Anda di halaman 1dari 10

Laporan Plenary Discussion

Blok 16 Skenario PBL 3

Tutorial 2

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

Telp. (0274) 387656, Fax (0274) 387646

Website: www.umy.ac.id

2019
Nama Anggota :

1. Ananda Ayu Pramono 20170340001


2. Resta Aulia Noora W. 20170340020
3. Dina Anisawati 20170340024
4. Affina Noor R. 20170340025
5. Bellariani Khairunnisa 20170340036
6. Akhmad Khoirul Amri 20170340052
7. Sartika Wulandewi M. 20170340067
8. Citra Nur Shabrina P. W. 20170340092
9. Aprillinda Widyawati P. 20170340097
10.Gea Zhafirah 20170340100
11.Novetha Syafira W. 20170340101
12.Yumna Yudantoro 20170340111
13.Fajar Wahyu Triatmaja 20170340116
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah, Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan diskusi pleno
pada blok 16 skenario PBL 3 ini. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Laporan ini disusun guna melengkapi tugas dalam hasil diskusi tutorial pada blok
16 skenario 3 PBL program studi Kedokteran Gigi Fakuktas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan yang mendalam
karena laporan ini tidak terlepas dari dukungan, semangat, seta bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena Nya kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT
2. Orang tua penulis yang selalu mendoakan
3. drg. Iwan Dewanto, M.M. sebagai tutor pada kelompok tutorial 2
4. Teman teman kita tercinta
5. Dan semua yang telah membantu kita dalam pengerjaan laporan diskusi pleno ini

Semoga Laporan Diskusi Pleno ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat
menambah ilmu pengetahuan. Laporan ini disusun sebaik-baiknya, namun masih terdapat
kekurangan di dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan.

Yogyakarta, 12 November 2019

Penyusun (kelompok tutorial 2)


PEMBAHASAN

I. Skenario
A 23-years-old female patient went to the hospital emergency room. There was an opened
wound bleeding around upper lip and she couldn’t cheewing. The intra oral examinition
showed that 11 and 12 tooth was luxation and traumatic occlusion. The radiographic
discription was fracture alveolar 11 and 12. General examinition : blood pressure : 110/80
mm/Hg and respiration : 20 times/minute

II. Seven Jumps


A. Menetapkan Permasalahan
1. Definisi fraktur dentoalveolar
2. Etiologi fraktur dentoalveolar
3. Klasifikasi fraktur dentoalveolar
4. Tanda dan gejala fraktur dentoalveolar
5. Pemeriksaan yang dilakukan
6. Penatalaksanaan fraktur dentoalveolar
7. Faktor kegagalan dari perawatan fraktur dentoalveolar
8. Perawatan pasca dilakukan tindakan bedah

B. Analisis Masalah
1. Definisi fraktur dentoalveolar
 Kerusakan jaringan keras pada struktur gigi dan alveolus yang disebabkan oleh
trauma meliputi luksasi, sublkuksasi, dan avulsi gigi
2. Etiologi fraktur dentoalveolar
- faktor patologis : terdapat kista yang membesar dan tidak dirawat sehiungga
merusak tulang maksila atau mandibula
- Faktor presdisposisi : penyakit tulang seperti kista dan tumor rahang, oklusi
abnormal dan overjet lebih dari 4mm
- Faktor exciting : karena trauma, dibagi menjadi ; langsung (langsung mengenai
gigi, biasanya pada regio anterior)dan tidak langsung (terjadi ketika ada benturan
antara rahang bawah ke rahang atas, gigi patah pada bagian mahkota atau mahkota
sampai akar di gigi premolar dan molar dan juga pada kondilus dan simfisis
rahang), kontraksi otot secara mendadak sehingga tulang tempat otot melekat bisa
patah.
3. Klasifikasi fraktur dentoalveolar
 Klasifikasi berdasarkan Le Fort
i. Le Fort tipe I
Merupakan jenis fraktur yang paling sering terjadi dan memyebabkan
terpisahnya prosesus alveolaris dan palatum durum. Fraktur ini
menyebabkan rahang atas mengalami pergerakan yang disebut floating jaw.
ii. Le Fort tipe II
Fraktur Le Fort tipe II atau disebut juga fraktur primadial. Manifestasi dari
fraktur ini adalah edema di kedua periorbital, disertai ekimosis, yang
tampak seperti raccoon sign. Biasanya ditemukan juga hiposthesia si nervus
infraorbital. Kondisi ini umumnya terjadi karena trauma langsung atau laju
perkembangan dari edema.
iii. Le Fort tipe III
Fraktur ini disebut juga fraktur transversal, dimana menggambarkan adanya
disfungsi kraniofasial. Tanda yang terjadi adalah remuknya wajah serta
adanya mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks disertai dengan
keluarnya cairan serebrospinal, edema dan ekimosis periorbital.
 Klasifikasi menurut WHO
a. Cedera jaringan keras gigi dan pupla
b. Cedera jaringan keras gigi, pulpa dan tulang alveolar
- Fraktur mahkota akar : fraktur yang mengenai email dentin dan
sementum
- Fraktur akar : fraktur yang mengenai dentin sementum dan pulpa tanpa
melibatkan lapisan email
- Fraktur dinding soket gigi : fraktur tulang alveolar yang melibatkan
dionding soket labial atau lingual dibatasi oleh bagian fasial atau lingual
dari dinding soket
- Fraktur prosesus alveolar : fraktur yang mengenai prosesus alveolar
dengan atau tanpa melibatkan soket
- Fraktur korpus mandibula atau maksila : fraktur pada korpus maksila
atau mandibula yang melibatkan prosesus alveolaris dengan atau tanpa
melibatkan soket

c. Cedera jaringan pendukung


- Pecah pada dinding soket alveolar mandibula atau maksila : hancur dan
tertekannya soket alveolar, ditemukan pada cedera intrusive dan lateral
luksasi
- Fraktur dinding soket alveolar mandibula atau maksila : fraktur yang
terbatas pada fasial atau lingual dinding soket
- Fraktur prosesus alveolar mandibula atau maksila
- Fraktur mandibula atau maksila : dapat atau tidak melibatkan soket
alveolar

d. Cedera jaringan periodontal


- Concussion yaitu tidak ada perpindahan gigi tetapi ada reaksi ketika
diperkusi
- Subluksasi : kegoyangan abnormal tetapi tidak ada perpindahan gigi
- Luksasi ekstrusif : perpindahan gigi sebagian dari soket
- Luksassi lateral : perpindahan kea rah aksial disertai fraktur soket
alveolar
- Luksasi intrusive : perpindahan ke arah tulang alveolar disertai fraktur
soket alveolar
- Avulsi : gigi lepas dari soketnya

4. Tanda dan gejala fraktur dentoalveolar


Tanda :
i. Tanda definitif (tanda pasti) : adanya dislokasi, ada krepitasi, pergerakan yang
tidak normal dari hidung, nampak jelas adanya fragmen atau patahan dari tulang
tersebut
ii. Tanda tidak pasti (perlu diloakukan pemeriksaan penunjang): adanya rasa sakit,
pembengkakak, hematoma, fungsiolaesa seperti trismus gangguan saat menelan
dan bicara , maloklusi, parastesi
5. Pemeriksaan yang dilakukan
a. Anamnesis : untuk mengetahui penyebabnya. Pertanyaan yang harus
ditanyakan yaitu ;
- Bagaimana kejadiannya
- Kapan kejadiannya
- Spesifikasi luka seperti terkena dari arah mana dan objek penyebab
- Waktu kejadian hilang kesadaran atau tidak
- Gejala yang masih ada dan dirasakan oleh pasien, evaluasi secara
menyeluruh
b. Pemeriksaan fisik :
1) intaoral ; dilihat dari jaringan lunak dan keras, misal ada cedera dan
avulsi, deformitas tulang, laserasi pada bibir, luksasi, pada pasien
dengan dentoalvelolar dicek reaksi pada perkusi, warna gigi, reaksi pada
tes sensitifitas dan tes vitalitas pulpa
2) ekstraoral ; adanya asimetri wajah, bengkak di bibir, hematoma, abrasi,
dan laserasi, dilakukan palpasi pada sendi temporomandibular untuk
melihat apakah adanya diskontinuitas dari tulang, dicek apakah ada
pembengkakan , cliking, atau krepitasi
c. Pemeriksaan radiograf (digunakan untuk menentukan klasifikasi dan tingkat
keparahan dari fraktur) : panoramik, anterior posterior view dan lateral oblique
yang harus diperiksa adalah menentukan kerusakan fraktur akar, kelainan pada
daerah periapikal, level intrusi dan ekstrusi, adanya keterlibatan fraktur rahang
d. Pemeriksaan lab darah, pemeriksaan hb, hematokrit, leukosit, trombosit, laju
endap darah, hitung eritrosit
6. Penatalaksanaan fraktur dentoalveolar
a. Debridement : pembersihan jaringan nektorik pada daerah luka agar tidak
terkena infeksi
b. Pemberian obat analgesik untuk meringankan rasa nyeri
c. Reposisi : mengembalikan letak fragmen ke posisi yang benar secara anatomi
d. Imobilisasi : mempertahankan posisi fragmen yang telah direposisi dengan
menggunakan fiksasi interdental
e. Fiksasi : bertujuan untuk mendapatkan retensi agar fragmen yang telah
direposisi tidak bergerak selama masa awal penyembuhan
f. Mobilisasi : bertujuan agar fragmen tidak melakukan fungsi seperti berbicara
atau membuka dan menutup mulut terlalu sering selama proses penyembuhan
menggunakan fiksasi intermaksila
7. Faktor kegagalan dari perawatan fraktur dentoalveolar
a. Pasien yang tidak kooperatif
b. Trauma ulang
c. Infeksi : saat pembedahan terjadi kontaminasi bakteri sehingga penyembuhan
luka tidak berjalan dengan baik.
d. Misal gigi avulsi yang tidak langsung disimpan pada larutan fisiologis sehingga
jaringannya rusak.
e. Debridement yang tidak bersih
8. Perawatan pasca dilakukan tindakan bedah
a. Medikasi ; pemberian anti biotik 2 atau 3 hari setelahnya lalu diberikan
debridement agar menghaslkan jaringan yang lebih sehat untuk melakukan
penyembuhan luka : penilaian terhadap kondisi jaringan dan pemberian
antibiotik hingga jaringan sehat dan terapi definitif terhadap tulang bisa
dimulai. Untuk luka rongga mulut digunakan klindamisin , untuk patah tulang
sinus digunakan amoksisilin, untuk patah tulang rongga mulut dengan robeknya
durameter atau kebocoran serebropspinal digunakan vancomisin dan
ceftazidine. Untuk obat anti inflamasi diuganak ibuprofen naproxsen
b. Jika ada pus dilakukan kultur pus
c. pada fraktur yang terbuka dilakukan debridement ulang hingga jaringan bersih
lalu dilakukan terapi definitif
d. jika penutupan luka tertunda bisa dilakukan pemasangan split thickness skin
flap
e. pasien diberi obat kumur clorhexidine selama 2 minggu kemudian pasien
diinstruksikan makan makanan yang halus selama 6 mingu untuk mencegah
adanya komplikasi, pasien diinstruksikan untuk control 1 atau 2 minggu setelah
perawatan splinting, untuk minggu ke 6 pasien kembali untuk pelepasan
splinting
f. setelah perawatan dilakukan tes vitalitas saat kontrol karena gigi yang
mengalami luksasi rawan nekrosis pulpa (perawatan endodontik)
KESIMPULAN

Fraktur dentoalveolar adalah suatu kondisi kerusakan jaringan keras pada struktur
gigi dan alveolus yang disebabkan oleh trauma meliputi luksasi, sublkuksasi, dan avulsi
gigi. Fraktur tersebut diklasifikasikan menurut Le Fort yang terdiri dari Tipe 1,2, dan 3
sedangkan menurut WHO dibedakan menjadi cedera jaringan keras gigi dan pulpa, cedera
jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar, cedera pada jaringan pendukung, serta
cedera pada jaringan periodontal. Penatalaksanaan dari fraktur dentoalveolar sendiri
meliputi debridemen, pemberian obat analgesik untuk mengurangi nyeri, reposisi,
imobilisasi, fiksasi, dan mobilisasi.

Anda mungkin juga menyukai