1
2
PENDAHULUAN
Protokol penelitian ini disetujui oleh komite etik Nippon Dental University.
Didesain sebagai penelitian cross sectional retrospektif. Ukuran sampel diestimasi
memiliki efek ukuran 0,973 yang ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya
menggunakan program statistic G-Power. Analisis Power mengindikasikan bahwa
ukuran sampel minimum yang dibutuhkan untuk tiap kelompok sebesar 18 subjek
untuk menemukan hasil pengukuran dengan kekuatan 80% dan level signifikansi
5%.
Kurang lebih 100 subjek laki-laki dan wanita dengan oklusi normal yang
awalnya dipilih dari total populasi sebesar 4000 murid Nippon Dental University
dan sekolah yang berkaitan lainnya dievaluasi oleh 2 ortodontis. Kriteria inklusi
berikut ini digunakan dalam proses seleksi awal.
1. Usia 18 tahun atau lebih tua tanpa pengobatan ortodontik sebelumnya atau
anomali kraniofasial kongenital seperti celah bibir dan langit-langit.
4
Gambar 1. A, Refensi lokasi titik dan B, pengukuran lengkung gigi dari 3D foto
model
6
Berdasarkan ini model gigi dan foto sefalometri lateral 174 pasien dievaluasi.
Untuk pasien yang memiliki hubungan molar satu dengan oklusi Angle kelas I tanpa
crossbite posterior dipilih. Sebagai tambahan, pasien dengan rotasi gigi lebih dari
45o dieksklusi berdasarkan observasi model gigi rahang atas dalam bidang oklusal.
Model gigi dari pasien yang dipilih diukur menggunakan kaliper digital, dan
kemudian subjek dengan overbite dan overjet dalam +1,0 hingga 4,0 mm dipilih.
7
Model gigi rahang atas dari subjek pada kelompok kontrol discan menggunakan
scanner laser 3 dimensional (3D), dan titik referensi diidentifikasi pada pusat ujung
insisif, ujung cusp kaninus, dan cusp bukal dari premolar menggunakan software
evaluasi cloud point 3D (Inspect version 7,5; GOM, Braunschweig, Germany).
Koordinat dari tiga dimensi kemudian dikonversi menjadi file untuk Microsoft
Office Excel 2013. Berikutnya, persamaan 4 polynomial menggunakan metode
untuk menentukan kurva melalui titik referensi tiap gigi kecuali insisif lateral dan
kaninus pada bidang oklusal. Jarak horizontal antara kurva dan titik referensi pada
insisif lateral dan kaninus dihitung sebagai displasia palatal-fasial dari insisif lateral
dan kaninus. Jarak terhadap arah fasial didefinisikan sebagai nilai negative. Pada
poin ini, subjek kelompok kontrol dianggap unilateral, dan displasia palatal dari
insisif lateral kemudian ditambahkan dari displasia fasial kaninus untuk 66 sisi dari
33 subjek. Data ini dikumpulkan, dan rata-rata dan standar deviasi (0,86 ± 0,72 mm)
dihitung. Untuk menilai displasia fasial-palatal dari insisif lateral dan kaninus dari
174 pasien yang awalnya dipilih untuk kelompok MxAC, 2 SD ditambahkan ke
dalam nilai rata-rata dalam kelompok kontrol dan ditentukan sebagai standar
deviasi (2,31mm) untuk hubungan posisional fasial-palatal antara insisif lateral dan
kaninus. Sehingga, pasien yang memiliki nilai yang melebihi nilai standar dipilih
sebagai subjek MxAC paling berat.
Konsekuensinya, pasien dengan sudut ANB dalam 2,5o ± 2,0o dipilih oleh
analisis sefalometri dan 33 wanita (rata-rata usia 23,3 ± 3,8 tahun; rentang, 18 – 31
tahun) dipilih sebagai kelompok MxAC.
Seluruh subjek dalam kedua kelompok dipilih dari populasi etnik yang sama di
Jepang. Kami menentukan usia minimum 18 tahun karena mempertimbangkan
pasien berusia 18 tahun atau lebih telah mengalami pertumbuhan sempurna. Pasien
dalam kelompok MxAC telah dipilih untuk menyesuaikan rentang usia kelompok
kontrol sebisa mungkin.
Diameter mahkota gigi mesiodistal untuk insisif sentral maksilla, insisif lateral,
kaninus, premolar pertama dan kedua, dan molar pertama, diukur menggunakan
kaliper digital, dan pengukuran bilateral dilakukan. Median dan jarak interkuartil
8
(IQR) dengan rata-rata dan standar deviasi kemudian dikalkulasi untuk kedua
kelompok.
Untuk hubungan insisif sentral, overjet dan overbite diukur dengan model gigi
menggunakan kaliper digital, dan median dan IQR dengan mean dan standar deviasi
dikalkulasi untuk kedua kelompok.
Hubungan ukuran lengkung rahang dan ukuran rahang diukur menggunakan
metode kaliper digital. Displasia fasial-palatal dari insisif lateral dan kaninus
kemudian diukur. Median dan IQR dengan mean dan standar deviasi untuk
pengukuran ini kemudian dikalkulasi untuk kedua kelompok.
9
Sebagai tambahan, semua koordinat x-y dari setiap pasien dipindahkan sebagai
data tulisan dan dimasukkan ke dalam program excel. Titik koordinat superimpose
dengan sella dan pada garis sella-nasion 7° diatas garis horizontal tiap kelompok.
Median dari setiap titik referensi telah dihitung tiap kelompok dan grafik telah
digambarkan di gambar 3.
Untuk menganalisis error dengan formula Dahlberg’s , 10 subjek dipilih secara
acak dari dua kelompok (total 20 subjek). Pengukuran sefalometri dilakukan dua
kali dengan minimal interval 2 minggu oleh 1 evaluator (M.1) dan satu lagi dengan
evaloator yang lain (member dari departemen ortodontik) menggunakan prosedur
klinis yang umum tanpa kalibrasi. Nilai kesalahan maksimal dari intraminer dan
interexaminer untuk analisis sefalografi 0.55 dan 0.63 mm untuk pengukuran linear
dan 0.61° dan 0.79° untuk pengukuran angular, masing-masing. Untuk pengukuran
diameter mahkota mesiodistal dilakukan pada model gigi, 20 subjek telah
dievaluasi. Nilai kesalahan maksimal dari intraminer dan interexaminer masing-
masing 0.17 dan 0.36 mm.
Sebagai tambahan, untuk analisis kesalahan intraexaminer dan interexaminer
pada model gigi diperoleh dengan menggunakan 3D laser scanner, 5 model gigi
dari kedua kelompok (total 10 model)
juga dipilih secara acak. Seluruh landmark pengukuran diidentifikasi dua kali
dengan minimum interval 2 minggu oleh 1 evaluator (M1) ndan sekali oleh
evaluator lain dengan sesi kalibrasi yang hati-hati, karena kami tidak menggunakan
sistem ini secara klinis. Nilai error intrapemeriksaan dan interpemeriksaan
maksimum untuk pengukuran model gigi 3D adalah 0,10 dan 0,12 mm.
ANALISIS STATISTIK
HASIL
Diameter mesiodistal untuk mahkota gigi kelompok MxAC lebih besar secara
signifikan dibandingkan kelompok kontrol untuk seluruh gigi kecuali untuk molar
pertama (P <0,01).
Overbite lebih kecil secara signifikan dalam kelompok MxAC dibandingkan
dengan kelompok kontrol (P <0,01).
Diskrepansi panjang lengkung dan pemindahan fasial-palatal dari insisif lateral
dan kaninus dari arkus dental lebih kecil dan besar secara signifikan, dalam
kelompok MxAC dibandingkan dengan kelompok kontrol (p <0,01).
Lebar lengkung gigi pada premolar pertama dan kedua (p < 0,01) dan molar
pertama (P <0,01) dan kedalaman lengkung gigi pada kaninus(P < 0,01), premolar
pertama (P <0,01), dan premolar kedua (P <0,05) dalam kelompok MxAC lebih
kecil secara signifikan dalam kelompok kontrol.
Sudut basis kranial lebih besar secara signifikan dalam kelompok MxAC
dibandingkan dengan kelompok kontrol (P <0,05). Pengukuran panjang basis
kranial median untuk panjang basis kranial anterior, panjang basis kranial posterior,
dan panjang basis kranial total (P <0,01) adalah 4,10 mm (5,89%) lebih pendek
dibandingkan kelompok MxAC dengan kelompok kontrol.
Sudut SNA dan SNB dan jarak A-Ptm lebih kecil secara signifikan dalam
kelompok MxAC dibandingkan dengan kelompok kontrol (P <0,01).
12
Secara signifikan lebih besar bidang SN-rahang bawah (MP), bidang SN-palatal
(PP) (P <0,01) diobservasi dalam kelompok MxAC dibandingkan dengan
kelompok kontrol, mengindikasikan pola skeletal hyperdivergen pada maloklusi ini.
Mengenai komponen dental, kelompok MxAC menunjukkan U1-PP lebih besar
secara signifikan (P <0,01) dan sudut U1-NA (P <0,05), sudut nterinsisial lebih
kecil (P <0,01), dan jarak U6D-Ptm lebih kecil (P <0,05) dibandingkan kelompok
kontrol.
13
DISKUSI
Dalam penelitian ini, lengkung gigi rahang atas dalam kelompok MxAC
memberikan jarak premolar dan molar satu lebih sempit dan kedalaman lengkung
gigi pada kaninus dan premolar yang lebih pendek dibandingkan kelompok kontrol.
Tetapi tidak ada perbedaan signifikan dalam jarak interkaninus rahang atas yang
diobservasi antara kedua kelompok. Sehingga arah displasia kaninus dapat
dievaluasi dalam arah anterior dibandingkan transversal dikarenakan kedalaman
lengkung gigi yang lebih pendek diobservasi pada kaninus dan premolar pertama.
Dalam bahasa Jepang,”yaeba” merujuk pada kondisi overlapping multipel gigi
anterior pada senyum frontal. Kontras terhadap subjek yang dipilih dari populasi
Jepang yang sama, pasien Italia dengan status maloklusi yang sama dan kaninus
rahang atas yang displasia secara bukal menggambarkan jarak interkaninus yang
lebih besar dan tidak ada perbedaan jarak intermolar. Sehingga, heritabiltas
morfologi basis kranial dapat menjelaskan perbedaan arah displasia kaninus rahang
atasrius antar etnis. Tetapi penelitian lebih lanjut dalam populasi lain penting
dilakukan untuk menentukan efek variasi etnis pada morfologi basis kranial dan
posisi kaninus rahang atas yang ektopik.
14
Dalam bidang ortodontik sudut basis kranial telah sering diteliti untuk
identifikasi perbedaan antara klasifikasi Angle. Penelitian sebelumnya menunjukan
bahwa sudut basis kranial kecil dan besar menentukan posisi posterior dan anterior
kondilus dalam basis kranial, menghasilkan hubungan skeletal Kelas II dan Kelas
III. Tetapi, hanya sedikit penelitian yang menggunakan sudut basis kranial untuk
membandingkan perbedaan antara pasien dengan dan tanpa crowding pada arkus
rahang bawahius, tanpa perbedaan signifikan dalam sudut basis kranial yang
diobservasi. Kami menemukan sudut basis kranial yang lebih besar secara
signifikan dalam kelompok MxAC dengan pola skeletal dan dental Kelas I.
penemuan ini mendukung hasil penelitian sebelumnya pada pasien Kelas I.
15
KESIMPULAN
Wanita dengan oklusi Kelas I dan MxAC yang berat mengalami sudut yang
lebih besar dan basis kranial yang lebih pendek, basis rahang atas sagital lebih kecil
dan pola skeletal hiperdivergen.