Anda di halaman 1dari 3

LO 1

Oklusi normal pada gigi desidui


Oklusi normal pada gigi sulung memiliki karakteristik sebagai berikut: diastema pada gigi
anterior, primate spaces, overjet dan overbite yang rendah, relasi molar flush terminal plane, dan
bentuk lengkung yang ovoid. Maloklusi pada gigi sulung akan dibawa ke gigi permanen
berikutnya dan ke tingkat yang lebih lanjut. Diastema adalah kondisi umum pada gigi sulung dan
merupakan kondisi yang sangat penting bagi gigi geligi, karena merupakan indikator
perkembangan oklusi gigi permanen yang menguntungkan. Diastema sering muncul di antara
semua gigi sulung anterior dengan ruang yang paling menonjol berada di mesial kaninus rahang
atas dan distal kaninus di mandibula yang sering disebut dengan primate space. Diastema lebih
sering terjadi pada maksila daripada mandibula dan diastema lebih banyak diamati pada anak
laki-laki daripada anak perempuan. Banyak studi observasional yang berkaitan dengan jarak dan
oklusi gigi sulung telah mengkonfirmasi bahwa karakteristik oklusal bervariasi di antara populasi
dan kelompok etnis.
Klasifikasi maloklusi pada gigi desidui
Modifikasi klasifikasi Angle, Angle menggunakan huruf romawi angka I/II/III secara berurutan
untuk mengidentifikasi maloklusi Kelas I, Kelas II, dan Kelas III. Janson et.al telah
menggambarkan half cusp Kelas II atau III dan Kelas II atau III dari keparahan maloklusi. Dalam
klasifikasi Angle yang dimodifikasi untuk gigi sulung, angka Romawi kecil i/ii/iii digunakan
untuk hubungan molar kedua sulung untuk masing-masing mewakili hubungan molar Kelas
I/II/III Angle seperti pada gigi permanen. Selain hubungan molar Kelas i, ii, dan iii; setengah
cusp Kelas ii, setengah cusp Kelas iii, dan hubungan molar subdivisi juga dicatat.
• Kelas i: Ketika cusp mesiobukal molar kedua sulung rahang atas beroklusi dengan
groove mesiobukal molar kedua rahang bawah sulung
• Kelas ii: Ketika cusp mesiobukal molar kedua sulung rahang atas beroklusi dengan
ruang interdental antara molar pertama dan kedua rahang bawah sulung
• Kelas iii: Ketika cusp mesiobukal molar kedua sulung rahang atas beroklusi dengan alur
distobukal atau permukaan distal molar kedua rahang bawah sulung
• Half cusp Kelas ii: Ketika cusp mesiobukal molar kedua sulung rahang atas beroklusi
dengan cusp mesiobukal molar kedua sulung rahang bawah
• Half cusp Kelas iii: Ketika cusp mesiobukal molar kedua sulung rahang atas beroklusi
dengan cusp distobukal molar kedua sulung rahang bawah
• Subdivisi: Ketika hubungan molar pada kedua sisi pada anak berbeda dimana satu sisi
adalah Kelas i dan yang lainnya adalah salah satu dari jenis lain yang dijelaskan di atas.
Subdivisi adalah sisi yang bukan sisi Kelas i.
Sumber
Vegesna, et.al., 2014. Occlusal Characteristics and Spacing in Primary Dentition: A Gender
Comparative Cross-Sectional Study. Hindawi Publishing Corporation International Scholarly
Research Notices Volume 2014, Article ID 512680, 7 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2014/512680
Chandranee KN, Chandranee NJ, Nagpal D, Lamba G, Choudhari P, Hotwani K. Modified
angle's classification for primary dentition. Contemp Clin Dent 2017;8:617-20.

LO 5
Analisis Tanaka-Johnston
Tanaka-Johnston pertama kali memperkenalkan analisisnya pada tahun 1974. Analisis Tanaka-
Johnston merupakan pengembangan dari perhitungan regresi Moyers untuk memprediksi lebar
mesiodistal gigi kaninus, premolar pertama, dan premolar kedua permanen yang akan erupsi.
Analisis Tanaka-Johnston dikembangkan dari 506 sampel yang berasal dari keturanan Eropa
Utara. Analisis Tanaka-Johnston memiliki koefisien korelasi sebesar 0,63 untuk maksilla dan
0,65 untuk mandibula. Sedangkan standard error of estimate yang dimiliki adalah 0,86 mm
untuk gigi rahang atas dan 0,85 mm untuk gigi rahang bawah. Analisis ini tidak membutuhkan
foto radiografi maupun tabel sehingga mudah dihafal dan praktis digunakan. Analisis ini
menggunakan lebar mesiodistal keempat gigi insisivus mandibula dalam perhitungannya. Dalam
analisis Tanaka-Johnston, setengah dari jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisivus
mandibula dihitung. Kemudian ditambahkan 10,5 mm untuk memprediksi jumlah lebar
mesiodistal gigi kaninus dan premolar yang akan erupsi pada mandibula dalam satu kuadran.
Pada maksila rumus ditambahkan 11,0 mm untuk memprediksi jumlah lebar mesiodistal gigi
kaninus dan premolar pada maksila dalam satu kuadran. Setelah itu, jumlah lebar gigi pada
seluruh rahang dijumlahkan dan dibandingkan dengan ruang yang tersedia pada rahang (space
available).5,8-10,27,29
Rumus analisis Tanaka-Johnston dapat dilihat pada rumus di bawah ini.
Rumus :
• Perkiraan Lebar Mesiodistal Kaninus dan Premolar Permanen Mandibula dalam satu kuadran
lebar mesiodistal keempat insisivus mandibula : 2 dan di tambah 10,5 mm
• Perkiraan Lebar Mesiodistal Kaninus dan Premolar Permanen Maksila dalam satu kuadran
lebar mesiodistal keempat insisivus mandibula : 2 dan di tambah 11,0 mm

Anda mungkin juga menyukai