Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PBL

SKENARIO 1 BLOK 8

Kelompok F (DK 6)

Ketua : Alfin Efendi (195160107111007)


Sekretaris : Diva Mutiara Afina (195160107111002)
Anggota : Yuan Marcelita (195160101111030)
Farhan Al Rasyid Munthe (195160107111001)
Herlambang Pangestu (195160107111003)
Vivi Anggia Puspitasari (195160107111004)
Salima Izzati (195160107111005)
Rizky Akbar Nimastama Putra (195160107111006)
Ayu Nabilatul Ummah (195160107111008)
Rania Luthfiyah El Ma’suma (195160107111010)
Mutiara Azzahra (195160107111012)
Ramadhan Waskita Gemilang (195160107111013)
Luluk Nadzifah Ranitasari (195160107111014)

DK 1 : Senin / 19 April 2021


DK 2 : Kamis / 22 April 2021

FASILITATOR DK 1: Sinta Candra Wardani, drg.


FASILITATOR DK 2: Sinta Candra Wardani, drg.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Sinta Candra Wardani, drg. atas
bimbinganya dalam diskusi berlangsung, sehingga penulis dapat menyusun laporan ini dengan
tepat waktu. Laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas laporan Problem Based
Learning (PBL).
Penyusunan laporan ini tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan.
Namun berkat kerjasama teman-teman, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Terkait
dengan hal ini, penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran pembuatan tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca,
sehingga dapat memperbaiki penulisan karya tulis selanjutnya. Akhir kata, semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul……………………………………………………………………………………………………..……i

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………...................ii

Daftar Isi………………………………………………………………………..............................................iii

I. Skenario…………………………………………………………………………………………………….…….1

II. Kata Sulit…………………………………………………………………………………………………….……1

III. Keywords………………………………………………………………………………………………………...1

IV. Identifikasi Masalah…………………………………………………………………………………….…….1

V. Brainstorming………………………………………………………………………………………….……….2

VI. Hipotesis………………………………………………………………………………………….………………3

VII. Learning Issue s………………………………………………………………………………………………..3

VIII. Learning Outcomes……………………………………………………………………………………………3

1. Oklusi Normal…………………………………………………………………………………………………..3

2. Maloklusi………..………………………………………………………………………………………………13

Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………………………………..30

iii
I. SKENARIO

II. KATA SULIT

1. Relasi flush terminal plane : relasi yang normal pada molar kedua sulung.
relasi tersebut penting disebabkan karena erupsi M1 permanen bergantung
pada tergantung pada permukaan distal M2 sulung RA dan RB
2. Diastema : jarak atau ruang antara dua gigi yang berdekatan pada lengkung
gigi yang sama

III. KEYWORDS

1. Anak usia 10 tahun


2. Relasi flush terminal plane
3. Pemeriksaan berdasarkan andrew’s six key of occlusion
4. Overjet 8 mm
5. Deep overbite dan curve of spee (+)
6. Sudut ANB 6
7. Diastema sentral serta frenulum labii superior yang tinggi
8. Maloklusi kelas II divisi 1 Angle pola skeletal kelas II
9. Klasifikasi maloklusi menurut Dewey kasus tidak dikategorikan

IV. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Ciri apa yang menunjukkan relasi flush terminal plane?


2. Bagaimana konsep dari andrew’s six keys of occlusion
3. Bagaimana ciri pemeriksaan dari andrew’s six keys of occlusion?
4. Bagaimana oklusi yang normal?
5. Termasuk apakah nilai overjet 8 mm?
6. Bagaimanakah kondisi saat terdapat deep overbite dan curve of spee?
7. Berapa besar sudut ANB normal?
8. Apa kesimpulan dari Sudut ANB pada kasus 6 derajat?
9. Apakah faktor yang menyebabkan diastema sentral pada anak usia 10 tahun?
10. Bagaimana kondisi dari pola skeletal kelas II?

1
11. apa yang disebut dengan maloklusi kelas II divisi 1 angle pola skeletal kelas
II?
12. Bagaimana klasifikasi maloklusi menurut dewey?

V. BRAINSTORMING
1. Ciri : permukaan distal M2 sulung RA dan RB yang ketika gigi sulung berada
dalam posisi oklusi sentris.
2. 6 kunci oklusi normal :
• hubungan yang tepat dari gigi M1 tetap pada bidang sagital
• angulasi gigi mahkota insisiv pada bidang transversal
• inklinasi insisiv pada bidang sagital
• tidak ada rotasi gigi indivisual
• kontak yang akurat dari individual dari masing-masing lengkung gigi tanpa
celah ataupun berjejal
• bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung
3. Ciri pemeriksaan :
- hubungan interarch yang tepat
-tip atau angulasi mahkota yang tepat
-inklinasi mahkota yang tepat
-tidak ada rotasi
-titik kontak yang erat atau rapat
-flat curve of spee 0,0-2,5 mm
4. Oklusi normal bila dilihat dari pertumbuhan rahang,
• RA dan RB terdapat giginya saling kontak (kontaknya tepat)
• geligi lengkap
• gigi RA ke distal daripada gigi RB
• gigi RA menutup gigi RB
5. Normal : overjet 2-4 mm
lebih 4 mm : gigi terlihat maju (maloklusi)
6. curve of spee (+) artinya apabila garis imaginer dari insical edge gigi I1
sampai M2 permanen RB membentuk garis cekung.
7. Sudut ANB normal 0-4, <0 : skeletal kelas III, >4 : Skeletal kelas II
8. Skeletal kelas II
9. frenulum labii yang tinggi menyebabkan diastema
10. ditandai dengan profil wajah cembung disebabkan oleh mandibula yang
mengalami retraksi, penonjolan rahang atas atau kombinasi keduanya.
11. -Maloklusi kelas II divisi I angle yang berarti insisiv atas proklinasi , overjet
incisal lebih besar
-Maloklusi kelas II divisi II angle berarti : lengkung bawah minimal setengah
lebar tonjol lebih posterior dari relasi yang normal terhdap relasi lengkung
geligi atas dilihat dari relasi molar
12. KLASIFIKASI DEWEY
Kelas I modifikasi Dewey
Tipe 1: Crowding anterior;
Tipe 2: Protusif gigi incisivus atas;
Tipe 3: Crossbite anterior;
Tipe 4: Crossbite posterior;
Tipe 5: Molar satu permanen mengalami drifting ke arah mesial.

2
Kelas III modifikasi Dewey
Tipe 1: edge to edge;
Tipe 2: Incisivus bawah crowding dan lebih ke lingual dari incisivus atas;
Tipe 3: Crossbite anterior, incisivus atas Crowding.

VI. HIPOTESIS
Anak usia 10 tahun

Gambaran klinis : relasi flush Pemeriksaan radiograf


terminal plane gigi M2 sefalometri : besar sudut
desidui atas terhadap ANB 6 derajat dengan
bawahnya, overjet 8 mm, inklinasi gigi atas protrusi
deep overbite, curve of spee terhadap basis kranium
(+), diastema sentral serta
frenulum labii superior yang
tinggi

Diagnosis : Maloklusi kelas II


divisi 1 angle dengan pola
skeletal kelas II

VII. LEARNING ISSUES


1. Oklusi normal
a. Definisi
b. Karakteristik oklusi normal
c. Perkembangan oklusi pada masa pertumbuhan dari lahir sampai permanen
2. Maloklusi
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. bidang perpotongan ortodonti
d. Etiologi

VIII. LEARNING OUTCOMES


1. OKLUSI NORMAL
A. Definisi
• Oklusi adalah mendekatkan 2 permukaan secara berhadapan hingga
saling berkotak satu dengan yang lain. Oklusi secara statis merupakan
keadaan berkontaknya gigi geligi bagian atas dengan bawah ketika
mulut ditutup dapat dinalau berdasarkan hubungan morfologinya
• Hubungan rahang atas dan rahang bawah gigi ketika berada dalam
kontak fungsional selama aktivitas mandibula. Melibatkan seluruh
sistem stomatognatik, hubungan antar gigi, jaringan periodontal,

3
tulang, persendian, otot dan sistem saraf selama gerakan mandibula
serta gerakan fungsional normal. (Gurkeerat Singh, 2007)
• Dental occlusion didefinisikan sebagai statis, posisi kontak tertutup dari
gigi rahang atas dengan gigi rahang bawah (Shaw, 2009).

B. Karakteristik oklusi normal


• Andrew’s Key To Normal Occlusion (Soeprapto. 2017)

a. Hubungan molar kelas 1

▪ Permukaan distal dari distal marginal ridge molar pertama permanen


atas kontak dan beroklusi dengan permukaan mesial dari mesial
marginal ridge molar kedua bawah
▪ Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada lekukan
(groove) di antara tonjol mesial dan distobukal molar pertama bawah
▪ Tonjol mesiopalatal molar pertama atas terletak pada fosa sentral molar
pertama permanen bawah (Rahardjo, 2012)

b. Angulasi mesio-distal mahkota (mahkota lebih miring


sedikit ke mesial)

Semua mahkota gigi condong ke mesial atau mesioklinasi.


Bagian gingival gigi pada sumbu panjang tiap mahkota gigi terletak
distal daripada oklusal dari sumbu panjang tersebut, setiap mahkota
gigi mempunyai mesiodistal tip yang besarnya bervariasi setiap gigi.

4
c. Inklinasi labio-lingual mahkota

Bagian gingival gigi insisiv atas terletak lebih lingual daripada


bagian insisal. Untuk gigi-gigi selain insisiv atas bagian gingival terletak
lebih labial atau bukal daripada bagian insisisal atau oklusal (labiolingual
torque)

5
d. Tidak ada rotasi

e. Titik kontak gigi baik

f. Kurva spee lurus (tidak lebih dari 1,5 mm dari kurva)

▪ Yang merujuk ke oklusi normal secara ortodontik adalah oklusi kelas 1


Angle. Kunci gigi dari klasifikasi ini adalah gigi permanen molar pertama.
Cups mesiobukal dari M1 rahang atas harus menutup groove
mesiobukal dari gigi M1 rahang bawah. Namun dengan hubungan ini,
saat gigi menutup penuh mungkin juga terdapat perbedaan yang
signifikan antara hubungan rahang bawah atau TMJ dan maksila.
(Singh, 2007)
▪ Faktor-faktor yang ada pada oklusi normal:

a. Susunan deretan gigi pada lengkung gigi


b. Kurve kompensasi lengkung gigi
c. Sudut inklinasi gigi
d. Kurve kompensasi poros masing-masing gigi
e. Bentuk fungsional gigi pada 1/3 bagian incisal
f. Hubungan permukaan tiap gigi antagonis pada waktu oklusi sentrik.

C. Perkembangan oklusi pada masa pertumbuhan dari lahir sampai


permanen
1) Dari lahir sampai fase geligi sulung

6
Pada saat lahir pada bantalan gusi (gum pad) atas dan bawah
terdapat 20 segmen tempat benih gigi sulung (calon gigi yang sedang
berkembang sampai siap erupsi). Sebuah lekukan di sebelah distal
segmen kaninus sulung melanjut ke sulkus bukal dan disebut sulkus
lateral. Tonjolan tempat benih gigi molar kedua tidak terlalu menonjol
sampai usia 5 bulan. Gum pad atas berbentuk tapal kuda disertai
palatum yang dangkal sedangkan gum pad bawah berbentuk huruf U
Pada saat mandibula dalam keadaan istirahat gum pad atas dan bawah
tidak kontak, ruangan di antara gum pad atas dan bawah terisi lidah,
ujung lidah berkontak dengan bibir bawah. Pada saat lahir gum pad
tidak cukup besar untuk menampung benih gigi insisivi yang sedang
berkembang sehingga benih gigi dalam gum pad posisinya berdesakan
dan rotasi. Pada tahun pertama pascalahir gum pad tumbuh secara
cepat terutama ke arah lateral. Keadaan ini memungkinkan insisivi
tumbuh dalam letak yang baik. Pada saat lahir kadang-kadang bayi
sudah memiliki gigi yang erupsi yang dinamakan natal tooth sedangkan
yang disebut neonatal tooth adalah gigi sulung yang bererupsi pada
saat bayi berumur kurang lebih satu bulan. Gigi natal ini bentuknya
normal seperti gigi sulung tetapi kebanyakan akarnya pendek. Gigi ini
kadang-kadang sangat goyang tetapi bukan merupakan indikasi untuk
pencabutan kecuali jika gigi ini menyebabkan rasa kurang nyaman pada
ibu yang menyusui bayi tersebut, atau bila gigi itu sangat goyang
sehingga dikawatirkan lepas.

Sumber :Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed.


New Delhi: Jaypee Medical Publishers.

2) Fase Gigi Sulung


Perkembangan oklusi pada tahap gigi sulung berlangsung sejak gigi
sulung erupsi sampai gigi permanen pertama erupsi pada usia sekitar
6 tahun.
- Insisif sentral bererupsi saat usia 6 bulan.

7
- Urutan erupsi (pergerakan gigi ke arah bidang oklusal) :
▪ I sentral RB
▪ I sentral RA
▪ I lateral RB
▪ I lateral RA
▪ M1 RA, RB
▪ C RA & RB
▪ M2 RB
▪ M2 RA ((Rahardjo, 2012))
Empat karakteristik tahap gigi sulung dibahas secara rinci, yaitu
overbite, overjet, jarak, dan hubungan molar primer kedua.
1.Overbite
Overbite adalah jumlah tumpang tindih vertikal antara gigi seri
tengah rahang atas dan rahang bawah. Hubungan ini dapat
digambarkan dalam milimeter atau lebih sering sebagai persentase dari
seberapa banyak gigi seri tengah atas tumpang tindih dengan mahkota
gigi seri bawah. Overbite pada gigi sulung biasanya bervariasi antara
10% dan 40%. Jika tepi insisal gigi seri berada pada ketinggian yang
sama, kondisi ini digambarkan sebagai "edge to edge atau overbite
nol". Jika tidak terjadi overlap, kondisi tersebut digambarkan sebagai
open bite dan dihitung dalam milimeter. (Bishara, 2001).
2.Overjet
Overjet adalah hubungan horizontal atau jarak antara gigi
insisivus sentral rahang atas yang paling menonjol dan insisivus sentral
rahang bawah yang berlawanan. Hubungan ini dinyatakan dalam
milimeter. Jika gigi seri rahang atas terletak lingual ke gigi seri bawah
tanah, hubungan tersebut digambarkan sebagai underjet. Kisaran
normal overjet pada gigi sulung bervariasi antara 0 dan 4,0 mm.
(Bishara, 2001).
3.Spacing (jarak)
Pada tahap gigi sulung seorang anak mungkin memiliki ruang
umum di antara gigi, ruang terlokalisasi, tidak ada ruang, atau gigi yang
penuh sesak. Kehadiran jarak pada tahap gigi sulung adalah kejadian
umum. Menurut Foster, 2 jarak umum terjadi pada hampir 2/3 individu
pada tahap gigi sulung. Selain jarak umum, jarak terlokalisasi sering
ada dan disebut sebagai ruang primata. Ruang seperti itu terdapat pada
87% lengkung rahang atas yang biasanya berada di antara gigi seri
lateral dan gigi kaninus. Ruang primata juga ada 78% lengkung rahang
bawah, biasanya di antara gigi taring dan molar primer pertama.
(Bishara, 2001).
4.Hubungan Molar
Pada tahap gigi sulung, hubungan molar anteroposterior
digambarkan sebagai hubungan antara bidang terminal. Bidang
terminal adalah permukaan distal molar primer kedua rahang atas dan
rahang bawah. Pada dasarnya, dua bidang terminal dapat dihubungkan
satu sama lain melalui salah satu dari tiga cara.

8
Dalam hubungan bidang terminal rata, kedua bidang rahang
atas dan bawah berada pada tingkat yang sama secara anteroposterior
(lihat Gambar 5-1, A). Dalam hubungan langkah mesial, bidang terminal
rahang atas relatif lebih posterior daripada bidang terminal mandibula
(lihat Gambar 5-1, B). Terakhir, dalam hubungan langkah distal, bidang
terminal rahang atas relatif lebih anterior daripada pbidang terminal
mandibula. (Bishara, 2001).

Macam Hubungan molar :


-Flush terminal plane
Saat permukaan distal molar kedua sulung rahang atas dan rahang
bawah berada pada bidang vertikal yang sama; ini adalah hubungan
molar normal pada gigi sulung karena lebar mesiodistal molar
mandibula lebih besar dari lebar mesiodistal molar rahang atas (Singh,
2007)

-Mesial step
Permukaan distal molar kedua sulung rahang bawah terletak lebih ke
mesial dari permukaan distal molar kedua sulung rahang atas (Singh,
2007).

9
-Distal step
Permukaan distal molar dua sulung rahang bawah lebih distal daripada
permukaan distal molar dua sulung rahang atas, yaitu molar kedua atas
tertutup dengan dua gigi yang berlawanan (Singh,2007).

3) Fase Gigi Pergantian

Fase geligi pergantian (mix dentition)


Definsi, merupakan periode perkembangan dan pergantian antara gigi
sulung dan dewasa, pada fase ini terlihat adanya gigi sulung yang
bercampur dengan gigi dewasa
Gambaran klinis :
- Dimulai usia 6 tahun
- Ditandai dengan erupsi M1 permanen RA
- Usia 7-8 tahun – erupsi I lateral permanen RA
- Oklusinya bercampur bersifat sementara dan tidak statis
memungkinkan maloklusi

Terdapat 3 stage: (singh, 2007)

1. First Transitional
a) Erupsi M1 permanen
o Erupsi ketika umur 6 tahun
o Memiliki peran penting dalam menentukan oklusi gigi permanen
o Posisi anteroposterior M1 permanen dipengaruhi oleh:
▪ Relasi terminal plane
▪ Early mesial shift with physiologic spacing
▪ Differential growth maksila dan mandibular
o Leeway space: perbedaan jumlah lebar kaninus, molar pertama dan
molar kedua sulung dengan kaninus permanen, premolar pertama,

10
dan premolar kedua.. RA: 0,9mm atau 1,5mm dan RB: 1,8mm atau
2,5mm.

Sumber : Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics.


2nd ed. New Delhi: Jaypee Medical Publishers.

o Erupsi insisivus
o Ugly ducking stage: Insisiv sentral permanen bawah biasanya dalam
keadaan kontak satu dengan lainnya, sedangkan insisiv sentral atas
erupsi dalam keadaan condong ke distal sehingga terdapat diastema.
Jika diastema semakin lebar (>2mm) maka semakin susah menutup.

11
2. Intertrasitional
• Fase yang stabil dimana sedikit perubahan yang terjadi
• asimetri ketinggian erupsi gigi sejenis kanan dan kiri dikarenakan
adanya perbedaan waktu erupsi
• ugly ducking stage
• pembentukan akar gigi insisivus, kaninus dan molar terus berlanjut
bersamaan dengan bertambah tingginya tulang alveolar
• resoprsi akar gigi molar desidui

3. Second transitional

• Tanggalnya gigi molar desidui dan kaninus yaitu sekitar umur 10


tahun.
• Erupsi kaninus permanen dan premolar. Gigi ini erupsi setelah jeda
sekitar 1-2 tahun setelah erupsi insisivus. Gigi posterior pertama
yang erupsi yaitu kaninus bawah dan premolar (9-10 tahun) lalu
premolar atas dan kaninus (11-12 tahun). Urutan erupsi yang
umumnya terjadi yaitu:
a. RA: 4-5-3
b. RB: 3-4-5
• Oklusi normal dapat tercapai bergantung pada:
a) Urutan erupsi sesuai
b) Ukuran gigi yang sesuai serta tersedianya ruang
c) Tercapainya relasi molar yang normal karena ukuran gigi premolar
lebih kecil
• Erupsi M2 permanen
• Tercapainya oklusi

Letak gigi mulai dari sebelum erupsi sampai mencapai bidang


oklusi ditentukan oleh berbagai faktor berikut.

a) Pada dasarnya letak gigi ditentukan oleh faktor genetik


b) Pada tahap intra alveolar posisi gigi dipengaruhi oleh:
• ada tidaknya gigi sebelah menyebelah
• kehilangan prematur gigi sulung

12
• keadaan patologi lokal
• faktor yang dapat mengubah pertumbuhan prosesus alveolaris
(meskipun masih dalam tulang alveolar, gigi mempunyai
kecenderungan bergerak ke mesial).
c) Pada tahap intra oral (gigi telah menembus gusi dan berada dalam
rongga mulut) gigi dapat bergerak oleh karena kekuatan bibir, lidah
dan juga benda asing yang dimasukkan ke dalam mulut, misalnya
pensil, kuku dan sebagainya
d) Bila gigi sudah mencapai bidang oklusi terdapat kekuatan yang
kompleks yang bekerja pada gigi antara lain kekuatan otot
pengunyah.

4) Fase Gigi Permanen


• Pembentukan benih gigi permanen dimulai setelah kelahiran
• Kalsifikasi gigi berlangsung mulai setelah kelahiran dengan kalsifikasi
M permanen dan berlangsung hingga usia 25 tahun. Kalsifikasi
mahkota insisiv sekitar 4-5 tahun dan gigi permanen lainnya sekitar
6-8 tahun kecuali M3. Total kalsifikasi yaitu sekitar 10 tahun
• Gigi insisiv permanen berkembang lingual ke gigi insisiv desidui dan
bergerak ke labial saat erupsi. Gigi P berkembang di bawah akar
divergen dari molar desidui
• Pada usia sekitar 13 tahun, semua gigi permanen kecuali M3 telah
erupsi sepenuhnya. Sebelum gigi sulung berganti ada 48 gigi /
bagian gigi yang ada di rahang
• Ciri fase gigi permanen
• Garis median yang lurus
• Relasi molar kelas I pada M1 permanen
• Overbite vertical sekitar 1/3 dari tinggi mahkota klinis gigi I1 RB
• Beberapa keadaan yang terlihat pada geligi permanen adalah:
a. Pada saat oklusi gigi atas terletak lebih ke labial dan bukal daripada
gigi bawah
b. Insisiv lebih proklinasi dan gigi-gigi posterior bukoklinasi
c. Semua gigi permanen mempunyai kontak dengan dua gigi
antagonisnya kecuali insisiv sentral bawah dan molar kedua atas
d. Kurva anteroposterior di rahang bawah (Kurva Spee) normal
e. Tumpang gigit berkisar antara 10-50% dan jarak gigi berkisar
antara 1-3 mm (Rahardjo, 2012).
• Penyebab mesial drifting :
a. Komponen kekuatan ke mesial karena gigi-gigi posterior atas dan
bawah letaknya sedikit mesioklinasi. Kekuatan kunyah vertical
menghasilkan kekuatan intrunsif dan sedikit kekuatan ke anterior
yang mungkin menyebabkan mesial drift
b. Kecenderungan pertumbuhan manusia secara alami
c. Dorongan molar ketiga ke mesial bila tempatnya tidak cukup

2. MALOKLUSI
a) Definisi

o Penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi lengkung geligi (rahang) di


luar rentang kewajaran yang dapat diterima

13
o Oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak benarnya hubungan
antarlengkung di setiap bidang spatial atau anomali abnormal dalam posisi
gigi (Harty, 2014)

b) Klasifikasi
1) Klasifikasi Angle
• Klasifikasi angle didasarkan pada hubungan molar permanen
pertama
a. Kelas I (Neutrocclusion)
Cusp mesiobuccal molar permanen pertama atas kontak pada bukal
groove molar permanen pertama bawah (Heasman, 2013).

Sumber : Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed.


New Delhi: Jaypee Medical Publishers.

b. Kelas II (juga disebut sebagai oklusi post normal atau distoklusi)

Cusp mesiobuccal molar permanen pertama atas terletak diantara


cusp mesibukal M1 permanen mandibula dan sisi distal dari
premolar kedua mandibula. Lengkung gigi RB paling tidak/ minimal
setengah cusp lebih ke distal dari RA dilihat dari relasi M1. Cusp
mesiolingual M1 permanen maxilla terletak pada mesial dari cusp
mesiolingual dari M1 permanen mandibula (Singh, 2007).

Angle membagi maloklusi kelas-II menjadi dua divisi berdasarkan


angulasi labiolingual dari gigi insisivus rahang atas, yaitu:
c. Kelas II - Divisi 1 Bersamaan dengan relasi molar yang
merupakan ciri khas maloklusi klas II gigigeligi insisivus rahang
atas berada dalam labioversi dan protrusive, jarak gigit dan
tumpang gigit bertambah, dan curve of spee positif

14
Sumber : Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed.
New Delhi: Jaypee Medical Publishers.
d. Kelas II - Divisi 2 Seiring dengan hubungan molar klas II
sebagian, gigi insisiv rahang atas tegak / I1 atas retroklinasi,
jarak gigit normal/bertambah, dan tumpang gigit bertambah

e. Kelas II - Subdivisi Jika relasi molar kelas II hanya terjadi pada


satu sisi lengkung gigi

f. Kelas III (juga disebut sebagai oklusi prenormal atau


mesioklusi) Cusp mesiobuccal molar satu rahang atas terletak
pada interdental antara aspek distal cusp distal bukal dari M1
mandibula dan mesial dari cusp mesiobukal M2 mandibula.

Sumber : Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed.


New Delhi: Jaypee Medical Publishers.

g. Pseudo Kelas III - Maloklusi Ini bukan maloklusi Kelas III yang
sebenarnya tetapi presentasinya serupa. Di sini mandibula
bergeser ke anterior di fosa glenoid karena kontak prematur gigi
atau beberapa alasan lain ketika rahang disatukan dalam oklusi
sentris.
h. Kelas III - Subdivisi Dikatakan ada ketika maloklusi ada secara
sepihak. Relasi molar III unilateral (Singh, 2007)

2) Klasifikasi Dewey Modifikasi Angles


Dewey’s modification of angles classification
Dewey pada tahun 1915 memodifikasi Kelas I dan Kelas III Angle
dengan memisahkan malposisi anterior dan posterior segmen sebagai:
Ø Modifikasi Sudut Kelas I
a. Type 1: Sudut Kelas I dengan crowded gigi anterior rahang atas

15
b. Type 2: Sudut Kelas I dengan gigi seri rahang atas dalam versi labio
(proclined)

c. Type 3: Kelas I Angle dengan gigi seri rahang atas dalam


linguoversi ke gigi insisivus rahang bawah (anteriors dalam gigitan
silang)

d. Type 4: Geraham dan/atau gigi premolar berada di bucco atau


linguoversi, tetapi gigi seri dan gigi taring dalam keadaan
keselarasan normal (posterior pada gigitan silang)
e. Type 5: Geraham dalam versi mesio karena kehilangan gigi lebih
awal ke mesial (kehilangan awal molar sulung atau gigi premolar
kedua)

Ø Modifikasi Dewey Sudut Kelas III


a. Type 1: Lengkungan individu saat dilihat satu per satu berada di
keselarasan normal, tetapi saat oklusi anterior berada di ujung ke
ujung gigitan

16
b. Type 2: Gigi seri mandibula crowded dan lingual ke gigi seri rahang
atas

c. Type 3: Lengkungan rahang atas tidak berkembang, pada gigitan


silang dengan gigi seri rahang atas berdesakan dan lengkung
rahang bawah berkembang dengan baik dan selaras (Singh, 2007).

3) Klasifikasi Simon
Klasifikasi ini pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap
wajah dan cranial dalam tiga bidang ruang:
a. Frankfort Horizontal Plane (FHP) atau bidang mata-telinga
ditentukan dengan menggambarkan garis lurus hingga margin
tulang secara langsung di bawah pupil mata hingga ke margin atas
meatus eksternal auditory.
• Attraksi: saat lengkung gigi atau bagian dari penutup bidang FHP
menunjukkan suatu yang mendekati.
• Abstraksi: saat lengkung gigi atau bagian dari penutup bidang FHP
menunjukkan suatu yang menjauhi.
b. Bidang Orbital Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-
posterior berdasarkan jaraknya adalah:
• Protaksi: Gigi, satu atau dua, lengkung dental, atau rahang terlalu
jauh ke depan.
• Retraksi: satu gigi atau lebih lengkung gigi dan atau rahang terlalu
jauh ke depan.
c. Bidang Midsagital
• Kontraksi: sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan
menuju bidang midsagital.
• Distraksi: sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak
yang lebih normal

4) Klasifikasi Maloklusi Bennete


Diklasifikasikan berdasarkan etiologinya
a) KELAS I
Lokasi abnormal dari satu gigi atau lebih disebabkan karena faktor
lokal

17
b) KELAS II
Susunan abnormal dari bagian atau seluruh lengkung dikarenakan
perkembangan tulang yang cacat
c) KELAS III
Relasi abnormal antara lengkung atas dan bawah dan antara lengkung
dan kontur fasial, disebabkan karena perkembangan kerusakan tulang

5) Klasifikasi Maloklusi Ackermann-profitt


a) Karakteristik 1 (alignment)
Kesejajaran dan kesimetrian intra arch dinilai seperti yang terlihat
pada tampilan oklusal. Lengkungan gigi diklasifikasikan sebagai ideal
/ crowded / berjarak.
b) Karakteristik 2 (profile)
Profilnya bisa cembung / lurus / cekung. Ini juga termasuk penilaian
divergensi wajah, yaitu divergensi anterior atau posterior.
c) Karakteristik 3 (transverse relationship)
Termasuk hubungan transversal tulang dan gigi. Terdapat bukal dan
palatal crossbite. Ini selanjutnya diklasifikasikan sebagai unilateral
atau bilateral. Perbedaan dibuat antara crossbite tulang dan gigi.
d) Karakteristik 4 (Class)
Hubungan sagital gigi dinilai menggunakan klasifikasi Angle sebagai
Kelas I/Kelas II/Kelas III. Ada perbedaan antara maloklusi tulang dan
gigi.
e) Karakteristik 5 (overbite)
Maloklusi dinilai dalam bidang vertikal. Mereka digambarkan sebagai
anterior open bite/posterior open bite/anterior deep bite/posterior
collapsed bite. Di sini sekali lagi perbedaan dibuat, apakah
maloklusinya tulang atau gigi.

6) Klasifikasi Maloklusi Modifikasi Angle-Lischer


• Neutro occlusion adalah sinonim dari maloklusi angle kelas 1
• Disto occlusion adalah sinonim/ sama dengan maloklusi angle kelas 2
• Mesio occlusion sama dengan maloklusi angle kelas 3
Nomenklatur Lischer untuk malposisi gigi individu melibatkan
penambahan sufiks "versi" ke kata untuk menunjukkan penyimpangan
dari posisi normal (Singh, 2007)
a. Mesioversion: posisi mesial terhadap normal

(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)

18
b. Distoversion: posisi distal terhadap normal

(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)


c. Linguoversion: posisi lingual terhadap normal

(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)


d. labioversion: posisi labial terhadap normal

(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)


e. Infraversion: posisi inferior atau menjauh dari garis oklusi

(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)


f. Supraversion: superior atau perpanjangan melewati garis oklusi

19
(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)
g. Axiversion: inklinasi aksial sala; terbalik

(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)


h. Torsiversion: terotasi pada sumbu panjang

(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)


i. Transversion: berpindah atau berubah posisi urutannya

(Sumber: Textbook of Orthodontics 2nd Ed)

c) Bidang Perpotongan Ortodonti


1) Sagittal
-Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah netroklusi,
distoklusi, mesioklusi, gigitan tonjol, dan tidak ada relasi.
• Netroklusi : Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak
pada lekukan bukal molar pertama permanen bawah

20
• Distoklusi : Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas di
terletak diantara tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah
dan premolar kedua atau tonjol distobukal milar pertama permanen
atas terletak pada lekukan bukal molar pertama
• Mesioklusi : Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak
pada tonjol distal molar pertama permanen bawah
• Gigitan tonjol : Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas
beroklusi dengan tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah
- Tidak ada relasi Bila salah satu molar pertama permanen tidak ada
misalnya oleh karena telah dicabut, atau bila kaninus permanen belum
erupsi
- Terdiri dari dua jenis :
• Pre-normal occlussion
1Lengkung gigi rahang bawah terletak lebih anterior saat oklusi
sentris.

• Post Normal Occlusion


Lengkung gigi rahang bawah terletak lebih posterior ketika gigi oklusi
sentris.

- KELAINAN PADA GIGI ANTERIOR :


1. Overbite, atau tumpang tindih vertikal, adalah jarak vertikal dimana gigi
seri rahang atas bertumpang tindih dengan gigi seri rahang bawah.
a. Overbite normal: Overbite dianggap normal jika tepi insisal gigi rahang
atas berada dalam sepertiga insisal gigi rahang bawah, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 16-23 pada tampilan samping dan pada
Gambar 16-24A pada tampilan anterior
b. Overbite sedang: Overbite dianggap sedang jika tepi insisal gigi rahang
atas muncul dalam sepertiga tengah gigi rahang bawah
c. Overbite dalam (parah)
i. Dalam (parah): Ketika tepi insisal gigi rahang atas berada dalam
sepertiga serviks dari gigi rahang bawah.
ii. Sangat dalam: Sebagai tambahan, tepi insisal gigi rahang bawah
bersentuhan dengan jaringan gingiva lingual rahang atas.

21
Normal overbite. Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental
Hygienist 13th Ed

Overbite, Tampilan Anterior.


A: Overbite normal: tepi insisal gigi rahang atas berada dalam
sepertiga insisal permukaan wajah gigi rahang bawah.
B: Overbite sedang: tepi insisal gigi rahang atas berada dalam
sepertiga tengah permukaan wajah gigi rahang bawah.
C: Overbite parah: tepi insisal gigi rahang atas berada dalam sepertiga
serviks dari wajah gigi rahang bawah. Ketika tepi insisal gigi rahang
bawah bersentuhan dengan jaringan gingiva lingual rahang atas,
overbite dianggap sangat parah.

Overbite dalam (parah). Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the


Dental Hygienist 13th Ed

2. Overjet
Jarak horizontal antara permukaan labioincisal gigi seri rahang bawah
dan permukaan linguoincisal gigi seri rahang atas

Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental Hygienist 13th Ed

22
3. Underjet
Gigi rahang atas pada lingual rahang bawah. Jarak horizontal yang
dapat diukur antara permukaan labioincisal gigi seri rahang atas dan
permukaan linguoincisal gigi seri rahang bawah.

Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental Hygienist 13th Ed

Underjet. Gigi seri rahang atas terletak lingual gigi seri rahang bawah.
Jarak horizontal yang terukur terlihat jelas antara tepi insisivus rahang
atas dan tepi insisal gigi seri rahang bawah.

4. Edge to edge bite


Permukaan insisial rahang atas gigi anterior oklusi dengan permukaan
insisal gigi rahang bawah bukannya tumpang tindih seperti pada oklusi
normal

Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental Hygienist 13th Ed

5. End-to-end bite
Molar dan premolar oklusi cusp dengan cusp seperti yang terlihat
secara mesiodistal

Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental Hygienist 13th Ed

6. Open bite
Kurangnya kontak oklusal atau incisal antara gigi rahang atas dan
rahang bawah tertentu karena salah satu atau keduanya gagal
mencapai garis oklusi. Gigi tidak dapat disatukan, dan ada ruang yang
tersisa sebagai akibat dari lengkungan garis oklusi

23
Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental Hygienist 13th Ed

7. Crossbite
a. Posterior: Gigi posterior rahang atas atau rahang bawah terletak di
fasial atau lingual ke posisi normalnya. Kondisi ini dapat terjadi secara
bilateral maupun unilateral

Posterior Crossbite.
A: gigi rahang bawah lingual dari posisi normal.
B: gigi rahang bawah fasial dari posisi normal.
C: Unilateral crossbite: sisi kanan, normal: sisi kiri, gigi mandibular fasial
dari posisi normal. Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental
Hygienist 13th Ed

b. Anterior: insisiv rahang atas lingual dari insisiv rahang bawah

Sumber: Wilkins’ Clinical Practice of the Dental Hygienist 13th Ed

2) Transversal
Pada keadaan normal relasi tranversal gigi posterior ini adalah
gigitan fisura luar rahang atas, oleh karena rahang atas lebih lebar
daripada rahang bawah. Apabila rahang atas terlalu sempit atau terlalu
lebar dapat menyebabkan terjadinya perubahan relasi gigi posterior
dalam jurusan transversal. Perubahan yang dapat terjadi adalah gigitan
tonjol, gigitan fisura dalam atas, dan gigitan silang total luar rahang
atas.

3) Vertikal

Kelainan dalam jurasan vertikal dapat berupa gigitan terbuka yang berarti
tidak adanya kontak antara gigi atas dan bawah pada saat oklusi.

Istilah untuk menyatakan hubungan rahang terhadap dasar tulang kepala


(basis cranii) Untuk ini diperlukan pengertian tiga bidang yang digunakan
sebagai pedoman, yaitu:

24
a. Bidang sagital, yaitu bidang vertikal yang melewati garis tengah
(median line) rahang, tegak lurus terhadap bidang horisontal.
b. Bidang transversal, yaitu bidang vertikal yang melewati kedua titik
infraorbital kanan dan kiri, tegak lurus terhadap bidang horisontal.
Bidang ini disebut juga bidang orbital (Simon)
c. Bidang horisontal Frankfurt (FHP = Frankfurt Horizontal Plane), yaitu
bidang horisontal yang melewati titik Tragus dan titik infraorbital

d) Etiologi

1) Faktor Umum
a) Herediter
Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi daripada
populasi primitif sehingga diduga karena adanya kawin campur
menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi
-Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu

25
1. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan
maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema
multiple.
2. Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan rahang
bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak
harmonis.(Pambudi R, 2012)
- Disharmoni Dento Maksiler (DDM)
• Yaitu Suatu anomali yang menunjukkan adanya disproposi antara
volume gigi dan besarnya rahang
• Ada 2 macam
1. Jika volume geligi lebih besar dari rahang, maka gigi akan
berdesakan
2. Jika volume geligi lebih kecil dari rahang, maka timbul diastema
diantara gigi geligi (multiple diastema)
• Gejala Klinis DDM :
FASE GIGI DESIDUI
o Diastema fisiologis tidak ada
o Kadang ada rotasi gigi sulung
FASE GIGI PERGANTIAN
o I sentral permanen erupsi meresorbsi O sentral dan lateral desidui
o I sentral terletak baik
o Kaninus permanen tumbuh dengan posisi yang benar
o Atau I sentral dan lateral terletak berjajar dengan baik
o Kaninus tumbuh lebih bukal, sehingga kaninus terletak ekstostema

b) Kongenital
Cacat bawaan termasuk malformasi yang terlihat pada saat lahir.
Ini umumnya merupakan perkembangan yang salah dari
lengkung cabang ke-1 dan ke-2. Malformasi yang paling sering
dikaitkan adalah :
• Micrognathism
Micrognathia secara harfiah berarti "rahang kecil". Ini dapat
mempengaruhi salah satu rahang. Variasi bawaan sering terlihat
terkait dengan penyakit jantung bawaan dan sindrom Pierre
Robin. Micrognathia pada rahang atas seringkali disebabkan oleh
defisiensi regio premaxillary.
• Oligodontia
Juga dikenal sebagai hypodontia, adalah kondisi yang cukup
umum. Gigi yang berbeda tampaknya terpengaruh dalam
derajat yang jarang dengan gigi molar ketiga yang paling sering
terkena.
• Anodontia
Anodontia berarti tidak adanya gigi. Anodontia sejati sangat
jarang dan mungkin berhubungan dengan displasia ektodermal
herediter.
• Cleft lip and palate
Ini relatif lebih sering terlihat anomali. Ini dapat diidentifikasi
sejak minggu ke-18 hingga ke-20 kehamilan. Hal ini umumnya

26
terkait dengan rahang atas yang kurang berkembang dan
gangguan gigi terkait.

c) Lingkungan
Prenatal -> trauma, maternal diet, german measles, maternal
metabolism
Postnatal -> birth injury, TMJ injury, cerebral palsy

d) Predisposising Metabolic Climate and Disease


o Endocrine imbalance
o Gangguan metabolisme
o Infectious diseases
e) Defisiensi nutrisi

f) Abnormal pressure habits and functional aberrations

Penyebab maloklusi yang paling sering ditemui :


▪ Mengisap tidak normal
▪ Mengisap jempol dan jari

▪ Tongue thrust dan tongue sucking

▪ Menggigit bibir dan kuku

27
▪ Kebiasaan menelan yang tidak normal (deglutisi yang tidak
tepat)
▪ Cacat bicara
▪ Kelainan pernapasan (pernapasan mulut, dll.)

▪ Amandel dan kelenjar gondok

▪ Kebiasaan psikogenik dan bruxism.


g) Postur

Kebiasaan postur tubuh yang tidak normal dikatakan sebagai


penyebab dari maloklusi. Tdak secara langsung. Berhubungan
dengan tekanan abnormal lainnya atau ketidakseimbangan otot
yang meningkatkan risiko maloklusi.

h) Trauma and accidents

2) Faktor Lokal

a) Gigi sulung tanggal dini dapat berdampak pada susunan gigi


permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal maka
gigi sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivus
yang tanggal dini tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan
menyebabkan pergeseran garis median.
b) Persistensi gigi sulung Oover retained deciduous teeth berarti gigi
sulung yang sudah melewati waktu tanggal tetapi tidak tanggal.
c) Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi
permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen
sedang terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang
mengalami distorsi bentuk.
d) Jaringan lunak, tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi
pengaruh yang besar terhadap letak gigi. Meskipun tekanan otot-otot
ini jauh lebih kecil dibanding tekanan otot pengunyahan tetapi

28
berlangsung lebih lama.
e) Kebiasaan buruk, suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam
sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat
menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda
lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi.
FAKTOR LOKAL MENURUT GRABER’S :
a. Anomali jumlah gigi
• Gigi supernumerary
• Gigi tanggal (kehilangan atau kehilangan bawaan karena
kecelakaan, karies, dll.)
b. Anomali ukuran gigi
c. Anomali bentuk gigi
d. Frenum labial abnormal
e. Premature loss
f. Prolonged retention
g. Erupsi gigi permanen yang terlambat
h. Jalur erupsi tidak normal
i. Ankylosis
j. Karies gigi
k. Restorasi gigi yang tidak tepat

29
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, D, Linda., Mallonee F Lisa, Wyche J Charlotte. 2021. Wilkins’ Clinical Practice of
the Dental Hygienist 13th Ed. Burlington: World Headquarters Jones and Barlett Learning:
809-815

Harty, F. J., & Ogston, R. 2014. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC

Rahardjo, Pambudi. 2016. Ortodonti Dasar Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press

Rahardjo, Pambudi.2011. Diagnosis Ortodontik. Surabaya:Airlangga University Press

Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics 2nd Ed. India: Jaypee

30

Anda mungkin juga menyukai