbite maupun
overbite
e.Pengambilan data relasi anteroposterior segmen bukal diukur
dengan cara menilai hubungan anteroposterior gigi caninus,
premolar dan molar (relasi cusp ke embrasur, relasi cusp yang
lain, atau relasi cusp to cusp).

- Index of Complexity, Outcome and Need terdiri dari 5 komponen,


yang masing-masing memiliki bobot yang berbeda sesuai dengan
kepentingannya. Komponen-komponen tertentu di skor dengan
pembobotan sebagai berikut:

a. AC IOTN (bobot 7)
b. Crowding RA (bobot 5)
c. Crossbite (bobot 5)
d. Overbite (bobot 4)
e. Relasi gigi posterior kiri dan kanan (bobot 3)
- Skor ICON mencerminkan tingkat dari kebutuhan, kekomplekan
dan derajat perubahan sebagai hasil dari perawatan (Hariyanti SRJ,
et al. 2011). Skor total awal yang diperoleh merupakan gambaran
kompleksitas dan kebutuhan perawatan. Skor diatas 43
menunjukkan adanya kebutuhan perawatan, dapat dibaca sebagai
berikut :
a. Mudah < 29

14
b. Ringan 29-50
c. Moderat 51-63
d. Sukar 64-77
e. Sangat sukar >77
Setelah selesai perawatan, kasus tersebut diskor lagi
dan perbedaan skor sebelum dan sesudah perawatan
menunjukkan hasil perawatan yang dinyatakan dengan rumus :

Derajad perbaikan = skor sebelum perawatan – ( 4 x skor sesudah perawatan)

3.3. Interpretasi Hasil


- Keberhasilan perawatan digolongkan sebagai berikut:
• Terjadi perubahan besar : >-1
• Sangat berubah : -25 sampai -1
• Cukup berubah : -53 sampai -26
• Sedikit berubah : -85 sampai -54
• Tidak berubah atau jadi jelek : <-85

3.4. Kelebihan dan Kekurangan


a) Kelebihan:
- Kelebihan ICON dibandingkan dengan index PAR yaitu mudah
dipelajari dan digunakan untuk mengukur tingkat kebutuhan
perawatan ortodontik dan keberhasilan perawatan (Fox, dkk.,
2002).
- Relatif lebih mudah digunakan karena indeks ini membutuhkan
kira-klira satu menit untuk setiap kasus
- Tidak membutuhkan alat pengukuran selain jangka sorong dan
skala aesthetic component sehingga pengukuran dengan
menggunakan ICON relatif lebih cepat
- Dilihat dari cara perhitungan kedua indeks tersebut, terlihat
bahwa ICON lebih mudah digunakan dan lebih ekonomis
digunakan oleh klinisi dalam menentukan tingkat keberhasilan
perawatan (Pudyani, 2014)
- Mudah untuk digunakan dan juga dapat digunakan pada pasien
maupun model studi.

b) Kekurangan:
- Tidak begitu banyak digunakan (cenderung subyektif)
- Pemberian bobot yang besar pada Aesthetic Component IOTN.
- Indeks ini tidak menilai overjet, hanya over bite.

15
DAFTAR PUSTAKA

Agusni T. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) untuk mengukur kebutuhan


perawatan ortodonti pada anak Indonesia di Surabaya. Maj Ked Gigi 1998; 31:119-23

Agusni, T. Beberapa indeks maloklusi. Maj Ked Gigi 2001;.34: 3-17.

Anggriani, N. L. P. M., Hutomo, L. C., & Wirawan, I. M. A. (2017). Hubungan tingkat keparahan
maloklusi berdasarkan ICON (Index of Complexity, Outcome and Need) dengan risiko
karies ditinjau dari lama perlekatan plak pada remaja di SMPN 2 Marga. Bali Dental
Journal, 1(2).

Araujo, Eustaquio A., Buschang, Peter H. 2016. Recognizing and Correcting Developing
Malocclusions: A Problem-Oriented Approach to Orthodontics. United Kingdom: Wiley.

Damaryanti, Endah., Indrawati, Ernani., Firdausi, Adnexa. 2019. Gambaran Tingkat Keparahan
Maloklusi Pada Pasien Orthodonti Antara Tahun 2012-2015 dan 2015-2018 di RS
Universitas Brawijaya Menggunakan Indeks ICON. E-Prodenta Journal of Dentistry : 3(2)
: 240-248

Desmar, Deddy. Penggunaan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) sebagai evaluasi
hasil perawatan dengan peranti lepasan. Orthodontic Dental Journal, Vol. 2 No. 1 Hal.
45-48.

Dika, D. D., Hamid, T., & Sylvia, M. (2011). Penggunaan index of orthodontic treatment need
(iotn) sebagai evaluasi hasil perawatan dengan piranti lepasan. Orthod Dent J, 2(1), 45-
8.

Gill DS. Ortodonsia at a Glance. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteram EGC. 2014: 28.

Hariyanti SRJ, Triwardhani A, Rusdiana E. Gambaran tingkat keparahan malokusi dan


keberhasilan perawatan menggunakan index of complexity, Outcome and need (ICON)
di RSGM-P. Orthodontic Dental Journal 2011; 2(1): 26-32

Hasibuan, R. F. (2017). Tingkat Keparahan Maloklusi berdasarkan Peer Assessment Rating


(PAR) Index pada Remaja SMAN 14 Medan.

Kharbanda, O.P. 2020. Orthodontics: Diagnosis and Management of Malocclusion and


Dentofacial Deformities. 3 rd ed. New Delhi: Reed Elsevier India

Littlewood, S.J. & Mitchell, L. 2019. An Introduction to Orthodontics. 5 th ed. United Kingdom:
Oxford University Press. Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New
Delhi: Jaypee Medical Publishers.

Mulyana, DH. 2010. The Use of Index of Orthodontic Treatment Need and Dental Aesthestic
Index. Orthodontic Dental Journal, Vol. 1 No. 2.

Premkumar, S. 2015.Textbook of Orthodontics. New Delhi: Reed Elsevier India.

Proffit WR. Contemporary Orthodontics. Canada; Elseivier, 2007: 6-11.

Purba, M. L. B. (2017). Tingkat Kebutuhan Perawatan Ortodonti Berdasarkan Index of


Orthodontic Treatment Need (IOTN) di SMP Negeri 2 Berastagi.

16
Rachmadi MF, Rustamadji RS, Isa MS, Hardjono B. Peer Assessment Rating (PAR) Index
calculation on 2D dental model image for over jet, open bite, and teeth segmentation
on occlusion surface. Journal Of Computer Science and Information 2014; 7(1): 44-53

Rahardjo, Pambudi. 2012. Ortodonti Dasar Edisi 2. Indonesia: Airlangga University Press.

Raharjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press.

Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Medical
Publishers.

17

Anda mungkin juga menyukai