Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LBM 3 BLOK 13
3. Etio
Fraktur dental pada umumnya terjadi bersamaan dengan cidera mulut lainnya
Penyebab umum fraktur dental adalah benturan atau trauma terhadap gigi yang menyebabkan
disrupsi atau kerusakan enamel, dentin, atau keduanya
Benturan atau trauma, baik berupa pukulan langsung terhadap gigi atau berupa pukulan tidak
langsung terhadap mandibula, dapat menyebabkan pecahnya tonjolan-tonjolan gigi, terutama
gigi-gigi posterior. Selain itu, tekanan oklusal yang berlebihan terutama terhadap tumpatan
yang luas dan tonjol-tonjolnya tak terdukung oleh dentin dapat pula menyebabkan fraktur
4. faktor predisposisi
faktor predisposisi fraktur dental antara lain postnormal occlusion, overjet yang melebihi 4
mm, bibir atas yang pendek, bibir yang inkompeten, dan pernapasan melalui mulut
umur, aktivitas olahraga, riwayat medis, dan anatomi gigi juga merupakan fraktur
predisposisi
5. Pemeriksaan
Pemeriksaan subyektif
Keluhan utama : pasien datang angin ditambal karena gigi depan atas patah.
Riwayat perjalanan penyakit : gigi tersebut patah sudah 2 hari yang lalu, dan pasien
mengeluh sakit 1 hari setelah kejadian dan tidak sakit lagi setelah 2 hari kejadian, tetapi
pasien mengeluh giginya ngilu bila minum es
Riwayat kehidupan sosial : pasien seoran pelajar kelas 1 sekolah dasar
Informasi medis : pasien tidak mempunyai penyakit sistemik
Pemeriksaan Objektif
6. Perawatan
fraktur alveolar
1. Definisi
2. klasifikasi
3. etio
4. faktor predisposisi
5. pemeriksaan
6. perawatan
3. Perawatan
1.Perawatan gigi goyah ( luksasi ) dilakukan stabilisasi dengan splint. Tujuan pembuatan
splint yaitu untuk membantu proses regenerasi jaringan pendukung gigi.Durasi pemasangan
splint tergantung dengan derajat awal kegoyahan gigi dan luasnya kerusakan alveolar.
Klasifikasi splint dibagi 3 :
Temporer: splint yang hanya dipasang pada waktu tt, bila gigi tidak goyah lagi splint dilepas.
Macamnya=> silk ligature,wire ligature,wire dan acrylic ligature, composite resin, dental
night guard
Permanen: splint yang digunakan terus menerus dan permanen selamanya. Macamnya =>
acrylic continous spring.
Profesional / diagnostik splint : splint yang digunakan dlm kondisi ragu-ragu merupakan
diagnostik apakah dirawat dengan splint atau tindakan perawatan lain.
5. kenapa pada hasil rontgen ada area radiolusen disekelilingi akar gigi ?
Tanda terjdny inflamasi / peradangan akut(kronis).
6. mengapa gigi bisa goyah (perbedaan goyah+luksasi)
“ FRAKTUR MANDIBULA “
A. FRAKTUR MANDIBULA
1. Definisi
- Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara
langsung atau tidak langsung.
- Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial, yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Trauma pada wajah sering melibatkan tulang-tulang pembentuk wajah, diantaranya
mandibula.
Mandibula merupakan bagian dari tulang wajah yang sering mengalami cedera karena
posisinya yang menonjol, dan merupakan sasaran pukulan dan benturan.
Trauma yang terjadi pada mandibula sering menimbulkan farktur yang menganggu fungsi
pengunyahan. Fraktur mandibula adalah salah satu cedera wajah yang sering ditemukan dan
biasanya disebabkan oleh trauma langsung.
Penyebab utama dari fraktur di seluruh dunia adalah kecelakaan lalu lintasdankekerasan.
Sepertiga fraktur mandibula terjadi di daerah kondilar-subkondilar, sepertiga terjadi di daerah
angulus, dan sepertiga lainnya terjadi di daerah korpus, simfisis, dan parasimfisis. Daerah-
daerah tersebut merupakan daerah lemah pada mandibula. Angulus diperlemah oleh adanya
gigi molar ketiga dan ke anterior, daerah parasimfisis diperlemah oleh akar gigi taring yang
panjang, dan daerah subkondilar merupakan daerahyangtipis.
Oleh karena mandibula bagian tersering mengalami fraktur pada trauma dibagian wajah,
penting untuk mengetahui dengan tepat penanganan awal, tindakan perbaikan serta
mewaspadai komplikasi yang akan terjadi, dari teknik yang dipilih untuk kesembuhan yang
sempurna baik dari segi fungsi pengunyahan dan estetika wajah.
Penatalaksanaan fraktur mandibula dilakukan berdasarkan beberapa prinsip dental dan
ortopedi meliputi : 1) reduksi dari sisi yang fraktur sesuai bentuk anatomi yang benar; 2)
restorasi oklusi yang salah; 3) imobilisasi untuk menunjang kesembuhan; 4) restorasi fungsi
seoptimal dan seawal mungkin serta 5) pencegahan infeksi. (3,4)
- Fraktur atau patah tulang rahang adalah hilangnya kontuinitas pada rahang. Pada daerah
rahang meliputi tulang rahang atas (maxilla), rahang bawah (mandibula) yang diakibatkan
oleh trauma pada wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani
dengan benar.
- Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan
oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Fraktur mandibula dapat terjadi pada
bagian korpus, angulus, ramus maupun kondilus (emedicine,2011)
- Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh adanya
kecelakaan yang timbul secara langsung.
- Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas
pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan
patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.
2. Anatomi (emedicine,2011)
- Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat
menempelnya gigi geligi rahang bawah. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan
adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot – otot mengunyah.
3. Etiologi
(emedicine,2011)
- Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara
sepeda motor. Sebab lain yang umum adalah trauma pada muka akibat kekerasan, olahraga.
Berdasarkan penelitian didapatkan data penyebab tersering fraktur mandibula adalah :
- Kecelakaan berkendara 43%
- Kekerasan 34%
- Kecelakaan kerja 7%
- Jatuh 7%
- Olahraga 4%
- Sebab lain 5%
Fraktur mandibula dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan sistemik yang dapat
menyebabkan terjadinya fraktur patologis seperti pada pasien dengan osteoporosis
imperfekta.
- Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada
mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar dibandingkan
dengan tulang wajah lainnya (Nahum, 1995). Meskipun demikian fraktur mandibula lebih
sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton muka lainnya.
- Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas, kecelakaan industri atau
kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, mabuk dan perkelahian atau kekerasan fisik.
Menurut survey di District of Columbia Hospital, dari 540 kasus fraktur, 69% kasus terjadi
akibat kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat kecelakaan lalu-lintas, 12% akibat
kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga dan 4% karena sebab patologi.
- Arah serta tipe impak lebih penting dalam mempertimbangkan fraktur mandibula
dibandingkan dengan fraktur di daerah lain pada skeleton fasial, karena faktor ini dipakai
untuk menentukan pola injuri mandibular. Fraktur mandibula adalah akibat dari :
• Kecelakaan langsung (direct violence)
• Kecelakaan tidak langsung (indirect violence)
• Kontraksi otot yang sagat berlebihan
Dilihat dari bentuk mandibula, maka setiap kecelakaan langsung yang mengenai satu tempat,
akan menghasilkan kekuatan dimensi tidak langsung yang mengenai bagian lain dan biasanya
pada bagian yang berlawanan dari tulang. Kecelakaan tidak langsung sudah cukup untuk
menyebabkan terjadinya fraktur yang kedua atau ketiga.
5. Klasifikasi (emedicine,2011)
- Menurut R. Dingman dan P.Natvig pada tahun 1969 fraktur pada mandibula dibagi menjadi
beberapa kategori, yakni :
a. Menurut arah fraktur (horizontal/vertikal) dan apakah lebih menguntungkan dalam
perawatan atau tidak
b. Menurut derajat keparahan fraktur (simpel/tertutup/mengarah ke rongga mulut atau kulit).
c. Menurut tipe fraktur (Greenstick/kompleks/kominutiva/impaksi/depresi)
e. Menurut lokasi (regio simfisis, regio kaninus, regio korpus, angulus, ramus, prosesus
kondilus, prosesus koronoid)
3. Fraktur komunitif
Fraktu yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.
4. Fraktur kompresi
Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.
Tersebut diatas merupakan klasifikasi fraktur secara umum. Sedangkan klasifikasi fraktur
mandibula diantaranya adalah:
KLASIFIKASI FRAKTUR MANDIBULA
1. Menunjukkan regio-regio pada mandibulaA
Gambar regio pada tulang mandibula
2. Menunjukkan frekuensi fraktur di masing-msing regio tersebut
Gambar frekuensi fraktur pada masing-masing regio mandibula
Frekuensi terjadinya fraktur pada mandibula adalah : 2% pada regio koronoid, 36% pada
regio kondilus, 3% pada regio ramus, 20% pada regio angulus, 21% pada regio korpus,12%
pada regio simfisis, 3% pada regio alveolus.
3. Berdasarkan ada tidaknya gigi
Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui karena akan menentukan jenis terapi
yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi, penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan
pengikatan gigi dengan menggunakan kawat. Penjelasan gambar tentang klasifikasi fraktur di
atas :
1. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini dapat
melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi)
2. Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
3. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukn melalui
open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan cara
intermaxillary fixation.
4. Berdasarkan tipe fraktur mandibula:
a. Simple
b. Greenstick
c. Comminuted
d. Class I
e. Class II
f. Class III
Dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat digolongkan menjadi :
1. Fraktur Unilateral
Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu fraktur yang dapat
dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini terjadi, sering didapatkan pemindahan
frakmen secara nyata. Suatu fraktur korpus mandibula unilateral sering terjadi
2. Fraktur Bilateral
Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan langsung dan tidak
langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut angulus dan bagian
leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan angulus yang berlawanan.
3. Fraktur Multipel
Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsungdan tidak langsung dapat menimbulkan
terjadinya fraktur multipel. Pada umumnya fraktur ini terjadi karena trauma tepat mengenai
titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada simpisis dan kedua kondilus.
4. Fraktur Berkeping-keping (Comminuted)
Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang cukup keras pada
daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan terkena peluru saat perang. Dalam sehari-hari,
fraktur ini sering terjadi pada simfisis dan parasimfisis. Fraktur yang disebabkan oleh
kontraksi muskulus yang berlebihan. Kadang fraktur pada prosesus koronoid terjadi karena
adanya kontraksi refleks yang datang sekonyong-konyong mungkin juga menjadi penyebab
terjadinya fraktur pada leherkondilar.
Oikarinen dan Malstrom (1969), dalam serangkaian 600 fraktur mandibula menemukan
49,1% fraktur tunggal, 39,9% mempunyai dua fraktur, 9,4% mempunyai tiga fraktur, 1,2%
mempunyai empat fraktur, dan 0,4% mempunyai lebih dari empat fraktur.
Klasifikasi
1. Berdasarkan Tipe
a. Single fraktur
Pada kasus single fraktur, tulang hanya mengalami fraktur pada satu daerah. Fraktur
semacam ini bersifat unilateral. Pada mandibula, kasus ini paling sering terjadi dibeberapa
lokasi berikut : (6)
- Angulus, khususnya jika ada gigi molar ke-3 yang tidak bererupsi.
- Foramen mentale, dan
- Leher kondilus.
b. Multiple fraktur
Pada multiple farktur, tulang mengalami fraktur pada dua daerah atau lebih. Multiple fraktur
biasanya bilateral. Tipe fraktur inilah yang paling sering terjadi pada mandibula. Multiple
fraktur dapat pula bersifat unilateral, dimana tulang yang mengalami fraktur terbagi menjadi
beberapa bagian pada salah satu sisi.(6)
c. Simple fraktur
Simple fraktur adalah fraktur ang tidak berhubungan dengan lingkungan luar intraoral
maupun ekstraoral. Fraktur semacam ini dapat terjadi dimana saja pada ramus mandibula,
mulai dari kondilus hingga angulus.(6)
d. Compound fraktur
Compound fraktur merupakan fraktur yang memiliki hubungan dengan lingkungan luar
karena disertai dengan pembentukan luka terbuka. Fraktur ini paling sering terjadi disebelah
anterior angulus.(6)
e. Comminuted fraktur
Comminuted fraktur paling sering terjadi didaerah simfisis mandibula. Pada kasus fraktur ini
tulang terbagi menjadi beberapa bagian atau hancur.(6)
f. Complicated fraktur
Fraktur yang sekaligus terjadi pada maxilla dan mandibula, juga fraktur yang terjadi pada
keadaan dimana maxilla atau mandibula mengalami edentulisem, digolongkan dalam
complicated fraktur.(6)
2. Berdasarkan Lokasi
a. Fraktur dento-alveolar
Fraktur dento-alveolar terdiri dari afusi, subluksasi atau fraktur gigi dengan maupun tanpa
disertai fraktur alveolar. Fraktur ini dapat saja ditemukan sebagai satu-satunya fraktur yang
terjadi pada mandibula, dapat pula berkombinasi atau berhubungan dengan fraktur dibagian
lain pada mandibula.(6)
b. Fraktur Kondilus
Fraktur condilus dapat terjadi secara intracapsul, tetapi lebih sering terjadi secara
ekstracapsul, dengan atau tanpa dislokasi kepala kondilus. Fraktur pada daerah ini biasanya
gagal terdeteksi melalui pemeriksaan sederhana.(6)
c. Fraktur processus koronoid
Fraktur processus koronoid jarang terjadi, dan biasanya ditemukan saaat dilakukannya
operasi kista besar. Fraktur ini sulit terdiagnosis secara pasti pada pemeriksaan klinis.(6)
d. Fraktur ramus
Otot pterygiomasseter menghasilkan efek splinting yang kuat sehingga fraktur pada daerah
ramus jarang terjadi.(6)
e. Fraktur angulus
Daerah ini umumnya mengalami karena tulang pada daerah ini lebih tipis jika dibandingkan
dengan tulang pada daerah korpus. Relative tingginya insiden impaksi molar ke tiga
menyebabkan daerah ini menjadi lemah. (6)
f. Fraktur korpus
Keberadaan gigi kaninus pada kasus fraktur korpus menyebabkan daerah ini menjadi lemah.
Tidak bererupsinya gigi molar ke tiga juga berhubungan dengan kejadian fraktur ini.(6)
g. Fraktur simfisis dan parasimfisis
Fraktur pada daerah simfisis dan parasimfisis jarang terjadi. Ketebalan mandibula pada
daerah ini menjamin bahwa fraktur pada daerah simfisis dan para simfisis hanyalah berupa
keretakan halus. Keadaan ini akan menghilang jika posisi tulang tetap stabil dan oklusi
tidakterganggu.(6)
6. Frekuensi (emedicine,2011)
Secara umum, paling sering terjadi pada korpus mandibula, angulus dan kondilus, sedangkan
pada ramus dan prosesus koronoideus lebih jarang terjadi. Berdasarkan penelitian, dapat
diurutkan seperti berikut
a. Korpus 29 %
b. Kondilus 26%
c. Angulus 25%
d. Simfisis 17%
e. Ramus 4%
f. Proc.Koronoid 1%
7. Patofisiologi (emedicine,2011)
Derajat keparahan fraktur sangat bergantung pada kekuatan trauma. Karena itu fraktur
kominutiva dapat dipastikan terjadi karena adanya kekuatan energi yang besar yang
menyebabkan trauma. Berdasarkan penelitian pada 3002 pasien dengan fraktur mandibula,
diketahui bahwa adanya gigi molar 3 bawah meningkatkan resiko terjadinya fraktur angulus
mandibula sampai 2 kali lipat.
9. Diagnosis (emedicine,2011)
10. Diagnosis
Diagnosis fraktur mandibula dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dari riwayat kejadian,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan radiologis.(14)
I. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula dicurigai dari adanya
nyeri, pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf mentalis,
pembengkakan, memar, perdarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur atau tunggal, trismus,
ketidakmampuan mengunyah.(8) Selain itu keluhan biasanya disertai riwayat trauma seperti
kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit
patologis.(12)
II. Pemeriksaan Klinis
a. Pemeriksaan klinis pasien secara umum
Umumnya trauma maksilofasial dapat diketahui keberadaannya pada pemeriksaan awal
(primary survey) atau pemeriksaan sekunder (secondary survey). (2) Pemeriksaan saluran
napas merupakan suatu hal penting karena trauma dapat saja menyebabkan gangguan jalan
napas. Penyumbatan dapat disebabkan oleh terjatuhnya lidah kearah belakang, dapat pula
oleh tertutupnya saluran napas akibat adanya lendir, darah, muntahan, dan benda asing.(11)
b. Pemeriksaan local fraktur mandibula
1. Pemeriksaan klinis ekstraoral
Tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan pembengkakan.
Seringpula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat jelas deformasi dari kontur
mandibula yang bertulang. Jika terjadi perpindahan tempat dari fragmen-fragmen itu pasien
tidak bisa menutup geligi anterior, dan mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering
kelihatan menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur darah
menetes dari sudut mulut pasien.(11)
Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus pada kedua sisi,
kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah mandibula. Bagian-bagian melunak
harus ditemukan pada daerah-daerah fraktur, demikian pula terjadinya perubahan kontur dan
krepitasi tulang. Jika fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami
mati rasa.(11)
2. Pemeriksaan klinis intraoral
Setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan. Dari dalam mulut. Sulkus bukal diperiksa
adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Hematoma didalam sulkus lingual akibat
trauma rahang bawah hampir selalu patognomonik fraktur mandibula.(11)
Dengan hati-hati dilakukan palpasi pada daerah dicurigai farktur ibu jari serta telunjuk
ditempatkan di kedua sisi dan ditekan untuk menunjukkan mobilitas yang tidak wajar pada
daerah fraktur.(11)
3. Pemeriksaan Radiologis
Evaluasi radiografis dibutuhkan untuk mempertegas bukti dan memberikan data yang lebih
akurat.(5) Adapun pemeriksaan radiologist yang dapat dilakukan yaitu 14)
a. Foto panoramic dapat memperlihatkan keseluruhan mandibula dalam satu foto.
Pemerikasaan ini memerlukan kerjasama pasien, dan sulit dilakukan pada pasien trauma,
selain itu kurang memperlihatkan TMJ, pergeseran kondilus medial dan fraktur prosessus
alveolar.
b. Pemeriksaan radiografik defenitif terdiri dari fotopolos mandibula, PA, oblik lateral.
c. CT Scan baik untuk fraktur kondilar yang sulit dilihat dengan panorex.
- Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pertama – tama
melakukan inspeksi menyeluruh untuk melihat adanya deformitas pada muka, memar dan
pembengkakan. Langkah berikut yang dilakukan adalah dengan mencoba merasakan tulang
rahang dengan palpasi pada pasien. Setelah itu lakukan pemeriksaan gerakan mandibula.
Setelah itu dilanjutkan dengan memeriksa bagian dalam mulut. Pasien dapat diminta untuk
menggigit untuk melihat apakah ada maloklusi atau tidak. Setelah itu dapat dilakukan
pemeriksaan satbilitas tulang mandibula dengan meletakkan spatel lidah diantara gigi dan
lihat apakah pasien dapat menahan spatel lidah tersebut. Untuk pemeriksaan penunjang, yang
paling penting untuk dilakukan adalah adalah rontgen panoramik, sebab dengan foto
panoramik kita dapat melihat keseluruhan tulang mandibula dalam satu foto. Namun
pemeriksaan ini memberikan gambaran yang kurang detil untuk melihat temporo-mandibular
joint, regio simfisis dan alevolar.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan foto rontgen polos. Dapat dilakukan
untuk melihat posisi oblik-lateral, oklusal, posteoanterior dan periapikal. Foto oblik-lateral
dapat membantu mendiagnosa fraktur ramus, angulus dan korpus posterior. Namun regio
kondilus, bikuspid dan simfisis seringkali tidak jelas. Foto oklusal mandibula dapat
memperlihatkan adanya diskrepansi pada sisi medial dan lateral fraktur korpus mandibula.
Posisi posteroanterior Caldwell dapat memperlihatkan adanya dislokasi medial atau lateral
dari fraktur ramus, angulus, korpus maupun simfisis. Pemeriksaan CT-scan juga dapat
digunakan untuk membantu diagnosa fraktur mandibula.CT-scan dapat membantu untuk
melihat adanya fraktur lain pada daerah wajah termasuk os.frontal, kompleks naso-ethmoid-
orbital, orbital dan seluruh pilar penopang kraniofasial baik horizontal maupun vertikal. CT-
scan juga ideal untuk melihat adanya fraktur kondilus.
Diagnosis
1. Riwayat
Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang
penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau
tidak ada maka kemungkian fraktur patologis tetap perlu dipilkirkan. Riwayat penderita harus
dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll). Pertanyaan-
pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih mengetahui harus jelas dan
terarah, sehingga diperoleh informasi menganai : keadaan kardiovaskuler maupun sistem
respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes, atau penderita dengan terapi
steroid yang lama maupun meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan atau minum
terakhir dengan penggunaan obat-obat anestesi.
2. Pemeriksaan fisik
• Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior, diskrepensi, rotasi,
perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau kebiruan, pada luka yang
mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut
klasifikasi Gustillo et. al., 1990
• Palpasi : Nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi : biasanya
penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu dapat
ditiadakan.
• Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya terbatas
karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu
• Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus, urinarius dan
pelvis
• Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur yang berupa :
pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler
3. Pemeriksaan Penunjang dengan sinar –X
Foto Waters
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk pencitraan wajah
digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah tidak terganggu atau
disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak olah struktur tulang dasar tengkorak dan
tulang servikal. Identitas penderita dan tanggal pemeriksaan dengan sinar penting dikerjakan
sesudah tindakan atau pada tindak lanjut (folow up) penderita guna menentukan apakah
sudah terlihat kalus, posisi fragmen dan sebagainya.
Jadi pemeriksaan dapat berfungsi memperkuat diagnosis, menilai hasil dan tindak lanjut
penderita.
Gambar diatas menunjukkan cara pemeriksaan untun penegaan diagnosis fraktur mandibula
dan menyingkirkan diagnosis bandingnya (fraktur maxilla dan fraktur zygoma).
- Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit, pembengkaan,
nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya
arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar dan krepitasi menunujukkan
kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin juga terjadi trismus (nyeri
waktu rahang digerakkan). Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan
dan pemeriksaan panoreks. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi
serta luas fraktur adalah dengan CT Scan. Pemeriksaan panoreks juga dapat dilakukan, hanya
saja diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas kedokteran gigi yang memadai.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot
Penatalaksanaan (emedicine,2011)
Prinsip penanganan fraktur rahang pada langkah awal penanganan pada hal yang bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk
penanganan syok (circulaation), penaganana luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara
serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur
secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi,
sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan
dan penyembuhan tulang selesai.
Secara khusus penanganan fraktur tulang rahang dan tulang pada wajah (maksilofasial) mulai
diperkenalkan olah hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan panduan oklusi
(hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran
dan diagnosis fraktur rahang. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi berat
menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur rahang dan tulang wajah
(maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan
perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages),
pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan
imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw).
Gambar imobilisasi fraktur mandibula secara interdental :
1. Menggunakan kawat
Menggunakan kawat : kawat dibuat seperti mata (gb 1+2), kemudian mata tadi dipasang
disekitar dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah (gb3+4). Rahang bawah
yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan bawah (gb 5), hasil
akhirnya adalah (gb 6). Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk
memperoleh fiksasi yang kuat.
Komplikasi (emedicine,2011)
- Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya jarang
terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah infeksi atau
osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan komplikasi lainnya.
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan
fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik
berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya
malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian
aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan
otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula
akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-
kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk
merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya komplikasi antara
lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur, penyalahgunaan alkohol dan penyakit kronis,
waktu mendapatkan perawatan yang lama, kurang patuhnya pasien dan adanya dislokasi
segmen fraktur.
- Adapun komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1. Komplikasi yang timbul selama perawatan
- Infeksi
- Kerusakan saraf
- Gigi yang berpindah tempat
- Komplikasi pada daerah ginggival dan periodontal
- Reaksi terhadap obat
2. Komplikasi lanjut
- Malunion
- Union yang tertunda
- Nonunion