Anda di halaman 1dari 17

Nama : Firdausi Farah Ramadhania

NIM : 205160101111008

Kelompok : 04

Fasilitator : Dr. drg. Nur Masita Silviana, Sp.Ort

SKENARIO

LEARNING ISSUE

1. Trauma gigi
- Definisi
- Klasifikasi
- Gambaran radiografis
2. Perawatan saluran akar sekali kunjungan
- Definisi
- Prosedur
- Indikasi
- Kontraindikasi
- Keuntungan
- Kerugian
- Evaluasi keberhasilan keperawatan
- Evaluasi radiografis PSA satu kali kunjungan
3. Apeksifikasi
- Gambaran radiografi
4. Apeksogenesis
- Gambaran radiografi

LEARNING OUTCOMES

1. Trauma gigi
- Definisi
Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai
kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan
terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai suatu
kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu
benda.
Trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal
karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi
anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya (Riyanti et al.,
2010).
Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi
secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi
secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi
rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-
tiba.
- Etiologi
Kecelakaan lalu lintas yang dewasa ini banyak terjadi di jalan raya, kecelakaan saat
berolahraga, saat bermain, tindakan kriminalitas, child abuse, dalam lingkungan rumah
tangga, dalam lingkungan pekerjaan, perkelahian, dan bencana alam.
Selain faktor-faktor tersebut  faktor predisposisi terjadinya trauma gigi anterior
yaitu posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya, kelainan dentofasial:
 Maloklusi kelas I tipe 2
 Kelas II divisi 1 / yang mengalami overjet lebih dari 3 mm
 Keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia email
 Kelompok anak penderita cerebral palsy
 Anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior
protrusif
- Klasifikasi
Klasifikasi tauma pada gigi didasarkan oleh beberapa faktor seperti etiologi,
anatomi, patologi, atau perawatannya. Terdapat beberapa klasifikasi trauma yang telah
dikemukakan, di antaranya adalah klasifikasi WHO, klasifikasi Andreasen, dan klasifikasi
Ellis.
 Ellis dan Davey: klasifikasi pada gigi anterior menurut banyaknya gigi yang terlibat
1) Kelas 1: Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan enamel
2) Kelas 2: Fraktur mahkota yang lebih luas, melibatkan jaringan dentin tetapi belum
melibatkan pulpa.
3) Kelas 3: Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan
terbukanya pulpa.
4) Kelas 4: Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau
tanpa kehilangan struktur mahkota.
5) Kelas 5: Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi/avulsi.
6) Kelas 6: Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
7) Kelas 7: Perubahan posisi/displacement gigi.
8) Kelas 8: Kerusakan gigi akibat trauma/benturan pada gigi sulung/mahkota hancur/

 WHO dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and


Stomatology: diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi jaringan keras
gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut
I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa
1) Retak mahkota (enamel infraction) suatu fraktur yang tidak sempurna
pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.
2) Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture)
suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.
3) Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture) fraktur pada
mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan
pulpa.
4) Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) fraktur
yang mengenai email, dentin, dan pulpa.

II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar
1) Fraktur mahkota-akar fraktur yang mengenai email, dentin, dan
sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut
fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) dan
fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur
mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture).
2) Fraktur akar fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa
melibatkan lapisan email.
3) Fraktur dinding soket gigi fraktur tulang alveolar yang melibatkan
dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari
dinding soket.
4) Fraktur prosesus alveolaris fraktur yang mengenai prosesus alveolaris
dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
5) Fraktur korpus mandibular/maksila fraktur pada korpus mandibula atau
maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan
soket gigi.

III. Kerusakan pada jaringan periodontal


1) Concusion trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang
menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya
kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
2) Subluxation kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat
trauma pada jaringan pendukung gigi.

3) Luksasi ekstrusi (partial displacement) pelepasan sebagian gigi ke luar


dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.

4) Luksasi perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah
labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur
pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi
lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal
5) Luksasi intrusi pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat
menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi
menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.

6) Avulsi (hilang/ekstrartikulasi) pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket


(Koch, G & Poulsen, S. Pediatric dentistry a clinical approach. 1st edition.
Copenhagen : Munksgaard. 2001)

IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut


1) Laserasi suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh
benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa
robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2) Kontusio luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda
tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa
tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.
3) Luka abrasi luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan
atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau
lecet.
2. Perawatan saluran akar sekali kunjungan
- Definisi
Perawatan saluran akar satu kunjungan merupakan perawatan saluran akar non
bedah dengan prinsip triad endodontic (cleaning and shaping, medikasi dan obturasi
saluran akar) diselesaikan dalam satu kali kunjungan.
Perawatan saluran akar sekali kunjungan melakukan percobaan instrument,
desinfeksi, dan obturasi saluran akar dalam satu kunjungan. Pengalaman dan kemampuan
operator merupakan faktor yang sangat penting.
Perbedaan dengan multiple-visit PSA adalah instrumentasi (atau sebagian besar
instrumentasi) berada pada visit pertama dan obturasi dilakukan pada visit kedua,
sedangkan desinfeksi dberikan pada kedua kunjungan tersebut melalui irigasi. Obat
medikasi juga ditempatkan di saluran antara kunjungannya untuk memungkinkan reduksi
dari jumlah bakteri.
- Prosedur (Santoso dan Kristanti, 2016)
1) Anamnesis
2) Diagnosis
3) Menjelaskan rencana perawatan yang akan dilakukan kepada pasien
4) Pemasangan rubberdam
5) Pembukaan akses menggunakan bur Endoaccess
6) Setelah akses terbuka dan orifis ditemukan, dilakukan irigasi dengan NaOCl 2,5%
7) Pengukuran panjang kerja dengan cara pengukuran panjang kerja estimasi dari foto
radiografi, yaitu panjang slauran akar pada radiograf dikurangi 1 mm

8) Dilakukan eksplorasi dan negosiasi saluran akar dengan K-file #6 sepanjang 2/3
panjang kerja estimasi
9) Perhitungan panjang kerja yang sebenarnya dilakukan dengan memasukkan K-file
#15 pada saluran akar kemudian dikonfirmasi dengan apex locator dan diperiksa
ulang dengan observasi langsung dengan pengambilan foto rontgen
10) Setelah mendapatkan panjang kerja yang sebenarnya, dilakukan preparasi saluran
akar (untuk kasus ini menggunakan teknik CDP dengan protaper hand use) saluran
akar mesiobukal, mesiolingual, distobukal, dan distolingual dengan file S1 – F2
sesuai PK masing-masing
11) Selama preparasi menggunakan agen EDTA, dan setiap pergantian alat dilakukan
irigasi dengan NaOCl 2,5%
12) Kemudian keringkan dengan paper point steril setelah irigasi terakhir
13) Pengepasan gutta-percha dengan ukurang F2 (file preparasi akhir)
14) Untuk kasus ini menggunakan teknik pengisian single cone
15) Dilakukan pengambilan foto radiograf
16) Sebelum dilakukan pengisian  saluran akar diirigasi menggunakan larutan NaOCl
2,5% sebanyak 5 mL, dan EDTA 17% (Smear Clear, Kerr Dental) digenangkan
selama 1 menit, kemudian diakhiri dengan Chlorheksidin diglukonat 2% (Cavity
cleanser, Bisco) sebanyak 5 mL, digenangkan selama 30 detik
17) Saluran akar kemudian dikeringkan dengan paper point steril
18) Dilanjutkan dengan pengisian saluran akar dengan sealer berbahan dasar epoxy resin
19) Setelah selesai dilakukan pengisian saluran akar, gutta perca dipotong sebatas orifis
20) Dasar kavitas ditutup dengan menggunakan semen ionomer kaca (Fuji I, GC) dan
ditumpat sementara.

21) Kontrol PSA dilakukan 1 minggu kemudian


22) Jika tidak ada keluhan, maka perawatan dilanjutkan dengan membuat restorasi (pada
kasus ini menggunakan mahkota jaket fusi metal dengan tapered self-threading
dowel).
- Indikasi
 Gigi vital uncomplicated
 Pulpitis irreversible tanpa lesi periapikal
 Gigi non vital dengan sinus tract
 Tidak ada lesi periapikal
 Tidak ada keluhan nyeri (akut)/tanpa gejala klinis (nekrosis pulpa)
 Pasien yang berkompromi secara fisik untuk datang ke klinik dental
 Tidak di bawah pengaruh obat serperti antibiotik
 Fraktur anterior dimana estetik anterior dikhawatirkan
 Pasien yang khawatir tetapi kooperatif
 Pasien yang membutuhkan sedasi/ruang operasi
- Kontraindikasi
 Pasien dengan TMJ disorder dan ketidakmampuan untuk tetap membuka mulut
dalam waktu yang lama
 Gigi dengan akses yang terbatas
 Saluran akar yang tidak dapat kering, karena eksudat aktif yang terus keluar
melalui saluran akar
 Abses alveolar akut dengan pus
 Saluran akar yang rumit
 Gigi non vital nyeri tanpa sinus tract

(Grossman, 2014)
- Keuntungan
 Berkurangnya jumlah kunjungan pasien ke klinik
 Menghemat waktu perawatan
 Tidak perlu pemberian anestesi/rubberdam secara berulang
 Tidak ada restorasi perantara
 Memperkecil resiko kontaminasi mikroorganisme dalam saluran akar antar
kunjungan
 Panjang kerja tidak mengalami perubahan
 Estetik (untuk fraktur gigi anterior)
 Restorasi estetik dapat segera ditempatkan setelah PSA
- Kerugian
 Pasien mengalami kelelahan
 Tidak semua kasus dapat dirawat
 Tidak dapat dilakukan untuk kasus-kasus sulit (akar bengkok, adanya kalsifikasi,
saluran ganda)
- Evaluasi keberhasilan keperawatan
Dari pemeriksaan objektif
 Tidak menimbukan gejala seperti nyeri
 Gigi berfungsi baik
 Hilangnya fistula
 Tidak ada tanda kerusakan jaringan
 Tidak ada hal yang mengganggu kenyamanan pasien
- Evaluasi radiografis PSA satu kali kunjungan
 Tidak ada kelainan di jaringan periapikal

(Hutami dan Muryani, 2020)


3. Apeksifikasi
- Definisi
Prosedur pada pulpa nekrosis dan pulpitis irreversible, yaitu debrides, desinfeksi,
dan obturasi saluran akar dari gigi yang immature. Obturasi saluran akar menggunakan
kalsium hidroksida/MTA (mineral trioxide aggregate) akan menginduksi barriers yang
terkalsifikasi untuk membantu melindungi gigi.
Apeksifikasi didefinisikan sebagai metode untuk menginduksi barrier yang
terkalsifikasi menutup apeks yang terbuka dari pulpa gigi yang immature (Grossman,
2014). Apeksifikasi berbeda dengan apeksogenesis, yaitu didefinisikan sebagai proses
fisiologis perkembangan akar pada gigi.
- Prosedur (Ca(OH)2)
1) Isolasi dengan rubberdam, pembukaan akses
2) Dilakukan sedikit debrimen dan irigasi dengan NaOCl
1,25%
3) Panjang kerja setidaknya 2 mm dari apex gigi pada
radiograf, tidak boleh melebihi apeks karena akan
merusak jaringan yang akan membentuk barrier nantinya
4) Melakukan instrumentasi dengan gerakan filing
circumferential, dipengaruhi oleh tekanan lateral terhadap
dinding dengan file besar. Tujuannya untuk
memaksimalkan pembersihan
5) Irigasi dengan NaOCl
6) Mengeringkan saluran akar dengan paper point yang besar
7) Ca(OH)2 dicampurkan dengan air steril/cairan anestesi
untuk mendapat konsistensi yang kental (thick)
8) Pasta diletakkan pada saluran dengan amalgam carrier dan
dikondensasi dengan finger pluffers
9) Seluruh saluran akar terisi dengan pasta Ca(OH) 2,
pastikan material berkontak dengan jaringan periapikal
10) Kavitas/akses ditutup dengan RMGIC (resin-modified glass ionomer cement)
11) Pasien kembali 3 bulan kemudian
12) Pengambilan radiograf untuk melihat adanya barrie terkalsifikasi pada/di dekat apeks
akar
13) Jika tidak Ca(OH)2 diubah dan pasien dipanggil 3 bulan kemudian hingga
(Torabinejad et al., 2015)
keberadaan barrie terkalsifikasi tampak
14) Jika ya obturasi dengan teknik thermoplasticized
- Gambaran radiografi
Single-Step Apeksifikasi dengan MTA

(Grossman, 2014)
4. Apeksogenesis
- Definisi
Prosedur pulpa vital, yaitu debrides pada koronal pulpa yang terinfeksi dari saluran
akar. Penghilangan pulpa superficial yang terinfeksi akan memungkinkan sisa dari pulpa
yang vital untuk melanjutkan proses maturasi dan perkembagan fisiologi dari ujung akar.
Tujuannya untuk mempertahankan vitalitas radikuler pulpa. Oleh karena itu, pulpa
harus dalam keadaan vital dan mampu mempertahankan kelanjutan perkembangannya,
dimana sering terjadi ketika gigi masih immature yang memiliki eksposur kecil pada bagia
mahkota setelah terjadi trauma. Eksposur yang kecil dapat dirawat dengan pulp capping
(tahapannya yang terlibat)
- Prosedur
1) Melakukan anestesi dan menempatkan rubberdam
2) Jaringan pulpa yang terinflamasi dibersihkan. Hal ini dapat melibatkan pengambilan
pulpa yang paling superficial, 2-4 mm dari pulpa (Cvek pulpotomi), menggunakan
round bur high-speed handpiece dengan air, atau mengambil seluruh pulpa koronal
untuk mengekspos pulpa radicular (konvensional pulpotomi) menggunakan excavator
3) Hemorrhage/perdarahan dikontrol dengan ditekan menggunakan cotton pellet yang
telah dibasahi saline. Kegagalan hemostasis dapat mengindikasikan jaringan inflamasi
yang tersisa dan harus lebih banyak jaringan pulpa yang diambil
4) Pulpa yang terbuka dibilas dengan NaOCl 1,25%
5) Material diletakkan di atas pulpa yang telah diambil. MTA adalah bahan yang
disarankan, meskipun hard-set kalsium hidroksida secara tradisional telah banyak
digunakan
6) MTA disiapkan segera sebelum digunakan dengan mencampurkan bubuk dengan air
steril/saline dengan rasio 3:1 di atas glass/paper slab. Campuran adonannya
dimasukkan ke dalam pulpa yang terekspos dan ditepuk dengan cotton pellet yang
lembab (MTA setting dengan adanya kelembaban selama lebih dari 3 jam).
7) Cotton pellet yang basah diletakkan di atas material/MTA dan sisa kavitas lainnya diisi
dengan pengisi sementara.
8) Cara lain, dapat juga mengisi seluruh kavitas dengan white MTA dan dilindungi
dengan kain kasa basah selama 3 – 4 jam.
9) Bagian koronal 3 – 4 mm dari MTA diambil dan restorasi akhir langsung diletakkan.
- Gambaran radiografi
(Murray, 2014)
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A.N. Kamus kedokteran Dorland. 29th ed. Terjemahan H. Hartanto dkk.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002.
2. Grossman. 2014. Grossman’s Endodontic Practice 13th Ed. New Delhi: Wolters Kluwer
3. Hutami, O. S. H. dan Muryani, A. 2020. Perawatan saluran akar (PSA) satu kali
kunjungan pada gigi molar pertama bawah kanan dengan restorasi endocrown resin
komposit. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 32(Suppl 1): 54-63
4. Murray, P. 2014. A Concise Guide to Endodontic Procedures. New York: Springer
5. Raharjo, G. dan Santosa, P. 2015. Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan disertai
Restorasi Komposit dengan Pasak Parallel Self-Threading Gigi Molar Kedua Kanan
Mandibula Pulpitis Ireversibel. MKGK. 1(1). < Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan
disertai Restorasi Resin Komposit dengan Pasak Parallel Self-Threading Gigi Molar
Kedua Kanan Mandibula Pulpitis Ireversibel | Raharjo | MKGK (Majalah Kedokteran
Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM>
6. Riyanti, E. Penatalaksanaan Trauma Gigi pada Anak. Pustaka.unpad.ac.id. < Microsoft
Word - Penatalaksanaan Trauma Gigi pada Anak Word 2003.doc (unpad.ac.id)>
7. Santoso, L. dan Kristanti, Y. Perawatan saluran akar satu kunjungan gigi molar kedua kiri
mandibula nekrosis pulpa dan lesi periapikal: Studi Kasus. MKGK. 2(2): 65-71
8. Schwendicke, F. dan Gostemeyer, G. 2017. Single-visit or multiple-visit root canal
treatment: systematic review, meta-analysis and trial sequential analysis. BMJ Open.
7(2). < Single-visit or multiple-visit root canal treatment: systematic review, meta-
analysis and trial sequential analysis (nih.gov) >
9. Torabinejad, et al., 2015. Endodontics Principles and Practice 5th Ed. St. Louis, Missouri:
Elsevier

Anda mungkin juga menyukai