Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS BEDAH MULUT

Fraktur a/r Parasimpisis Mandibula Dextra

Disusun Oleh

Ade Rendy Wijaya

Pembimbing:
Florence M ., drg., Sp.BM., M.kes

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PROFESI KEDOKTERAN GIGI
CIMAHI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Maksila atau rahang atas merupakan tulang berpasangan. Maksila memiliki

sepasang rongga berupa sinus maksilaris, ke atas berhubungan dengan tulang frontal

dan tulang nasal, ke lateral dengan tulang zygoma dan inferior – medial pada

prosesus frontalis maksila. Maksila merupakan tulang yang tipis, pada bagian lateral

lebih tebal dan padat, pada bagian ini disangga oleh zygomatikomaksilari. 1 Selain

fraktur pada maksila yang sering terjadi fraktur mandibula juga memiliki prevalensi

yang tinggi.1

Mandibula merupakan bagian dari komponen wajah yang mendukung fungsi

estetik, mastikasi dan fonetik. Mandibula merupakan tulang yang paling kuat pada

bagian wajah tetapi, mandibula lebih sering mengalami fraktur dibandingkan dengan

tulang lain. Hal tersebut karena posisinya yang lebih prominen, konfigurasi anatomi,

pergerakan dan minimalnya tulang pendukung.2

Dalam beberapa kurun waktu terakhir, terdapat peningkatan yang signifikan

pada trauma yang terjadi di daerah maksilofasial dan daerah mandibular. Kecelakaan

merupakan penyebab trauma yang paling sering terjadi. Insidensi kecelakaan paling

besar ditemukan pada penderita berusia 21-30 tahun dan insidensi paling rendah

ditemukan pada penderita usia diatas 60 tahun dan dibawah 5 tahun.1


Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibular.

Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila

tidak ditangani dengan benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada

manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi.3,4

Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas, kecelakaan

industri atau kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, mabuk dan perkelahian

atau kekerasan fisik. Menurut survey di District of Columbia Hospital, dari 540

kasus fraktur, 69% kasus terjadi akibat kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat

kecelakaan lalu-lintas, 12% akibat kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat

olahraga dan 4% karena sebab patologi.1,4

.Lokasi fraktur mandibula bervariasi, diantaranya pada dentoalveolar,

kondilus, koronoideus, ramus, sudut mandibular, korpus mandibular, simpisis dan

parasimpisis. Bagian mandibular yang sering mengalami fraktur adalah bagian

simpisis. Bagian tersebut berhubungan dengan konfigurasi anatomi yang

memungkinkan lebih mudah terbentur atau terkena benda tumpul.2,3

Pada laporan kasus ini, akan dilaporkan kasus pada pasien yang mengalami

fraktur pada daerah simpisis mandibular karena kecelakaan lalu lintas di kota Cirebon

pada bulan September tahun 2017.


BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. YS

Usia : 15 th

Tanggal Operasi : 7 Maret 2020

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Cirebon

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum menikah

2.2 Pemeriksaan

Pasien datang ke instalasi gawat darurat (IGD) pada bulan Maret 2020 karena

mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengalami fraktur pada daerah wajah pada

rahang bawah. Pasien mengalami luka robek pada bibir. Pasien mendapatkan

perawatan di IGD dan dirawat di RSUD Gunung Jati. Pasien dilakukan pemeriksaan

penunjang seperti radiografi CBCT, hematologi, dan thorax. Selanjutnya, pasien

dijadwalkan untuk operasi di ruang OK sentral.


Gambar 2.1. Pemeriksaan radiografi

2.3 Prosedur Operasi

1. Persiapan pasien

2. Induksi

3. Intubasi dalam supine

4. Tindakan aseptic dan antiseptic dengan providone iodine

5. Drapping dengan duk steril

6. Aplikasi kasa orofaring (pack)

7. Injeksi pehacaine ar submandibular dextra

8. Insisi ar submandibular dextra dengan blade no.15

9. Dilakukan pemasangan plate dan screw (4 hole+ 4 screw (10mm(3)+

12mm(1)) dengan screw driver


10. Aff pack

11. Spooling daerah operasi dengan NaoCL 0.9%+ providone iodine

12. Penjahitan otot dengan benang polisoft 3.0

13. Penjahitan kutis dengan nilon 5.0

14. Luka jahitan ditutup kassa dan verban tekan

15. Operasi selesai

Instruksi post Operasi

1. Observasi tanda vital

2. Puasa sampai dengan sadar penuh

3. Diet susu ensure via sedotan

4. IVFD RL maintenance 20 gtt/menit

5. R/ Ceftriaxone inj 2x1gr iv

Ranitidine inj 2x50mg iv

Ketorolac inj 2x30 mg iv

6. Verban tekan dipertahankan sampai POD III

7. Aplikasi Alloclaire gel ar post hecting IO

8. Jaga oral hygiene

9. Aff hecting POD VII


Gambar 2.2 Flap dan identifikasi fraktur RB

Gambar 2.3 Pemasangan plate RB

Gambar 2.4 post hecting


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada daerah maksilofasial, fraktur rahang merupakan fraktur yang paling

sering terjadi. Hal tersebut dikarenakan adanya daerah yang lemah yang mudah

fraktur ketika terjadi trauma. Mandibular merupakan bagian maksilofasial yang

paling sering fraktur daripada bagian wajah lainnya. Selama trauma, insidensi fraktur

pada mandibular termasuk tinggi dikarenakan bentuk anatomi yang paling prominens

pada wajah.2-4

Secara umum klasifikasi fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan

terminologi, yaitu:5

1. Tipe fraktur

a. Fraktur simple atau fraktur tertutup, yaitu keadaan fraktur dengan jaringan

lunak yang terkena tidak terbuka.

b. Fraktur kompoun atau fraktur terbuka, yaitu keadaan fraktur yang

berhubungan dengan lingkungan luar, yakni jaringan lunak seperti kulit,

mukosa atau ligamen periodontal terpapar diudara.

c. Fraktur komunisi, yaitu fraktur yang terjadi pada satu daerah tulang yang

diakibatkan oleh trauma yang hebat sehingga mengakibatkan tulang hancur

berkeping-keping disertai kehilangan jaringan yang parah.


d. Fraktur greenstick, yaitu fraktur tidak sempurna dimana pada satu sisi dari

tulang mengalami fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat.

Fraktur ini sering dijumpai pada anak-anak.

e. Fraktur patologis, yaitu fraktur yang diakibatkan oleh adanya penyakit pada

mandibula, seperti osteomielitis, tumor ganas, kista atau penyakit tulang

sistemik. Proses patologis pada mandibula menyebabkan tulang lemah

sehingga trauma yang kecil dapat mengakibatkan fraktur.

Gambar 4.1. Tipe fraktur. a. Greenstick, b. Simple, c. Komunisisi, d. Compound.

Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur

mandibula dapat terjadi pada daerah terjadi pada daerah-daerah sebagai berikut:5,6

a. Dentoalveolar

b. Kondilus

c. Koronoideus

d. Ramus
e. Sudut mandibula

f. Korpus mandibula

g. Simfisis

h. Parasimfisis

Gambar 4.2. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan lokasi fraktur.

Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan

posisi rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang

bawah dan rahang atas. Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada

rahang dan rasa yang sakit jika menggerakkan rahang, Pembengkakan pada posisi

fraktur juga dapat menetukan lokasi fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara

pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila

rahang digerakkan, laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan

daerah sekitar fraktur, diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat

pembengkaan, terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan

mulut, hipersalivasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal


mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self cleansing karena

gangguan fungsi pengunyahan1,2,7

Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat

kerusakan hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus, hematom,

edema pada jaringan lunak. Jika terjadi obtruksi hebat saluran nafas harus segera

dilakukan trakeostomi, selain itu juga dapat terjadi anasthesi pada satu sisi bibir

bawah, pada gusi atau pada gigi dimana terjadi kerusakan pada nervus alveolaris

inferior.7

Perawatan pada fraktur mandibular apat dilakukan dengan dua cara yaitu

secara reduksi tertutup (close reduction) dengan fiksasi maksilomandibula

(maksilomandibula fixation/MMF) dan secara reduksi terbuka (open reduction and

internal fixation). pada reduksi terbuka dibutuhkan kawat eyelet dan pada reduksi

terbuka dibutuhkan mini plat, plat rekonstruksi yang lebih besar, skrup, dan kawat

eyelet.6

Teknik dari reduksi secara tertutup dan fiksasi dari fraktur mandibula

memiliki berbagai variasi. Penempatan Ivy loop menggunakan kawat 24-gauge

antara 2 gigi yang stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk

memberikan fiksasi maxillomandibular (MMF) antara Ivy loop, telah berhasil.

Penggunaan arch bar dengan kawat 24 – dan 26-gauge yang fleksibel sering

digunakan.
Fraktur dapat dilakukan perawatan dengan fiksasi maxillomandibular (MMF)

selama 4 minggu atau dengan reduksi terbuka (open reduction). Pada sebuah

penelitian menemukan bahwa 13,7% dari gigi yang di ekstraksi pada garis fraktur

mengalami komplikasi, sementara, 16,1% mengalami komplikasi dari gigi yang

tetap pada garis fraktur. Hal ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara jumlah komplikasi pada gigi di ekstraksi dan gigi yang

dipertahankan pada garis fraktur.7,8

Gambar 4.3 Pemasangan plate dan screw pada teknik open reduction

Indikasi dari reduksi tertutup adalah jika, fraktur pada anak kecil karena jika

dilakukan reduksi terbuka maka dapat mengganggu benih gigi, fraktur dengan

keadaan tulang yang tidak berpindah/bergeser karena jika dilakukan reduksi terbuka

dapat mengakibatkan morbiditas. Indikasi dari reduksi terbuka adalah jika terdapat

fragmen tulang yang berpindah/bergeser, fraktur yang sulit dilakukan perawatan

dengan reduksi tertutup. Namun, reduksi terbuka harus memperhatikan jaringan yang
diekspos terutama pembuluh darah dan pembuluh syaraf serta jaringan parut yang

ditimbulkan jika dilakukan insisi ekstra oral.5,6

Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur

mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-

union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang

kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan

otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada

mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan

fungsi.8
BAB V

KESIMPULAN

Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas, kecelakaan

industri atau kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, mabuk dan perkelahian

atau kekerasan fisik. Menurut survey di District of Columbia Hospital, dari 540

kasus fraktur, 69% kasus terjadi akibat kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat

kecela kaan lalu-lintas, 12% akibat kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat

olahraga dan 4% karena sebab patologi

Perawatan pada fraktur maksila dan mandibular dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu secara reduksi tertutup (close reduction) dengan fiksasi maksilomandibula

(maksilomandibula fixation/MMF) dan secara reduksi terbuka (open reduction and

internal fixation). pada reduksi terbuka dibutuhkan kawat eyelet dan pada reduksi

terbuka dibutuhkan mini plat, plat rekonstruksi yang lebih besar, skrup, dan kawat

eyelet.6
DAFTAR PUSTAKA

1) Mitsukawa N, Satoh K, Uemura T, Hosaka Y. An unusual traumatic fracture

of the mandibular symphysis resembling horizontal osteotomy for

genioplasty. J Craniofac Surg 2004; 15: 229-231.

2) Bahadir Khan. Unusual Traumatic Fractures Of The Mandibular Symphysis:

Two Case Reportsclinical Dentistry And Research 2014; 38(3): 37-42

3) Samira Ajmal, Muhammad Ayub Khan. Management Protocol Of Mandibular

Fractures At Pakistan Institute Of Medical Sciences, Islamabad, Pakistan. J

Ayub Med Coll Abbottabad 2007; 19(3)

4) Joseph L. Russell, MD. Mandible Fractures: Evaluation and Management.

Grand Rounds Presentation, Department of Otolaryngology The University

of Texas Medical Branch (UTMB Health) March 29, 2013

5) Dr. Narendra N. Hiran. Comparison of Open Reduction and Internal Fixation

in Case of Symphysis and Parasymphysis Mandible Fracture. International

Journal of Science and Research (IJSR). Volume 4 Issue 6, June 2015

6) Lucas Gomes Patrocínio.Mandibular fracture: analysis of 293 patients treated

in the Hospital of Clinics, Federal University of Uberlândia. Brazilian Journal

Of Otorhinolaryngology 71 (5) Part 1 September/October 2005


7) Weihsin H, Thandani S. Causes and incidence of maxillofacial injuries in

India: 12 year retrospective study of 4437 patients in tertiary hospital in

Gujrat. BJ Oral Maxillofac Surg 2014; 52: 693-96.

8) Naveen A, Vemanna NS, Nidarsh H. The pattern of maxillofacial fractures- A

multicentre retrospective study. J Cranio- Maxillofac Surg 2012; 40: 675-79.

Anda mungkin juga menyukai