Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PEMICU 4 BLOK 18

“Keisha Pemberani”

Disusun oleh :

Michael D.J. Siregar

Kelompok pemicu : 2

190600176
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuain hubungan gigi atau rahang yang
menyimpang dari normal (Wijayanti P; dkk, 2014). Maloklusi dapat menampilkan wajah yang
buruk, resiko karies, penyakit periodontal, perubahan pada bicara, mastikasi, disfungsi sendi
temporomandibular dan nyeri orofasial.

Ortodonti lepasan adalah alat yang pemakaiannya bisa dilepas dan dipasang oleh pasien. Alat
ini mempunyai kemampuan perawatan yang lebih sederhana dibandingkan dengan alat cekat
(Eley B; dkk, 1993). Alat ortodonti lepasan lebih banyak dipakai di Indonesia karena
konstruksinya yang sederhana dan mudah dibuat. Alat ortodonti lepasan terdiri dari beberapa
komponen, yaitu plat dasar, komponen retensi, komponen pasif, komponen penjangkar dan
komponen aktif.

1.2 Deskripsi pemicu

Kasus : Keisha yang berusia 9 tahun datang dengan ibunya ke RSGM USU, untuk melakukan
pemeriksaan gigi karena mengeluh setiap habis makan susah membersihkan sisa makanan di
antara gigi di rahang bawah.

Rahang Bawah : Keisha mempunyai keluhan gigi yang tidak teratur. Pada pemeriksaan klinis
dijumpai gigi 41 mesio linguo torsi versi, 42 dan 32 disto labio torsi versi dan analisis kebutuhan
ruang -2mm. Overjet gigi 11/41 : 2 mm dan 21/31: 2 mm, Overbite 11/41 : 2 mm dan 21/31 : 2
mm. Hubungan Molar sebelah kanan dan kiri Klas I. Gigi 36, 46 sudah erupsi sempurna.
Pemeriksaan radiografi panoramik jumlah gigi lengkap dan analisis sefalometri Klas I skeletal.
Terlihat plak subgingiva di regio anterior rahang bawah. Karies pada pit permukaan gigi 36.
Karies sampai kedentin pada gigi 84 dan karies mengenai pulpa pada gigi 85 yang dulunya
sering bengkak berulang, tetapi saat ini tidak ada keluhan pada semua gigi yang karies tersebut.
BAB II

Pembahasan
1. Jelaskan prosedur pemeriksaan, diagnosis, dan etiologi (Pedo, Orto)

Sumber : Ardhana, W. (2009). Prosedur Pemeriksaan Ortodontik

Mauliddya, A. R. (2019). HUBUNGAN MALOKLUSI GIGI DENGAN KUALITAS HIDUP


REMAJA USIA 12-14 TAHUN DI SMP NEGERI 29 SEMARANG (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).

ABROR, M. I. (2017). PERBEDAAN INDEKS DMF-T DAN OHI-S PADA ANAK DENGAN
SUSUNAN GIGI BERJEJAL, NORMAL DAN DIASTEMA DI SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA NEGERI 3 DEMPET DEMAK (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Semarang).

Wikanto, K. A. (2017). PERBEDAAN DAYA ANTIBAKTERI PASTA GIGI HERBAL DAN NON
HERBAL TERHADAP BAKTERI Lactobacillus acidophilusSECARA IN VITRO (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).

Prosedur Pemeriksaan

1. Anamnesis / Pemeriksaan Subyektif

Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang didapat dengan cara
operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien :

Anamnesis meliputi :

 Keluhan utama (chief complain / main complain)


 Riwayat Kasus (case history) yang tdd, Riwayat Gigi-geligi (Dental History), Riwayat
Penyakit (Disease History), Riwayat Keluarga (Family History)
 Kebiasaan buruk (Bad Habit)
2. Pemeriksaan Klinis / Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan klinis tdd:

a. Umum / General

Pemeriksaan klinis secara umum pada pasien dapat dilakukan dengan mengukur dan
mengamati tinggi badan, berat badan, keadaa jasmani, keadaan mental, status gizi.

b. Khusus / Lokal:

Pemeriksaan ini terdiri dari:

1. Luar Mulut / Ekstra Oral :


a. Bentuk muka : simetris / asimetris
b. Tipe muka, terdiri dari Brachycephalic, Dolicocephalic, Mesocephalic

Klasifikasi bentuk muka dan kepala menurut Sukadana (1976) berdasarkan :

 Indeks muka, terdiri dari Euprosop (Muka, pendek, lebar), Mesoprosop (muka
sedang), Leptoprosop (muka tinggi, sempit).
 Indeks kepala, diklasifikasikan menjadi Dolicocephali, Mesocephalic,
Brachycephalic.

c. Profil muka, menurut Graber (1972) dikenall 3 tipe profil muka yaitu cembung, lurus,
cekung

2. Dalam Mulut / Intra Oral

Pemeriksaan intraoral dilakukan dengan mengamati:

 Kebersihan Mulut (Oral hygiene/OH) : baik / cukup / jelek


 Keadaan lidah : normal / macroglossia / microglossia
 Palatum : normal / tinggi / rendah serta normal / lebar / sempit. Pada skenario dikatakan
bahwa tinggi palatum dalam.
 Gingiva : normal / hipertropi / hipotropi
 Mukosa : normal / inflamasi / kelainan lainnya
 Frenulum labii superior : normal / tinggi / rendah, tebal / tipis, pada gambaran klinis intra
oral digolongkan tinggi karna melekat sampai ke margin gingiva
 Frenulum labii inferior : normal / tinggi / rendah, tebal / tipis
 Frenulum lingualis : normal / tinggi / rendah, tebal / tipis
 Tonsila palatina : normal / inflamasi / hipertropi
 Tonsila lingualis : normal / inflamasi / hipertropi
 Tonsila pharengea : normal / inflamasi / hipertropi
 Bentuk lengkung gigi rahang atas dan bawah : Parabola / setengah elips / trapezoid / u-
form / v-form / setengah lingkaran.
 Pemeriksaan gigi geligi

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis. Pada umumnya terdiri dari
Radiografi sefalometri dan Radiografi panoramik .

Diagnosis

Diagnosis pada kasus ini adalah Maloklusi Kelas I Tipe I (karena gigi anterior yang
crowded), crowding pada region anterior rahang bawah disertai dengan :

Gigi 36 : K1 (Karies mencapai email) / Kelas I (Karies pada pit dan fissure)

Gigi 84 : K2 (Karies mencapai dentin)

Gigi 85 : K3 (Karies mencapai pulpa)

Etiologi

Crowding anterior

Berdasarkan analisis kebutuhan ruang pada kasus, diketahui bahwa terdapat kekurangan
ruang sebesar -2 mm. Kekurangan ruang pada rahang ini akan memaksa gigi anterior erupsi
secara abnormal dan pada akhirnya gigi tersebut gigi-gigi anterior rahang bawah tersebut
crowded.

Karies

Pada gambaran klinis terlihat adanya plak pada bagian servikal gigi 36 dan 46,
kemungkinan besar plak yang terakumulasi tersebut sudah terbentuk dalam waktu yang lama
sehingga dapat mengakibatkan pada gigi tetangganya.

2. Jelaskan kondisi gigi geligi rahang bawah yang dianalisis secara klinis dan radiograf
(Pedo, Orto)

Sumber : Rahmayani, L., & Maylanda, A. (2016). PROPORSI TINGGI WAJAH PADA
RELASI MOLAR KLAS I DAN KLAS II DIVISI2 ANGLE MAHASISWA FAKULTAS
KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA. Journal of Syiah Kuala Dentistry
Society, 1(2), 153-160.

Anomali pada gigi

Gigi 41 : mesio-linguo torsi versi

Gigi 42 dan 32 : disto-labio torsi versi

Gigi 36 : Karies kelas I (Karies pada pit dan fissure)

Gigi 84 : K2 (Karies mencapai dentin)

Gigi 85 : K3NV (Karies mencapai pulpa dan non vital)

Relasi sentrik

Relasi Molar Kanan dan Kiri : Kelas I Angle Tipe I

Overjet gigi : 11/41 : 2 mm dan 21/31: 2 mm

Overbite gigi : 11/41 : 2 mm dan 21/31 : 2 mm


Radiografi

Pemeriksaan radiografi panoramik jumlah gigi lengkap, pada gigi 85 terlihat gambaran
radiolusen, pada bagian oklusal melewati distoaproksimal dengan kedalaman mencapai pulpa.
Pada gigi 84 terlihat gambaran radiolusen pada bagian distoproksimal kedalaman mencapai
dentin. Pada gigi 36 terlihat gambaran radiolusen pada bagian oklusal dengan kedalaman
mencapai dentin, dan analisis sefalometri klas I skeletal.

3. Jelaskan rencana perawatan untuk kasus rahang bawah tersebut (Orto)

Sumber : Chalmers, J. M. (2006). Minimal intervention dentistry: part 2. Strategies for


addressing restorative challenges in older patients. Journal-Canadian Dental Association, 72(5),
435.

Qudeimat, M. A., & Fayle, S. A. (1998). The longevity of space maintainers: a retrospective
study. Pediatric dentistry, 20, 267-272.

Gigi 36

Dilakukan penutupan dengan menggunakan Glass Ionomer. Glass Ionomer digunakan


sebagai sealant untuk menutup karies pada pit. Hal ini dilakukan karena karies masi pada tahap
inisiasi sehingga dapat dilakukan penutupan dengan menggunakan sealant dan remineralisasi.

Gigi 85

Berdasarkan kasus, diketahui bahwa karies pada gigi 85 sudah mencapai pulpa dan sering
bengkak berulang sehingga indikasi untuk dilakukan ekstraksi pada gigi ini.

Gigi 84

Dilakukan perawatan berupa, indirect pulp capping dikarenakan karies masih sampai
dentin, lalu dilakukan restorasi dengan menggunakan GIC.
Pemasangan Space Maintainer

Penggunaan space maintainer berupa band and loop ini untuk menghambat pergerakan
gigi 46 ke arah mesial akibat premature loss dari gigi 85 akibat ekstraksi. Band and loop ini lebih
disukai karena proses pembuatannya lebih mudah, waktu kerja yang singkat, tidak perlu
dilakukan anestesi terlebih dahulu untuk pemasangan band karena tidak ada preparasi yang
dilakukan pada gigi, pengaplikasiaannya mudah dan lebih ekonomis.

4. Jelaskan tujuan dan desain perawatan pada seluruh kasus rahang bawah tersebut
beserta alasannya (Orto)

Sumber : YULIASTUTI, L. (2005). Pengaruh pemakaian Space Maintainer lepasan dengan alat
tambahan tube terhadap pertumbuhan lateral:: Kajian kasus kehilangan gigi molar desidui
rahang bawah pada 3 anak laki-laki usia 9 tahunan (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah
Mada).

Tujuan

Tujuan dari penggunaan space maintainer adalah untuk mempertahankan ruang dalam
lengkung rahang akibat ada premature loss gigi sulung. Gigi molar 2 desidui yang dalam kasus
ini adalah gigi 85 yang telah dicabut memungkinkan gigi molar 1 permanen (36) untuk bergerak
ke mesial sehingga jika pasien tidak menggunakan space maintainer, premolar 2 permanen tidak
akan memiliki cukup ruang untuk erupsi sehingga kemungkinan akan mengalami malposisi.

Desain perawatan

Space maintainer band-loop dapat digunakan pada gigi di maksila maupun mandibula
dengan gigi penyangga dalam keadaan sehat. Space maintainer ini biasanya digunakan untuk
menjaga kehilangan satu gigi.

Fungsi long labial bow tentu untuk nantinya memposisikan kaninus lebih ke distal agar
tidak terlalu dempet kearah depan sehingga insisivus mempunyai ruang untuk memperbaiki
corwdednya dan malposisinya (dibantu finger spring). Klamer dipasang pada gigi dapat
memberikan tahanan yang cukup terhadap kekuatan yang dikenakan terhadap gigi yang
digerakkan. Dapat menahan gaya vertikal yang dapat mengangkat plat lepas dari rahang dan
menggangu stabilitas alat

5. Jelaskan jenis alat/klamer apa saja yang digunakan (Orto, Pedo)

Sumber : Ardhana W. Alat ortodontik lepasan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Gajah Mada. 2011:4-19.

1. Band and Loop (Space Maintainer)

 Band  berupa cincin logam yang biasanya disemenkan pada gigi


 Loop  menyediakan ruang untuk erupsi benih gigi permanen.
2. Long labial bow
 Ukuran kawat yang biasa dipakai adalah : 0.8 untuk pemakaian aktif dan 0.9 mm untuk
pemakaian retentif (sebagai retainer).
 Basis busur labial tipe panjang ini disamping dapat ditanam di dalam plat akrilik seperti
umumnya, tetapi dapat pula dilekatkan pada tube horisontal yang dipatrikan pada bukal bar
klamer Adams pada gigi M1.
3. Finger Spring

Pir jari merupakan bagian retentif dari alat ortodontik lepasan yang menyerupai jari- jari
sebuah lingkaran memanjang dari pusat lingkaran ke sisi lingkaran (lengkung gigi), Pir jari
tunggal digunakan untuk menggerakkan sebuah gigi ke arah mesial atau distal sepanjang
lengkung gigi.
4. Klamer Adams

Klamer Adams merupakan alat retensi plat aktif yang paling umum digunakan. Biasanya
dikenakan pada gigi molar kanan dan kiri serta pada gigi premolar atau gigi anterior. Diameter
kawat yang digunakan : 0,7 mm untuk gigi molar dan premolar. serta 0,6 mm untuk gigi anterior.

6. Gambarkan desain alat yang digunakan pada kasus di rahang bawah serta fungsi
masing-masing komponen (Orto, Pedo)

Sumber : Ardhana W. Alat ortodontik lepasan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Gajah Mada. 2011:4-19.

7. Jelaskan kapan saja waktu kontrol berkala dan apa yang dilakukan oleh dokter gigi
pada saat kontrol (Orto)

Sumber : Vinothini V, dkk. “Functional band and Loop Space Maintainers in Children” Case
Reports in Dentistry. Hindawi 2019; 2019: 1-4. https://doi.org/10.1155/2019/4312049
Kontrol dilakukan pada : 1 minggu, 2 minggu, 1 bulan, 3/6 bulan

 Kontrol pada 1 minggu dilakukan untuk melihat adakah rasa sakit, letak loop, loop menekan
gingiva, gingivitis, dan melakukan kontrol plak dan DHE.
 Kontrol pada 3/6 bulan sekali untuk melihat keadaan Space Maintainer, gingiva, kontrol plak
+ dhe, dan untuk melihat apakah gigi permanen sudah erupsi
 Apabila gigi permanen sudah erupsi maka lepaskan Space Maintainer.
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Kondisi gigi sulung yang sehat memiliki peranan penting bagi anak, sehingga keberadaannya
harus tetap dipertahankansampai masa erupsi gigi permanen. Kehilangan gigi sulung secara
prematur akan mengakibatkan gigi tetangganyabergeser karena adanya gaya ke mesial dari gigi
posterior yang erupsi pada masa tahap pertumbuhan danperkembangan anak. Tanggalnya gigi
sulung dapat berakibat buruk terhadap perkembangan oklusal. Sebagaimanadiketahui, bahwa
gigi sulung tidak hanya berfungsi untuk mengunyah makanan, tetapi juga sebagai penunjuk jalan
bagipertumbuhan gigi permanen yang akan menggantikannya. Jika gigi sulung tercabut terlalu
cepat maka gigi permanenakan kehilangan arahnya sehingga erupsinya dapat terganggu. Oleh
karena itu, perlu dipertimbangkan untukmempertahankan gigi sulung selama mungkin untuk
mencegah kelainan-kelainan yang dapat terjadi selama masaproses tumbuh kembang seorang
anak. Kehilangan gigi sulung dan kegagalan untuk menjaga ruang tersebut selamamasa
pertumbuhan dan perkembangan akan mempengaruhi oklusi normal pada gigi permanennya.
Karena itu,dibutuhkan penggunaan piranti space maintainer yang diharapkan dapat
mempertahankan ruang bekas pencabutansehingga gigi dapat erupsi di tempat tersebut secara
adekuat

3.2 Saran

Sebaiknya penggunaan space maintainer dilakukan secepat mungkin setelah terjadinya


premature loss untuk mencegah bergeraknya molar 1 permanen ke arah mesial sehingga tidak
terjadi malposisi pada daerah posterior.
Daftar Pustaka
1. Ardhana, W. (2009). Prosedur Pemeriksaan Ortodontik
2. Mauliddya, A. R. (2019). HUBUNGAN MALOKLUSI GIGI DENGAN KUALITAS HIDUP
REMAJA USIA 12-14 TAHUN DI SMP NEGERI 29 SEMARANG (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).
3. ABROR, M. I. (2017). PERBEDAAN INDEKS DMF-T DAN OHI-S PADA ANAK DENGAN
SUSUNAN GIGI BERJEJAL, NORMAL DAN DIASTEMA DI SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA NEGERI 3 DEMPET DEMAK (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).
4. Wikanto, K. A. (2017). PERBEDAAN DAYA ANTIBAKTERI PASTA GIGI HERBAL DAN
NON HERBAL TERHADAP BAKTERI Lactobacillus acidophilusSECARA IN
VITRO (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).
5. Rahmayani, L., & Maylanda, A. (2016). PROPORSI TINGGI WAJAH PADA RELASI
MOLAR KLAS I DAN KLAS II DIVISI2 ANGLE MAHASISWA FAKULTAS
KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA. Journal of Syiah Kuala Dentistry
Society, 1(2), 153-160.
6. Chalmers, J. M. (2006). Minimal intervention dentistry: part 2. Strategies for addressing
restorative challenges in older patients. Journal-Canadian Dental Association, 72(5), 435.
7. Qudeimat, M. A., & Fayle, S. A. (1998). The longevity of space maintainers: a retrospective
study. Pediatric dentistry, 20, 267-272.
8. YULIASTUTI, L. (2005). Pengaruh pemakaian Space Maintainer lepasan dengan alat
tambahan tube terhadap pertumbuhan lateral:: Kajian kasus kehilangan gigi molar desidui
rahang bawah pada 3 anak laki-laki usia 9 tahunan (Doctoral dissertation, Universitas
Gadjah Mada).
9. Ardhana W. Alat ortodontik lepasan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Gajah Mada. 2011:4-19.
10. Vinothini V, dkk. “Functional band and Loop Space Maintainers in Children” Case Reports
in Dentistry. Hindawi 2019; 2019: 1-4. https://doi.org/10.1155/2019/4312049

Anda mungkin juga menyukai