SKENARIO 1 BLOK 8
Kelompok F (DK 6)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Sinta Candra Wardani, drg. atas
bimbinganya dalam diskusi berlangsung, sehingga penulis dapat menyusun laporan ini dengan
tepat waktu. Laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas laporan Problem Based
Learning (PBL).
Penyusunan laporan ini tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan.
Namun berkat kerjasama teman-teman, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Terkait
dengan hal ini, penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran pembuatan tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca,
sehingga dapat memperbaiki penulisan karya tulis selanjutnya. Akhir kata, semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul……………………………………………………………………………………………………..……i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………...................ii
Daftar Isi………………………………………………………………………..............................................iii
I. Skenario…………………………………………………………………………………………………….…….1
III. Keywords………………………………………………………………………………………………………...1
V. Brainstorming………………………………………………………………………………………….……….2
VI. Hipotesis………………………………………………………………………………………….………………3
1. Oklusi Normal…………………………………………………………………………………………………..3
2. Maloklusi………..………………………………………………………………………………………………13
iii
I. SKENARIO
1. Relasi flush terminal plane : relasi yang normal pada molar kedua sulung.
relasi tersebut penting disebabkan karena erupsi M1 permanen bergantung
pada tergantung pada permukaan distal M2 sulung RA dan RB
2. Diastema : jarak atau ruang antara dua gigi yang berdekatan pada lengkung
gigi yang sama
III. KEYWORDS
1
11. apa yang disebut dengan maloklusi kelas II divisi 1 angle pola skeletal kelas
II?
12. Bagaimana klasifikasi maloklusi menurut dewey?
V. BRAINSTORMING
1. Ciri : permukaan distal M2 sulung RA dan RB yang ketika gigi sulung berada
dalam posisi oklusi sentris.
2. 6 kunci oklusi normal :
• hubungan yang tepat dari gigi M1 tetap pada bidang sagital
• angulasi gigi mahkota insisiv pada bidang transversal
• inklinasi insisiv pada bidang sagital
• tidak ada rotasi gigi indivisual
• kontak yang akurat dari individual dari masing-masing lengkung gigi tanpa
celah ataupun berjejal
• bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung
3. Ciri pemeriksaan :
- hubungan interarch yang tepat
-tip atau angulasi mahkota yang tepat
-inklinasi mahkota yang tepat
-tidak ada rotasi
-titik kontak yang erat atau rapat
-flat curve of spee 0,0-2,5 mm
4. Oklusi normal bila dilihat dari pertumbuhan rahang,
• RA dan RB terdapat giginya saling kontak (kontaknya tepat)
• geligi lengkap
• gigi RA ke distal daripada gigi RB
• gigi RA menutup gigi RB
5. Normal : overjet 2-4 mm
lebih 4 mm : gigi terlihat maju (maloklusi)
6. curve of spee (+) artinya apabila garis imaginer dari insical edge gigi I1
sampai M2 permanen RB membentuk garis cekung.
7. Sudut ANB normal 0-4, <0 : skeletal kelas III, >4 : Skeletal kelas II
8. Skeletal kelas II
9. frenulum labii yang tinggi menyebabkan diastema
10. ditandai dengan profil wajah cembung disebabkan oleh mandibula yang
mengalami retraksi, penonjolan rahang atas atau kombinasi keduanya.
11. -Maloklusi kelas II divisi I angle yang berarti insisiv atas proklinasi , overjet
incisal lebih besar
-Maloklusi kelas II divisi II angle berarti : lengkung bawah minimal setengah
lebar tonjol lebih posterior dari relasi yang normal terhdap relasi lengkung
geligi atas dilihat dari relasi molar
12. KLASIFIKASI DEWEY
Kelas I modifikasi Dewey
Tipe 1: Crowding anterior;
Tipe 2: Protusif gigi incisivus atas;
Tipe 3: Crossbite anterior;
Tipe 4: Crossbite posterior;
Tipe 5: Molar satu permanen mengalami drifting ke arah mesial.
2
Kelas III modifikasi Dewey
Tipe 1: edge to edge;
Tipe 2: Incisivus bawah crowding dan lebih ke lingual dari incisivus atas;
Tipe 3: Crossbite anterior, incisivus atas Crowding.
VI. HIPOTESIS
Anak usia 10 tahun
3
tulang, persendian, otot dan sistem saraf selama gerakan mandibula
serta gerakan fungsional normal. (Gurkeerat Singh, 2007)
• Dental occlusion didefinisikan sebagai statis, posisi kontak tertutup dari
gigi rahang atas dengan gigi rahang bawah (Shaw, 2009).
4
c. Inklinasi labio-lingual mahkota
5
d. Tidak ada rotasi
6
Pada saat lahir pada bantalan gusi (gum pad) atas dan bawah
terdapat 20 segmen tempat benih gigi sulung (calon gigi yang sedang
berkembang sampai siap erupsi). Sebuah lekukan di sebelah distal
segmen kaninus sulung melanjut ke sulkus bukal dan disebut sulkus
lateral. Tonjolan tempat benih gigi molar kedua tidak terlalu menonjol
sampai usia 5 bulan. Gum pad atas berbentuk tapal kuda disertai
palatum yang dangkal sedangkan gum pad bawah berbentuk huruf U
Pada saat mandibula dalam keadaan istirahat gum pad atas dan bawah
tidak kontak, ruangan di antara gum pad atas dan bawah terisi lidah,
ujung lidah berkontak dengan bibir bawah. Pada saat lahir gum pad
tidak cukup besar untuk menampung benih gigi insisivi yang sedang
berkembang sehingga benih gigi dalam gum pad posisinya berdesakan
dan rotasi. Pada tahun pertama pascalahir gum pad tumbuh secara
cepat terutama ke arah lateral. Keadaan ini memungkinkan insisivi
tumbuh dalam letak yang baik. Pada saat lahir kadang-kadang bayi
sudah memiliki gigi yang erupsi yang dinamakan natal tooth sedangkan
yang disebut neonatal tooth adalah gigi sulung yang bererupsi pada
saat bayi berumur kurang lebih satu bulan. Gigi natal ini bentuknya
normal seperti gigi sulung tetapi kebanyakan akarnya pendek. Gigi ini
kadang-kadang sangat goyang tetapi bukan merupakan indikasi untuk
pencabutan kecuali jika gigi ini menyebabkan rasa kurang nyaman pada
ibu yang menyusui bayi tersebut, atau bila gigi itu sangat goyang
sehingga dikawatirkan lepas.
7
- Urutan erupsi (pergerakan gigi ke arah bidang oklusal) :
▪ I sentral RB
▪ I sentral RA
▪ I lateral RB
▪ I lateral RA
▪ M1 RA, RB
▪ C RA & RB
▪ M2 RB
▪ M2 RA ((Rahardjo, 2012))
Empat karakteristik tahap gigi sulung dibahas secara rinci, yaitu
overbite, overjet, jarak, dan hubungan molar primer kedua.
1.Overbite
Overbite adalah jumlah tumpang tindih vertikal antara gigi seri
tengah rahang atas dan rahang bawah. Hubungan ini dapat
digambarkan dalam milimeter atau lebih sering sebagai persentase dari
seberapa banyak gigi seri tengah atas tumpang tindih dengan mahkota
gigi seri bawah. Overbite pada gigi sulung biasanya bervariasi antara
10% dan 40%. Jika tepi insisal gigi seri berada pada ketinggian yang
sama, kondisi ini digambarkan sebagai "edge to edge atau overbite
nol". Jika tidak terjadi overlap, kondisi tersebut digambarkan sebagai
open bite dan dihitung dalam milimeter. (Bishara, 2001).
2.Overjet
Overjet adalah hubungan horizontal atau jarak antara gigi
insisivus sentral rahang atas yang paling menonjol dan insisivus sentral
rahang bawah yang berlawanan. Hubungan ini dinyatakan dalam
milimeter. Jika gigi seri rahang atas terletak lingual ke gigi seri bawah
tanah, hubungan tersebut digambarkan sebagai underjet. Kisaran
normal overjet pada gigi sulung bervariasi antara 0 dan 4,0 mm.
(Bishara, 2001).
3.Spacing (jarak)
Pada tahap gigi sulung seorang anak mungkin memiliki ruang
umum di antara gigi, ruang terlokalisasi, tidak ada ruang, atau gigi yang
penuh sesak. Kehadiran jarak pada tahap gigi sulung adalah kejadian
umum. Menurut Foster, 2 jarak umum terjadi pada hampir 2/3 individu
pada tahap gigi sulung. Selain jarak umum, jarak terlokalisasi sering
ada dan disebut sebagai ruang primata. Ruang seperti itu terdapat pada
87% lengkung rahang atas yang biasanya berada di antara gigi seri
lateral dan gigi kaninus. Ruang primata juga ada 78% lengkung rahang
bawah, biasanya di antara gigi taring dan molar primer pertama.
(Bishara, 2001).
4.Hubungan Molar
Pada tahap gigi sulung, hubungan molar anteroposterior
digambarkan sebagai hubungan antara bidang terminal. Bidang
terminal adalah permukaan distal molar primer kedua rahang atas dan
rahang bawah. Pada dasarnya, dua bidang terminal dapat dihubungkan
satu sama lain melalui salah satu dari tiga cara.
8
Dalam hubungan bidang terminal rata, kedua bidang rahang
atas dan bawah berada pada tingkat yang sama secara anteroposterior
(lihat Gambar 5-1, A). Dalam hubungan langkah mesial, bidang terminal
rahang atas relatif lebih posterior daripada bidang terminal mandibula
(lihat Gambar 5-1, B). Terakhir, dalam hubungan langkah distal, bidang
terminal rahang atas relatif lebih anterior daripada pbidang terminal
mandibula. (Bishara, 2001).
-Mesial step
Permukaan distal molar kedua sulung rahang bawah terletak lebih ke
mesial dari permukaan distal molar kedua sulung rahang atas (Singh,
2007).
9
-Distal step
Permukaan distal molar dua sulung rahang bawah lebih distal daripada
permukaan distal molar dua sulung rahang atas, yaitu molar kedua atas
tertutup dengan dua gigi yang berlawanan (Singh,2007).
1. First Transitional
a) Erupsi M1 permanen
o Erupsi ketika umur 6 tahun
o Memiliki peran penting dalam menentukan oklusi gigi permanen
o Posisi anteroposterior M1 permanen dipengaruhi oleh:
▪ Relasi terminal plane
▪ Early mesial shift with physiologic spacing
▪ Differential growth maksila dan mandibular
o Leeway space: perbedaan jumlah lebar kaninus, molar pertama dan
molar kedua sulung dengan kaninus permanen, premolar pertama,
10
dan premolar kedua.. RA: 0,9mm atau 1,5mm dan RB: 1,8mm atau
2,5mm.
o Erupsi insisivus
o Ugly ducking stage: Insisiv sentral permanen bawah biasanya dalam
keadaan kontak satu dengan lainnya, sedangkan insisiv sentral atas
erupsi dalam keadaan condong ke distal sehingga terdapat diastema.
Jika diastema semakin lebar (>2mm) maka semakin susah menutup.
11
2. Intertrasitional
• Fase yang stabil dimana sedikit perubahan yang terjadi
• asimetri ketinggian erupsi gigi sejenis kanan dan kiri dikarenakan
adanya perbedaan waktu erupsi
• ugly ducking stage
• pembentukan akar gigi insisivus, kaninus dan molar terus berlanjut
bersamaan dengan bertambah tingginya tulang alveolar
• resoprsi akar gigi molar desidui
3. Second transitional
12
• keadaan patologi lokal
• faktor yang dapat mengubah pertumbuhan prosesus alveolaris
(meskipun masih dalam tulang alveolar, gigi mempunyai
kecenderungan bergerak ke mesial).
c) Pada tahap intra oral (gigi telah menembus gusi dan berada dalam
rongga mulut) gigi dapat bergerak oleh karena kekuatan bibir, lidah
dan juga benda asing yang dimasukkan ke dalam mulut, misalnya
pensil, kuku dan sebagainya
d) Bila gigi sudah mencapai bidang oklusi terdapat kekuatan yang
kompleks yang bekerja pada gigi antara lain kekuatan otot
pengunyah.
2. MALOKLUSI
a) Definisi
13
o Oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak benarnya hubungan
antarlengkung di setiap bidang spatial atau anomali abnormal dalam posisi
gigi (Harty, 2014)
b) Klasifikasi
1) Klasifikasi Angle
• Klasifikasi angle didasarkan pada hubungan molar permanen
pertama
a. Kelas I (Neutrocclusion)
Cusp mesiobuccal molar permanen pertama atas kontak pada bukal
groove molar permanen pertama bawah (Heasman, 2013).
14
Sumber : Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed.
New Delhi: Jaypee Medical Publishers.
d. Kelas II - Divisi 2 Seiring dengan hubungan molar klas II
sebagian, gigi insisiv rahang atas tegak / I1 atas retroklinasi,
jarak gigit normal/bertambah, dan tumpang gigit bertambah
g. Pseudo Kelas III - Maloklusi Ini bukan maloklusi Kelas III yang
sebenarnya tetapi presentasinya serupa. Di sini mandibula
bergeser ke anterior di fosa glenoid karena kontak prematur gigi
atau beberapa alasan lain ketika rahang disatukan dalam oklusi
sentris.
h. Kelas III - Subdivisi Dikatakan ada ketika maloklusi ada secara
sepihak. Relasi molar III unilateral (Singh, 2007)
15
b. Type 2: Sudut Kelas I dengan gigi seri rahang atas dalam versi labio
(proclined)
16
b. Type 2: Gigi seri mandibula crowded dan lingual ke gigi seri rahang
atas
3) Klasifikasi Simon
Klasifikasi ini pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap
wajah dan cranial dalam tiga bidang ruang:
a. Frankfort Horizontal Plane (FHP) atau bidang mata-telinga
ditentukan dengan menggambarkan garis lurus hingga margin
tulang secara langsung di bawah pupil mata hingga ke margin atas
meatus eksternal auditory.
• Attraksi: saat lengkung gigi atau bagian dari penutup bidang FHP
menunjukkan suatu yang mendekati.
• Abstraksi: saat lengkung gigi atau bagian dari penutup bidang FHP
menunjukkan suatu yang menjauhi.
b. Bidang Orbital Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-
posterior berdasarkan jaraknya adalah:
• Protaksi: Gigi, satu atau dua, lengkung dental, atau rahang terlalu
jauh ke depan.
• Retraksi: satu gigi atau lebih lengkung gigi dan atau rahang terlalu
jauh ke depan.
c. Bidang Midsagital
• Kontraksi: sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan
menuju bidang midsagital.
• Distraksi: sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak
yang lebih normal
17
b) KELAS II
Susunan abnormal dari bagian atau seluruh lengkung dikarenakan
perkembangan tulang yang cacat
c) KELAS III
Relasi abnormal antara lengkung atas dan bawah dan antara lengkung
dan kontur fasial, disebabkan karena perkembangan kerusakan tulang
18
b. Distoversion: posisi distal terhadap normal
19
(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)
g. Axiversion: inklinasi aksial sala; terbalik
20
• Distoklusi : Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas di
terletak diantara tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah
dan premolar kedua atau tonjol distobukal milar pertama permanen
atas terletak pada lekukan bukal molar pertama
• Mesioklusi : Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak
pada tonjol distal molar pertama permanen bawah
• Gigitan tonjol : Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas
beroklusi dengan tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah
- Tidak ada relasi Bila salah satu molar pertama permanen tidak ada
misalnya oleh karena telah dicabut, atau bila kaninus permanen belum
erupsi
- Terdiri dari dua jenis :
• Pre-normal occlussion
1Lengkung gigi rahang bawah terletak lebih anterior saat oklusi
sentris.
21
Normal overbite. Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental
Hygienist 13th Ed
2. Overjet
Jarak horizontal antara permukaan labioincisal gigi seri rahang bawah
dan permukaan linguoincisal gigi seri rahang atas
22
3. Underjet
Gigi rahang atas pada lingual rahang bawah. Jarak horizontal yang
dapat diukur antara permukaan labioincisal gigi seri rahang atas dan
permukaan linguoincisal gigi seri rahang bawah.
Underjet. Gigi seri rahang atas terletak lingual gigi seri rahang bawah.
Jarak horizontal yang terukur terlihat jelas antara tepi insisivus rahang
atas dan tepi insisal gigi seri rahang bawah.
5. End-to-end bite
Molar dan premolar oklusi cusp dengan cusp seperti yang terlihat
secara mesiodistal
6. Open bite
Kurangnya kontak oklusal atau incisal antara gigi rahang atas dan
rahang bawah tertentu karena salah satu atau keduanya gagal
mencapai garis oklusi. Gigi tidak dapat disatukan, dan ada ruang yang
tersisa sebagai akibat dari lengkungan garis oklusi
23
Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental Hygienist 13th Ed
7. Crossbite
a. Posterior: Gigi posterior rahang atas atau rahang bawah terletak di
fasial atau lingual ke posisi normalnya. Kondisi ini dapat terjadi secara
bilateral maupun unilateral
Posterior Crossbite.
A: gigi rahang bawah lingual dari posisi normal.
B: gigi rahang bawah fasial dari posisi normal.
C: Unilateral crossbite: sisi kanan, normal: sisi kiri, gigi mandibular fasial
dari posisi normal. Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental
Hygienist 13th Ed
2) Transversal
Pada keadaan normal relasi tranversal gigi posterior ini adalah
gigitan fisura luar rahang atas, oleh karena rahang atas lebih lebar
daripada rahang bawah. Apabila rahang atas terlalu sempit atau terlalu
lebar dapat menyebabkan terjadinya perubahan relasi gigi posterior
dalam jurusan transversal. Perubahan yang dapat terjadi adalah gigitan
tonjol, gigitan fisura dalam atas, dan gigitan silang total luar rahang
atas.
3) Vertikal
Kelainan dalam jurasan vertikal dapat berupa gigitan terbuka yang berarti
tidak adanya kontak antara gigi atas dan bawah pada saat oklusi.
24
a. Bidang sagital, yaitu bidang vertikal yang melewati garis tengah
(median line) rahang, tegak lurus terhadap bidang horisontal.
b. Bidang transversal, yaitu bidang vertikal yang melewati kedua titik
infraorbital kanan dan kiri, tegak lurus terhadap bidang horisontal.
Bidang ini disebut juga bidang orbital (Simon)
c. Bidang horisontal Frankfurt (FHP = Frankfurt Horizontal Plane), yaitu
bidang horisontal yang melewati titik Tragus dan titik infraorbital
d) Etiologi
1) Faktor Umum
a) Herediter
Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi daripada
populasi primitif sehingga diduga karena adanya kawin campur
menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi
-Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu
25
1. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan
maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema
multiple.
2. Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan rahang
bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak
harmonis.(Pambudi R, 2012)
- Disharmoni Dento Maksiler (DDM)
• Yaitu Suatu anomali yang menunjukkan adanya disproposi antara
volume gigi dan besarnya rahang
• Ada 2 macam
1. Jika volume geligi lebih besar dari rahang, maka gigi akan
berdesakan
2. Jika volume geligi lebih kecil dari rahang, maka timbul diastema
diantara gigi geligi (multiple diastema)
• Gejala Klinis DDM :
FASE GIGI DESIDUI
o Diastema fisiologis tidak ada
o Kadang ada rotasi gigi sulung
FASE GIGI PERGANTIAN
o I sentral permanen erupsi meresorbsi O sentral dan lateral desidui
o I sentral terletak baik
o Kaninus permanen tumbuh dengan posisi yang benar
o Atau I sentral dan lateral terletak berjajar dengan baik
o Kaninus tumbuh lebih bukal, sehingga kaninus terletak ekstostema
b) Kongenital
Cacat bawaan termasuk malformasi yang terlihat pada saat lahir.
Ini umumnya merupakan perkembangan yang salah dari
lengkung cabang ke-1 dan ke-2. Malformasi yang paling sering
dikaitkan adalah :
• Micrognathism
Micrognathia secara harfiah berarti "rahang kecil". Ini dapat
mempengaruhi salah satu rahang. Variasi bawaan sering terlihat
terkait dengan penyakit jantung bawaan dan sindrom Pierre
Robin. Micrognathia pada rahang atas seringkali disebabkan oleh
defisiensi regio premaxillary.
• Oligodontia
Juga dikenal sebagai hypodontia, adalah kondisi yang cukup
umum. Gigi yang berbeda tampaknya terpengaruh dalam
derajat yang jarang dengan gigi molar ketiga yang paling sering
terkena.
• Anodontia
Anodontia berarti tidak adanya gigi. Anodontia sejati sangat
jarang dan mungkin berhubungan dengan displasia ektodermal
herediter.
• Cleft lip and palate
Ini relatif lebih sering terlihat anomali. Ini dapat diidentifikasi
sejak minggu ke-18 hingga ke-20 kehamilan. Hal ini umumnya
26
terkait dengan rahang atas yang kurang berkembang dan
gangguan gigi terkait.
c) Lingkungan
Prenatal -> trauma, maternal diet, german measles, maternal
metabolism
Postnatal -> birth injury, TMJ injury, cerebral palsy
27
▪ Kebiasaan menelan yang tidak normal (deglutisi yang tidak
tepat)
▪ Cacat bicara
▪ Kelainan pernapasan (pernapasan mulut, dll.)
2) Faktor Lokal
28
berlangsung lebih lama.
e) Kebiasaan buruk, suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam
sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat
menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda
lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi.
FAKTOR LOKAL MENURUT GRABER’S :
a. Anomali jumlah gigi
• Gigi supernumerary
• Gigi tanggal (kehilangan atau kehilangan bawaan karena
kecelakaan, karies, dll.)
b. Anomali ukuran gigi
c. Anomali bentuk gigi
d. Frenum labial abnormal
e. Premature loss
f. Prolonged retention
g. Erupsi gigi permanen yang terlambat
h. Jalur erupsi tidak normal
i. Ankylosis
j. Karies gigi
k. Restorasi gigi yang tidak tepat
29
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, D, Linda., Mallonee F Lisa, Wyche J Charlotte. 2021. Wilkins’ Clinical Practice of
the Dental Hygienist 13th Ed. Burlington: World Headquarters Jones and Barlett Learning:
809-815
Harty, F. J., & Ogston, R. 2014. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Rahardjo, Pambudi. 2016. Ortodonti Dasar Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press
30