Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR MAXILLA

OLEH
VIVIAN YESSICA (1601460015)
KELOMPOK 7

KEMENTRIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
Maret 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini telah diperiksa dan dilakukan responsi dengan pembimbing institusi dan
pembimbing klinik.

Hari, tanggal :

Tempat :

Judul :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(_____________________) (_____________________)
KONSEP DASAR FRAKTUR MAXILLA

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang utuh. Fraktur maxilla adalah
kerusakan pada tulang maxilla yang seringkali terjadi akibat adanya trauma, periodonitis
(reaksi peradangan pada jaringan sekitar gigi yang terkadang berasal dari peradangan
gingivitis di dalam periodontium) maupun neoplasia.

B. ETIOLOGI
Fraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses patologis
a. Traumatic Fracture
Fraktur yang disebabkan oleh pukulan saat :
1) Perkelahian
2) Kecelakaan
3) Tembakan
b. Pathologic Fracture
Fraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam keadaan
sakit, tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada trauma ringan seperti berbicara,
makan dan mengunyah dapat terjadi fraktur. Terjadi karena :
1) Penyakit tulang setempat
a) Kista
b) Tumor tulang jinak atau ganas
c) Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga dengan atau
tanpa trauma dapat terjadi fraktur, misalnya pada osteomielitis
2) Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga tulang mudah patah
a) Osteomalacia
b) Osteoporosis
c) Atrofi tulang secara umum

C. KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Single Fracture
Fraktur dengan satu garis fraktur
2. Multiple Fracture
Terdapat dua atau lebih garis fraktur yang tidak berhubungan satu sama lain.
- Unilateral = jika kedua garis fraktur terletak pada satu sisi
- Bilateral = jika satu garis fraktur pada satu sisi dan garis fraktur lain pada sisi
lain
3. Communited Fracture
Tulang hancur atau remuk menjadi beberapa fragmen kecil 1 atau berkeping-
keping, misalnya symphis mandibularis dan di daerah anterior maxilla
4. Complicated Fracture
Terjadi suatu dislokasi/displacement dari tulang sehingga mengakibatkan kerusakan
tulang-tulang yang berdekatan, gigi dan jaringan lunak yang berdekatan
5. Complete Fracture
Tulang patah semua secara lengkap menjadi dua bagian atau lebih
6. Incomplete Fracture
Tulang tidak patah sama sekali, tetapi hanya retak juga penyatuan tulang tidak
terganggu. Dalam keadaan seperti ini, lakukan dengan bandage dan rahang
diistirahatkan 1-3 minggu
7. Depressed Fracture
Bagian tulang yang fraktur masuk ke dalam satu rongga. Sering pada fraktur maxilla
yaitu pada permukaan fasial dimana fraktur tulang terdorong masuk ke sinus
maxillaris
8. Impacted Fracture
Dimana fraktur yang satu didorong masuk kef ragmen tulang lain. Sering pada
tulang zygomaticus

D. PEMBAGIAN AREA FRAKTUR PADA RAHANG


a. Rahang Atas Maxilla (Killey)
1) Dento Alveolar Fracture
Suatu fraktur di daerah prosessus maxillaries yang belum mencapai daerah Le
Fort I dan dapat terjadi unilateral maupun bilateral. Fraktur ini meliputi
processus alveolaris dan gigi-gigi.
Gejala Klinik :
- Extra Oral :
a) Luka pada bibir atas yang dalam dan luas. Luka laserasi pada bibir
sering disertai perdarahan, kadang-kadang terdapat patahan gigi
dalam bibir yang luka tersebut
b) Bibir bengkak
c) Echymosis dan hematoma pada muka
- Intra Oral :
a) Luka laserasi pada gingival daerah fraktur dan sering disertai
perdarahan
b) Adanya subluxatio pada gigi, sehingga gigi tersebut bergerak,
kadang-kadang berpindah tempat
c) Adanya alvulatio gigi, kadang-kadang disertai tulang alveolusnya
d) Fraktur corona gigi dengan atau tanpa terbukanya kamar pulpa
2) Le Fort I
Pada fraktur ini, garis fraktur berada diantara dasar dari sinus maxillaris dan
dasar dari orbita. Pada Le Fort ini seluruh processus alveolaris rahang atas,
palatum durum, septum nasalis terlepas dari dasarnya sehingga seluruh tulang
rahang dapat digerakkan ke segala arah. Karena tulang-tulang ini diikat oleh
jaringan lunak saja, maka terlihat seperti tulang rahang tersebut mengapung
(floating fracture). Fraktur dapat terjadi unilateral atau bilateral. Suatu
tambahan fraktur pada palatal dapat terjadi, dimana terlihat sebagai suatu garis
echymosis.
Gejala Klinik :
- Extra Oral :
a) Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum
b) Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris
c) Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur,
kadang-kadang terdapat infraorbital echymosis dan subkonjunctival
ecchymosis
d) Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang
atas dan rahang bawah telah kontak lebih dulu
- Intra Oral :
a) Echymosis pacta mucobucal rahang atas
b) Vulnus laceratum, pembengkakan gingival, kadang-kadang disertai
goyangnya gigi dan lepasnya gigi
c) Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka,
gigi fraktur atau lepas
d) Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah
3) Le Fort II
Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis, ethmoid, sphlenoid
dan sering tulang vomer dan septum nasalis terkena juga
Gejala Klinik :
- Extra Oral :
a) Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, dan terasa sakit
b) Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung
c) Bilateral circum echymosis, subkonjungtival ecchymosis
d) Perdarahan dari hidung yang disertai cairan cerebrospinal
- Intra Oral :
a) Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
b) Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah
c) Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah
tertekan sehingga imbul kesulitan bernapas
d) Terdapat kelainan gigi berupa fraktur
e) Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada
bagian hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa
sakit
4) Le Fort III
Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi tulang-tulang nasalis,
maxillaries, orbita, ethmoid, sphlenoid dan zygomaticus arch. Sepertiga bagian
tengah muka terdesak ke belakang sehingga terlihat muka rata yang disebut
“Dish Shape Face”. Displacement ini selalu disebabkan karena tarikan ke arah
belakang dari M. Ptergoideus dimana otot ini melekat pada sayap terbesar
tulang sphlenoid dan tuberositas maxillary.
Gejala Klinik :
- Extra Oral :
a) Pembengkakan hebat pada muka dan hidung
b) Perdarahan pada palatum, faring, sinus maxillaries, hidung dan
telinga
c) Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan
saraf motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan
paralisis bola mata yang temporer
d) Deformitas hidung, sehingga muka terlihat rata
e) Adanya cerebrospinal rhinotthea dan umumnya bercampur darah
f) Paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang
menyebabkan Bell’s Palsy
- Intra Oral :
a) Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat
b) Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan
c) Perdarahan pada palatum dan faring
d) Pernapasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah
E. PATOFISIOLOGI
Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa
dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat deselerasi
menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan rendah-
dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi.
Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilkan karena jumlah gaya yang
dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah berbeda regional. Tepi
supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang frontal memerlukan kekuatan
tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak rendah-force adalah semua yang
diperlukan untuk merusak zygoma dan tulang hidung.
Patah Tulang Frontal : ini terjadi akibat dari pukulan
berat pada dahi. Bagiananterior dan / atau posterior sinus frontal mungkin
terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi jika dinding posterior sinus frontal
retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.
Fraktur Dasar Orbital : Cedera dasar orbital dapat menyebabkan suatu fraktur
yang terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding medial. Ketika kekuatan
menyerang pinggiran orbital, tekanan intraorbital meningkat dengan transmisi ini
kekuatan dan merusak bagian-bagian terlemah dari dasar dan dinding medial orbita.
Herniasi dari isi orbit ke dalam sinus maksilaris adalah mungkin. Insiden cedera
okular cukup tinggi, namun jarang menyebabkan kematian.
Patah Tulang Hidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma
langsung.
Fraktur Nasoethmoidal (noes): akibat perpanjangan kekuatan trauma dari
hidung ke tulang ethmoid dan dapat mengakibatkan kerusakan pada canthus medial,
aparatus lacrimalis, atau saluran nasofrontal.
Patah tulang lengkung zygomatic: Sebuah pukulan langsung ke lengkung
zygomatic dapat mengakibatkan fraktur terisolasi melibatkan jahitan
zygomaticotemporal.
Patah Tulang Zygomaticomaxillary kompleks (ZMCs): ini menyebabkan
patah tulang dari trauma langsung. Garis fraktur jahitan memperpanjang melalui
zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, dan zygomaticomaxillary dan artikulasi
dengan tulang sphenoid. Garis fraktur biasanya memperpanjang melalui foramen
infraorbital dan lantai orbit. Cedera mata serentak yang umum.
Fraktur mandibula: Ini dapat terjadi di beberapa lokasi sekunder dengan
bentuk U-rahang dan leher condylar lemah. Fraktur sering terjadi bilateral di lokasi
terpisah dari lokasi trauma langsung.
Patah tulang alveolar: Ini dapat terjadi dalam isolasi dari kekuatan rendah
energi langsung atau dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur melalui bagian alveolar
rahang atas atau rahang bawah
Fraktur Panfacial: Ini biasanya sekunder mekanisme kecepatan tinggi
mengakibatkan cedera pada wajah atas, midface, dan wajah yang lebih rendah

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri pembengkakan
2. Tidak dapat menggunakan dagu bawah
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, penganiayaan,
tertimpa benda berat, trauma olah raga)
4. Deformitas
5. Kelainan gerak
6. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI : Memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal
6. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple atau cedera hati

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Konservatif : Imobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur
2. Operatif : Dengan pemasangan Traksi, Pen, Plate, Screw, Wire
3. Penatalaksanaan untuk maxilla:
a) Fiksasi Maksilomandibular
Teknik ini merupakan langkah pertama dalam treatment fraktur maksila untuk
memungkinkan restorasi hubungan oklusal yang tepat dengan aplikasi arch bars serta
kawat interdental pada arkus dental atas dan bawah. Prosedur ini memerlukan anestesi
umum yang diberikan melalui nasotracheal tube.
b) Akses Fiksasi
Akses untuk mencapai rangka wajah dilakukan pada tempat-tempat tertentu dengan
pertimbangan nilai estetika selain kemudahan untuk mencapainya. Untuk mencapai
maksila anterior dilakukan insisi pada sulkus gingivobuccal, rima infraorbital, lantai
orbital, dan maksila atas melalui blepharoplasty (insisi subsiliari). Daerah
zygomaticofrontal dicapai melalui batas lateral insisi blepharoplasty. Untuk daerah
Segmen-segmen fraktur ditempatkan kembali secara anatomis. Tergantung pada
kompleksitas fraktur, stabilisasi awal sering dilakukan dengan kawat interosseous.
c) Stabilisasi Plat dan Sekrup
Fiksasi dengan plat kecil dan sekrup lebih disukai. Pada Le Fort I, plat mini ditempatkan
pada tiap buttress nasomaxillary dan zygomaticomaxillary. Pada Le Fort II, fiksasi
tambahan dilakukan pada nasofrontal junction dan rima infraorbital. Pada Le Fort III,
plat mini ditempatkan pada artikulasi zygomaticofrontal untuk stabilisasi.
d) Cangkok Tulang Primer
Tulang yang rusak parah atau hilang saat fraktur harus diganti saat rekonstruksi awal.
Cangkok tulang diambil dari kranium karena aksesibilitasnya (terutama jika diakukan
insisi koronal), morbiditas tempat donor diambil minimal, dan memiliki densitas
kortikal tinggi dengan volum yang berlimpah. Pemasangan cangkokan juga dilakukan
dengan plat mini dan sekrup.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi terbagi dua pada saat kecelakaan atau luka dan setelah
penatalaksanaan atau operasi. Pada saat kecelakaan komplikasi yang terjadi syok dan
tekanan pada saraf, ligament, tendon, otot, pembuluh darah atau jaringan sekitarnya.
Komplikasi post operatif berhubungan dengan penatalaksanaan fraktur rahang
termasuk maloklusi, osteomyelitis, sequester tulang, penundaan union, non union,
deformitas wajah, fistula oronasal dan berbagai macam abnormalitas bentuk gigi.
J. PATHWAY
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus
yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati,
mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut
kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
tiba-tiba) (Mansjoer A, 2000). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
(sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula
disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn),
regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual,
muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Harga Diri Rendah
3. Gangguan Citra Tubuh
4. Gangguan Integritas Kulit

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX TUJUAN DAN KRITERIA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL
1 Nyeri akut Tujuan : 1. Kaji tingkat nyeri, beratnya
- Terjadinya penurunan atau (skala 0 – 10)
hilangnya rasa nyeri, 2. Berikan istirahat dengan
dengan kriteria klien posisi semifowler
melaporkan terjadinya 3. Anjurkan klien untuk
penurunan atau hilangnya menghindari makanan yang
ras nyeri. dapat meningkatkan kerja
Kriteria hasil : asam lambung
a. Mampu mengontrol nyeri. 4. Anjurkan klien untuk tetap
b. Melaporkan bahwa nyeri mengatur waktu makannya
berkurang. 5. Observasi TTV tiap 24 jam
c. Mampu mengenali skala 6. Diskusikan dan ajarkan teknik
nyeri. relaksasi
7. Kolaborasi dengan pemberian
obat analgesik
2 Harga Diri Rendah NOC NIC
a) Body Image, disiturbed Self Esteem Enhancement
Definisi : b) Coping, ineffective 1. Tunjukan rasa percaya diri
Perkembangan c) Personal identity, terhadap kemampuan pasien
persepsi negative disturbed untuk mengatasi situasi
tentang harga diri d) Health behavior, risk 2. Dorong pasien
sebagai respons e) Self esteem situasional, mengidentifikasi kekuatan
terhadap situasi low dirinya
saat ini (sebutkan) Kriteria Hasil : 3. Ajarkan keterampilan
a) Adaptasi terhadap perilaku yang positif melalui
ketunadayaan fisik : bermain peran, model peran,
respon adaptif klien diskusi
terhadap tantangan 4. Dukung peningkatan
fungsional penting akibat tanggung jawab diri, jika
ketunadayaan fisik diperlukan
b) Resolusi berduka : 5. Buat statement positif
penyesuaian dengan terhadap pasien
kehilangan aktual atau 6. Monitor frekuensi
kehilangan yang akan komunikasi verbal pasien
terjadi yang negative
c) Penyesuaian psikososial : 7. Dukung pasien untuk
perubahan hidup : respon menerima tantangan baru
psikososial adaptiv 8. Kaji alasan-alasan untuk
individu terhadap mengkritik atau menyalahkan
perubahan bermakna diri sendiri
dalam hidup 9. Kolaborasi dengan sumber-
d) Menunjukkan Penilaian sumber lain (petugas dinas
pribadi tentang harga diri social, perawat spesialis
e) Mengungkapkan klinis, dan layanan
penerimaan diri keagamaan)
f) Komunikasi terbuka Counseling
g) Mengatakan optimisme 1. Menggunakan proses
tentang masa depan pertolongan interakftif yang
h) Menggunakan strategi berfokus pada kebutuhan,
koping efektif masalah, atau perasaan pasien
dan orang terdekat untuk
meningkatkan atau
mendukung koping
pemecahan masalah
3 Gangguan Citra NOC NIC
Tubuh a. Body image Body image enhancement
b. Self esteem 1. Kaji secara verbal dan non
Definisi : Konfusi Kriteria Hasil : verbal respon klien terhadap
dalam gambaran a. Body image positif tubuhnya
mental tentang diri- b. Mampu mengidentifikasi 2. Monitor frekuensi mengkritik
fisik individu kekuatan personal dirinya
c. Mendiskripsikan secara 3. Jelaskan tentang pengobatan,
faktual perubahan fungsi perawatan, kemajuan dan
tubuh prognosis penyakit
d. Mempertahankan 4. Dorong klien
interaksi sosial mengungkapkan perasaannya
5. Identifikasi arti pengurangan
melalui pemakaian alat bantu
6. Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam kelompok
kecil
4 Gangguan NOC NIC
integritas kulit a. Tissue Integrity : Skin Pressure Management
and Mucous Membranes 1. Jaga kebersihan kulit agar
Definisi : b. Hemodyalis akses tetap bersih dan kering
Perubahan / 2. Monitor kulit akan adanya
gangguan Kriteria Hasil : kemerahan
epidermis dan / a. Integritas kulit yang baik 3. Oleskan lotion atau
atau dermis bisa dipertahankan minyak/baby oil pada daerah
(sensasi, elastisitas, yang tertekan
temperatur, hidrasi, 4. Monitor status nutrisi pasien
pigmentasi) 5. Memandikan pasien dengan
b. Tidak ada luka/lesi pada sabun dan air hangat
kulit Insision site care
c. Perfusi jaringan baik 1. Membersihkan, memantau
d. Menunjukkan pemahaman dan meningkatkan proses
dalam proses perbaikan penyembuhan pada luka yang
kulit dan mencegah ditutup dengan jahitan, klip
terjadinya cedera berulang atau straples
e. Mampu melindungi kulit 2. Monitor proses kesembuhan
dan mempertahankan area insisi
kelembaban kulit dan 3. Monitor tanda dan gejala
perawatan alami infeksi pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar jahitan
atau staples, menggunakan
lidi kapas steril
5. Gunakan preparat antiseptic,
sesuai program
6. Ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau
biarkan luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai program
DAFTAR PUSTAKA

Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1 dan 2. Jakarta : Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MedAction

Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Ed.6, volume 1&2. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta : EGC

Suardi, NPEP & AA GN Asmara Jaya. 2012. Fraktur pada Tulang Maksila. Bagian Ilmu
Bedah RSUP Sanglah : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
LAPORAN PENDAHULUAN
INSTRUMENT TEHNIK ORIF MAXILLA

OLEH
VIVIAN YESSICA (1601460015)
KELOMPOK 7

KEMENTRIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
Maret 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TEKNIK INSTRUMENTASI ORIF MAXILLA

A. PENGERTIAN
Merupakan metode atau cara dalam menyiapkan, merencanakan, mengatur,
melaksanakan, dan memantau instrument atau bahan yang dipergunakan sesuai dengan
jenis operasi yaitu pemasangan plate screw maxilla.

B. INDIKASI
- Pada pasien patah tulang maxilla

C. KONTRA INDIKASI
- Keadaan Umum pasien tidak stabil / jelek

D. TUJUAN
1. Menyiapkan instrument dan bahan kebutuhan lain sesuai jenis operasi yang akan
dilakukan.
2. Merencanakan dan mengatur instrument dan bahan yang dibutuhkan secukupnya di
meja mayo.
3. Melaksanakan teknik instrumentasi dan teknik aseptic yang benar sesuai kaidah
yang sudah disepakati.
4. Memantau intrumen dan bahan-bahan yang dipergunakan sebelum,selama, dan
setelah tindakan pembedahan.
5. Merawat dan memelihara instrument yang digunakan selama dan sesudah tindakan
pembedahan.

E. PERSIAPAN PASIEN
1. Pasien dipuasakan 6-8 jam
2. Informed consent ( prosedur pembedahan dan anestesi)
3. Apakan pasien sudah diberi antibiotic profilaksis
4. Apakah pasien memakai perhiasan, gigi palsu, atau prostase
5. Perlengkapan operasi yang perlu dibawa pasien
6. Site marking area operasi
7. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi
8. Pasien sudah mandi dengan sabun antiseptic dan memakai baju operasi
9. Pasien tidak boleh memakai cat kuku
10. Apakah pasien perlu huknah/lavement atau tidak
11. Apakah pasien sudah memakai kateter atau belum
F. PERSIAPAN LINGKUNGAN
1. Suhu ruangan 19-22o C
2. Kelembapan ruangan 45-60%
3. Siapkan meja operasi
4. Siapkan mesin suction (cek fungsi)
5. Siapkan lampu operasi (cek fungsi)
6. Siapkan lampu baca X-Ray (cek fungsi)
7. Siapkan tempat sampah medistroli Waskom
8. Meja instrument
9. Meja mayo
10. Selang suction
11. Set waskom
G. PERIAPAN ALAT
a. Instrument Meja Mayo
1. Handlemess(sclap blade and handle) no.3 :1
2. Pinset Anatomy sedang/mini (tissue forceps) : 1/ 2
3. Pinset Chirurgi sedang/mini (disecting forceps) : 1/2
4. Gunting mayo (surgical scissor curve) :1
5. Gunting metzenboum (metzenboum scissor) :1
6. Desinfeksi klem (washing and dressing forceps) :1
7. Doek klem (towel klem) :5
8. Mosquito klem (hemostatic forceps mosquito) :1
9. Klem pean bengkok sedang (hemostatic forceps pean) :2
10. Kocher (hemostatic forceps kocher) :2
11. Naldfoeder (needle holder) :2
12. Langenback (US army retractor) :2
13. Dingman retractor :1
14. Hack kombinasi (sanmiller) :2
15. Raspatorium (raspatorium) :1
16. Elevator (elevatorium) :1
17. Twister :1
18. Bone curretage (scrappleaple) kecil :1
19. Knable tang (bone rogeurs) :1
20. Tongue spatel :2
21. Bine haak/intande :2
22. Bone holding forcep (reduction) :1
23. Knife tang :1
24. Gunting achbar :1
25. Screw driver :1
26. Mouth guard :1
27. Canul suction :2
 Alat Penunjang steril
1. Platting instrument set
a) Mata bor no.1,6 :1
b) Mesin bor :1
c) Chuck key/unyil :1
d) Titanium mini plate no. 2.0 : 1 set
2. Achbar dan Wire no. 0.4
b. Meja Instrument
1. Persiapan linen
 Duk besar : 5
 Duk kecil : 4
 Gaun operasi : 6
 Sarung meja mayo : 1
 Handuk : 5

H. PERSIAPAN BAHAN HABIS PAKAI


1. Persiapan bahan habis pakai
 Mess no. 15 : 2 buah
 Handscoon steril no. 6.5/7/7.5 : 2/4/4
 Cairan NS 0,9 % : 1 flash
 Povidon iodine : 100 cc
 Mersilk 2.0 : 1 buah
 Premilene no. 6.0 : 1 buah
 Vicryl 4.0 : 1 buah
 Depress : 3 buah
 Kasa steril : 20 buah
 Underpad steril : 2 buah
 Sufratul : 1 buah
 Spuit 1cc/5cc/10 cc : 1/1/1 buah
 Hepavix : secukupnya
 pehacain : 8 buah
 methilen blue : 1 buah
 antibiotic serbuk (Cefazolin/Ceftriaxon) : 1 vial
I. TEKNIK INSTRUMENTASI
1. Sign in
 Memastikan pasien sudah konfirmasi tentang identitas, area operasi, tindakan
operasi, dan surat persetujuan operasi.
 Memastikan sudah memberi tanda pada lokasi tubuh yang dioperasi
 Memastikan pasien mempunyai alergi atau tidak
 Memastikan pasien mempunyai gangguan pernafasan atau tidak
 Memastikan ada atau tidaknya perdarahan lebih dari 500ml atau 7ml/kg pada
anak
2. Persiapan Pasien
3. Membantu memindahkan pasien ke meja operasi.
4. Setelah tim anasthesi melakukan induksi (GA) dan perawat sirkuler memasang
Under-pad non steril di bawah kepala pasien.
5. Perawat sirkuler atau operator memasang catheter no.16.
6. Perawat instrumen melakukan cuci tangan, memakai gaun operasi dan sarung
tangan steril.
7. Perawat anastesi memasang roll tampon di dalam rongga mulut.
8. Campur NS 0,9 %, isodine povidon 10 % dan hidro peroksida di dalam cucing atau
gelas ukur dan berikan kepada asisten operator di tambah sikat gigi, spatel lidah
untuk membersihkan gigi dan lidah selanjutnya di suction
9. Pakaikan gaun operasi dan sarung tangan steril kepada tim operator dan asisten
operator.
10. Berikan desinfeksi klem dan cucing yang berisi isodine povidone 10% kepada
operator atau asisten untuk antisepsis daerah operasi selanjutnya dibersihkan
dengan savlon 4
11. Operator Melakukan drapping pada area operasi. Berikan 2 duk kecil + U-pad steril
untuk drapping kepala, 2 duk tebal bawah, 1 duk sedang untuk bawah.
12. dekatkan selang suction dan couter kemudian cek fungsi, ikat dengan kasa dan
fiksasi pada drapping dengan duk klem
13. dekatkan meja mayo dan meja instrument ke dekat pasien.
14. Hitung kasa.
15. Time out
 Semua petugas operasi memperkenalkan diri dan tugas masing-masing.
 Petugas operasi menegaskan pasien, lokasi, dan prosedur pembedahan.
 Mengantisipasi kejadian kritis.
 Memastikan antibiotic profilaksis sudah diberikan.
16. Berikan mess no.15 dan pean manis untuk insisi jaringan di bawah mulut sampai
tembus di bawah mandibula sebagai tempat ETT/ Fiksasi Segmental Mandibula.
17. Berikan Mersilk no.2 cutting untuk fiksasi ETT.
18. Berikan mouthguard untuk membuka mulut pasien
19. Berikan tongue spatel pada asisten operator untuk melindungi lidah.
20. Potong wire dengan gunting wire, berikan suture wire sekitar 10 cm untuk fiksasi
achbar dan di pasang pada celah gigi menembus gusi..
21. Berikan klem pean kepada operator untuk melakukan fiksasi achbar dengan gigi
atas dan gigi bawah.
22. Berikan twister kepada operator untuk mengunci suture wire dan berikan gunting
wire untuk memotong suture wire.
23. Berikan spuit pehacain yang di oplos dengan Ns ke operator dengan perbandingan
1: 1 untuk di injeksikan ke daerah yang akan di insisi (maksila) untuk mengurangi
perdarahan dan mengembangkan area operasi. Tunggu sekitar 5 menit agar efek
injeksi bekerja.
24. Berikan mess no 15 untuk insisi daerah intra oral pada maksila.
25. Berikan kassa dan klem mosquito kepada operator dan couter kepada asisten untuk
rawat perdarahan
26. Berikan couter/gunting metzeboum dan pinset anatomis untuk memperdalam area
insisi.
27. Operator membuka lapis demi lapis daerah insisi mencapai tulang
28. Setelah tampak tulang, berikan raspatorium kepada operator untuk membersihkan
sisa muskulus yang menempel di tulang. Jika terdapat kallus dibersihkan dengan
curret dan knable tang dan dicabuti dengan pean atau kocher sambil di spoling
dengan NS 0,9% dan memberikan sen miller kepada asisten untuk meperlebar area
operasi, sampai menemukan tulang yang fraktur, lalu operator mereposisi fraktur.
29. Berikan plat tipis ukuran 2.0 ke operator untuk di ukur ke tulang yang fraktur, lalu
berikan pemotong plat/knife tang setelah di ukur sesuai ukuran.
30. Berikan bor yang di pasang mata bor no 1,6 mm berikan pada operator untuk
membuat lubang sesuai dengan plat. Berikan spooling NS saat operator melakukan
bor.
31. Instrumentator memberikan screw ukuran 2,0 x 6 mm dengan screw driver dan
diberikan kepada operator untuk di pasangkan pada hole plat sesuai dengan
permintaan ukuran.
32. Setelah selesai, pemasangan plat dan screw dilakukan evaluasi sambil dibersihkan
dengan Ns dan disuction hingga bersih. Setelah diyakini oleh operator tidak ada
fraktur lagi.
33. Setelah semua selesai, luka dicuci dengan NS 0,9% untuk membersihkan luka
operasi dan asisten melakukan suctioning sampai bersih dan dikeringkan dengan
menggunakan kasa kering.
34. Berikan serbuk antibiotic pada operator, untuk ditaburkan pada tulang yang
terpasang plat.
35. Sing Out
 Memastikan prosedur pembedahan yang telah dilakukan.
 Memastikan kesesuaian jumlah instrument, kasa dan jarum sebelum dan
sesudah operasi.
 Memastikan pemberian pelabelan pada specimen.
 Memastikan apakah ada kerusakan atau masalah pada peralatan.
 Petugas kamar operasi mendiskusikan hal-hal penting yang perlu diperhatikan
dalam penetelaksanaan pasien selanjutnya
36. Perawat instrument cek kelengkapan alat dan bahan habis pakai pastikan dalam
keadaan cocok.
37. Kemudian berikan nald voeder dan vicryl 4-0 dan pinset chirurgis pada operator
untuk menjahit bagian dalam (luka operasi) dan berikan gunting benang + kasa
kepada asisten.
38. Cuci area mulut dengan NS 0,9% sambil dilakukan suctioning.
39. Berikan gunting benang dan pinset chirurgis pada operator untuk melepas jahitan
fiksasi ETT.
40. Berikan kepada operator naldfoeder + benang premilen no. 6.0 untuk menjahit kulit
dan gunting benang + kasa kepada asisten
41. Bersihkan luka dengan kasa basah (NS) kemudian kasa kering.
42. Pasang sufratul untuk menutup luka.
43. Tutup sufratul dengan kasa dan di tutup dengan hepavix.
44. Berikan pinset anatomis untuk melepas roll tampon oleh operator dan sebelumnya
memberitahukan ke petugas anestesi.
45. Operasi selesai, merapikan pasien
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK

Nama : Tn.W Tanggal : 03 Maret 2020


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hematologi
Faal Hemostatis
APTT
 Pasien 36,00 detik 27,4 – 39,3
Protombin Time
 Pasien 14,10 detik 12 – 16,5
Nilai Kritis : >20
INR 0,99

Darah Lengkap
Leukosit (WBC) H 14,30 x 103/μL 4,5 – 11
Nilai Kritis : <2 Or >30
Neutrofil H 12,6 x 103/μL 1,5 – 8,5
Limfosit L 1,00 x 103/μL 1,1 – 5,0
Monosit H 0,67 x 103/μL 0,14 – 0,66
Eosinofil 0,016 x 103/μL 0 – 0,33
Basofil 0,04 x 103/μL 0 – 0,11
Neutrofil % H 87,9 % 35 – 66
Limfosit % L 7,0 % 24 – 44
Monosit % 4,67 % 3–6
Eusinofil % 0,1 % 0–3
Basofil % 0,3 % 0–1
Eritrosit (RBC) 4,613 4,5 – 5,9
Hemoglobin (HGB) L 13,44 g/dL 13,5 – 17,5
Nilai Kritis : <7 Or >21
Hematokrit (HCT) 39,1 % 37 – 53
Nilai Kritis : <21 Or >65
MCV 84,83 fL 80 – 100
MCH 29,15 Pg 26 – 34
MCHC 34,36 % 32 – 36
RDW L 11,07 % 11,5 – 13,1
PLT 242 x 103/μL 150 – 450
Nilai Kritis : <50 or >1000
MPV 7,380 fL 6,90 – 10,6

Kimia klinik
Faal Ginjal
BUN 14 mg/dL 7,8 – 20,23
Nilai Kritis : >100
Kreatinin 0,905 mg/dL 0,6 – 1,0
Nilai Kritis : ≥10
(Pasien Non Dialisis)
Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu 146 mg/dL <200
Nilai Kritis : <50 Or >450
HASIL PEMERIKSAAN CT SCAN

Anda mungkin juga menyukai